Anda di halaman 1dari 47

TENAGA KERJA DAN PERLUASAN

KESEMPATAN KERJA
BAB IV

TENAGA KERJA DAN


PERLUASAN KESEMPATAN KERJA

A. PENDAHULUAN

Pembangunan di bidang ketenagakerjaan sebagai bagian dari


pengembangan sumber daya manusia berperan penting dalam
meningkatkan kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia
dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27, ayat (2) yang menyatakan
bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan", memberi petunjuk tentang hak warga
negara yang sekaligus memancarkan asas keadilan dan kerakyatan.
Dengan demikian, ketenagakerjaan merupakan masalah yang amat
mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Setiap upaya
pembangunan harus diarahkan pada penciptaan lapangan kerja

IV/3
sehingga setiap warga negara dapat memperoleh pekerjaan dan
menempuh kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dimasa lampau masalah ketenagakerjaan dikenal dengan istilah


perburuhan. Dalam masa sebelum Orde Baru kaum buruh umumnya
menjadi sasaran perebutan pengaruh partai politik, khususnya partai
politik berhaluan kiri. Pada tahun 1947, melalui Penetapan Pemerin-
tah Nomor 3 Tahun 1947, tentang tugas pokok Kementrian Per-
buruhan, permasalahan perburuhan telah diupayakan untuk ditangani
dengan menyelenggarakan urusan perlindungan tenaga buruh dan
kesempatan kerja, jaminan sosial, perselisihan perburuhan, organisasi
perburuhan, perwakilan perburuhan, pemberian pekerjaan dan upaya
mengatasi pengangguran dan sebagainya. Namun perjuangan fisik
mempertahankan kemerdekaan tidak memungkinkan terlaksananya
berbagai keinginan tersebut.

Dalam periode selanjutnya, yaitu periode tahun 1950-1959 yang


dikenal sebagai periode demokrasi liberal, diupayakan untuk
menyusun berbagai kebijaksanaan dan program di bidang perburuhan,
meliputi pengaturan hubungan dan pengawasan perburuhan,
pemberian pekerjaan bagi para pencari kerja, serta pelatihan kerja.
Pada masa itu masalah perburuhan diwarnai perkembangan politik
dengan partai-partai yang jumlahnya banyak dan masing-masing
berebut mencari pengaruh. Pemerintahan yang berganti-ganti tidak
memungkinkan dikembangkan dan dilaksanakannya kebijaksanaan
ketenagakerjaan yang konsisten dan berkelanjutan.

Dalam perkembangan selanjutnya yaitu pada periode demokrasi


terpimpin antara tahun 1959-1966, masalah perburuhan makin
diwarnai oleh perkembangan politik yang bertambah tajam.
Organisasi buruh bukan lagi menjadi organisasi yang berjuang untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya, tetapi telah
makin

IV/4
menjadi alat perjuangan partai politik. Kesejahteraan buruh makin
terabaikan dan dikalahkan oleh kepentingan politik. Akhirnya
sebagian kaum buruh Indonesia terpengaruh oleh ideologi komunis
dan digunakan oleh kaum komunis sebagai massanya sampai kepada
usaha kudeta dan pemberontakan G-30-S/PKI.

Pada masa Orde Baru disepakati untuk mengganti istilah buruh


dengan pekerja karena istilah pekerja tidak mengandung pengertian
eksploitasi manusia terhadap manusia lainnya, tetapi merupakan mitra
kerja dalam proses produksi yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Pada tahun 1969, pengaturan ketenagakerjaan
mulai diarahkan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja. Dengan
Orde Baru, dimulai penataan kembali kehidupan politik dan semua
aspek kehidupan lainnya termasuk ketenagakerjaan.

Pembangunan ketenagakerjaan pada awal PJP I dihadapkan pada


masalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja.
Penyebaran penduduk dan angkatan kerja jugs, tidak merata, dengan
kepadatan tinggi penduduk di daerah tertentu dan kelebihan tenaga
kerja pada sektor dan daerah tertentu khususnya di Jawa dan
kekurangan penduduk serta tenaga kerja di daerah lainnya.
Terbatasnya daya serap sektor pertanian di daerah perdesaan telah
menyebabkan pula mengalirnya arus tenaga kerja dari desa ke kota
yang tidak dapat diimbangi dengan tersedianya kesempatan kerja.

Dengan memperhatikan kondisi yang demikian, pembangunan


ketenagakerjaan dilaksanakan secara bertahap dan berencana seiring
dengan kegiatan pembangunan di berbagai sektor yang telah membuka
kesempatan kerja baru. Pada tahun 1971, jumlah angkatan kerja
adalah 41,3 juta orang, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 73,9
juta orang atau bertambah sebesar 32,6 juta orang. Pembangunan di

IV/5
berbagai sektor selama PJP I telah menciptakan lapangan kerja yang
dapat mengimbangi pertambahan angkatan kerja. Dalam periode
tersebut, jumlah pekerja yaitu angkatan kerja yang bekerja, bertambah
sebesar 34,0 juta orang yaitu dari sebesar 37,6 juta orang pada tahun
1971 menjadi 71,6 juta orang pada tahun 1990.

Struktur lapangan kerja juga telah berubah ditandai dengan


pergeseran dari sektor pertanian ke luar sektor pertanian khususnya
sektor industri dan jasa dengan produktivitas yang lebih tinggi. Pada
tahun 1971, persentase pekerja di sektor pertanian adalah sebesar
66,3 persen dan di sektor industri dan jasa sebesar 33,7 persen dari
jumlah seluruh pekerja. Pada tahun 1990, tenaga kerja di sektor
pertanian menurun menjadi 49,9 persen dan sektor industri dan jasa
meningkat menjadi 50,1 persen. Perubahan struktural ini
menghasilkan peningkatan produktivitas pekerja Indonesia.
Berdasarkan harga konstan 1983, kemampuan pekerja menghasilkan
barang dan jasa meningkat dari Rp 967 ribu pada tahun 1971 menjadi
Rp 1.608 ribu pada tahun 1990, atau produktivitas rata-rata per
pekerja meningkat sekitar 2,7 persen per tahun dalam masa itu.
Dengan meningkatnya produktivitas, terjadi pula peningkatan
kesejahteraan tenaga kerja.

Untuk menanggulangi kemiskinan khususnya di daerah perdesaan


yang padat penduduk, dilaksanakan kegiatan yang mendayagunakan
tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur melalui sistem
padat karya. Dengan sistem ini selama PJP I, telah didayagunakan
tenaga kerja sebanyak 13,4 juta orang. Guna mengurangi
pengangguran tenaga kerja terdidik sekaligus membantu
pengembangan daerah-daerah yang kekurangan tenaga ahli, terutama
di daerah perdesaan, dihimpun tenaga kerja sukarela sarjana yang
bernaung di bawah badan urusan tenaga kerja sukarela Indonesia
(TKS-BUTSI). Sejak Repelita V, TKS-BUTSI diubah menjadi tenaga

IV/6
kerja sukarela terdidik (TKST). Selama PJP I, tenaga kerja sukarela
yang telah ditugaskan berjumlah 42.046 orang tersebar di 27 propinsi,
khususnya di perdesaan.

Upaya penyebaran tenaga kerja ke daerah, dikembangkan juga


melalui kegiatan antarkerja antardaerah (AKAD). Selama PJP I,
melalui mekanisme AKAD ditempatkan sebanyak 459,2 ribu orang.
Melalui mekanisme antarkerja lokal (AKL) ditempatkan sebanyak 2,5
juta orang. Dalam rangka pengiriman tenaga kerja ke luar negeri
dilakukan kegiatan antarkerja antarnegara (AKAN), yang telah
menyalurkan sebanyak 1,0 juta orang.

Peningkatan mutu tenaga kerja diupayakan melalui berbagai


kegiatan pelatihan kerja, antara lain dalam balai-balai latihan kerja
(BLK) dan melalui kursus-kursus latihan kerja (KLK). Selama PJP I,
tenaga kerja yang dilatih di BLK/KLK berjumlah 1.456.516 orang
terdiri dari 601.243 orang atau 41,3 persen di bidang industri, 85.889
orang atau 5,9 persen di bidang pertanian, 238.877 orang atau 16,4
persen di bidang manajemen, dan sisanya 530.507 orang atau 36,4
persen dilatih di berbagai bidang kejuruan melalui pelatihan
keliling/mobile training unit (MTU).

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja


ditetapkan upah minimum regional yang ditinjau secara berkala.
Selama PJP I, ditetapkan sebanyak 28 upah minimum regional, 65
upah minimum sektoral, dan 427 upah minimum subsektoral. Upaya
meningkatkan kesejahteraan pekerja ditempuh pula melalui jaminan
sosial tenaga kerja (Jamsostek). Selama PJP I, peserta Jamsostek
mencapai 46,5 ribu perusahaan dan mencakup lebih dari 5,8 juta
tenaga kerja.

IV/7
Dalam rangka mengembangkan hubungan industrial Pancasila
(HIP) dimantapkan fungsi lembaga ketenagakerjaan. Federasi Buruh
Seluruh Indonesia (FBSI) yang merupakan wadah pekerja sejak tahun
1986 diubah menjadi serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI). Selama
PIP I, telah dibentuk 10.360 unit kerja SPSI. Lembaga kerja sama
(LKS) tripartit yang berfungsi sebagai forum konsultasi antara
pekerja, pengusaha, dan pemerintah, telah berkembang di 27
propinsi/Dati I dan 196 Dati II. LKS bipartit sebagai wahana
konsultasi antara pengusaha dan pekerja di perusahaan telah terbentuk
sebanyak 3.898 buah.

Pembangunan ketenagakerjaan dalam PJP I merupakan modal


dan menjadi landasan yang kuat untuk dilanjutkan dan ditingkatkan
dalam PJP II, yang dimulai dengan Repelita VI.

B. SASARAN, KEBIJAKSANAAN DAN PROGRAM


KETENAGAKERJAAN DALAM REPELITA VI

Dalam Repelita VI tambahan angkatan kerja yang masuk


diperkirakan sebesar 12,6 juta. Dengan laju pertumbuhan ekonomi di
berbagai sektor pembangunan, kesempatan kerja dalam Repelita VI
akan bertambah dengan 11,9 juta, yaitu di sektor pertanian termasuk
kehutanan, peternakan dan perikanan sebesar 1,9 juta, di sektor
industri pengolahan 3,0 juta, di sektor perdagangan besar, eceran,
rumah makan, hotel, dan restauran sebesar 2,2 juta, di sektor jasa
kemasyarakatan sebesar 2,3 juta dan sektor lainnya sebesar 2,5 juta.
Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka yang pada tahun
1990 sebesar 3,2 persen akan dapat diturunkan menjadi 0,8 persen
pada tahun 1998. Jumlah penganggur terbuka sebesar 0,8 persen
tersebut atau sekitar 0,7 juta ini terdiri atas, antara lain, tenaga kerja
keluaran sistem pendidikan dan pelatihan yang baru masuk pasar kerja
dan mencari pekerjaan serta angkatan kerja yang pindah pekerjaan.

IV/8
Untuk mendukung tercapainya berbagai sasaran tersebut,
kebijaksanaan pembangunan ketenagakerjaan dalam Repelita VI pada
pokoknya adalah (a) pembinaan iklim bagi perluasan lapangan kerja,
peningkatan efisiensi dan produktivitas di semua sektor, antara lain
dengan menciptakan iklim usaha yang sehat dan dinamis,
meningkatkan kualitas SDM dengan mengembangkan sistem
keterpaduan -antara dunia pendidikan dan pelatihan keterampilan yang
sepadan dengan kebutuhan pasar kerja, menyeimbangkan penyebaran
investasi antara Jawa dan luar Jawa; (b) peningkatan kualitas tenaga
kerja antara lain dengan mengupayakan adanya kemitraan pelatihan
tenaga kerja antara penyelenggara dan pengguna tenaga kerja dalam
bentuk kerja sama dengan serikat pekerja dan asosiasi profesi kerja
dan mengupayakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun;
(c) pendayagunaan tenaga kerja produktif melalui program khusus
bagi kelompok angkatan kerja tertentu, seperti tenaga kerja muda
terdidik, penganggur dan setengah penganggur, dan (d) peningkatan
kesejahteraan tenaga kerja melalui penciptaan hubungan industrial
Pancasila yang serasi dan didukung oleh perbaikan syarat kerja dan
perlindungan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita dan anak
yang terpaksa bekerja.

Dalam upaya mendukung pelaksanaan kebijaksanaan di bidang


ketenagakerjaan, ditempuh serangkaian program pembangunan yang
diarahkan agar sebagian besar pertambahan angkatan kerja dapat
diserap dengan produktivitas yang meningkat di berbagai sektor dan
daerah. Program pembangunan ketenagakerjaan terdiri atas dua
kelompok program, yaitu program pokok dan penunjang. Program
pokok meliputi program pembinaan dan pengembangan kesempatan
kerja dan produktivitas, program pendayagunaan dan penyebaran
tenaga kerja, program pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga
kerja, program pembinaan hubungan industrial dan perlindungan

IV/9
tenaga kerja. Program penunjang terdiri atas program pendidikan,
pelatihan dan penyuluhan ketenagakerjaan, dan program penelitian
dan pengembangan ketenagakerjaan.

C. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN TAHUN


PERTAMA REPELITA VI

Kegiatan pembangunan pada tahun pertama Repelita VI telah


menghasilkan perluasan lapangan kerja di berbagai sektor dan daerah.
Pada tahun 1994, angkatan kerja berjumlah 85,8 juta orang dan
jumlah angkatan kerja yang bekerja 82,0 juta orang (Tabel IV-1).
Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka adalah sebesar 4,4
persen. Struktur lapangan kerja ditandai dengan pergeseran dari
sektor pertanian ke luar sektor pertanian khususnya sektor industri dan
jasa dengan muatan teknologi yang lebih besar. Pada tahun 1994,
persentase pekerja di sektor pertanian adalah 46,1 persen, sedangkan
sisanya sebesar 53,9 persen bekerja di sektor industri dan sektor
lainnya. Pergeseran struktur pekerja dan peningkatan mutu pekerja
bukan saja terjadi dari sektor pertanian ke luar sektor pertanian, tetapi
juga dari sektor informal ke sektor formal. Pekerja sektor formal
yaitu pekerja dengan status berusaha dengan buruh tetap dan sebagai
buruh atau karyawan meningkat dari 30,1 persen pada tahun 1980
menjadi sebesar 33,9 persen pada tahun 1.994. Pekerja dengan tingkat
pendidikan sekurang-kurangnya sekolah dasar (SD) meningkat dari
32,8 persen pada tahun 1980 menjadi sebesar 64,7 persen pada tahun
1994.

Meningkatnya kualitas tenaga kerja serta terciptanya lapangan


kerja yang makin luas dan merata mencerminkan adanya perubahan
struktural di bidang ketenagakerjaan. Perubahan struktural
ketenagakerjaan yang terjadi dalam perekonomian juga sekaligus
m e n g g a m ba r k a n p e r u b a h a n k e m a m p u a n t e n a ga k e r j a u n t u k

IV/10
memproduksi barang dan jasa. Kemampuan tenaga kerja untuk
menghasilkan barang dan jasa per tenaga kerja dihitung berdasarkan
harga konstan tahun 1983 adalah Rpl.296 ribu pada tahun 1980 telah
meningkat menjadi Rpl.996 ribu pada tahun 1994.

Pelaksanaan dan hasil pembangunan tahun pertama Repelita VI


melalui program pokok dan penunjang di sektor ketenagakerjaan
adalah sebagai berikut.

1. Program Pokok

a. Program Pembinaan dan Pengembangan Kesempatan


Kerja dan Produktivitas

Program pembinaan dan pengembangan kesempatan kerja dan


produktivitas bertujuan untuk mendorong peningkatan produktivitas
masyarakat, melalui pemasyarakatan dan peningkatan produktivitas
terutama bagi koperasi, usaha menengah, dan usaha kecil guna
mendorong perluasan lapangan kerja serta peningkatan dan
pemerataan pendapatan. Kegiatan yang mendukung program ini
diupayakan untuk menciptakan iklim dan suasana yang dapat mendo-
rong perluasan lapangan kerja dan peningkatan efisiensi secara luas
dan menyeluruh. Upaya yang ditempuh meliputi peningkatan kualitas
sumber daya manusia melalui pelatihan keterampilan, kepemimpinan
atau manajemen, penciptaan iklim produktivitas di masyarakat melalui
peningkatan fungsi kelembagaan produktivitas, penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tepat dengan didukung oleh etos kerja
yang tinggi dan penyuluhan-penyuluhan produktivitas.

1) Pengembangan Produktivitas

Pengembangan produktivitas dilakukan untuk menciptakan iklim


dan membudayakan produktivitas di masyarakat. Kegiatan tersebut

IV/11
dilaksanakan antara lain dengan menyebarkan informasi produktivitas
melalui kampanye dan penyuluhan bagi perusahaan kecil dan mene-
ngah, memberi penghargaan bagi perusahaan yang berpotensi dalam
meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan kualitas tenaga kerja
pada umumnya. Dalam rangka menciptakan pola pengembangan
model dan metode peningkatan produktivitas bagi pengembangan
usaha produktif yang dapat menciptakan lapangan kerja, serta
membina penduduk miskin dalam mengembangkan kewirausahaan,
pada tahun 1994/95 dilakukan uji coba model desa produktif di 15
propinsi. Kegiatan tersebut dilakukan melalui pengukuran
produktivitas di 108 perusahaan dan penelitian di 180 desa yang
bercorak persawahan, perkebunan, industri kecil atau kerajinan, dan
jasa atau perdagangan. Untuk memasyarakatkan produktivitas
dilakukan pemberian penghargaan produktivitas "Paramakarya" bagi
11 perusahaan yang berhasil menerapkan konsep produktivitas dan
mengembangkan usahanya dengan baik. Guna meningkatkan kualitas,
efisiensi dan produktivitas tenaga kerja, pendayagunaan sistem operasi
dan pemeliharaan, serta manajemen perusahaan yang melibatkan
pekerja dalam pengambilan keputusan, diselenggarakan pelatihan ke-
terampilan produktivitas, kepemimpinan atau manajemen, dan usaha
mandiri sektor informal di balai peningkatan produktivitas daerah
(BPPD). Pelatihan diarahkan bagi para kader produktivitas sebanyak
10.327 orang yang dapat membantu menyebarluaskan dan
meningkatkan produktivitas. Dilakukan juga penyuluhan produktivitas
di 540 perusahaan.

2) Pembinaan Lembaga Produktivitas

Pembinaan lembaga produktivitas dilakukan bagi perusahaan


kecil dan menengah melalui pembinaan manajemen perusahaan dan
pembentukan unit produktivitas di setiap sektor dan unit usaha.
Dalam rangka membina lembaga produktivitas dilaksanakan

IV/12
konsultansi manajemen bagi pengembangan kewirausahaan pada
industri kecil dan menengah agar mampu mandiri sekaligus
menciptakan lapangan kerja produktif. Pada tahun 1994/95, telah
diujicoba pembinaan konsultansi manajemen di 5 perusahaan
menengah. Guna memperluas jaringan pelayanan penyuluhan,
pembinaan, konsultansi produktivitas, dan pengembangan sistem
informasi produktivitas, dibentuk sebanyak 277 unit produktivitas,
yaitu 245 unit di perusahaan kecil dan 32 unit di perusahaan
menengah.

b. Program Pendayagunaan dan Penyebaran Tenaga Kerja

Program pendayagunaan dan penyebaran tenaga kerja ditujukan


agar tenaga kerja terutama yang menganggur dan setengah
menganggur, memperoleh kesempatan mendapatkan pekerjaan. Dalam
hubungan ini, diupayakan agar dapat tercipta lapangan kerja produktif
melalui penyediaan dan pendayagunaan tenaga kerja secara seimbang,
baik antarsektor maupun antardaerah. Program ini dilaksanakan
melalui perencanaan tenaga kerja, tenaga kerja mandiri profesional,
pemerataan kesempatan kerja antardaerah, ekspor jasa tenaga kerja,
teknologi padat karya, dan pengindonesiaan tenaga kerja warga negara
asing pendatang.

1) Perencanaan Tenaga Kerja

Dalam rangka menciptakan dan memperluas lapangan kerja serta


mengurangi pengangguran dan setengah pengangguran secara
bertahap, disusun perencanaan tenaga kerja, baik nasional, sektoral,
maupun daerah. Secara operasional perencanaan tenaga kerja
dilaksanakan melalui informasi ketenagakerjaan yang disusun secara
terpusat, tersebar, dan terpadu. Informasi ketenagakerjaan mencakup
informasi persediaan tenaga kerja keluaran sistem pendidikan dan

IV/13
pelatihan, kebutuhan kuantitatif dan kualitatif tenaga kerja, lowongan
pekerjaan dan persyaratannya, informasi mengenai upah, kebutuhan
pelatihan, dan informasi yang berkaitan dengan penempatan tenaga
kerja Indonesia ke luar negeri.

Dalam usaha memberikan informasi ketenagakerjaan yang


akurat, lengkap, dan tepat waktu, disusun sistem informasi yang
hasilnya disebarluaskan kepada lembaga pendidikan dan pelatihan.
Sistem informasi ini antara lain memuat keadaan pasar kerja, melalui
pendataan terhadap jumlah pencari kerja, permintaan dan penempatan
tenaga kerja. Pada tahun 1994/95, jumlah tenaga kerja yang
mendaftar adalah sebanyak 3.713,1 ribu orang, dan terdapat permin-
taan sebanyak 410,7 ribu orang. Dari jumlah itu yang berhasil
ditempatkan adalah sebanyak 365,1 ribu orang dan yang tergolong
dihapuskan sebanyak 899,9 ribu orang, sehingga terdapat sisa
pendaftaran sebanyak 2.448,1 ribu orang. Bila dibandingkan dengan
tahun 1993/94, jumlah tenaga kerja yang mendaftar menunjukkan
peningkatan dan diimbangi pula dengan peningkatan jumlah
permintaan dan penempatan tenaga kerja (Tabel IV-2). Guna
memberikan informasi mengenai kebutuhan tenaga kerja di luar
negeri, disusun pula perencanaan tenaga kerja bagi tenaga kerja yang
berminat bekerja di luar negeri.

Dalam rangka menunjang informasi ketenagakerjaan secara rinci


dikembangkan sistem informasi dan bursa kerja terpadu yang dapat
membantu perencanaan tenaga kerja. Untuk meningkatkan
kemampuan tenaga analis dan teknisi informasi ketenagakerjaan agar
mampu mengidentifikasi, mengolah, dan menganalisis masalah
ketenagakerjaan, dilaksanakan pendidikan dan pelatihan . Berbagai
informasi ketenagakerjaan tersebut dapat digunakan bukan saja bagi
pemerintah, tetapi juga bagi masyarakat.

IV/14
2) Tenaga Kerja Mandiri Profesional

Dalam rangka upaya penempatan dan pembinaan bagi tenaga


kerja terdidik agar menjadi tenaga kerja mandiri dan pengusaha
pemula, dikembangkan kegiatan yang dikenal dengan nama tenaga
kerja mandiri profesional (TKMP). Kegiatan tersebut dilaksanakan
dengan menggunakan pemandu wirausaha dan pelatih wirausaha yang
berpengalaman dan berkemampuan di bidang kewirausahaan. Para
TKMP dibekali pengetahuan melalui pelatihan kewirausahaan secara
intensif yang ditangani secara profesional, yang dilaksanakan
bekerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga profesi, dan dunia
usaha. Guna merangsang dan memacu usaha yang dirintis para
TKMP, diupayakan bantuan modal berupa kredit melalui lembaga
perbankan, dan dikembangkan sistem kemitraan dengan pengusaha
besar. Pada tahun 1994/95, telah dibina 405 orang calon pengusaha
pemula melalui kerjasama dengan 10 perguruan tinggi yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia.

Sebagai kelanjutan dari perencanaan tenaga kerja terdidik pada


tahun lalu, TKMP telah ditempatkan di berbagai unit ekonomi
produktif seperti koperasi unit desa (KUD) dan daerah transmigrasi.
Selama bertugas 2 (dua) tahun di lapangan, tenaga kerja dapat
bertindak sebagai motivator dan konsultan manajemen koperasi/KUD,
pemandu wirausaha, dan motivator di lembaga ketahanan masyarakat
desa (LKMD), tenaga penyuluh dan tenaga teknis di sektor
pembangunan yang membutuhkan seperti penyuluh hukum, penyuluh
dan motivator keluarga berencana. Pada tahun 1994/95, TKMP yang
ditugaskan di unit ekonomi produktif dan transmigrasi berjumlah
4.709 orang. Bersamaan dengan itu telah ditugaskan pula sebanyak
1.875 orang tenaga kerja lulusan SMTA dan lulusan pendidikan non
gelar D1 sebagai pendamping tenaga sarjana di KUD.

IV/15
Dalam rangka membantu masyarakat perdesaan, khususnya di
daerah tertinggal, ditempatkan pula TKMP sebagai pendamping
kelompok masyarakat. Tujuan dari penempatan itu antara lain adalah
membantu kelompok masyarakat di perdesaan tertinggal dalam
mengelola dana bergulir yang disalurkan sebagai bantuan permodalan
untuk meningkatkan usahanya. Pada tahun 1994/95, TKMP yang
ditempatkan di perdesaan tertinggal adalah sebanyak 1.362 orang
yang tersebar di seluruh propinsi, khususnya di desa-desa yang
memerlukan pembinaan khusus. Secara keseluruhan jumlah TKMP
yang dibina menjadi pengusaha pemula, yang ditempatkan di unit
ekonomi produktif dan perdesaan tertinggal berjumlah 8.351 orang.
Jumlah ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 1993/94 yaitu
sebesar 2.464 orang (Tabel IV 3).

3) Pemerataan Kesempatan Kerja Antardaerah

Pemerataan kesempatan kerja antardaerah dilanjutkan dengan


melakukan pembaharuan-pembaharuan terhadap mekanisme kegiatan
penyalurannya. Melalui mekanisme AKL ditempatkan tenaga kerja
secara langsung ke berbagai perusahaan termasuk pengelolaan hutan
tanaman industri (HTI), dan penanganan lahan kritis. Melalui
mekanisme AKAD, ditempatkan tenaga kerja ke perusahaan dengan
koordinasi berbagai instansi antara lain pada program penyaluran
pemuda motivator di daerah transmigrasi dan perkebunan inti rakyat.
Tenaga kerja yang ditempatkan melalui kedua mekanisme itu
dipersiapkan sebagai tenaga terampil dalam berbagai kegiatannya.
Pada tahun 1994/95, melalui mekanisme AKL ditempatkan tenaga
kerja sebanyak 357,3 ribu orang. Melalui mekanisme AKAD
ditempatkan tenaga kerja sebanyak 42,5 ribu orang (Tabel IV 4).

IV/16
4) Ekspor Jasa Tenaga Kerja

Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai ekspor jasa tenaga


kerja dilakukan dengan mengirim tenaga kerja terampil ke luar negeri
dan secara bertahap mengurangi tenaga kerja tidak terampil.
Mekanisme pengirimannya, telah disempurnakan dengan pembinaan
dan bimbingan yang lebih ketat bagi perusahaan yang melaksanakan
pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Pembinaan dan bimbingan
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengiriman secara ilegal,
yang dapat merugikan tenaga kerja dan nama baik bangsa dan negara.
Pada tahun 1994/95, telah dikirim tenaga kerja ke berbagai negara
sebanyak 176.187 orang. Jumlah ini meningkat apabila dibandingkan
dengan tahun 1993/94 sebesar 159.995 orang (Tabel IV-4).
Pengiriman tenaga kerja lebih diarahkan ke sektor formal di berbagai
bidang seperti perkebunan, angkutan, listrik dan elektronika,
pelayanan kesehatan, perhotelan, industri pengolahan, perminyakan,
dan pertambangan. Sebagian besar tenaga kerja tersebut dikirim ke
negara-negara Timur Tengah, dan sebagian lagi ke Malaysia, Brunei,
Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa negara di Eropa.

5) Teknologi Padat Karya

Penyebarluasan teknologi padat karya (TPK) ditujukan bagi


masyarakat di daerah perdesaan yang padat penduduk, khususnya
tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur, dengan
menggunakan alat-alat produksi sederhana. Jenis teknologi yang
disebarluaskan meliputi peningkatan produksi dan teknologi yang
dapat dikembangkan untuk usaha mandiri. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk menunjang kegiatan koperasi dan kegiatan lain di perdesaan
guna memperkuat usaha kecil dan usaha kerajinan industri rumah
tangga. Pada tahun 1994/95, telah diterapkan dan disebarluaskan 30
jenis TPK pada lokasi terpilih, khususnya di perdesaan tertinggal.

IV/l7
Dalam rangka itu telah dilakukan pelatihan bagi 9.235 kader di 27
propinsi agar mampu mengembangkan potensi daerah setempat.
Kelompok-kelompok usaha yang memanfaatkan TPK tersebut
mencakup 12.335 orang. Dalam rangka mencari alternatif jenis TPK
baru, dikembangkan pula 9 jenis teknologi sehingga memperluas
barang dan jasa yang dapat dihasilkan dan demikian juga dengan
kesempatan kerja serta kesempatan berusaha.

6) Pengindonesiaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing


Pendatang

Dalam rangka memperluas lapangan kerja dan meningkatkan


profesionalisme tenaga kerja Indonesia, pengendalian ijin kerja bagi
tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia adalah penting. Bentuk
pengendalian ijin kerja bagi tenaga kerja asing dilaksanakan dengan
menambah, memperluas, dan menyempurnakan daftar jabatan yang
tertutup, masih terbuka, dan terbuka untuk sementara waktu, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses
pengambilalihan berbagai jabatan dari tenaga kerja asing kepada
tenaga kerja Indonesia dilaksanakan dengan mengadakan pelatihan di
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing.

Pembatasan penggunaan tenaga kerja asing dikelompokkan ke


dalam tiga kategori jabatan. Pertama, jabatan yang sama sekali
tertutup bagi tenaga kerja warga negara asing pendatang, yaitu jabatan
yang dapat diisi oleh tenaga kerja Indonesia. Kedua, jabatan yang
diijinkan untuk waktu tertentu bagi tenaga kerja warga negara asing
pendatang, karena belum tersedianya tenaga kerja Indonesia yang
memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Bilamana tenaga kerja
Indonesia telah tersedia, maka jenis jabatan ini akan tertutup bagi
tenaga kerja warga negara asing pendatang. Ketiga, jenis jabatan yang
terbuka untuk sementara waktu, karena jabatan yang bersangkutan
membutuhkan kepercayaan pemilik modal, misalnya tenaga manajer

IV/18
keuangan. Pada tahun 1994/95, terdapat jumlah jenis jabatan yang
tertutup, diijinkan untuk waktu tertentu, terbuka untuk sementara
waktu, dan jenis jabatan yang dibatasi sebanyak 5.153 yang tersebar
di 27 lapangan usaha (Tabel IV-5 dan Tabel IV-6).

c. Program Pelatihan dan Peningkatan Keterampilan Tenaga


Kerja

Program pelatihan dan Peningkatan keterampilan tenaga kerja


ditujukan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian serta
profesionalisme tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan
di berbagai sektor, dalam rangka penciptaan lapangan kerja, mengisi
lowongan, penggantian tenaga kerja asing serta pengembangan
sumber daya manusia pada umumnya sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perencanaan dan pelaksanaan pelatihan
keterampilan diselenggarakan bersama-sama dengan pengguna tenaga
kerja atau perusahaan melalui pemagangan, pelatihan di tempat kerja,
dan pelatihan bagi pekerja. Dalam rangka ini asosiasi perusahaan dan
kawasan industri didorong agar masing-masing memiliki dan
mengembangkan fasilitas pelatihan. Program ini dilaksanakan melalui
pelatihan keterampilan dan pemagangan, pelatihan masyarakat, serta
pembinaan dan penataran tenaga kepelatihan.

1) Pelatihan Keterampilan dan Pemagangan

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan tenaga kerja terampil,


produktif, dan profesional dalam era industrialisasi, peranan pelatihan
keterampilan tenaga kerja menjadi amat penting. Pelatihan
keterampilan merupakan suatu upaya untuk menjembatani kesenjangan
antara keluaran sistem pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Dalam
rangka penyempurnaan pelatihan keterampilan tenaga kerja, telah
dilakukan penataan kembali penyelenggaraan pelatihan di BLK dan

IV/19
KLK yang berjumlah 153 buah di seluruh Indonesia. Pelatihan
BLK/KLK yang selama ini bersifat seragam, diubah sesuai dengan
kondisi dan potensi ekonomi pasar tenaga kerja dan daerah setempat.
BLK/KLK yang terletak atau berdekatan dengan kawasan industri,
dikembangkan menjadi BLK/KLK industri. BLK/KLK yang terletak di
daerah yang memiliki potensi ekonomi sektoral tertentu seperti
pariwisata, perdagangan, kelautan; agrobisnis, dan sebagainya
dikembangkan menjadi BLK/KLK khusus. Pada lokasi yang tidak
terletak di wilayah pengembangan industri, dikembangkan BLK/KLK
pembangunan desa yang menitikberatkan pada pelatihan keliling.
Untuk meningkatkan kualitas instruktur dan pengembangan perangkat
keras dan lunak, berbagai BLK/KLK dikembangkan menjadi BLK
instruktur dan pengembangan, seperti di Bandung, Banjarbaru, dan
Bekasi.

Dalam rangka mendukung upaya pengembangan program


pelatihan keterampilan tenaga kerja berdasarkan penataan kembali
penyelenggaraan BLK/KLK tersebut, ditingkatkan kerjasama
pelatihan dengan pihak swasta dan pihak industri sebagai pengguna
tenaga kerja, mulai tahap perencanaan, penyusunan program, dan
pelaksanaan sampai pada penempatan lulusannya. Pada tahun
1994/95, tenaga kerja yang dilatih di BLK/KLK berjumlah 59.305
orang, diantaranya 27.526 dilatih di balai latihan industri, 2.160
orang di balai latihan pertanian, dan sisanya 29.619 orang dilatih
melalui pelatihan keliling (Tabel IV-7). Kegiatan pelatihan kete-
rampilan tenaga kerja yang diarahkan kepada kebutuhan pengguna
tenaga kerja dan persyaratan jabatan, untuk menghasilkan tenaga kerja
yang berkualitas, membutuhkan waktu lebih lama yaitu dari semula 3
bulan menjadi 6 sampai dengan 9 bulan. Target kelompok untuk
setiap kejuruan yang semula 20 orang diturunkan menjadi 16 orang.
Dengan perubahan tersebut, maka jumlah peserta pelatihan menjadi
berkurang tetapi mutu pelatihannya meningkat.

IV/20
Pada tahun 1994/95 dikembangkan pelatihan pemagangan di 11
lokasi BLK, yaitu BLK Medan, Palembang, Jakarta, Tangerang,
Bandung, Cilacap, Semarang, Singosari, Wonojati, Samarinda, dan
Ujung Pandang. Pelatihan pemagangan bertujuan untuk mewujudkan
tenaga kerja terampil, kompeten, dan produktif dengan meningkatkan
peran serta dunia usaha dalam pelaksanaan dan pengembangan
pelatihan. Melalui pelatihan pemagangan diperoleh manfaat dan
keuntungan, baik oleh pihak pengusaha, pengelola lembaga pelatihan,
maupun peserta pelatihan.

Pada tahun 1994/95, dilaksanakan pelatihan pemagangan bagi


sebanyak 496 orang, antara lain dalam bidang kejuruan otomotif,
mesin shop, listrik, las, mekanisasi pertanian, dan pengolahan hasil
pertanian. Peserta pelatihan minimal telah menyelesaikan pendidikan
SLTP. Lama pelatihan sekitar 3 tahun dan lulus uji keterampilan
nasional. Untuk mendukung pelatihan pemagangan dibentuk pula jasa
pelayanan latihan di BLK dengan maksud membantu perusahaan atau
swasta dalam menyelenggarakan pelatihan. Jasa yang diberikan antara
lain meliputi metodologi pelatihan, kurikulum, standar kualifikasi
keterampilan, dan bimbingan pelatihan.

2) Pelatihan Masyarakat

Seiring dengan berkembangnya sektor industri, lembaga


pelatihan yang diselenggarakan oleh masyarakat didorong dan
ditingkatkan peranannya. Upaya ini dilaksanakan antara lain melalui
penyempurnaan kurikulum, fasilitas pelatihan, maupun instruktur
pelatihan. Untuk meningkatkan kesepadanan dan kualitas hasil
pelatihan dikembangkan standarisasi dan sertifikasi melalui uji
keterampilan. Dalam penyusunan standarisasi pelatihan yang sesuai
dengan kebutuhan dunia usaha dilibatkan dan ditingkatkan peranan
asosiasi profesi dan perusahaan-perusahaan.

IV/21
Pemasyarakatan standar pelatihan kerja dan standar kualifikasi
keterampilan kerja diperluas dan ditingkatkan. Penerapan standar
tersebut sangat membantu pihak pelaksana pelatihan dalam
penyelenggaraan pelatihan guna mencapai standar keterampilan
tertentu dan memenuhi persyaratan pekerjaan atau jabatan.
Keterampilan kerja seseorang dapat terus dikembangkan dari satu
program ke program pelatihan selanjutnya melalui suatu proses uji
keterampilan kerja. Dalam tahun 1994/95, telah disusun 45 standar
kualifikasi keterampilan, 30 standar pelatihan kerja, 15 standar materi
uji keterampilan, dan standarisasi fasilitas pelatihan untuk 15
kejuruan. Usaha pengukuhan dan pengawasan mutu pelatihan
dilaksanakan melalui akreditasi lembaga penyelenggara pelatihan
kerja. Penetapan akreditasi tersebut dilaksanakan melalui penilaian
berdasarkan standar yang telah ditetapkan bagi setiap kejuruan dan
jenjang atau tingkat pelatihan kerja. Akreditasi terhadap lembaga
penyelenggara pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan kredibilitas
lembaga pelatihan. Akreditasi disusun secara berjenjang dan dilakukan
secara sukarela atas dasar permintaan lembaga pelatihan.

3) Pembinaan dan Penataran Tenaga Kepelatihan

Pembinaan dan penataran bagi tenaga kepelatihan dilanjutkan dan


ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya. Pembinaannya
dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, penugasan dan
pemberian pengalaman praktek di industri, studi banding, penataran,
seminar, dan sebagainya. Pembinaan tenaga kepelatihan dilaksanakan
secara berjenjang sejalan dengan jenjang kualifikasi dan jenjang
program pelatihan yang dikembangkan. Pembinaan tersebut
dilaksanakan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pada
tahun 1994/95, dilatih 175 orang instruktur latihan kerja dan
penataran bagi instruktur dan tenaga kepelatihan sebanyak 1.140
orang dari 27 propinsi.

IV/22
d. Program Pembinaan Hubungan Industrial dan
Perlindungan Tenaga Kerja

Program pembinaan hubungan industrial dan perlindungan tenaga


kerja ditujukan untuk mengembangkan HIP yang serasi antara pekerja
dan pengusaha sebagai pelaku proses produksi agar terwujud
ketenteraman dan ketenangan berusaha. Program ini didukung oleh
pembinaan dan pengembangan perbaikan syarat-syarat kerja serta
perlindungan tenaga kerja. Pengembangan HIP mempertemukan
aspirasi pekerja dengan kemampuan perusahaan secara kekeluargaan
serta sekaligus menumbuhkembangkan lembaga ketenagakerjaan.
Perbaikan syarat-syarat kerja antara lain dilaksanakan melalui
pengembangan sistem pengupahan yang terpadu dan bertahap
didasarkan pada kebutuhan hidup, pengembangan diri pekerja, dan
keluarganya. Upaya perlindungan tenaga kerja dilaksanakan melalui
pengawasan dan penerapan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan norma kerja, penerapan dan pembudayaan
keselamatan dan kesehatan kerja, serta pelaksanaan jaminan sosial
tenaga kerja.

1) Sistem Hubungan Industrial Pancasila

a) Serikat Pekerja, Lembaga Bipartit, dan Tripartit

Kegiatan pendidikan dan penyuluhan HIP merupakan salah satu


upaya memasyarakatkan pedoman penghayatan dan pengamalan
Pancasila (P4) dan diarahkan agar pelaku hubungan kerja lebih
mampu memecahkan masalah nyata dengan berlandaskan HIP. Pada
tahun 1994/95, dilaksanakan pendidikan dan penyuluhan HIP bagi
2.120 orang yang terdiri dari 1.705 orang pekerja, 254 orang
pengusaha, dan 161 orang dari instansi pemerintah.

IV/23
Pada tahun 1994/95, jumlah unit kerja SPSI bertambah sebanyak
263 buah atau meningkat sebesar 2,5 persen bila dibandingkan dengan
tahun 1993/94, dan Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SPTP)
terbentuk sebanyak 814 unit pada perusahaan yang belum ada unit
kerja SPSI. Secara kumulatif, selama PJP I sampai dengan tahun
pertama Repelita VI terbentuk unit kerja SPSI di perusahaan sebanyak
10.623 buah. Sampai dengan tahun 1994/95, terbentuk 269 dewan
pimpinan cabang (DPC) SPSI, dan 27 dewan pimpinan daerah
(DPD) SPSI (Tabel IV-8).

Lembaga kerjasama (LKS) tripartit yang merupakan wadah


konsultasi dan komunikasi antara pemerintah, organisasi pekerja, dan
organisasi pengusaha yang didirikan sejak tahun 1979 dimantapkan
dan dikembangkan. Sampai dengan tahun 1994/95, telah terbentuk
LKS tripartit di daerah tingkat II sebanyak 196 buah, dan LKS
tripartit sektoral sebanyak 96 unit yang tersebar di seluruh propinsi.
Mulai tahun 1983 dibentuk LKS bipartit sebagai wadah bagi
pengusaha dan pekerja untuk memecahkan masalah hubungan
industrial secara bersama. Pada tahun 1994/95, terbentuk 76 buah
LKS bipartit, dan sampai dengan akhir Repelita V terbentuk sejumlah
3.898 buah. Dengan demikian, sampai dengan tahun pertama
Repelita VI terbentuk LKS bipartit di tingkat perusahaan sebanyak
3.974 buah.

b) Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

Lembaga ketenagakerjaan yang bertugas memberikan pelayanan


kepada masyarakat dengan jalan membantu menyelesaikan
perselisihan dan pemutusan hubungan ketenagakerjaan adalah Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan di tingkat pusat dan daerah
(P4P dan P4D). Untuk mengurangi terjadinya perselisihan
dilaksanakan penyuluhan di perusahaan mengenai cara-cara

IV/24
penanggulangan masalah hubungan industrial. Dengan semakin
mantapnya fungsi lembaga penyelesaian perselisihan yaitu P4P dan
P4D, perselisihan perburuhan menurut Undang-Undang Nomor
22/1957 dan pemutusan hubungan kerja menurut Undang-Undang
Nomor 12/1964 semakin berkurang. Pada tahun 1993/94,
perselisihan perburuhan dan pemutusan hubungan kerja yang terjadi
tercatat sebanyak 1.089 perkara, dan yang berhasil diselesaikan
sebanyak 836 perkara. Pada tahun 1994/95, tercatat 1.052 perkara,
dan yang berhasil diselesaikan termasuk juga perkara yang belum
putus pada tahun 1993/94 adalah sebanyak 1.278 perkara.
Perselisihan perburuhan tersebut terjadi sebagian besar disebabkan
oleh tuntutan kenaikan upah. Untuk mengurangi menumpuknya
perkara yang belum diselesaikan, P4P mengadakan sidang-sidang
marathon.

2) Perbaikan Syarat-syarat Kerja dan Peningkatan


Kesejahteraan

a) . Pengupahan

Upah mempunyai kedudukan strategis, baik bagi diri pekerja dan


keluarganya, perusahaan, maupun dalam kaitannya dengan
kepentingan nasional. Sesuai amanat GBHN 1993, penetapan upah
minimum yaitu upah minimum regional (UMR) diupayakan secara
bertahap agar setara dengan kebutuhan hidup minimum (KHM). Pada
tahun 1994/95, diadakan penyempurnaan komponen kebutuhan fisik
minimum (KFM) menjadi KHM. Setelah komponen KHM
ditetapkan, maka dilaksanakan penetapan kenaikan UMR yang secara
bertahap menuju pada KHM. Sampai dengan tahun 1994/95, telah
ditetapkan UMR di 27 Propinsi. Pada tahun 1994, rata-rata UMR
adalah sebesar Rp3.129,00 dengan upah minimum terendah terdapat
di Propinsi D.I. Yogyakarta sebesar Rp2.200,00 per hari, dan ter -
tinggi terdapat di . Pulau Batam sebesar Rp6.750,00 per hari. Bila

IV/25
UMR dibandingkan dengan KFM, maka pada tahun 1994 UMR
mencapai 97 persen KFM. Diharapkan pada akhir Repelita VI secara
bertahap UMR akan sama dengan KHM (label IV-9).

b) Kesepakatan Kerja Bersama

Kesepakatan kerja bersama (KKB) di perusahaan merupakan


persyaratan kerja yang ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah dan
mufakat untuk memantapkan dan mengembangkan hubungan kerja
yang serasi di perusahaan. Dengan adanya KKB atau peraturan
perusahaan (PP) di perusahaan diharapkan pekerja dan pengusaha
dapat memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Pada tahun
1994/95, terbentuk sebanyak 112 buah KKB, baik di perusahaan besar
maupun sedang. Sampai dengan tahun 1994/95, secara kumulatif
terbentuk sebanyak 7.631 KKB di 10.623 perusahaan yang sudah ada
unit kerja SPSI (Tabel IV-10). Sejak tahun 1978, perusahaan yang
mempunyai pekerja paling sedikit 25 orang dan belum ada unit kerja
SPSI diwajibkan membuat PP. Pada tahun 1994/95, terbentuk
sebanyak 615 PP. Dengan demikian, sampai dengan tahun 1994/95,
PP yang terbentuk mencapai sebanyak 22.418 buah.

3) Perlindungan Tenaga Kerja

a) Perlindungan dan Pengawasan Tenaga Kerja

Dalam rangka memberikan perlindungan tenaga kerja, antara lain


dilaksanakan kegiatan pengawasan dan penerapan seluruh aspek
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
norma kerja, baik melalui penyuluhan secara massal maupun
pembinaan langsung ke perusahaan. Untuk meningkatkan efektifitas
pelaksanaan pengawasan norma kerja, pada tahun 1994/95
dilaksanakan pemantapan terhadap 224 orang pegawai pengawas

IV/26
melalui kegiatan peningkatan kemampuan teknis pengawas ketenaga-
kerjaan. Pengawasan dilaksanakan terhadap 26.402 perusahaan, dan
dalam rangka itu telah ditindak 96 perusahaan yang lalai atau sengaja
tidak melaksanakan ketentuan yang berlaku. Dalam tahun 1994/95
telah dilakukan upaya penyebarluasan ketentuan-ketentuan mengenai
ketenagakerjaan melalui kegiatan cepat tepat norma kerja dan
penyuluhan kesadaran hukum (kadarkum) bagi masyarakat industri
terhadap 1.269 perusahaan dan 6.900 pekerja.

Perlindungan bagi tenaga kerja wanita dilaksanakan dengan


memperluas jangkauan ke sektor informal, khususnya di unit produksi
industri rumah tangga. Pada tahun 1994/95, dilaksanakan kegiatan
penyusunan modul pelatihan dan pengembangan perlindungan tenaga
kerja wanita di sektor informal. Dalam rangka itu diadakan pelatihan
bagi pelatih keterampilan dan perlindungan tenaga kerja wanita sektor
informal sebanyak 43 orang, pelatihan bagi pelatih pengelola tempat
penitipan anak (TPA) dan peningkatan penggunaan air susu ibu
(PPASI) sebanyak 60 orang, serta pelatihan pelatih fasilitator
sebanyak 40 orang.

Perlindungan bagi anak yang terpaksa bekerja, khususnya


perlindungan dan pengawasan terhadap hal yang membahayakan
keselamatan dan masa depan anak terus ditingkatkan. Upaya
perlindungan dilakukan melalui pengawasan dan penerapan norma
kerja. Penerapan norma kerja mencakup peningkatan penegakan
hukum (law enforcement) terhadap ketentuan-ketentuan dasar bagi
anak yang terpaksa bekerja, antara lain berupa pembatasan jam kerja
tidak lebih dari 4 jam sehari, tidak mempekerjakan pada malam hari,
pemberian waktu dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan, dan
pelaksanaan pemberian upah sesuai dengan UMR setempat. Dalam
rangka pengawasan pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan pelatihan
peningkatan pengelolaan bagi 130 pengawas ketenagakerjaan untuk
menangani anak yang terpaksa bekerja. Sementara itu pendataan

IV/27
terhadap tenaga kerja anak terus dilanjutkan.

b) Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kegiatan pengawasan keselamatan dan kasehatan kerja (K3) yang


merupakan salah satu usaha perlindungan tenaga kerja dilaksanakan
melalui penyuluhan dan pengawasan di perusahaan. Sampai dengan
tahun 1994/95, terbentuk panitia pembina keselamatan dan kesehatan
kerja (P2K3) di perusahaan sejumlah 10.788 unit, diantaranya pada
tahun tersebut terbentuk sebanyak 123 unit. Pengawasan atas
pelaksanaan norma K3 di perusahaan, meliputi pengawasan teknis
terhadap bahaya penggunaan alat mekanik, proses produksi, bahaya
penggunaan listrik, dan lingkungan kerja. Pada tahun 1994/95,
diberikan penghargaan kepada 133 perusahaan yang berhasil mencapai
tingkat kecelakaan kerja nihil dengan berbagai kategori jam kerja.
Dalam rangka memasyarakatkan dan memberikan pengertian serta
kesadaran yang menumbuhkan budaya K3 di kalangan pengusaha dan
pekerja dilaksanakan kegiatan penyuluhan, kursus, dan pelatihan K3
yang antara lain mencakup pelatihan bagi 218 orang fasilitator, 930
orang kader K3, 3.850 orang operator pesawat uap, pesawat angkat
dan forklift, 4.766 orang juru las, 1.265 orang dokter pemeriksa
kesehatan, dan 230 orang ahli K3.

c) Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, ditetapkan


ketentuan mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Jamsostek telah diselenggarakan sejak tahun 1978 dan peserta yang
mengikutinya terus mengalami peningkatan, baik dalam jumlah
perusahaan maupun jumlah tenaga kerja. Pada tahun 1994, jumlah
peserta Jamsostek bertambah dengan sebanyak 3.882 perusahaan dan
mencakup 925.342 orang tenaga kerja. Secara kumulatif
sampai

IV/28
dengan tahun 1994, jumlah pesertanya mencapai sebanyak 51.184
perusahaan dan mencakup tenaga kerja lebih dari 7.429.552 orang.
Pada tahun 1994 diselesaikan 136.164 kasus kecelakaan kerja,
tabungan hari tua, dan asuransi kematian, dengan pembayaran
jaminan sebesar Rp96,82 miliar (Tabel IV-11).

2. Program Penunjang

a. Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan


Ketenagakerjaan

Program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan ketenagakerjaan


bertujuan meningkatkan produktivitas dan sekaligus kemampuan,
keahlian dan keterampilan bagi aparatur pemerintah. Pada tahun
1994/95, dilaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi sebanyak 2.153
orang pejabat fungsional seperti pengantar kerja, pegawai pengawas,
pegawai perantara, pendidikan dan pelatihan jarak jauh, pengelola
pelatihan, peneliti, statistisi, pranata komputer, dan analis jabatan.
Dilaksanakan pula penataran bagi pejabat struktural seperti Sepala dan
Sepadya, serta pelatihan dan penataran pejabat nonstruktural seperti
ahli analis kebutuhan pelatihan, penyusunan pola pendidikan dan
pelatihan, penyempurnaan kurikulum dan modul, dan pelatihan
manajemen.

b. Program Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan

Program penelitian dan pengembangan ketenagakerjaan ditujukan


bagi penelitian masalah-masalah strategis kebijaksanaan dan
pengembangan tenaga kerja, baik masalah jangka pendek maupun
jangka panjang. Pada tahun 1994/95, dilakukan berbagai penelitian
mengenai dampak perkembangan ekonomi terhadap kesempatan kerja
di 66 subsektor ekonomi, pendayagunaan tenaga kerja desa tertinggal

IV/29
di Pulau Jawa, upah pekerja berdasarkan produktivitas di sektor
industri pengolahan, pergeseran angkatan kerja dan bukan angkatan
kerja, penyediaan ekspor jasa tenaga kerja, penerapan program
jaminan sosial tenaga kerja di industri pengolahan, jenis pekerjaan
yang berbahaya bagi anak yang terpaksa bekerja di sektor industri,
potensi perusahaan dalam melaksanakan pemagangan tenaga kerja di
agroindustri, pengaruh kenaikan upah minimum regional terhadap
kesejahteraan tenaga kerja, dan penyusunan rencana induk penelitian
terhadap program ketenagakerjaan Repelita VI.

IV/30
TABEL IV - 1
PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA
1961 - 1994

IV/31
GRAFIK IV — 1
PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA
1971 — 1994

IV/32
GRAFIK IV - 2
KEMAMPUAN MENGHASILKAN RATA-RATA NILAI PRODUKSI
PER PEKERJA
1971 – 1994

IV/33
TABEL IV — 2
JUMLAH PENDAFTARAN, PERMINTAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA
MELALUI DEPARTEMEN TENAGA KERJA
1968, 1989/90 – 1993/94, 1994/95

Awal Repelita Repelita


No. Jenis Kegiatan PJP—I V VI
(1968) 1989/90 1990/9 1991/92 1992/93 1993/94 1994/95
2)
1 1)

1. Pendaftaran 94.667 2.15935 2511.559


3.002.491 3269.65 3.543.0 3.713.052
7 8 53
2. Permintaan 22.652 255.422 264.906 301.553 379.396 373.258 410.713

3. Penempatan 13.039 185.030 202.669 282.357 336.788 360.686 365.119

4. Penghapusan 4620 685.074 631.080 745.435 881.699 730.454 899.857


5
3)
5. Sisa Pendaftaran 35.423 1.289.4 1.677.8 1.974.699 2.051.17 2.451.9 2.448.076
53 10 1 13

1)Angka diperbaiki
2)Angka sementara
3)Sisa pendaftaran = Pendaftaran (Penempatan + Penghapusan)

IV/34
TABEL IV — 3
PENDAYAGUNAAN TENAGA KERJA TERDIDIK
1968,1989/90 — 1993/94, 1994/95

Awal Repelita V_______________________ Repelita VI


Jenis Kegiatan PJP—I
(1968) 1989/90 1990/91 1991/92 1992,93 1993/94 1994/95 2)
t)
Tenaga Kerja Mandiri Profesional 280 1.171 2.272 2.092 2.234 2.464 8.351
(TKMP)
1) Selama Repelita V bernama Tenaga Kerja Sukarela Terdidik (TKST)
2) Angka sementara

IV/35
TABEL 1V — 4

JUMLAH TENAGA KERJA YANG DISALURKAN


DALAM RANGKA AKL, AKAD DAN EJTK
1969/70,1989/90 — 1993/94, 1994/95

Awal Repelita V Repelita


No. Jenis Kegiatan PJP—I
(1969/70 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 1994/95
) ²) ³)
1. Antar Kerja Lokal (AKL) — 185.410 176.061 359.057 299.464 234.290 357301

2. Antar Kerja Antar Daerah 1.024 26.174 26.168 44379 60.250 55.950 42.500
(AKAD)
3. Ekspor Jasa Tenaga Kerja (E 5.624 84.074 86.264 149.782 172.157 159.995 176.187
TK) 1)

Jumlah 6.648 295.658 288.493 553.218 531.871 450.235 575.988

1) Sebelum Repelita VI bernama Antar Kerja Antar Negara (AKAN)


2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara

IV/36
TABEL IV — 5
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA
WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA DAN JABATAN
1969/70, 1989/90 – 1993/94, 1994/95

Awal Repelita V Repelita VI


No. Jenis Kegiatan PJP—I
(1968) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 1994/951)

1. Jumlah Lapangan Usaha — 25 25 25 26 27 27

2. Jumlah Jenis Jabatan — 1.692 1.692 1.837 1.839 1.841 1.841


Yang Tertutup

3. Jumlah Jenis Jabatan — 2.636 2.636 2.939 2.940 3.089 3.089


Yang Diizinkan Untuk
Waktu Tertentu

4. Jumlah Jenis Jabatan — 205 205 219 219 223 223


Yang Terbuka Untuk
Sementara Waktu

5. Jumlah Jenis Jabatan — 4.533 4.533 4.995 4.998 5.153 5.153


Yang Dibatasi

1) Angka sementara
IV/37

IV/37
TABEL IV — 6
PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA
KERJA
WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT
LAPANGAN USAHA
1994/
95
Jumlah Jumlah Jumlah Jumla
Jenis Jenis Jenis h
No. Lapangan Usaha Jabatan Jabatan Jabatan Jenis
Yang Yang Yang Jabata
Tertutup Diijinka Terbuka n
n Untuk
Untuk Sementara
Waktu
1. Kehutanan, Unit Pengusahaan 40 80 7 127
2. Pelayanan 25 32 4 61
3. Peternakan 20 64 2 86
4. Perkebunan 48 43 14 105
5. Minyak dan Gas Bumi 208 396 28 632
6. Pertambangan Umum 39 129 1 1,69
7. Aneka Industri 131 459 6 506
8. Industri Kimia Dasar 4 102 7 113
9. Industri Mesin dan Logam Dasar 251 785 6 1.042
10. Pariwisata 261 44 2 307
11. Postel — 9 — 9
12. Perhubungan Darat — — 6 6
13. Perhubungan Udara 11 32 25 68
14. Perhubungan Laut 284 67 13 364
15. P.O.M 77 47 5 129
16. Pelayanan Kesehatan 112 96 — 208
17. Perdagangan 44 20 13 77
18. Pembinaan Pers dan Grafika 37 58 10 105
19. Bina Marga 56 86 4 146
20: Pengairan 10 48 4 62
21. Cipta Karya 20 114 4 138
22. Listrik dan Energi Baru 76 159 2 237
23. Pertanian Tanaman Pangan 13 16 5 '34
24. Moneter Dalam Negeri 20 24 19 63
25, Bimas Kristen Protestan 50 29 32 111
26. Hukum 2 1 — 3
27. Industri Kecil 2 149 4 155

Jumlah 1.841 3.089 223 5.153

IV/38
TABEL IV - 7
JUMLAH TENAGA KERJA YANG DILATIH
DI BERBAGAI BALAI LATIHAN KERJA
1969/70,1989/90 — 1993/94, 1994/95

Awal Repelita V Repelita VI


No. Jenis Kegiatan PJP—I
(1969/70) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 1994/95 2)

1. Industri 995 47.196 45.716 61.802 62.288 50.019 27.526

2. Pertanian 334 7.112 6.593 4.244 5.375 4.064 2.160

3. Manajemen 1)
1.050 21.212 25.055 25.500 29.600 42.890 10.327
_
4. Mobile Training Unit (MTU) 771 36.018 39.105 42.006 50.798 29.619

Jumlah 2.379 76.291 113382 130.651 139.269 147.771 69.632

1) Pelatihan manajemen dilaksanakan oleh Balai Peningkatan Produktivitas Daerah (BPPD)


2) Angka sementara
IV/39
TABEL IV - 8
PERKEMBANGAN ORGANISASI SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA 1)
1968, 1989/90 — 1993/94, 1994/95

Awal Repelita V Repelita VI


Jenis Kegiatan PJP—I
(1968) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 ²) 1994/95 ³)

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia


(SPSI)
266 268 269 269 269 269
— Dewan Pimpinan Cabang (DPC)
— Dewan Pimpinan Daerah (DPD) 27 27 27 27 27 27

— Unit Kerja 8.843 8.936 9.071 9.551 10.360 10.623

1) Angka kumulatif sejak tahun 1973


2) Angka diperbaiki
3) Angka Sementara

IV/40
TABEL IV - 9
UPAH MINIMUM REGIONAL/PROPINSI
1968, 1989 – 1993, 199

1) Angka sementara

IV/41
TABEL IV —10
KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB)
1968, 1989190 — 1993/94, 1994/95

Awal Repelita V Repelita VI


Jenis Kegiatan PJP—I
(1968) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/941) 1994/95 2)

1. Jumlah KKB _ 5.294 5.725 6.464 7.741 7519 7.631

2. Jumlah Perusahaan yang dicakup 7.228 7.639 8.398 9.551 10360 10.623
-

1) Angka diperbaiki
2) Angka Sementara
IV/42
TABEL IV — 11
KASUS DAN PEMBAYARAN JAMINAN
1968, 1989 — 1993, 1994

Awal Repelita V Repelita VI


No. Jenis PJP—I.
Kegiatan (1968) 1989 1990 1991 1992 1993 1994 ¹)

1. Asuransi Kecelakaan
Kerja - 23.977 37.668 34.246 44.955
a) Kasus 28.620
- 10.520.010 10.663.480 17.603. 16.213.990 27.357.000
b) Jaminan (ribu rupiah) 055 53.859.000
2. Tabungan Hari Tua
a) Kasus - 22.233 30.956. 32.884 35.289 36.382 40.407
b) Jaminan (ribu - 6.634.56 9.701.120 12.788.000 16.092.110 19.267.000 35.259.000
rupiah) 0
3. Asuransi Kematian
a) Kasus - 4.205 4.841 5.194 4.012 5584 6.671
b) Jaminan (ribu - 2.104.500 2.991.100 3.628.000 3.354.830 5.776.0 7.696.000
rupiah) 00
Jumlah _
a) Kasus 55.058 59.774 75.746 73.547 86.921 136.164
b) Jaminan (ribu rupiah) - 19.259.070 23.355.7 34.019.055 35.660.930 52.400.000 96.814.000
00
1)
Angka
sementara

IV/43

Anda mungkin juga menyukai