Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

KONDISI NEONATAL YANG BERISIKO KEGAWATDARURATAN


DAN ASUHAN KEBIDANAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL DAN NEONATAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

DOSEN: dr.Andar Sitanggang,Sp.A

DISUSUN OLEH :

NAMA : Tutik Darma Ningsih

NIM : 2018.A.09.0783

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
perkenaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah yang berjudul “Kondisi Neonatal yang berisiko
kegawatdaruratan dan Asuhan Kebidanan penanganan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal“ merupakan tugas mata kuliah Kesehatan Perempuan dan
Perencanaan Keluarga. Makalah ini sesuai dengan bahan dan sumber yang telah
penulis peroleh.
Namun demikian, saya selaku penulis menyadari keterbatasan dan
kekurangan kami dalam menyusun makalah ini yang masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, kami juga mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak terutama dari para Dosen dan teman-teman sekalian untuk
menyempurnakan makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua yang akan menuju
kedalam kesuksesan.
Atas perhatiannya,saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih.

Palangka Raya , Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3


2.1 Pengertian Kegawatdaruratan Neonatal. .................................................... 3
2.1.1 BBLR Asfiksia BBL ..................................................................... 8
2.1.2 Hipotermia .................................................................................... 9
2.1.3 Hipoglikemia ................................................................................ 10
2.1.4 Ikterus . .......................................................................................... 12
2.1.5 Masalah Pemberian Air Minum ................................................... 13
2.1.6 Gangguan Nafas Pada BBL .......................................................... 14
2.1.7 Kejang Pada BBL ......................................................................... 15
2.1.8 Infeksi Neonatal ............................................................................ 16
2.1.9 Rujukan Dan Transportasi BBL ................................................... 17
2.1.10 Perdarahan .................................................................................... 19
2.1.11 Syok / Rejatan ............................................................................... 20
2.2 Asuhan Bayi Baru Lahir Bermasalah ........................................................ 22
2.2.1 Bayi Baru Lahir Dengan Masalah ................................................. 22
2.2.2 Rujukan Bayi ................................................................................ 23
2.2.3 Kondisi Atau Masalah Segera Setelah Lahir ................................ 23
2.2.4 Penanganan Umum ....................................................................... 24
2.2.5 Asuhan Pascaresusitasi yang Berhasil .......................................... 25
2.2.6 Sianosis atau Sukar Bernafas ........................................................ 26

ii
2.2.8 Penilaian ........................................................................................ 26
2.3 Penanganan Bayi Baru Lahir Bermasalah ................................................ 27
2.3.1 Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) atau Prematur Kecil . 27
2.3.2 Hipotermia .................................................................................... 27
2.3.3 Kejang ........................................................................................... 28
2.3.4 Bayi Prematur Sedang Atau Bblr .................................................. 28
2.3.5 Bayi Prematur Dan/Atau Ketuban Pecah Lama Dan Asimptomatis 29

BAB III PENUTUP ....................................................................................... . 17


3.1 Kesimpulan .............................................................................................. . 17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara


tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Sedangkan
kegawatdaruratan obstetric adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa
yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan
kelahiran.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi
dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤ usia 28
hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis
dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-
waktu. Tindakan pertolongan harus dilakukan secara sistematis dengan
menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu: A
(Air Way) , B (Breathing) dan C (Circulation).
Cara mencegah terjadinya kegawat daruratan adalah dengan melakukan
perencanaan yang baik, mengikuti panduan yang baik dan melakukan
pemantauan yang terus menerus terhadap ibu/klien. Apabila terjadi
kegawatdaruratan, anggota tim seharusnya mengetahui peran mereka dan
bagaimana team seharusnya berfungsi untuk berespon terhadap
kegawatdaruratan secara paling efektif.
Bidan seharusnya tetap tenang, jangan panik, jangan membiarkan ibu
sendirian tanpa penjaga/penunggu. Bila tidak ada petugas lain, berteriaklah
untuk meminta bantuan. Jika ibu tidak sadar, lakukan pengkajian jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi dengan cepat. Jika dicurigai adanya syok, mulai
segera tindakan membaringan ibu miring ke kiri dengan bagian kaki
ditinggikan, longgarkan pakaian yang ketat seperti BH/Bra. Ajak bicara
ibu/klien dan bantu ibu/klien untuk tetap tenang. Lakukan pemeriksaan dengan
cepat meliputi tanda tanda vital, warna kulit dan perdarahan yang keluar.
Dalam kegawatdaruratan peran anda sebagai bidan antara lain:

1
1. Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat
2. Stabilisasi klien (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa
3. Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin
4. Memiliki ketrampilan klinik

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kegawatdaruratan neonatal ?
2. Apa yang dimaksud dengan asfiksia ?
3. Apa yang dimaksud dengan hipotermia?
4. Apa yang dimaksud dengan BBLR?
5. Apa saja asuhan bayi baru lahir bermasalah?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang dimaksud dengan


kegawatdaruratan neonatal
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang dimaksud dengan asfiksia
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang dimaksud dengan hipotermia
4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang dimaksud dengan BBLR
5. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja asuhan bayi baru lahir bermasalah

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kegawatdaruratan Neonatal


Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi
dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤ usia 28
hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis
dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-
waktu.
Kegawatdaruratan neonatal adalah mencakup diagnosis dan tindakan
terhadap organisme yang beradap ada periode adaptasi kehidupan intra uterine
keekstra uterin yang memerlukan perawatan yang tidak direncanakan dan
mendadak, serta untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses
kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti
walaupun dengan bantuan alat-alat medis modern sekalipun, karena sering
kali memberikan gambaran berbeda terhadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani
kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis
memiliki kemampuan dan keterampilan standard, dalam melakukan resusitasi
pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki
latar belakang pendidikan sebagai profesional dan ahli.
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai
dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari
kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi
pematangan organ hampir pada semua sistem. Neonatus bukanlah miniatur
orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa
perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu
menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang
paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi
semua sistem organ tapi yang terpenting adalah system pernafasan sirkulasi,

3
ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan
yang matang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencegah
kegawatdaruratan terhadap neonatus.
Terdapat banyak kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatal
yaitu BBLR Asfiksia BBL, Hipotermi, Hipoglikemia, Ikterus, Masalah
Pemberian Air Minum, Gangguan Nafas Pada BBL, Kejang pada BBL,
Infeksi Neonatal, Rujukan dan Transportasi BBL, Perdarahan, Syok/Renjatan.

2.1.1 BBLR Asfiksia BBL


Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas
dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak
jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan.
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
bayi selama atau sesudah persalinan.
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab
kesakitan dan kematian yang paling sering dan penting pada anak,
terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih sempit dan
daya tahan tubuhnya masih rendah.
Menurut Manuaba (1998), karakteristik Bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) adalah sebagai berikut:
 Berat kurang dari 2.500 gram
 Panjang badan kurang dari 45 cm
 Lingkar dada kurang dari 30 cm.
 Lingkar kepala kurang dari 33 cm.

4
 Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
 Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tcgak
 Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang,
otot hipotonik- lemah.
 Pernafasan tidak teratur dapat terjadi gagal nafas, pernafasan
sekitar 40- 50 kali per menit.
 Kepala tidak mampu tegak
 Frekuensi nadi 100-140 kali per menit.
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/
preventif adalah langkah yang penting.Hal-hal yang dapat dilakukan:
 Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4
kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan
muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang
mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau
dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
 Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan
perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga
kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik.
 Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun).
 Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar
mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan
antenatal dan status gizi ibu selama hamil.
Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai
kemungkinanan yang dapat terjadi pada bayi prematuritas maka perawatan
dan pengawasan ditujukan pada pengaturan suhu, pemberian makanan
bayi, Ikterus, pernapasan, hipoglikemi dan menghindari infeksi.

5
 Pengaturan suhu badan bayi prematuritas /BBLR.
Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermi karena pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik,
metabolisme rendah dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu
bayi prematuritas harus dirawat dalam inkubator sehingga panas
badannya mendekati dalam rahim , apabila tidak ada inkubator bayi
dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol berisi air
panas sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
 Makanan bayi prematur.
Alat pencernaan bayi belum sempurna, lambung kecil enzim
peneernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB
dan kalori 110 kal;/kgBB sehingga pertumbuhan dapat meningkat.
Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
derngan menghisap cairan lambung , reflek masih lemah sehingga
pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit dengan frekwensi
yang lebih sering. ASI merupakan makanan yasng paling utama
sehingga ASI-lah yang paling dahulu diberikan, bila faktor
menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diberikan dengan
sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde. Permulaan
cairan yang diberikan 50- 60 cc/kgBB/hari terus dinaikan sampai
mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.
 Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya
belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan
secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh
polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia
dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat
dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat
bertambah coklat.

6
 Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda-tanda gawat pernafasan selalu ada dalam 4 jam.
Bayi haras dirawat terlentang atau tengkurap dalam incubator, dada
abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi usalia pernapasan.
 Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat
badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan
pemeriksaan gula darah secara teratur.
 Menghindari Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan
tubuh masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan antibodi belum sempurna . Oleh karena itu tindakan
prefentif sudah dilakukan sejak antenatal sehingga tidak terjadi
persalinan dengan prematuritas (BBLR)

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi
lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan
bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan
pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.

7
Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasi:
 Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat,
dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
 Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan
fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot
kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
 Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada,
pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi
jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat
Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3
cm.
 Menghisap mulut, hiduan kadang trachea.
 Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk
memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
 Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
 Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
 Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
 Kompresi dada.
 Pengobatan
Persiapan Alat Resusitasi

8
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
 2 helai kain / handuk.
 Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
 Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
 Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
 Kotak alat resusitasi.
 Jam atau pencatat waktu.

2.1.2 Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh <360C atau kedua
kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen
(terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi
glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan
yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori. Etiologi
dan faktor predisposisi dari hipotermia antara lain: prematuritas,
asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan
cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan
eksposure suhu lingkungan yang dingin. Penanganan hipotermia
ditujukan pada:
 Mencegah hipotermia
 Mengenal bayi dengan hipotermia
 Mengenal resiko hipotermia
 Tindakan pada hipotermia.

9
Tanda-tanda klinis hipotermia :
- Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - < 360C), tanda-tandanya antara
lain: kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah
dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
- Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C), tanda-tandanya antara lain:
sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat
tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan
asidosis metabolik.
- Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain: muka, ujung
kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat,
kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki
dan tangan (sklerema).

Sebelum anda melakukan rujukan, anda harus melakukan upaya


stabilisasi terlebih dahulu untuk meningkatkan keberhasilan rujukan.
Beberapa tindakan tersebut dalam anda lakukan sebelum anda
melakukan rujukan.
 Menghangatkan tubuh bayi
 Cegah penurunan gula darah (berikan ASI bila bayi masih bisa
menyusu dan beri ASI perah atau air gula menggunakan pipet bila
bayi tidak bisa menyusu) dapat menyebabkan kerusakan otak
 Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan
rujukan
 Rujuk segera

2.1.3 Hipoglikemia
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi
berberat badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul
dengan pemeriksaan gula darah secara teratur.
Hipoglikemia merupakan sebuah kondisi yang menyebabkan bayi
memiliki kadar gula yang rendah sehingga itu termasuk sangat rendah
dibandingkan pada bayi yang sehat. Jika pemeriksaan menunjukkan kadar

10
gula dibawah 50 mg/dL maka bayi tersebut termasuk menderita
hipoglikemia. Ini bukanlah kondisi yang aman untuk bayi karena ketika
kadar gula darah bayi sangat rendah maka sel otak dan otot tubuh bayi
tidak memiliki energi atau tenaga untuk berfungsi dengan baik. Tubuh
bayi membutuhkan kadar gula yang normal untuk bisa bekerja dengan
sehat dan baik. Masalah hipoglikemia pada bayi bisa berlangsung dalam
waktu singkat atau lama tergantung dengan kondisi kesehatan bayi.
Perawatan hipoglikemia pada bayi :
 Berikan ASI atau susu formula
Ibu bisa memberikan ASI atau susu formula secara terus menerus
sehingga kadar gula darah dalam tubuh bayi bisa meningkat dengan
baik. Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk memberikan ASI
atau susu formula pada bayi dengan kadar gula darah yang rendah,
yaitu:
 Cobalah untuk memberikan ASI atau susu formula secara sering
meskipun itu dalam waktu yang singkat.
 Cobalah berusaha untuk memberikan kolostrum pada bayi karena ini
sangat baik untuk meningkatkan kadar gula darah. Jika bayi dirawat
di NICU maka biasanya perawat yang akan memberikan lewat botol
susu.
 Biasakan untuk menawarkan payudara pada bayi sehingga bayi bisa
terdesak untuk minum dengan baik.
Jika bayi memang tidak bisa menerima ASI maka bisa memberikan
susu formula yang bisa dilakukan lebih rutin. Susu formula dianggap lebih
baik dari ASI karena mengandung gula yang dibutuhkan oleh tubuh bayi.
 Pemberian cairan IV untuk bayi
Jika dalam kondisi tertentu bayi tidak bisa minum ASI dan susu
formula dengan baik maka dokter biasanya memutuskan untuk
memberikan cairan IV yang mengandung gula. Perawatan ini
dilakukan selama beberapa hari hingga kadar gula darah dalam
tubuh bayi bisa meningkat dengan baik. Perawatan ini juga paling

11
sering dilakukan pada bayi yang lahir dengan berat badan yang
rendah, termasuk bayi prematur.
 Tindakan operasi mengeluarkan pankreas bayi
Jika berbagai jenis perawatan sudah dilakukan dan kadar gula darah
bayi menurun terus, maka dokter bisa melakukan tindakan operasi
atau bedah untuk mengeluarkan bagian pankreas. Pankreas adalah
organ dalam tubuh bayi yang berfungsi untuk menghasilkan insulin.
Namun tindakan perawatan ini sangat jarang dilakukan karena bisa
meningkatkan resiko kesehatan untuk tubuh bayi.

2.1.4 Ikterus
Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau selaput mata
menjadi kekuningan sebagian besar (80%) akibat penumpukan bilirubin
(hasil pemecahan sel darah merah) sebagian lagi karena ketidak cocokan
gol.darah ibu dan bayi. Peningkatan kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh
pembentukan yang berlebihan atau ada gangguan pengeluaran. Ikterus
dapat berupa fisiologik dan patologik (hiperbilirubin mengakibatkan
gangguan saraf pusat). Sangat penting mengetahui kapan ikterus timbul,
kapan menghilang dan bagian tubuh mana yang kuning. Timbul setelah 24
jam dan menghilang sebelum 14 hari tidak memerlukan tindakan khusus
hanya pemberian ASI. Ikterus muncul setelah 14 hari berhubungan dengan
infeksi hati atau sumbatan aliran bilirubin pada empedu. Lihat tinja pucat
seperti dempul menandakan adanya sumbatan aliran bilirubin pada sistem
empedu.
Untuk menilai derajat kekuningan digunakan metode KRAMER.
Jika hasil pemeriksaan anda pada bayi A, usia 8 hari menunjukkan
kuning terlihat pada daerah kepala, leher, berapakah derajat ikterus yang
dialami oleh bayi A.
 Kramer I : kuning pada daerah kepala dan leher
 Kramer 2 : kuning sampai dengan badan bagian atas (dari pusar ke
atas)

12
 Kramer 3 : kuning sampai badan bagian bawah hingga lutut atau siku
 Kramer 4 : kuning sampai pergelangan tangan dan kaki
 Kramer 5: kuning sampai daerah tangan dan kaki

Sebelum anda melakukan rujukan, anda harus melakukan upaya


stabilisasi terlebih dahulu untuk meningkatkan keberhasilan rujukan.
Beberapa tindakan tersebut dalam anda lakukan sebelum anda melakukan
rujukan.
 Cegah turunnya gula darah
 Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat
 Rujuk segera

2.1.5 Masalah Pemberian Air Minum


Bayi menunjukkan tanda tidak bisa minum atau menyusui jika bayi
terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa mengisap dan menelan. Bayi
mempunyai tanda memuntahkan semua jika bayi sama sekali tidak dapat
menelan apapun.
Masalah minum sering terjadi pada bayi baru lahir, bayi berat lahir
rendah, atau bayi sakit berat Masalah pemberian minum perlu mendapat
perhatian khusus selain untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit juga
memenuhi tumbuh kembang bayi.
Masalah paling sering terjadi
 Bayi yang semula minum baik menjadi malas minum
 Bayi malas minum sejak lahir
 Berat bayi tidak naik
 Ibu cemas tentang cara pemberian minum, terutama pada bayi kecil
atau bayi kembar
Langkah promotif/preventif
 Perawatan antenatal yang meliputi perawatan payudara
 Mencegah kelahiran BBLR
 Penanganan infeksi maternal

13
 Perawatan pasca natal yang baik dan berkualitas
Diagnosis Anamnesis
 Riwayat cara pemberian minum bayi
 Riwayat terjadinya masalah pemberian minum
 Riwayat penimbangan bayi
 Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini

2.1.6 Gangguan Nafas Pada BBL


Gangguan nafas sampai saat ini masih merupakan salah satu faktor
penting sebagai penyebab tingginya angka kesakitan dan angka kematian
pada masa neonatus (bayi baru lahir usia 0 – 28 hari). Diluar negeri kurang
lebih 50% kematian neonatus disebabkan oleh gangguan pernafasan. Di
Indonesia berdasarkan Survey Kesehatan Rumah TAngga tahun 1992,
sebesar 20% kematian neonatus disebabkan oleh kelainan saluran nafas.
Neonatus dianggap menderita gawat nafas apabila ditemukan
gejala meningkatnya frekuensi nafas (lebih dari 60x/menit). Gejala
gangguan nafas lainnya antara lain sesak nafas, adanya tarikan dinding
dada. Apabila gangguan sudah sangat berat, bayi terlihat biru (sianosis).
Klasifikasi gangguan nafas pada neonatus:
a. Sumbatan saluran nafas bagian atas, contoh: atresia koane(tidak ada
saliran Lubang hidung) dll
b. Penyakit paru contoh: pneumonia, atelektasis paru, Hyalin Membrab
Diasease dll.
c. Kelainan dinding dada, contoh: hernia diafragmatika,dll
d. Kelainan di luar paru-paru, contoh kelainan jantung

Apabila bayi lahir kemudian tidak langsung menangis atau bayi


terlihat biru maka kita harus bertanya kelainan apakah yang terdapat pada
bayi ini. Berdasarkan pengalaman klinis penyakit terbanyak penyebab
gangguan nafas pada bayi antara lain sindroma aspirasi mekonium (cairan
ketuban yang tertelan dan masuk paru-paru bayi), Hyalin Membran

14
Disease/HMD ( gangguan nafas pada bayi prematur akibat paru-paru
belum matang) serta Transient Tachipnoe Of Newborn/TTN (gangguan
nafas yang sifatnya sementara).
Untuk menegakkan diagnosa gangguan nafas bayi baru lahir
tentunya harus berdasarkan sejumlah pemeriksaan. Disamping gejala
klinis yang ada seperti nafas cepat, sesak nafas, bayi terlihat kebiruan, bayi
tidak menangis, perlu pemeriksaan penunjang seperti rontsen dada,
pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksanaan bayi dengan gangguan nafas adalah
penatalaksanaan bayi pada umumnya seperti diberikan oksigen bila sesak,
pemberian cairan baik untuk makanan maupun cairan infus, pemberian
antibiotika bila ada infeksi. Apabila sampai bayi berhenti bernafas
tentunya kita harus menggunakan alat khusus yaitu ventilator sebagai alat
bantu pernapasan.

2.1.7 Kejang Pada BBL


Kejang merupakan gejala kelainan susunan saraf pusat dan
merupakan kegawatdaruratan. Kejang pada Bayi Muda umur ≤2 hari
berhubungan dengan asfiksia, trauma lahir, dan kelainan bawaan dan jika
lebih dari 2 hari dikaitkan dengan tetanus neonatorium.
 Tanya : adakah riwayat kejang? Tanyakan ke ibu dan gunakan bahasa
atau istilah lokal yang mudah dimengerti ibu.
 Lihat : apakah bayi tremor dengan atau tanpa kesadaran menurun?
Tremor atau gemetar adalah gerakan halus yang konstan, tremor
disertai kesadaran menurun menunjukkan kejang. Kesadaran menurun
dapat dinilai dengan melihat respon bayi pada saat baju bayi dibuka
akan terbangun.
 Lihat : apakah ada gerakan yang tidak terkendali? Dapat berupa
gerakan
berulang pada mulut, gerakan bola mata cepat, gerakan tangan dan
kaki berulang pada satu sisi.

15
 Lihat : apakah mulut bayi mencucu?
 Lihat dan raba : apakah bayi kaku seluruh tubuh dengan atau tanpa
rangsangan. Mulut mencucu seperti mulut ikan merupakan tanda yang
cukup khas pada tetanus neonatorum
 Dengar : apakah bayi menangis melengking tiba-tiba? Biasanya
menunjukkan ada proses tekanan intra kranial atau kerusakan susunan
saraf pusat lainnya.

Sebelum anda melakukan rujukan, anda harus melakukan upaya


stabilisasi terlebih dahulu untuk meningkatkan keberhasilan rujukan.
Beberapa tindakan tersebut dalam anda lakukan sebelum anda melakukan
rujukan.
 Bebaskan jalan nafas dan memberi oksigen
 Menangani kejang dengan obat anti kejang (pilihan 1 fenobarbital 30
mg = 0,6 ml IM, pilihan 2 diazepam 0.25 ml dengan berat <2500 gr
dan 0,5 ml dengan berat ≥ 2500 gr per rektal)
 Jangan memberi minum pada saat kejang akan terjadi aspirasi
 Menghangatkan tubuh bayi (metode kangguru selama perjalanan ke
tempat rujukan
 Jika curiga Tetanus Neonatorum beri obat Diazepam bukan
Fenobarbital
 Beri dosis pertama antibiotika PP

2.1.8 Infeksi Neonatal


Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan
tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.Infeksi
neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama 1 bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa
dapat menyebabkan sepsis pada neonatus.
Infeksi neonatal masih merupakan masalah di bidang pelayanan
Perinatologi dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi

16
dengan berbagai latar belakang penyebab. Air ketuban keruh bercampur
mekonium (selanjutnya disebut AKK) dapat menyebabkan sindrom
aspirasi mekonium (SAM) yang mengakibatkan asfiksia neonatorum yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal.
Diagnosis berdasarkan atas penemuan pemeriksaan radiologis.
Penyebab SAM belum jelas mungkin terjadi intra uterin atau segera
sesudah lahir akibat hipoksia janin kronik dan asidosis serta kejadian
kronik intra uterin. Faktor risiko SAM adalah skor Apgar <5 pada menit
ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak teratur atau tidak
jelas, dan berat lahir. Diagnosis infeksi neonatal sulit, didasarkan atas
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Banyak
panduan atau sistem skor untuk menegakkan diagnosis infeksi neonatal.
Salah satu panduan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
infeksi neonatal adalah panduan WHO yang sudah diadaptasi di Indonesia.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan biakan darah, cairan serebrospinal,
urin, dan infeksi lokal. Petanda diagnostik sangat berguna sebagai
indikator sepsis neonatal karena dapat meningkatkan sensitivitas dan
ketelitian diagnosis serta berguna untuk memberikan menghentikan secara
dini terapi antibiotik. Namun tidak ada satupun uji diagnostik terbaru
tunggal yang cukup sensitif dan spesifik.

2.1.9 Rujukan Dan Transportasi BBL


Apabila setelah dilahirkan bayi menjadi sakit atau gawat dan
membutuhkan fasilitas dan keahlian yang memadai, bayi harus dirujuk.
Keputusan untuk merujuk bayi bayi baru lahir sebaiknya dibuat oleh
petugal layanan kesehatan (perawat/bidan/dokter) atas dasar kesepakatan
dengan keluarga. Setiap petugas pelayanan kesehatan harus mengetahui
kewenangan dan tanggungjawab tugas masing-masing sesuai dengan
jenjang pelayanan kesehatan tempatnya bertugas.
Selama rujukan perawatan ASI diusahakan teteap diberikan.
Apabila tidak memungkinkan ASI tetap harus dikeluarkan supaya

17
payudara tetap produktif. Dalam menangani bayi baru lahir petugas
senantiasa diharapkan:
 Mewaspadai faktor resiko
 Mengenal tanda-tanda resiko tinggi
 Mengetahui indikasi rujukan
 Factor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan rujukan
 Berfungsinya mekanisme rujukan dari tingkat masyarakat dan
puskesmas hinggga rumah sakit tempat rujukan
 Adanya komunikasi 2 arah antara yang merujuk dan tempat rujukan
 Tersedianya tenaga kesehatan yang mampu, terampil dan siaga selama
24 jam
 Tersedianya lat kesehatan dan obat-obatan sesuai kebutuhan di tempat
yang merujuk dan di tempat rujukan
 Tersedianya sarana angkutan/transportasi selama 24 jam
 Bagi keluarga tidak mampu tersedia dukungan dana untuk
transport,perawatan dan pengobatan di rumah sakit.
 Tersedianya dana insentif bagi petugas kesehatan yang siaga 24 jam
Tanggung jawab petugas dalam pelaksanaan rujukan
 Persiapan rujukan yang memadai
 Penerangan kepada orang tua atau keluarga mengenai penyakit yang
ditemukan atau diduga
 Izin rujukan atau tindakan lain yang akan dilakukan
 Pemberian identifikasi, data (riwayat kehamilan, riwayat kelahiran,
riwayat penyakit) yang ada, yang sudah dilakukan dan yang mungkin
diperlukan (hasil laboratorium,, foto Rontgen, contoh darah ibu).
 Stabilisasi keadaan vital janin/bayi baru lahir selama perjalanan
merujuk
 Bagi petrugas yang menerima rujukan berupa penanganan kasus
rujukan

18
 Pembinaan kemampuan dan keterampilan teknis petugas puskesmas
oleh dokter spesialis kebidanan dan anak dalam penanganan kasus
rujukan nenonatuis sakit, minimal sekali setiap 3 bulan
Bentuk kegiatannya berupa:
 Telah (review) kasus rujukan
 Audit maternal-perinatal/neonatal
 Konsultasi dokter spesialis serta kunjungan dokter spesialis
 Penerapan prosedur tetap pelayanan esensial dan tatalaksana penyakit
pada nenonatus di setiap jenjang pelayanan kesehatan.

2.1.10 Perdarahan
Perdarahan ialah keluarnya darah dari salurannya yang normal
(arteri, vena atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena
hilangnya kontinuitas pembuluh darah. Sedangkan perdarahan dapat
berhenti melalui 3 mekanisme, yaitu :
 Kontraksi pembuluh darah
 Pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
 Pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan
trombosit tersebut.
Umumnya peranan ketiga mekanisme tersebut bergantung kepada
besarnya kerusakan pembuluh darah yang terkena. Perdarahan akibat luka
kecil pada pembuluh darah yang kecil dapat diatasi oleh kontraksi arteriola
atau venula dan pembentukan gumpalan trombosit, tetapi perdarahan yang
diakibatkan oleh luka yang mengenai pembuluh darah besar tidak cukup
diatasi oleh kontraksi pembuluh darah dan gumpalan trombosit. Dalam hal
ini pembentukan trombin dan akhirnya fibrin penting untuk memperkuat
gumpalan trombosit tadi. Disamping untuk menjaga agar darah tetap
didalam salurannya diperlukan pembuluh darah yang berkualitas baik. Bila
terdapat gangguan atau kelainan pada salah satu atau lebih dari ketiga
mekanisme tersebut, terjadilah perdarahan yang abnormal yang sering kali
tidak dapat berhenti sendiri.

19
Pada perdarahan akut dapat diberikan carian intravena atau
transfusi darah atas indikasi yang tepat. Karena dapat terjadi renjatan dan
gawat janin, mungkin diperlukan perawatan intensif; pemberian preparat
besi biasanya ditangguhkan. Jenis perdarahan menahun umumnya tidak
memerlukan transfusi darah; dalam kasus ini senyawa besi dapat langsung
diberikan.
Penanganan bayi kembar dengan sindrom transfusi feto-fetal
memerlukan tindakan cepat dan tepat, serupa dengan tindakan gawat
darurat. Bayi kembar donor yang mungkin dalam keadaan gawat
memerlukan parawatan intensif yang umum, seperti pembebasan jalan
nafas, pemberian oksigen, pemberian cairan intravena atau darah,
pengelolaan keseimbangan asam-basa dan parameter hematologik lainnya.
Bila terdapat gejala payah jantung, dapat diberikan digitalisasi dengan
pemberian digoksin 0,03-0,05 mg/kg.BB/hari secara parenteral, yang
mungkin perlu disertai degnan pemberian furosemid 0,5-1,0
mg/kg.BB/kali secara intramuskular, dan dapat diulang setelah 2 jam.
Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid umumnya bersifat
simptomatik, misalnya pengobatan terhadap kejang atau gangguan nafas.
Selanjutnya perlu dilakukan observasi terhadap kadar darah tepi dan
sistem kardiovaskular serta kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia.
Selain itu perlu diawasi terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi
hidrosefalus.

2.1.11 Syok / Rejatan


Syok adalah gejala klinis yang kompleks disebabkan karena
kegagalan fungsi sirkulasi yang bersifat akut dan ditandai oleh perfusi
organ dan jaringan yang tidak adekuat. Hal tersebut mengakibatkan kurang
adekuatnya jumlah oksigen dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan
jaringan tubuh dan untuk pembuangan sisa hasil metabolisme.
Syok dapat dijumpai pada masa antepartum, intrapartum dan
postpartum. Meskipun telah dicapai kemajuan dalam penanganan pada
bayi baru lahir, syok sirkulasi tetap menyebabkan morbiditas dan

20
mortalitas yang serius dalam kaitannya dengan mekanisme kompleks yang
menyertai pada masa transisi janin-bayi baru lahir dan aspek-aspek unik
lainnya dari fisiologi bayi baru lahir.
Terdapat 3 fase syok yaitu : kompensasi, dekompensasi dan
irreversibel. Fase kompensasi ditandai: frekuensi jantung, frekuensi napas,
tekanan darah dan suhu tidak terganggu atau terjadi gangguan minimal.
Tanda klinis fase ini adalah pucat, takikardia, kulit perife lembab, capilary
refill memanjang. Bila mekanisme homeostasis sudah jenuh atau tidak
adekuat akan terjadi fase dekompensasi. Fase dekompensasi ditandai
dengan tekanan darah yang makin menurun, capilary refill sangat
memanjang, takikardi, kulit dingin, nafas cepat (untuk mengkompensasi
asidosis metabolik) dan jumlah urin berkurang atau tidak ada. Penanganan
yang terlambat akan mengakibatkan terjadinya syok irreversibel.
Syok pada bayi baru lahir dapat terjadi karena berbagai macam faktor:
 Hipovolemia
 Sepsis
 Reaksi obat (anafilaktik)
 Kardiogenik
 Neurogenik
 Endokrinogenik
Tumbuh kembang
 Pada bayi-bayi baru yang mengalami syok, setelah pulang dari RS
perlu pemantuan selanjutnya di Poliklinik Perinatologi selama bulan
pertama dan kembang selama masih bayi maupun balita.
 Bayi-bayi yang ada gejala sistim neurologis, rujuk ke unit rehabilitasi
medik untuk fisioterapi.
Langkah promotif/preventif
 Mencegah dan identifitasi awal infeksi maternal
 Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini
 Menghindari anestesi dan mencegah hipotensi maternal

21
 Perawatan antenatal yang baik
 Mencegah persalinan prematur dan berat lahir rendah
 Mencegah asfiksia neonatorum
 Melakukan resusitasi dengan benar
 Identifikasi awal terhadap kemungkinan terjadinya hemolisis neonatus
 Mencegah perdarahan fetal/neonatal
 Mencegah sepsis neonatorum
 Mencegah pulmonary air leak syndrome
 Mencegah terjadinya over distensi paru saat ventilasi tekanan positif
 Melakukan identifikasi awal terhadap faktor risiko syok dan
pengelolaan yang efektif

2.2 Asuhan Bayi Baru Lahir Bermasalah


A. Prinsip – prinsip Asuhan Bayi Baru Lahir
Jika bayi di lahirkan oleh seorang ibu yang mengalami komplikasi
dalam persalinan, penangan bayi tersebut bergantung pada :
a. Apakah bayi mempunyai kondisi atau masalah yang perlu tindakan
segera,
b. Apakah kondisi ibu memungkinkan merawat bayi secara penuh,
sebagian, atau tindakan sama sekali.
2.2.1 Bayi Baru Lahir Dengan Masalah
Masalah/kondisi akut perlu tindakan segera dalam 1 jam
kelahiran (oleh tenaga di kamar persalinan):
 Tidak bernafas,
 Sesak nafas
 Sianosis sentral (kulit biru)
 Bayi berat Lahir rendah (BBLR) <2.500 g,
 Letargis
 Hipotermia/stress dingin (suhu axila <36,5C
 Kejang

22
Kondisi perlu tidakan awal
 Potensial infeksi bakteri ( pada ketuban pecah dini atau pecah
lama)
 Potensial sifilis (ibu dengan gejala atau positif)
 Kondisi malformasi atau masalah lain yang tidak perlu tindakan
segera (oleh tenaga di kamar bersalin)
 lakukan asuhan bayi segera bayi baru lahir dalam jam pertama
setelah kelahiran bayi, rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan
sesuai.

2.2.2 Rujukan Bayi


1. Jelaskan kondisi/masalah bayi kepada ibu
 Jaga bayi agar tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain lunak atau
kering, selimuti, dan pakai topi
 rujuk dengan di gendong petugas, jika memungkinkan. Gunakan
incubator atau basinet jika perlu tindakan khusus, misalnya
pemberian O2.
 Mulai menyusui ,ajari memeras payudara dan ASI yang di berikan
kepada bayi jika menyusui dini tidak di mungkinkan oleh kondisi ibu
atau bayi.
 Pastikan kamar bayi NICU (Neonatal Intensive Care Unit) atau
tempat pelayanan yang dituju penerima formulir riwayat persalinan,
kelahiran, dan tindakan yang diberikan kepada bayi.

2.2.3 Kondisi Atau Masalah Segera Setelah Lahir


A. Bayi baru lahir dengan kondisi atau masalah
 Tidak bernafas atau napas megap – megap,
 Sukar bernafas (hitung nafas dalam <30 atau >60, tarikan dinsing
dada ke dalam yang kuat atau suara merintih)
 Sianosis (biru)
 Premature atau Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), (<32
minggu atau < 1500 g)

23
 Letargi
 Hipotermia
 Kejang
B. Bayi dengan kondisi atau masalah yang perlu di perhatikan di kamar
bersalin:
 Bayi berat lahir rendah (BBLR) (1500 – 2500 g)
 Potensial infeksi bakteri (pada ketuban pecah dini atau pecah lama)
 Potensial sifilis (ibu dengan gejala atau serolohis positif)

2.2.4 Penanganan Umum


1. Keringkan bayi, ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian
hangat
 Jika dilakukan, segera klem dan potong tali pusat
 Letakan bayi di tempat yang keras dan hangat (dibawah radisant
heater) untuk resusitasi
 Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan tindakan
perawatan dan resusitasi
2. Membuka Jalan Nafas
 Posisi bayi
 Terlentang
 Kepala lurus dan sedikit tengadah/ekstensi (posisi mencium
bau)
 Bayi diselimuti, kecuali muka dan dada
 Bersihkan jalan nafas dengan menghisap mulut lalu hidung. Jika
terdapat darah atau mekonium di mulut atau hidung,isap segera
untuk menghindari aspirasi.
Catatan : jangan menghisap terlalu dalam tenggorok, karena
karena dapat mengakibatkan turunnya frekuensi denyut jantung
bayi atau bayi berhenti nafas.
3. Tetap jaga kehangatan tubuh bayi

24
4. Pertimbangkan pembrian nalokson (setelah tanda vital baik) jika ibu
mendapat petidin atau morfin sebelum melahirkan
5. Lakukan ventilasi selama 1 menit, berhenti, dan nilai apakah terjadi napas
spontan.
 Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60 x/menit), tidak ada tarikan
dinding dada dan suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak
diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi baru lahir.
 Jika bayi belum bernafas atau nafas lemah, lanjutkan ventilasi
sampai nafas spontan terjadi
6. Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi dan amati nafas selama5
menit setelah tangis berhenti :
 Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60x/menit) tidak ada tarikan
dinding dada dan suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak
diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi baru lahir.
 Jika frekuensi <30x/menit, lanjutkan ventilasi.
 terjadi tarikan dinding dada yang kuat, ventilasi dengan oksigen, jika
tersedia. Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang dituju.
7. Jika nafas belum teratur setelah 20 menit ventilasi
 Rujuk ke kamar bayi atau ke tempat pelayanan yang dituju.
 Selama dirujuk jaga bayi tetap hangat dan berikan ventilasi jika
diperlukan.
 Jika tidak ada usaha bernafas, megap-megap atau tidak ada nafas
setelah 20 menit ventilasi, hentikan ventilasi; bayi lahir mati. Berikan
dukungan psikologis kepada keluarga.

2.2.5 Asuhan Pascaresusitasi yang Berhasil


1. Hindari kehilangan panas:
 Lakukan kontak kulit di dada ibu (metode Kanguru), dan selimuti
bayi.
 Letakkan di bawah radiant heater, jika tersedia.
2. Periksa bayi dan hitung nafas dalam semenit.

25
Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi <30 atau >
60x per menit, tarikan dinding dada ke dalam atau merintih) beri
oksigen lewat kateter hidung atau nasal prong.
3. Ukur suhu aksiler :
 Jika suhu 36oC atau lebih, teruskan metode Kanguru dan mulai
pemberian ASI.
 Jika suhu <36oC, lakukan penanganan hipotermia.
4. Mendorong ibu mulai menyusui: bayi yang mendapat resusitasi
cenderung hipoglikemia.
 Jika kekuatan menghisap baik, proses penyembuhan optimal.
 Jika menghisap kurang baik, rujuk ke kamar bayi atau ke tempat
pelayanan yang dituju.
5. Lakukan pemantauan yang sering dalam 24 jam pertama. Jika sukar
bernafas kambuh, rujuk ke kamar bayi atau ke tempat pelayanan yang
dituju.

2.2.6 Sianosis atau Sukar Bernafas


1. Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi <30 atau >60 x
per menit, tarikan dinding dada ke dalam atau merintih).
a. Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih.
b. Beri oksigen 0,5 l/menit lewat kateter hidung atau nasal prong.
c. Rujuk ke kamar bayi atau ke tempat pelayanan yang dituju.
2. Jaga bayi tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain lunak, kering,
selimuti, dan pakai topi untuk mencegah kehilangan panas.

2.2.7 Penilaian
Banyak kondisi serius pada bayi baru lahir misalnya infeksi
bakteri, malformasi, asfiksia berat, penyakit hialin membran pada
prematur dengan gejala yang sama dengan sukar bernafas dan minum
lemah/tidak mau minum.

26
Diagnosis banding sukar tanpa bantuan tes diagnostik
lengkap.Meskipun demikian tindakan segera harus dilakukan tanpa
diagnosis yang khusus.Bayi dengan masalah di atas harus segera dirujuk.

2.3 Penanganan Bayi Baru Lahir Bermasalah


2.3.1 Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) atau Prematur Kecil
Jika bayi sangat kecil (<1500 g atau ,32 minggu) sering
terjadi masalah yang berat misalnya sukar bernafas, kesukaran
pemberian minum, ikterus berat dan infeksi. Bayi rentan terjadi
hipotermia jika tidak dalam inkubator.
Bayi ini memerlukan pelayanan kesehatan khusus.Rujukan
harus segera dilakukan ke tempat pelayanan yang sesuai bagi bayi
baru lahir sakit atau kecil sedini mungkin. Sebelum dan selama
rujukan:
 Pastikan bahwa bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan
kain lunak, kering, selimuti dan pakai topi untuk menghindari
kehilangan panas.
 Jika pada riwayat ibu terdapat kemungkinan infeksi bakteri, beri
dosis pertama antibiotika:
 Gentasimin 4 mg/kg BB I.M. (atau kanamisin)
 Ditambah ampisilin 100 mg/kg BB I.M. (atau
benzyl penisilin)
 Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau
> 60 x per menit, tarikkan dinding dada ke dalam atau merintih),
beri oksigen lewat kateter hidung atau nasal prong.

2.3.2 Hipotermia
Hipotermia dapat terjadi secara cepat pada bayi sangat kecil
atau pada bayi yang diresusitasi atau dipisahkan dari ibu.Dalam
kasus-kasus ini, suhu dapat cepat turun < 35oC. Hangatkan segera:

27
1. Jika bayi sakit berat atau hipotermia berat (suhu aksiler < 35 oC
):
a. Gunakan alat yang tersedia (inkubator, radiant heater,
kamar hangat, tempat tidur hangat)
b. Rujuk segera ke tempat pelayanan kesehatan yang
mempunyai NICU,
c. Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30
atau > 60 x per menit, tarikan dinding dad kedalam atau
merintih), beri oksigen lewat kateter hidung atau nasal
prong.
2. Jika bayi begitu tampak dan suhu aksiler 35oC atau lebih:
a. Pastikan bayi dijaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan
kain lunak, kering, selimuti, dan pakai topi untuk
menghindari kehilangan panas
b. Dorong ibu untuk segera menyusui, setelah bayi siap
c. Pantau suhu aksiler setiap jam sampai normal
d. Bayi dapat diletakan kedalam inkubator atau dibawah
radiant heater

2.3.3 Kejang
Kejang dalam 1 jam pertama kehidupan jarang.Kejang dapat
disebabkan oleh maningitis, ensefalopati, atau hipoglekemia berat
1. Pastikan bayi dijaga tetap hangat bungkus bayi dengan kain
lunak, kering, selimuti dan pakai topi untuk menghindari
kehilangan panas
2. Rujuk segera ketempat pelayanan kesehatan yang mempunyai
NICU

2.3.4 Bayi Prematur Sedang Atau Bblr


Bayi prematur sedang (33 atau 38 minggu) atau BBLR (1500-
2500 gram) dapat mempunyai masalah segera setelah lahir

28
1. Jika bayi tidak ada kesukaran bernafas dan tetap hangat dengan
metode kanguru:
2. Rawat bayi tetap bersama ibu
3. Dorong ibu menyusui dalam 1 jam pertama
4. Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi <30 atau > 60
x per menit, tarikan dinding dada ke dalam atau merintih), beri
oksigen lewat kateter hidung atau nasal prong
5. Jika suhu aksila turun di bawah 35oC, hangatkan bayi segera

2.3.5 Bayi Prematur Dan/Atau Ketuban Pecah Lama Dan


Asimptomatis
Panduan berikut bisa dimodifikasi sesuai dengan keadaan
setempat:
1. Jika ibu mempunyai tanda klinis infeksi bakteri atau jika ketuban
pecah lebih dari 18 jam meskipun tanda-tanda klinis infeksi
2. Rawat bayi tetap bersama ibu dan dorong ibu tetap menyusui
3. Lakukan kultur darah dan berikan antibiotika dosis pertama
4. Jangan berikan antibiotika pada kondisi lain. Amati bayi terhadap
tanda infeksi selama 3 hari:
5. Rawat bayi tetap bersama ibu dan dorong ibu tetap menyusui
6. Jika dalam 3 hari terjadi tanda infeksi, rujuk ke NICU, lakukan
kultur darah, dan berikan antibiotika dosis pertama.
7. Jika bayi menunjukan tanda-tanda sifilis, rujuk ke NICU. Tanda-
tanda sifilis termasuk:
8. Edema umum
9. Ruam kulit
10. Telapak tangan atau kaiki melepuh
11. Rinitis
12. Kondiloma anal
13. Pembesaran hepat/lien
14. Paralis salah satu anggota tubuh bagian bawah

29
15. Ikterus
16. Pucat
17. Sfiroketa positif dari lesi cairan tubuh cairan serebrospinal
18. Jika tes srelogis ibu positif atau menunjukan gejala tetapi bayi
tidak menunjukan tanda-tanda sefilis, beri benzatin penisilin
50.000 unit/kg BB I.M. dosis tunggal.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi


secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Sedangkan
kegawatdaruratan obstetric adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa
yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan
kelahiran.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi
dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤ usia 28
hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan
psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja
timbul sewaktu-waktu. Tindakan pertolongan harus dilakukan secara
sistematis dengan menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan
urutan ABC, yaitu: A (Air Way) , B (Breathing) dan C (Circulation).
Suatu asuhan kebidanan dikatakan berhasil apabila selain ibuny juga
bayi dan keluarganya yang diberikan pelayanan berada dalam kondisi yang
optimal. Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah
bagian asensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar kesakitan dan
kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia, hipotermi dan atau
infeksi. Kesakitan dan kematian bayi baru lahir dapat dicegah bila asfiksia
segera dikenali dan ditatalaksana secara adekuat, dibarengi pula dengan
pencegahan hipotermi dan infeksi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Basri Saifuddin, SpOG, Mph.2002. Buku panduan Praktis Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatus, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirahardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Waspodo, dkk.. 2005. Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri neonatal


Esensial Dasar. Jakarta : Depkes RI.

Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono


Prawirohardjo: Jakarta

32
MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN
PERSALINAN KALA I, II, III, DAN IV

Dosen Pebimbing : Dr. Neny Yoanita, Sp. OG

DISUSUN OLEH :
NAMA : Tutik Darma Ningsih
NIM : 2018.A.09.0783

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas segala berkat dan cinta kasih-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan pada waktunya. Adapun judul dalam penulisan makalah ini
adalah “Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Persalinan Kala I, II, III, Dan
IV.”
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah ikut membantu dalam penulisan makalah ini,sehingga makalah ini
dapat diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak
sekali kekurangan-kekurangan, oleh sebab itu penulis dengan kerendahan hati
mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
maupun mahasiswa khususnya Stikes Eka Harap Palangka Raya.

Palangka Raya, Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................
.................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI .................................................................................................
.................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1 Definisi Kegawatdaruratan ................................................................... 3
2.2 Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II .......................................... 3
2.3 Kegawatdaruratan Persalinan Kala III dan IV ..................................... 11
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara


tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011
dalam Ramayanti, 2013). Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai
situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan
tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/
nyawa (Campbell S, Lee C, 2000 dalam Ramayanti, 2013). Kegawatdaruratan
dalam obstetric adalah suatu keadaan atau penyakit yang menimpa seorang
wanita hamil/dalam persalinan atau akibat komplikasi dari
kehamilan/persalinan yang mengancam jiwa ibu tersebut dan atau bayi dalam
kandungannya apabila tidak secepatnya mendapat tindakan yang tepat
(Krisanty, 2011).
Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar
pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat manifestasi
klinik kasus kegawatdaruratan obstetri yang berbeda-beda dalam rentang
yang cukup luas, mengenal kasus tersebut tidak selalu mudah dilakukan,
bergantung pada pengetahuan, (Ramayanti, 2013). Dalam menanagani kasus
kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama (diagnosa) dan tindakan
pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang tidak panik,
walaupun suasana keluarga pasien ataupun pengantarnya mungkin dalam
kepanikan. (Ramayanti, 2013).
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih
darah setelah anak lahir. Kondisi dalam persalinan menyebabakan kesulitan
untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan
air ketuban dan serapan pakaian atau kain alas tidur. Oleh sebab itu maka
batasan operasional untuk periode pascapersalinan adalah setelah bayi lahir.
Sedangkan tentang jumlah perdarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang
lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital (pasien

1
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik
<90 mmHg, nadi > 100x/mnt, kadar Hb<8 g%). Perdarahan pascapersalinan
adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh
perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta,
kehamilan ektopik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Kegawatdaruratan?
2. Sebutkan Masing - Masing Kegawatdaruratan pada Persalinan Kala I dan II
3. Sebutkan Masing - Masing Kegawatdaruratan pada Persalinan Kala III dan
IV

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan tentang konsep dasar Asuhan Kegawatdaruratan persalinan
kala I, II, III, dan IV.

2
BAB II
TINJAUAN PUSAKA

2.1 Definisi Kegawatdaruratan


Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua
pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncenakan dan mendadak
atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka
kesakitan dan kematian pasien.
Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan
persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya . membahas
tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium
baik dalam keadaan normal maupun abnormal.

2.2 Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II


2.2.1 Kelainan letak, presentasi atau posisi
1) Posisi oksipitalis posterior persistens
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui pintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang atau
miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang,
kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan
belakang. Dalam keadaan fleksi, bagian kepala yang pertama
mencapai dasar panggul ialah oksiput. Oksiput akan memutar ke
depan karena dasar panggul dengan muskulus levator ani nya
membentuk ruang yang lebih luas di depan, sehingga memberikan
tempat yang lebih sesuai bagi oksiput. Dengan demikian keberadaan
ubun-ubun kecil di belakang masih dapat di anggap sebagai variasi
persalinan biasa. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang-kadang
ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan, sehingga tetap di belakang.
Keadaan ini dinamakan oksiput posterior persistens.

3
2) Presentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati
jalan lahir berada dalam keadaan fleksi. Dalam keadaan tertentu
fleksi kepala tersebut tidak terjadi, sehingga kepala dalam keadaan
defleksi. Bergantung pada derajat defleksinya maka dapat terjadi
presentasi puncak kepala, presentasi dahi atau presentasi muka.
Prsentasi puncak kepala atau disebut juga presentasi sinsiput,
terjadi apabila derajat defleksinya ringan , sehingga ubun-ubun
besar merupakan bagian terendah. Presentasi dahi, bila derajat
defleksinya lebih berat, sehingga dahi merupakaan bagian yang
paling rendah. Presentasi muka bila derajat defleksinya maksimal,
sehingga muka janin merupakan bagian yang terendah.
3) Presentasi Muka
Presentasi muka ialah dimana kepala dalam kedudukan
defleksi maksimal sehingga oksiput tertekan pada punggung dan
muka bagian meupakan bagian terendah menghadap ke bawah.
Presentasi muka dikatakan primer apabila sudah terjadi sejak masa
kehamilan dan dikatakan sekunder bila baru terjadi pada waktu
persalinan.
4) Presentasi Dahi
Presentasi dahi ialah keadaan dimana kedudukan kepala
berada di antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga
dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya presentasi dahi
ini merupakan kedudukan yang bersifat sementara, dan sebagian
besar akan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi
belakang kepala.angka keajdian presentasi dahi kurang lebih satu
di antara 400 persalinan.
5) Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,

4
yakni : presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.

6) Letak lintang
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di
dalam uteri dengan kepala pada sisi yang satu dengan sedangkan
bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada
sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada
pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada didepan
(dorsoanteral), di belakang (dorsoposterior), di atas
(dorsosuperior), atau di bawah (dorsoinferior).

7) Presentasi Ganda
Presentasi ganda ialah keadaan dimana di samping kepala
janin di dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan satu kaki,
atau keadaan dimana disamping bokong janin dijumpai tangan.
Presentasi ganda jarang ditemukan; yang paling sering diantaranya
ialah adanya tangan atau lengan disamping kepala.
Presentasi ganda terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup
sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada seorang multipara
dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin yang
kecil.

2.2.2 Distosia Karena Kelainan Tenaga


Secara singkat dapat dikemukakan bahwa his yang normal
mulai dari salah satu sudut difundus uteri yang kemudian menjalar
merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi
kekuatan pada fundus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan,
kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh, hingga
tekanan dalam ruang amnion kembali keasalnya ± 10 mm Hg.

5
a. Jenis jenis kelainan his adalah sebagai berikut:
1. Inersia Uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi
lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan
fundus tetap menonjol. Kelainan terletak dalam hal bahwa
kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang dari pada biasa.
2. His Terlampau Kuat
His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine
contraksion. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya
perlukaan luas pada jalan lahir, khusunya serviks uteri vagina dan
perenium, sedangkan pada bayinya bisa mengalami perdarahan pada
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan yang kuat dalm
waktu singkat. Dalam keadaaan demikian lingkaran retraksi patologik
atau lingkaran bandl. Ligament rotunda menjadi teggang serta lebih
jelas teraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan merasa gelisah.
Akirnya apabila tidak diberi pertolongan, regangan segmen bawah
uterus melampaui kekuatan jaringan, terjadilah rupture uteri.
3. Incordinate Uterine Action
Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat juga diluar
his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi antara kontraksi bagian - bagiannya. tengah dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri
yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan
hioksia pada janin.

2.2.3 Distosia Kelainan Alat Kandungan


a. Perinium

Perinium yang kaku menghambat persalinan kala II yang


meningkatkan resiko kematian bagi janin, dan menyebabkan
kesukaran – kerusakan jalan lahir yang luas. Keadaan demikian

6
dapat dijumpai pada primigravida yang umurnya lebih dari 35
tahun, yang lazim disebut primi tua.
Apabila perinium kaku, maka robekan sewaktu kepala lahir tidak
dapat dihindarkan. Dengan membuat episiotomi mediolateral yang
cukup luas (5-6 cm) ruptura perinei tingkat III dapat dicegah dan
partus kala II dipercepat.
b. Vulva

Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah oedema vulva,


stenosis vulva, kelainan bawaan, varises, hematoma, peradangan,
kondiloma akuminata dan fistula.
1. Oedema Vulva
Bisa timbul pada waktu hamil, biasanya sebagai gejala
pre eklamsia akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain
misalnya gangguan giza. Pada persalinan lama dengan penderita
dibiarkan mengedan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva.
Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi
kelahiran pervaginam.
2. Stenosis Vulva
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang
yang menyebabkan ulkus-ulkus yang sembuh dengan parut-parut
yang dapat menimbulkan kesulitan
4. Kelainan Bawaan
Kelainan bawaan vagina yang cukup sering dijumpai
waktu kehamilan dan persalinan ialah septum vagina, terutama
yang vertikal longitudinal. Septum itu tampak melekat
anteroposterior pada kepala, menyerupai pita otot yang tegang,
ada yang tebal dan ada yang tipis. Pita itu dapat putus dengan
sendirinya berkat dorongan kepala atau apabila tebal dan kuat,
perlu digunting dan kemudian diikat dengan jahitan.

7
5. Varises
Maka sekarang pelebaran-pelebaran pembuluh balik itu
dianggap sebagai reaksi sistem vena, terutama dindingnya,
terhadap perubahan hormonal dalam kehamilan. Kiranya otot
polos dinding pembuluh darah, seperti otot-otot ditempat-tempat
lain, melemah akibat pengaruh hormon-hormon steroid. Karena
melemahnya dinding pembuluh dengan akibat melebarnya
pembuluh-pembuluh balik itu, maka isi sistem vena bertambah
dalam kehamilan dengan kira-kira 150%.
Bahaya varises dalam kehamilan dan persalinan, baik
yang di vulva/vagina maupun yang di tungkai, ialah
kemungkinan pecahnya pembuluh darah. Selain bahaya
perdarahan yang mungkin berakibat fatal, dapat pula terjadi
emboli udara.
6. Hematoma
Pembuluh darah pecah sehingga hematoma dijaringan
ikat yang renggang divulva, sekitar vagina atau ligamentum
latum. Bila hematoma kecil resorbsi sendiri, bila besar harus
insisi dan bekuan darah dikeluarkan.
c. Vagina
Kelainan yang dapat menyebabkan distosia adalah :
1. Kelainan Vagina
Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi
sehingga terdapat satu septum yang horizontal, bila penetupan
vagina ini menyeluruh menstruasi timbul tapi darahnya tidak keluar,
namun bila penutupan vagina tidak menyeluruh tidak akan timbul
kesulitan kecuali mungkin pada partus kala II.
2. Stenosis Vagina Kongenital
Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya
kepala janin pada persalinan dan harus dipotong dahulu. Stenosis
dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada

8
stenosis vagina yang tetap laku dalam kehamilan dan merupakan
halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan seksio ceaserea.
3. Tumor Vagina
Dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin per
vaginam, adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan
per vaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko.
Tergantung dari jenis dan besarnya tumor perlu dipertimbangkan
apakah persalinan dapat berlangsung secara per vaginam atau
diselesaikan dengan seksio sesar.
4. Kista Vagina
Kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller,
letak lateral dalam vagina bagian proximal, ditengah, distal di
bawah orifisium urethra eksterna. Bila kecil dan tidak ada keluhan
dibiarkan tetapi bila besar dilakukan pembedahan. Marsupialisasi
sebaiknya 3 bulan setelah lahir.
d. Serviks
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan ialah
1. Distosia Servikalis
Karena dysfunctional uterine action atau karena parut pada
serviks uteri. Kala I serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan
tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas dibawah kepala
janin.
e. Uterus
1. Retroflexio Uteri
Retroflexio uteri gravida yang tetap menimbulkan abortus atau
retroflexio uteri gravidi incarcerate. Jarang sekali kehamilan pada
uterus dalam retroflexio mencapai umur cukup bulan. Jika ini
terjadi, maka partus dapat terjadi rupture uteri.
2. Prolapsus Uteri

9
Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkut\rang karena
setelah bulan ke IV uterus naik dan keluar dari rongga panggul
kecil. Tetapi ada kalanya portio ini menjadi oedemateus.
3. Kelainan Bawaan Uterus
Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam
penyatuan, dalam berkembangnya kedua saluran muller dan dalam
kanalisasi.
Uterus didelfis atau uterus duplek terjadi apabila kedua saluran
muller berkembang sendiri-sendiri tanpa penyatuan sedikitpun
sehingga terdapat 2 saluran telur, 2 serviks, dan 2 vagina.

2.2.4 Distosia Kelainan Janin


1) Pertumbuhan janin yang berlebihan
Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang
melebihi 5000 gram. Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat
badannya lebih dari 4000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih
dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah
0,4%. Pada panggul normal, janin dengan berat badan 4000-5000
gram, pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam
melahirkannya. Pada janin besar, faktor keturunan memegang
peranan penting. Selain itu janin besar dijumpai pada wanita hamil
dengan diabetes melitus, pada postmaturitas dan pada grande
multipara. Hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak dan
bertambah besarnya janin, masih diragukan.
2) Hidrosefalus
Hidrosefalus ialah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar
serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang
tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500 sampai 1500 ml, akan
tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrodefalus seringkali
disertai kelainan bawaan lain seperti misalnya spina bifida. Karena

10
kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian
bawah uterus, maka sering ditemukan dalam letak sungsang.
Bagaiman pun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi
sefalopelvik dalam segala akibatnya.

2.3 Kegawatdaruratan Persalinan Kala III dan IV


2.3.1 Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan
pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk
melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan
mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia terjadi
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.

2.3.2 Retensio Placenta


Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena
dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda
mati, dapat terjadiplasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta, dan
terjadi degenerasiganas korio karsinoma.

2.3.3 Emboli Air Ketuban


Emboli cairan amnion merupakan sindrom dimana sejumlah
besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal,tiba-tiba terjadi
gangguan pernapasan yang akut dan shock. 25% wanita yang menderita
keadaan ini meninggal dunia dalam waktu 1 jam. Emboli cairan amnion
jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak
terdiagnosis,diagnosis yang dibuat adalah shock obstetric, pendarahan
postpartum atau edema pulmoner akut.

11
Emboli cairan amnion ditemukan oleh Meyer pada tahun 1926 dari
hasil pemeriksaan postmortem. Pada tahun 1947 diuraikan sindrom
klinisnya oleh Steiner dan Lusbaugh. Mereka memperlihatkan bahwa
masuknya cairan ketuban dalam jumlah yang cukup banyak secara
mendadak ke dalam sirkulasi darah maternal akan membawa kematian (
fatal).

2.3.4 Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir


vagina, selaput dara, serviks, portio, septum rektovaginalis akibat dari
tekanan benda tumpul.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu di
evaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi,
sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks dan
robekan uterus, perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan
jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteli atau pecahnya
pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan
dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum
setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti perdarahan
dihentikan segera dengan menggunakan ligase atau penyempitan
pembuluh darah).
1. Robekan perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perinium.
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot
perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani.
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter
ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum dan Perinium

12
2. Rupture Uteri

Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah


robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya
regang mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi
janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri
termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam
persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti
dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat
mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.

3. Robekan Serviks

Robekan servix dapat terjadi pada :


1. Partus presipitatus
2. Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam, perforator,
vakum ekstraktor)
3. Melahirkan kepala janin pada letak sungsang secara paksa
karena pembukaan servix belum lengkap
4. Partus lama

2.3.5 Inversio Uteri


Inversio uteri adalah pembalikan bagian dalam luar pada rahim
dalam tahap persalinan ketiga. Ini amat jarang terjadi hanya pada
sekitar satu dari 20.000 kehamilan. Segera setelah tahap kedua,rahim
agal bersifat atonik,serviks terbuka,dan plasenta melekat. Penanganan
tak semestinya pada tahap ketiga dapat menyebabakan inversio uteri
iatrogenik (hacker/moore 2001).
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk
kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian
ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara
Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio
uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok

13
adapun menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana
fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.

2.3.6 Perdarahan Kala IV


Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio
plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV
lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Pembagian perdarahan post partum :
1) Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi selama 24 jam setelah anak lahir.
2) Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage)
yang terjadi
setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan.
Berdasarkan penyebabnya :
1) Atoni uteri (50-60%).
2) Retensio plasenta (16-17%).
3) Sisa plasenta (23-24%).
4) Laserasi jalan lahir (4-5%).
5) Kelainan darah (0,5-0,8%).

2.3.7 Syok Obstetrik


Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang
kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Dapat
dikatakan bahwa syok yang terjadi karena kombinasi:

14
a. akibat perdarahan
b. akibat nyeri
Syok adalah ketidak seimbangan antara volume darah yang
beredar dan ketersediaan sistem vascular bed sehingga menyebabkan
terjadinya:
1. Hipotensi.
2. Penurunan atau pengurangan perfusi jaringan atau organ.
3. Hipoksia sel.
4. Perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob.
Dengan demikian, dapat terjadi kompensasi peningkatan detak
jantung akibat menurunnya tekanan darah menuju jaringan.
Jika ketidakseimbangan tersebut terus berlangsung, akan terjadi:
1. Semakin menurunnya aliran 02 dan nutrisi menuju jaringan.
2. Ketidakmampuan sistem sirkulasi unruk mengangkut CO2 dan
hasil maabolisme lainnya sehingga terjadi timbunan asam laktat
dan asam piruvat di jaringan tubuh dan menyebabkan asidosis
metabolik.
3. Rendahnya aliran 02 menuju jaringan akan menimbulkan
metabolisme anaerob yang akan menghasilkan produk samping:
a. Timbunan asam laktat
b. Timbunan asam piruvat

Dampak gagalnya siklus Kreb adalah hipoksia sel yang terlalu


lama yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sistem enzim sel
dan metabolisme sel.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang
kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan
membutuhkan tindakan segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S,
Lee C, 2000).
Insidens perdarahan pasca persalinan biasa di akibatkan oleh atonia uteri
dan retensio plasenta.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Jika plasenta belum lepas sama
sekali, tidak terjadi perdarahan tapi jika lepas sebagian maka akan terjadi
perdarahan yang merupakan indikai untuk mengeluarkannya.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini
(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk
mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan
mekanisme ini.
Distosia ialah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3
golongan,yaitu:
1. Kelainan tenaga : his yang tidak normal dalm kekuatan atau sifatnya
menyebabkan
bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan,tidak dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami
hambatan atau kemacetan.
2. Kelainan janin : persalinan dapat mengalam gangguan atau kemacetan
karena kelainan
dalam letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelainan jalan lahir : kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir
bisa mengahalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.

16
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khusnya primigravida
tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia
uteri. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kekuatan his, belum
ada persesuaian paham antara para ahli, satu sebab yang paling penting dalam
kelainan his,khus nya inersia uteri ialah apabila bagian bawah janin tidak
berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada
kelainan letak janin.

17
DAFTAR PUSTAKA

Waspodo, dkk.. 2005. Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri


neonatal Esensial Dasar. Jakarta : Depkes RI.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I . EGC : Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Maternal dan
Neonatal. 2002. YBSP : Jakarta.
Rudiyanti, dkk: Kontraksi Rahim Dalam Proses Persalinan, Jurnal
Keperawatan, Vol. 7, No. 2, Desember 2016.
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi
Indonesia (Perinasia): Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. YBPSP: Jakarta. Allen
Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta.
Herlina: Hubungan Anemia dan Partus Lama dengan Kejadian Pendarahan
Postpartum di RSUD Pringsewu, Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, Vol. VII,
No. 1, Edisi Juni 2014
Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono (1999), Bagian Obstetric dan Ginekologi Ilmu
Kandungan. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo: Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai