Anda di halaman 1dari 23

RESUME DM JUVENILE

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen :

Agus Mi’raj Darajat, S.pd., S.Kep., Ners., M.Kes

Di Susun Oleh :

MAELANI SETIAWATI

AKX18015

D3 KEPERAWATAN UMUM

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

Jl.Soekarno Hata No.754 Cibiru,Cipadung Kidul,Panyileukan,Kota Bandung,Jawa Barat

1
DM JUVENILE

A. Pengertian Diabetes Melitus (Dm)


Diabetes mellitus tipe 1 (Juvenile) dahulu disebut insulin-dependent
diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan
rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans sehingga terjadi
kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak
maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita
diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini
mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung

kronik progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono)

Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi

sebelum umur 15 tahun. (FKUI)

B. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

2
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Menurut ADA (American Diabetes Association), diabetes melitus dibagi
menjadi  :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik
melalui proses imunologik atau idiopatik.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta kromosom 12, kromosom 7, kromosom
20, deoxyribonucleid acid(DNA) Mitokondria.
b. Defek genetik kerja insulin
Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-
Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
c.   Penyakit Eksokrin Pankreas
Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, Neoplasma, Cystic fibrosis,
hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
d.   Endokrinopati
Akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldosteronoma.
e.    Karena Obat/Zat kimia
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid,
tiazid, dilantin, interferon alfa, diazoxide, agonis β-adrenergic.
f.     Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
g.      Imunologi (jarang)

3
antibodi anti reseptor insulin, sindrom ”Stiff-man”.
h.      Sindroma genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom
Prader Willi, ataksia friedreich’s, sindrom laurence-Moon-Biedl.
4.      Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan).
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama
kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin
kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
C. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa
darah plasma >200mg/dl).
Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali
lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau
DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur
kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM
adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi

4
sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta.Virus atau mikroorganisme akan menyerang
pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
3. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.
D. Patofisiologi
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan
corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1)        Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2)        Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang

5
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler  berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari
seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh
sel mensekresikan somatostatin.
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. 
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan
kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa
darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl.
Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall)
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak
mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau
langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia
post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin

6
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular
yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan
konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik
diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga
intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya
osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui
urine(polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul
gejala Polydipsia(kehausan).
 Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium
dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi
oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos
dalam urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya
berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat
dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik.
Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki
katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan
peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan
predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang
antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B
meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok

7
(mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi.
Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan 
replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya
kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan
dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan
terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-
sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah
autoregresi.
E. Manifestasi Klinis
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak
( diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat,
tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya
datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas
penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b. Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada
anak.
c. Polidipsia
d. Poliphagia
e. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
f. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
g. Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat
katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
h. Mata kabur

8
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
i.        Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,
nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1.         Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2.         Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3.         Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila
dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan
urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini
berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan
penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti
penyembuhan penyakitnya.
4.         Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
F. Komplikasi
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang
menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak
menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini
dibagi menjadi dua kategori (Schteingart).
Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1. Hipoglikemia

9
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari  80
mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah,
keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu
fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan
oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau
penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul
adalah:
 Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan
yang besar).
 Minum banyak, kencing banyak
 Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat
dan dalam, serta berbau aseton
   Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita
koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun
ke-5) berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai
pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
 Gangguan pertumbuhan dan pubertas
 Katarak
 Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)

10
 Hepatomegalian mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada
pemberian injeksi insulin.
G. Penatalaksanaan
DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit        dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya
secara teratur dengan       pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin
dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi.
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai
dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1) Bebas dari gejala penyakit
2)  Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3) Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu
diusahakan supaya anak-anak :
1) Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2) Mengalami perkembangan emosional yang normal
3) Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah
mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4) Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada

11
5) Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh
lingkungan
6)  Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk
mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

     Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan
sebagai berikut:
a.      Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan
terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini
terutama untuk :
1.      Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati
normal.
2.      Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a)      Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b)      DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
c)      DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama
bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan
glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau
tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan
glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah
glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah
dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.

12
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc),
suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh
vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa
(insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin
medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2.  Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin.
Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes.
Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan
insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk menentukan berapa
banyak insulin yang diperlukan.
Insulin dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah
tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan
perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di
Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya.
Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi
favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
-          Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
-         Kadar glukosa darah sering tidak teratur
-          Lelah menggunakan terapi injeksi insulin

13
-          Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
-          Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
-          Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
1.      Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan)
untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar
glukosa darah tubuh
2.      Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut
membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
3.      Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk
meminimalisir kerusakan.
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun
terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan
terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat
mengurangi komplikasi diabetes secara efektif.  Studi ini menunjukan bahwa
terapi insulin intensif :
-          Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
-          Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
-          Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous
Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling menyerupai
metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh.
Insulin yang dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial”
(short atau rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis
prandial “bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam.
Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
1. Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
2. Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
3. Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
4. Mengurangi variasi kadar glukosa darah

14
5. Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes

Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :


1. Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula secara
teratur.
2. Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
3. Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan diabetic
ketoacidosis yang lebih besar jika tidak mempergunakan pompa dalam
jangka waktu yang lama.
Di Indonesia sendiri, insiden diabetes melitus tipe 1 sangat jarang. Walaupun
alatnya sudah ada di Indonesia, akan tetapi harganya relatif mahal.
b.      Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak                  60 – 70 %
2) Protein sebanyak                          10 – 15 %
3) Lemak sebanyak                           20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga
didapatkan =
1)      Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2)      Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3)      Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4)      Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan.

15
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak   20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak    25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
c.       Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d.      Edukasi
              Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik.Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne)

16
ASUHAN KEPERAWATAN

Pada DM JUVENILE

1. PENGKAJIAN

a. Identitas Klien

Nama

Jenis Kelamin                       

Umur / Tanggal lahir        

b. Identitas penanggung jawab

Nama

Jenis Kelamin

Hubungan dengan Klien

2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Alasan masuk Rumah Sakit

b. Keluhan utama

c. Riwayat penyakit dahulu.

d.Keluhan lain yang menyertai

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos Mentis (CM)

17
Tanda-Tanda Vital :

Tekanan Darah

SB

- Aktivitas/ Istirahat

Aktifitas klien saat sakit lemah, Letih, dan lesuh

- Eliminasi

Saat sakit terjadi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ),

dan diare

- Cairan

Saat sakit terjadi Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet , haus dan

penurunan berat badan.

- Neurosensori

Pusing, sakit kepala, dan kesemutan

4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a.   Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.

b. Aseton plasma : positif secara menyolok.

c.   Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.

d.   Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.    Defisit volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, dan poliuria.

18
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi

insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, dan muntah.

3. Defisit perawatan diri  berhubungan dengan kelemahan.

4.  Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi.

C.     PERENCANAAN

1)      Defisit volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, dan poliuria.

NOC

Tujuan           : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi

perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat

secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

NIC

     Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD

  Pantau masukan dan pengeluaran

     Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas

yang dapat ditoleransi jantung

      Catat hal-hal  seperti mual dan muntah

      Observasi adanya kelelahan yang meningkat, peningkatan BB, nadi tidak

teratur

         Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,

pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

19
2)      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi

insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, dan muntah.

NOC

Tujuan           : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

         Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

         Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

NIC

Intervensi :

         Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.

         Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan

makanan yang dapat dihabiskan pasien.

         Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,

muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa

sesuai dengan indikasi.

         Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.

         Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran,

kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.

         Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.

         Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.

         Kolaborasi dengan ahli diet.

3) Defisit perawatan diri  berhubungan dengan kelemahan.

NOC

20
Tujuan           : Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri

 Kriteria hasil  :

a.    Kuku pendek dan bersih

b.    Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap

c.    Mandi sendiri tanpa bantuan

NIC

Intervensi :

      Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri

      Berikan aktivitas secara bertahap

      Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

      Bantu klien (memotong kuku)

3. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi.

NOC

Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan

kriteria hasil: Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya

NIC

Intervensi :

           Pilih berbagai strategi belajar

           Diskusikan tentang rencana diet

           Diskusikan tentang faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM

D.    IMPLEMENTASI

21
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai

dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam

mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun

kolaborasi dan rujukan.

E. EVALUASI

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi

tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :

1.      Kondisi tubuh stabil, dan tanda-tanda vital normal

2.         Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada

tanda-tanda malnutrisi.

3.       Rasa lemah dan lelah berkurang/Penurunan rasa lemah dan lelah

4.       Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses

pengobatan.

22
DAFTAR PUSTAKA

 Bare & Suzanne, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,  Volume

2, (Edisi 8), EGC, Jakarta

 Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2),

EGC, Jakarta

 Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2010, Rencana Asuhan

Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

 Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2011. Penatalaksanaan Diabetes

Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

23

Anda mungkin juga menyukai