MAKASSAR
2019
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Konsep Dasar Anticipatory Guidance pada Infant-Remaja..........................3
2.1.1 Pengertian Anticipatory Guidance.........................................................3
2.1.2 Pencegahan Anticipatory Guidance berdasarkan Tahapan Usia...........4
2.2 Konsep Dasar Health Promotion pada Infant-Remaja................................14
2.2.1 Pengertian Health Promotion...............................................................14
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Health Promotion...............................................14
2.2.3 Sasaran Health Promotion...................................................................16
2.2.4 Prinsip Health Promotion....................................................................19
2.2.5 Media Health Promotion......................................................................21
2.2.6 Ruang Lingkup Health Promotion pada Infant-Remaja......................23
BAB III PENUTUP..............................................................................................50
3.1 Kesimpulan..................................................................................................50
3.2 Saran............................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................51
Lampiran................................................................................................................54
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak Indonesia adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa Indonesi, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
dan sifat khusus. Mereka perlu dipersiapkan demi kelangsungan eksistensi
bangsa dan negara di masa mendatang. Mereka tidak hanya merupakan masa
depan bangsa, tetapi juga masa kini dari bangsa Indonesia. Agar setiap anak
Indonesia kelak mampu memikul tanggung jawab masa depan bangsa
Indonesia, maka setiap anak tanpa terkecuali harus bisa terpenuhi segala yang
menjadi haknya. Anak Indonesia berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang,
terlindungi dari segala perlakuan salah, serta berhak mengeluarkan
pendapatnya dan didengarkan suaranya (Departemen Kesehatan RI,2004).
Dewasa ini, pertumbuhan dan perkembangan anak semakin meningkat.
Pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah gizi yang baik. Pesatnya perkembangan
seorang anak dapat dilihat dengan aktifnya anak bergerak serta mudahnya anak
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang semakin aktif bergerak
tentu akan memiliki risiko cedera lebih besar apabila dibandingkan dengan
anak yang cenderung pasif. Anak yang aktif bergerak akan diiringi dengan rasa
ingin tahu yang tinggi, sehingga anak tersebut akan menyentuh semua alat atau
barang yang ia pikir menarik untuk dipelajari, tanpa anak tersebut sadari bahwa
barang tersebut berbahaya untuk disentuh. Kejadian yang tidak dalam
pengawasan orang tua akan menimbulkan kecelakaan pada anak, untuk itu
dibutuhkan anticipatory guidance dan health promotion bagi keluarga sebagai
pedoman untuk menghindari kecelakaan pada anak.
Kecelakaan yang terjadi seringkali mengakibatkan ketidaknyamanan bagi
si anak bahkan dapat mengakibatkan anak masuk rumah sakit, mengalami
kecacatan permanen bahkan kematian. Akibat kecelakaan tersebut anak-anak
sering mengalami luka iris, memar, radang, luka bakar, patah tulang dan
gangguan lainnya. Menurut penelitian yang dilakukan WHO (2005) tentang
kejadian kecelakaan pada anak didapatkan bahwa 34% kematian disebabkan
1
oleh kendaraan bermotor, 5% oleh jatuh, 4% oleh kebakaran, 13% oleh
tenggelam, dan 21% oleh cedera tidak disengaja.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan peninjauan pustaka
tentang konsep dasar anticipatory guidanceyang dapat menjadi pedoman orang
tua untuk menjaga kesehatan anak. Maka dari itu, dalam makalah ini akan
diuraikan penjelasan terkait dengan konsep dasar mengenai anticipatory
guidancebeserta health promotion pada masyarakat khususnya terhadap infant-
remaja.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian anticipatory guidance
2. Mengetahui pencegahan anticipatory guidance berdasarkan tahapan usia
3. Mengetahui pengertian health promotion
4. Mengetahui tujuan dan manfaat health promotion
5. Mengetahuisasaran health promotion
6. Mengetahui prinsip health promotion
7. Mengetahuimedia-media health promotion
8. Mengetahui ruang lingkup health promotion pada infant-remaja
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Anticipatory Guidance pada Infant-Remaja
2.1.1 Pengertian Anticipatory Guidance
Telah dikemukakan bahwa perawat mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk membantu orang tua memahami tumbuh kembang
anak dan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan anak. Bimbingan antisipasi atau anticipatory
guidance adalah bantuan perawat terhadap orang tua dalam
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan melalui upaya pertahanan
nutrisi yang adekuat, pencegahan kecelakaan, dan supervisi kesehatan.
Anak mempunyai karakteristik yang khas yang memerlukan kecermatan
orang tua untuk mengenalinya sehingga dapat mencegah terjadinya
kecelakaan yang potensial dialami anak (Yupi, 2004).
Secara harfiah, petunjuk antisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu
anticipatory guidance. Anticipatory berarti lebih dahulu, guidance berarti
petunjuk. Jadi petunjuk antisipasi dapat diartikan sebagai petunjuk-
petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat
mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang secara normal (Nursalam, 2005).
Anticipatory guidance adalah upaya bimbingan kepada orang tua
tentang tahapan perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang
terjadi dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia anak.
Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat menyebabkan kematian pada
anak. Kepribadian adalah faktor pendukung terjadinya kecelakaan. Orang
tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak, menyadari karakteristik
perilaku yang menimbulkan kecelakaan waspada terhadap faktor-faktor
lingkungan yang mengancam keamanan anak (Yupi, 2004).
Anticipatory guidance juga merupakan suatu upaya yang
dilakukan oleh perawat dalam membimbing orang tua tentang tahapan
perkembangan anak sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan
3
mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai
dengan tahapan usia anak.
Dengan demikian, dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan
pada masalah-masalah yang kemungkinan timbul pada setiap fase
pertumbuhan dan perkembangan anak, ada petunjuk-petunjuk yang perlu
dipahami oleh orang tua. Dengan demikian, orang tua dapat membantu
untuk mengatasi masalah anak pada setiap fase pertumbuhan dan
perkembangan dengan cara yang benar dan wajar (Nursalam dkk, 2008).
4
benda asing (terutama benda-benda kecil seperti kancing, kacang-
kacangan, biji buah, bedak dan sebagainya) jatuh, luka bakar (tersiram
air panas atau minyak panas), keracunan dan kekurangan oksigen.
Pencegahan yang sebaiknya dilakukan:
1. Menghindari aspirasi: Simpan pada tempat yang aman dan tidak
terjangkau atau buang benda-benda yang berpotensi menyebabkan
aspirasi seperti bedak, kancing, permen, biji-bijian dan sebagainya.
Gendong bayi saat memberi makan dan menyusui.
2. Kekurangan oksigen: jauhkan dan jangan biarkan anak bermain
plastik, sarung bantal atau benda-benda yang berpotensi membuat
anak kekurangan oksigen. Jangan pernah meninggalkan bayi
sendirian di kamar bayi atau kamar mandi.
3. Jatuh: beri pengaman tempat tidur saat bayi/anak sedang tidur,
usahakan anak duduk di kursi khusus atau tidak memakai kursi
tinggi, usahakan ujung benda seperti meja dan kursi tidak tajam.
Jangan pernah meninggalkan bayi pada tempat yang tinggi dan bila
ragu tempatkan bayi di lantai dengan pengalas.
4. Luka bakar: cek air mandi sebelum dipakai, simpan air panas di
tempat yang aman dan tidak terjangkau oleh anak. Jangan merokok
di dalam rumah atau dekat dengan bayi. Tempatkan peralatan
listrik jauh dari jangkauan bayi dan gunakan pengaman.
5. Keracunan: simpan bahan toxic dilemari/tempat yang aman. Buang
bahan-bahan yang mengandung zat kimia tidak terpakai seperti
baterai ke tempat yang jauh dari jangkauan bayi.
Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap
tahap usia anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004)
diantaranya:
a) Usia 6 bulan pertama
Ajarkan perawatan bayi dan bantu orang tua untuk memahami
kebutuhan dan respons bayi
Bantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan stimulasi bayi
Tekankan kebutuhan imunisasi
5
Persiapkan untuk pengenalan makanan padat
b) Usia 6 bulan kedua
Siapkan orang tua akan respons stranger anxiety (takut pada orang
asing) dari anak
Bimbing orang tua mengenai disiplin karena peningkatan mobilitas
bayi
Ajarkan pencegahan cedera karena peningkatan keterampilan
motorik anak dan rasa keingintahuannya
b. Usia toddler (1-3 tahun)
Jenis kecelakaan yang sering terjadi:
1. Jatuh/luka akibat mengendarai sepeda
2. Tenggelam
3. Keracunan atau terbakar
4. Tertabrak karena lari mengejar bola/balon
5. Aspirasi dan asfiksia
Pencegahan yang bisa dilakukan:
1. Awasi anak jika bermain dekat sumber air
2. Ajarkan anak berenang
3. Simpan korek api, hati-hati terhadap kompor masak dan setrika
4. Tempatkan bahan kimia/toxic di lemari
5. Jangan biarkan anak main tanpa pengawasan
6. Cek air mandi sebelum dipakai
7. Tempatkan barang-barang berbahaya ditempat yang aman
8. Jangan biarkan kabel listrik menggantung/menjuntai ke lantai
9. Awasi anak pada saat memanjat, lari, lompat.
Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap
tahap usia anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong,
2004) diantaranya:
a) Usia 12-18 bulan (1 – 1,5 tahun)
Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi adanya perubahan
tingkah laku dari toddler khususnya negativism
6
Dorong orang tua untuk melakukan penyapihan secara
bertahap dan peningkatan pemberian makanan padat
Adanya jadwal waktu makan yang rutin
Pencegahan bahaya kecelakaan yang potensial terjadi terutama
di rumah, kendaraan bermotor, keracunan, jatuh
Perlunya ketentuan-ketentuan/peraturan/aturan disiplin dengan
lembut dan cara-cara untuk mengatasi negatifistik dan temper
tantrum yang sering terjadi pada toddler
Perlunya mainan baru untuk mengembangkan motorik, bahasa,
pengetahuan dan keterampilan sosial
b) Usia 18-24 bulan (1,5 – 2 tahun)
Menekankan pentingnya persahabatan sebaya dalam bermain;
Menekankan pentingnya persiapan anak untuk kehadiran bayi
baru dan kemungkinan terjadinya persaingan dengan saudara
kandung (sibling rivalry). Persaingan dengan saudara kandung
adalah perasaan cemburu dan benci yang biasanya dialami oleh
anak karena kehadiran/kelahiran saudara kandungnya. Hal ini
terjadi bukan karena rasa benci tetapi lebih karena perubahan
situasi. Libatkan anak dalam perawatan adik barunya seperti
mengambilkan baju, popok, susu dan sebagainya.
Mendiskusikan kesiapan fisik dan psikologis anak untuk toilet
training. Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak
agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau
buang air besar. Toilet training secara umum dapat
dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki
fase kemandirian. Fase ini biasanya terjadi pada anak usia 18 –
24 bulan. Dalam melakukan toilet training ini, anak
membutuhkan persiapan fisik, psikologis maupun
intelektualnya. Dari persiapan tersebut anak dapat mengontrol
buang air besar dan buang air kecil secara mandiri (Hidayat,
2005, dalam Yuliastati, 2016).
7
Perawat bertanggung jawab dalam membantu orang tua
mengidentifikasi kesiapan anak untuk toilet training. Latihan
miksi biasanya dicapai sebelum defekasi karena merupakan
aktifitas regular yang data diduga. Sedangkan defekasi
merupakan sensasi yang lebih besar daripada miksi yang dapat
menimbulkan perhatian dari anak
Mendiskusikan berkembangnya rasa takut seperti pada
kegelapan atau suara keras
Menyiapkan orang tua akan adanya tanda-tanda regresi pada
waktu anak mengalami stress (misalnya anak yang tadinya
sudah tidak mengompol tiba-tiba menjadi sering mengompol).
c) Usia 24-36 bulan (2 – 3 tahun)
Mendiskusikan kebutuhan anak untuk dilibatkan dalam kegiatan
dengan cara meniru;
Mendiskusikan pendekatan yang dilakukan dalam toilet training
dan sikap menghadapi keadaan-keadaan seperti mengompol
atau buang air besar (BAB) dicelana;
Menekankan keunikan dari proses berfikir toddler misalnya:
melalui bahasa yang digunakan, ketidakmampuan melihat
kejadian dari perspektif yang lain;
Menekankan disiplin harus tetap berstruktur dengan benar dan
nyata, ajukan alasan yang rasional, hindari kebingungan dan
salah pengertian.
c. Prasekolah (3-6 Tahun)
Kecelakaan pada anak usia prasekolah sering kali
mengakibatkan kondisi yang fatal pada anak, yaitu kematian. Kondisi
yang dimaksud, diantaranya tertabrak motor atau mobil, luka bakar,
keracunan, jatuh, dan tenggelam. Kondisi tersebut sebenarnya tidak
perlu terjadi apabila orang tua memahami tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak, khususnya usia prasekolah. Pemahaman tentang
tingkat perkembangan anak tentunya perlu diikuti dengan pemahaman
tentang pentingya antisipasi terhadap bahaya yang dapat muncul karena
8
aktivitas gerak yang khas dari anak usia prasekolah, yaitu tidak bisa
diam dan bergerak terus (Yupi, 2004).
Oleh karena itu, orang tua harus diberi pengertian tentang
bahaya yang dapat terjadi pada anak. Tidak hanya orang tua, anakpun
perlu diberikan pemahaman tentang cara melindungi diri dari
kecelakaan, dan hubungan sebab akibat dari perbuatan berisiko untuk
terjadi kecelakaan. Tentu saja cara penyampaian informasi harus
menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat dimengerti anak.
Kecenderungan terjadi kecelakaan pada anak usia prasekolah
dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut (Yupi, 2004):
a. Anak usia prasekolah sedang mengembangkan keterampilan motorik
kasarnya yang membuat mereka bergerak terus, berlari, berjinjit,
naik turun tangga, pagar, atau mainan, serta sepedanya.
b. Anak usia prasekolah mengalami peningkatan kemampuan motorik
halus ketika mereka semakin terampil menggenggam sesuatu,
membuka dan menutup botol, membuka dan menutup lemari yang
tidak dikunci, jendela, dan pintu, serta genggaman dan melempar
benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka mencoba terus
kemampuan benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka mencoba
terus kemampuan motorik halusnya dengan benda-benda yang ada di
sekelilingnya, sementara mereka belum mengetahui bahaya yang
mengancam akibat mengeksplorasi benda disekelilingnya.
c. Anak prasekolah mempunyai rasa ingin tahu yang besar dibanding
dengan anak pada usia lainnya dan senang mencoba melakukan
sesuatu yang belum dikenalnya, padahal ia belum dapat membaca
sehingga belum tahu hal-hal yang membahayakannya. Ia tertarik
untuk selalu mencoba.
d. Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi mengalami kecelakaan
daripada anak perempuan karena lebih ektif bergerak.
e. Anak yang tidak dijaga sewaktu bermain saat orang tuanya sedang
bekerja, sibuk dengan kegiatan lain, terlalu letih, atau merasa ada
orang lain yang telah menjaganya, menyebabkan anak berisiko untuk
9
mengalami kecelakaan.
f. Risiko kecelakaan akan lebih besar terjadi saat anak lapar dan lelah
karena pada saat itu keampuan tenaga menurun dan mungkin anak
merasa lemah atau lesu.
g. Anak merasa asing dengan lingkungan atau orang yang menjaganya
karena tidak mengenalnya dengan baik.
h. Anak belum tahu dan belum berpengalaman dalam upaya
melindungi diri dari bahaya kecelakaan.
Penyebab dan tipe cidera sangat bergantung pada tahapan
tumbuh kembang anak. Seperti disebutkan di atas, anak yang lebih kecil
belum tahu dan kurang berpengalaman dalam melindungi dirinya
darinya dari kecelakaan. Misalnya, bayi yang tidur ditinggal sendirian
di tempat tidur orang dewasa, anak yang belum dapat membaca dan
tidak mengetahui bahaya obat atau zat berbahaya yang ditemuinya
dalam kemasan botol atau bentuk lainnya (Yupi, 2004).
Untuk itu, upaya yang dapat dialakukan oleh orang tua di rumah
adalah sebagai berikut:
a. Anak Usia 3 Tahun (Yupi, 2004)
1) Benda tajam untuk memasak atau berkebun dapat disimpan di
dalam laci yang dapat dikunci sehingga tidak dapat dibuka anak.
2) Benda-benda kecil, seperti manik-manik, perhiasan, jarum,
mainan kecil, alat tulis seperti penghapus, harus disimpan dalam
laci yang tertutup rapat dan terkunci.
3) Zat yang berbahaya, seperti obat-obatan, cairan pembersih
lantai, pestisida, lem, dan lainnya agar disimpan dalam lemari
terkunci. Khusus untuk obat-obatan, dapat dibuat lemari khusus
yang ditempel di dinding yang tidak dapat dijangkau anak.
4) Amankan kompor dan berikan penutup yang aman. Bila ada,
gunakan jenis kompor yang cukup tinggu dengan penutup. Akan
tetapi, apabila menggunakan kompor minyak tanah dan desain
dapur cukup tinggi, berikan pengaman pada sekeliling kompor
dengan bahan yang terbuat dari kayu atau ditembok
10
sekelilingnya dengan ketinggian yang cukup bagi orang dewasa.
5) Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering. Jaga anak apabila
lantai baru atau sedang dipel dan segera dilap jika ada air atau
cairan lain tumpah.
6) Apabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau atas
tangga dan jaga anak apabila akan naik atau turun tangga.
Larangan anak untuk naik tangga tidak dianjurkan karena anak
harus belajar menaikinya, yang terpenting ada yang menjaga
dibelakang anak.
7) Sekring listrik harus tertutup dan atur kabel supaya tidak terlalu
panjang sehingga tidak terjutai ke bawah dan dapat dijangkau
anak.
8) Apabila ada parit di samping atau depan rumah, tutup dengan
papan atau disemen.
9) Bagi yang letak rumahnya dipinggir jalan raya, sebaiknya
memiliki pintu pagar yang harus selalu dikunci rapat.
10) Apabila rumah menggunakan sumber air dengan sumur gali,
buat selongsongnya, kemudia tutup dengan papan/kayu atau besi
yang tidak dapat dibuka anak.
11) Bayi yang ditidurkan di tempat tidurnya jangan ditinggal tanpa
dipasang pengaman pada pinggir tempat tidur. Apabila
ditidurkan di tempat tidur orang dewasa, bayi harus dalam
pengawasan.
12) Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam
hubungan yang luas
13) Menekankan pentingnya batas-batas/peraturan-peraturan.
14) Mengantisipasi perubahan perilaku yang agresif (menurunkan
ketegangan/ tension).
15) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya
alternative-alternatif pilihan pada saat anak bimbang.
16) Perlunya perhatian ekstra.
b. Usia 4 tahun (Nursalam dkk, 2008)
11
1) Perilaku lebih agresif termasuk aktivitas motorik dan bahasa
2) Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu tentang seksual.
3) Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis dari tingkah
lakunya.
4) Mendiskusikan tentang kedisiplinan
5) Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan imajinasi di usia 4
tahun, di mana anak mengikuti kata hatinya, dan kemahiran
anak dalam permainan yang membutuhkan imajinasi.
c. Usia 5 tahun (Nursalam dkk, 2008)
1) Menyiapkan anak memasuki lingkungan sekolah.
2) Meyakinkan bahwa usia tersebut merupakan periode tenang
pada anak
3) Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah.
d. Usia Sekolah
1) Anak biasanya sudah berpikir sebelum bertindak.
2) Aktif dalam kegiatan: mengendarai sepeda, mendaki gunung,
berenang.
3) Berikan pendidikan tentang Aturan lalu-lintas pada anak.
4) Apabila anak suka berenang, ajakan aturan yang aman dalam
berenang.
5) Awasi anak saat menggunakan alat berbahaya seperti gergaji, alat
listrik.
6) Ajarkan anak untuk tidak menggunakan alat yang bisa
meledak/terbakar.
Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap
tahap usia anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong,
2004) diantaranya:
a) Usia 6 tahun
Bantu orang tua untuk memahami kebutuhan sosialisasi dengan
cara mendorong anak berinteraksi dengan temannya.
Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik
sepeda.
12
Siapkan orang tua akan peningkatan ketertarikan anak keluar
rumah.
Dorong orang tua untuk menghargai kebutuhan anak akan
privacy dan menyiapkan kamar tidur yang berbeda.
b) Usia 7-10 tahun
Menekankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian.
Tertarik untuk beraktivitas di luar rumah.
Siapkan orang tua untuk menghadapi anak terutama anak
perempuan memasuki prapubertas.
c) Usia 11-12 tahun
Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan
tubuh saat pubertas.
Anak wanita mengalami pertumbuhan cepat.
Pendidikan seks (sex education) yang adekuat dan informasi
yang akurat.
e. Remaja (Yupi, 2004)
Penggunaan kendaraan bermotor bila jatuh dapat: fraktur, luka
pada kepala. Kecelakaan karena olah raga.
a. Perlu petunjuk dalam penggunaan kendaraan bermotor sebelumnya
ada negosiasi antara orang tua dengan remaja.
b. Menggunakan alat pengaman yang sesuai.
c. Melakukan latihan fisik yang sesuai sebelum melakukan olah raga.
Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap
tahap usia anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong,
2004) diantaranya:
1) Terima remaja sebagai manusia biasa
2) Hargai ide-idenya, kesukaan dan ketidaksukaan serta harapannya.
3) Biarkan remaja mempelajari dan melakukan hal-hal yang disukainya
walaupun metodenya berbeda dengan orang dewasa
4) Berikn batasan yang jelas dan masuk akal
5) Hargai privacy remaja
6) Berikan kasih sayang tanpa menuntut
13
7) Gunakan pertemuan keluarga untuk merundingkan masalah dan
menentukan aturan-aturan
8) Orangtua juga harus menyadari bahwa: mereka ingin mandiri,
sensitif terhadap perasaan dan perilaku yang mempengaruhinya,
teman-temannya merupakan hal yang sangat penting dan
memandang segala sesuatu sebagai hitam atau putih, baik atau
buruk.
14
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Health promotion
Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan
memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai
pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya
setempat. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari
fisik, mental maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan
mewujudkan aspirasi dan kebutuhannya, serta mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (Kemenkes, 2011).
Berdasarkan beberapa pandangan pengertian tersebut diatas, maka
tujuan dari penerapan promosi kesehatan pada dasarnya merupakan visi
promosi kesehatan itu sendiri, yaitu menciptakan/membuat masyarakat
yang:
1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit,
4. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
5. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan
kesehatannya. Kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat kesehatan
baik individu, kelompok atau masyarakat itu bersifat dinamis tidak
statis.
Tujuan Promosi Kesehatan menurut WHO:
1. Tujuan Umum: Mengubah perilaku individu/masyarakat di bidang
Kesehatan
2. Tujuan Khusus:
a) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai bagi
masyarakat.
b) Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
c) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
15
Tujuan operasional:
1. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan
perubahan-perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan serta cara
memanfaatkannya secara efisien & efektif.
2. Agar klien/masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada
kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakatnya.
3. Agar orang melakukan langkah2 positip dlm mencegah terjadinya sakit,
mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah
keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat karena penyakit.
4. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan
bagaimana caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem
pelayanan kesehatan yang normal.
Sedangkan menurut Green, tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3
tingkatan tujuan, yaitu:
1. Tujuan Program Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai
dalam periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status
kesehatan.
2. Tujuan Pendidikan Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai
dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada.
3. Tujuan Perilaku Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus
tercapai (perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku
berhubungan dengan pengetahuan dan sikap.
4. Tujuan Intervensi Perilaku dalam promosi kesehatan:
a) Mengurangi perilaku negatif bagi kesehatan. Misalnya: mengurangi
kebiasaan merokok
b) Mencegah meningkatnya perilaku negatif bagi kesehatan. Misalnya:
mencegah meningkatnya perilaku ‘seks bebas'
c) Meningkatkan perilaku positif bagi kesehatan. Misalnya: mendorong
kebiasaan olah raga
d) Mencegah menurunnya perilaku positif bagi kesehatan. Misalnya:
mencegah menurunnya perilaku makan kaya serat.
16
2.2.3 Sasaran Health Promotion
Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan dikenal
memiliki 3 jenis sasaran yaitu sasaran primer, sekunder dan tersier.
1. Sasaran primer
Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
Masyarakat diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak
bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang
mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh sistem nilai dan
norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau
dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
maupun pemuka formal.
Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal maupun formal dalam mempraktikkan PHBS. Suasana
lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari kelompok-
kelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion). Sumber
daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang
dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang
bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya
perangkat pemerintahan dan dunia usaha (Maulana, 2009).
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan
lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka
diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan
sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan
informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi
17
PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang
berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang
lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau
menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) dengan cara:
a) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang
tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung
terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat.
b) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain)
yang dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta
masyarakat luas pada umumnya (Maulana, 2009).
Sedangkan Menurut Notoatmodjo (2005), perlu dilaksanakan
strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan,
bina suasana, advokasi dan kemitraan.
a) Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan
dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna
membantu individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat
menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS.
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat
merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan
sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian
informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara
terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari
tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu
menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu
18
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice)
(Notoatmodjo, 2005).
b) Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang
kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan
panutan-panutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya
(Notoatmodjo, 2005).
c) Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak
tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan
pembinaan PHBS baik dari segi materi maupun non materi
(Notoatmodjo, 2005).
19
ditandai dengan adanya saling berbagi pengalaman, serta memberi
sokongan dan negosiasi saat memberikan pelayanan kesehatan.
Pembelajaran yang efektif terjadi ketika klien dan perawat/petugas
kesehatan samasama berpartisipasi dalam Proses Belajar Mengajar yang
terjadi.Agar hubungan pembelajaran memiliki kualitas positif, baik secara
individual, kelompok maupun masyarakat, hendaknya diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
20
yang sederhana sampai kompleks, adanya pengulangan materi /
repetition, waktu/ timing dan lingkungan / environment)
- Penghambat belajar (seperti emosi, kejadian/keadaan fisik dan
psikologis yang sedang terganggu atau budaya)
- Fase-fase dalam PBM (mulai dari persiapan, pembuka, pelaksanaan
dan penutup Topik), serta
- Karakteristik perilaku belajar
21
dari yang paling rendah sampai paling besar yaitu Verbal, visual, terlibat
dan berbuat. Adanya perbedaan kemampuan daya ingat seseorang yaitu:
Sesudah 3 jam Sesudah 3 hari
Verbal 70% 10%
Visual 72 % 20 %
Verbal+Visual 85% 65%
22
video film, cassette, CD, VCD, internet (computer dan modem),
SMS (telepon seluler).kelebihan antara lain lebih mudah dipahami,
lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut
sertakan seluruh panca indera. Kelemahan dari media ini adalah
biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih
untuk produksinya.
c) Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui
media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk,
pameran, banner dan televisi layar lebar, umbul-umbul, yang berisi
pesan, slogan atau logo. Kelebihan dari media ini adalah lebih
mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan
hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,
penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit,
perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan
selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan
penyimpanan dan keterampilanuntuk mengoperasikannya.
23
1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama
beberapa jam pertama.
Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut
dengan inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan
menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana
bayi dapat melakukan kontak kulit langsung dengan ibunya
dengan tujuan dapat memberikan kehangatan. Selain itu, dapat
membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan bayi
2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk
mencegah masalah umum yang timbul.
Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi
darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga
pengeluaran ASI lancar.
3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir
sangatlah penting. Semakin sering bayi menghisap puting susu
ibu, maka pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini
disebabkan, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada
hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon oksitosin yang
bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI.
4. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu
dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginannya (on demand).
Bayi dapat menentukan sendiri kebutuhannya. Menyusui yang
dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi
sangat berpengaruh pada rangsangan produksi berikutnya.
5. Menghindari susu botol
Pemberian susu dengan botol dapat membuat bayi bingung
puting dan menolak menyusu atau hisapan bayi kurang baik.
Hal ini disebabkan, mekanisme menghisap dari puting susu ibu
dengan botol jauh berbeda.
b. Memberikan promosi kesehatan tentang imunisasi
24
Upaya mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak
salah satunya dengan pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan
salah satu strategi yang efektif dan efisien dalam meningkatkan
derajat kesehatan nasional dengan mencegah enam penyakit
mematikan, yaitu : tuberculosis, dipteri, pertusis, campak, tetanus
dan polio. WHO mencanangkan program Expanded Program on
Immunization (EPI) dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan
imunisasi pada anak-anak di seluruh dunia sejak tahun 1974 (Ayubi,
2009).
25
penanggulangan HIV dan AIDS, pemberantasan demam berdarah
dan ASI Eksklusif. Puskesmas juga melakukan upaya advokasi
melalui lintas sektor yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, PKK,
kepala lingkungan dan pemuda.
2. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Balita
Periode penting dalam tumbuh kembang adalah pada usia
dibawah lima tahun (balita). Menurut Minick (1991), Soetjiningsih
(1995) dan Depkes (2007), masa balita merupakan masa kritis dari
tumbuh kembang, karena merupakan hal mendasar yang akan
mempengaruhi dan menentukan tumbuh kembang selanjutnya.
Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada
umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan termasuk
kelompok yang rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa
peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang
dewasa (Adisasmito, 2007).
Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang
tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya
kekurangan gizi pada balita. Keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan
banyak mempengaruhi pola makan di daerah pedesaan. Terdapat
pantangan makan pada balita misalnya anak kecil tidak diberikan ikan
karena dapat menyebabkan cacingan, kacangkacangan juga tidak
diberikan karena dapat menyebabkan sakit perut atau kembung
(Baliwati,2008).
Adanya promosi kesehatan diharapkan kepada orang tua,
sedapat mungkin memenuhi kebutuhan anak, mengusahakan
pertumbuhan dan perkembangan yang baik, juga memenuhi kebutuhan
organis (makanan bergizi, kebutuhan psikis (perhatian dan kasih
sayang) dan kebutuhan intelektual.
Promosi kesehatan kepada balita dapat dilakukan melalui
penyuluhan dengan metode ceramah yaitu salah satu cara menerangkan
atau menjelaskan suatu ide, pengertian atau peran secara lisan kepada
sekelompok pendengar yang disertai diskusi dan tanya jawab, sehingga
26
ibu memahami apa yang diberikan dan disampaikan. Selain itu, materi
juga ditampilkan melaui leaflet yang berisi informasi penting mengenai
posyandu disertai gambar menarik sehingga informasi dapat ditangkap
dengan mudah. Melalui promosi kesehatan, penyuluhan dan pembagian
leaflet, orang tua balita antusias mendengarkan dan lebih interaktif
sehingga informasi yang disampaikan lebih mudah dipahami dan
diingat.
Selain melakukan promosi kesehatan di posyandu, Kunjungan
rumah perlu dilakukan oleh petugas kesehatan sebagai tindak lanjut dan
upaya promosi kesehatan didalam gedung puskesmas yang telah
dilakukan kepada pasien/keluarga. Terutama pasien/keluarga yang
memiliki masalah kesehatan yang cukup berat dan atau mereka yang
sepakat untuk melaksanakan langkah-langkah lanjut dirumah tangganya
(Kementrian Kesehatan RI, 2007).
27
mengakibatkan timbulnya penyakit seperti diare, cacingan, TB, infeksi
tangan dan mulut, dan ISPA (Depkes, 2011).
Membiasakan anak untuk hidup bersih dan sehat memang tidak
mudah, diperlukan kesabaran dan ketelatenan. Untuk itu,
kebiasaan hidup bersih dan sehat perlu diajarkan sedini
mungkin. Hal ini perlu dilakukan agar anak-anak terbiasa
dengan kebiasaaan hidup bersih dan sehat, sehingga nantinya akan
terbawa sampai dewasa bahkan akan diajarkan kembali pada keturunan
mereka (Rahman, 2014).
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas),
pelaksanaan bidang pengembangan pembiasaan perilaku di Taman
Kanak-kanak dapat dilakukan dengan cara kegiatan rutin, kegiatan
spontan, kegiatan teladan, kegiatan terprogram. Pengembangan
perilaku mencuci tangan disampaikan oleh pihak sekolah melalui
kegiatan rutin setiap harinya ketika waktu istirahat/makan/bermain
dengan pembiasaan perilaku mencuci tangan, terutama sebelum dan
sesudah makan.
Pendidikan kesehatan pada anak usia empat sampai dengan
enam tahun diperlukan metode yang memungkinkan anak dapat belajar
secara nyata. Promosi kesehatan dapat dilakukan di sekolah dengan
menggunakan berbagai media. Media promosi kesehatan adalah semua
sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin
disampaikan oleh komunikator, baik itu dari media cetak, media
elektronika (televisi (TV), radio, komputer dan lain sebagainya) dan media
luar ruang, agar sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang
akhirnya diharap dapat berubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2007, hlm.290).
Ada beberapa metode pembelajaran untuk anak usia
prasekolah, diantaranya bercerita, demontrasi, bercakap-cakap, pemberian
tugas, bermain peran, karyawisata, eksperimen, bernyanyi, dan
pembelajaran terpadu.(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
2014).
28
a. Metode Bercakap-cakap/ Tanya Jawab
Seorang pendidik dapat mengarahkan berbagai pikiran dan
perasaan yang sedang dialami anak dengan mengajak mereka
bercakap-cakap tentang berbagai hal. Banyak topik bisa
dijadikan bahan percakapan, contohnya adalah bercakap-cakap
tentang topik yang disukai oleh anak-anak seperti makanan
kesukaan, binatang kesayangan, cita-cita, dan termasuk
percakapan tentang kesehatan.
b. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi memiliki makna yang penting bagi
anak usia dini, karena melalui metode ini maka dapat
membantu mengembangkan kemampuan untuk melakukan
segala pekerjaan secara teliti, cermat dan tepat; dan membantu
mengembangkan kemampuan peniruan dan pengenalan secara
tepat.
c. Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah permainan yang dilakukan anak
untuk memainkan peran tertentu, dengan menirukan perilaku
seseorang dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Perkembangan anak yang dapat dikembangkan melalui metode
bermian peran adalah perkembangan kognitif, afektif dan
psikomotor. Menggunakan metode bermain peran pendidik
dapat mengembangkan imajinasi anak tentang pentingnya
perilaku hidup sehat.
d. Metode Praktek Langsung
Metode praktek langsung ini disamping melibatkan aktivtas
pikiran dan penalaran dalam memecahkan masalah kehidupan
seharihari, juga dapat mengembangkan sikap dan keterampilan
motorik dalam area kesehatan.
e. Metode Bercerita
Bercerita dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai
media seperti menggunakan buku cerita bergambar, boneka,
29
atau media lainnya sehingga lebih menarik bagi anak usia dini.
Metode bercerita dapat melatih anak untuk belajar
mendengarkan.
f. Metode Bermain
Melalui kegiatan bermain akan mengembangkan seluruh
aspek kecerdasan anak, baik kecerdasan logika berpikir,
bahasa, keterampilan motorik, kemandirian, maupun
kecerdasan sosial emosional anak. Berbagai bentuk permainan
bisa dipilih dalam mengambangkan perilaku hidup sehat pada
anak, dan anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memilih
permainan yang disukainya.
g. Pembiasaan
Melalui metode pembiasaan yang dilakukan dalam perilaku
hidup sehat sejak usia dini makan itu akan menjadi gaya
hidupnya sampai dewasa kelak.
h. Metode Bernyanyi
Melalui kegiatan menyanyi banyak sekali pesan-pesan
pendidikan yang bisa kita sampaikan kepada anak. Dengan
demikian maka pengetahuan dan keterampilan perilaku hidup
sehat bisa kita sampaikan kepada anak melalui kegiatan
bernyanyi.
4. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Anak Usia Sekolah
WHO (2009) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai suatu
proses untuk mencapai keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial.
Individu atau kelompok harus mampu mengetahui dan mewujudkan
keinginan, memenuhi kebutuhan, dan mengubah atau mengatasi
lingkungan. Kesehatan, karena itu, dipandang sebagai sumber daya bagi
kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup.
Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk
dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan
promosi kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengendalikan
30
determinan kesehatan. Partisipasi merupakan sesuatu yang penting
dalam upaya promosi kesehatan (Lutfi, 2011).
Usia Sekolah Dasar (SD) merupakan usia yang sangat potensial
untuk melakukan upaya promosi kesehatan agar anak dapat mengadopsi
kebiasaan sehat dan karakter yang kuat untuk memenangkan tantangan
dan persaingan hidup di masa depan karena pada masa ini anak
mengalami banyak kemajuan perkembangan secara keseluruhan, dari
seorang pra sekolah yang belum matang ke masa remaja. Kemampuan
kognitif anak meningkat secara dramatis, didukung dengan adanya
keinginan untuk menguasai tugas-tugas dan kemampuan untuk
mengembangkan penilaian moral. Dunia anak juga berkembang pesat di
luar keluarga ketika sekolah dan teman sebaya mulai memberikan
pengaruh yang besar (Edelman and Mandle, 1994).
Prinsip dalam memberikan promosi kesehatan kepada anak usia
sekolah yaitu bisa menggunakan prinsip caring, caring disini berarti
dengan kasih sayang dan kepedulian (caring), anak-anak dapat
memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan oleh keluarga, teman,
dan orang- orang di sekitarnya. Pengembangan dukungan sosial akan
sangat berkontribusi positif terhadap pencegahan munculnya efek
negatif dari peristiwa hidup yang menimbulkan banyak tekanan
(Pender, 1996). Nilai kasih sayang dan kepedulian (caring) akan
menjadi bekal anak untuk dapat menjalankan perannya secara optimal
dalam keluarga dan mampu mengatasi beban hidup yang dihadapi
keluarga, baik secara fisik, psikologis dan sosial.
Tujuan umum dari pengembangan sikap “caring” pada anak usia
sekolah adalah untuk menanamkan kasih sayang, kepedulian dan
kerjasama agar dapat menjalankan perannya secara optimal dalam
keluarga dan masyarakat. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai
antara lain: Meningkatkan kesadaran anak tentang peran yang
diharapkan oleh keluarga dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan
anak untuk menunjukkan kasih sayang dan kepedulian pada keluarga
dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan anak untuk bekerjasama
31
dalam lingkup keluarga dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan
anak menghadapi meningkatnya beban dalam keluarga yang
ditimbulkan oleh peristiwa hidup yang penuh tekanan.
Anak usia sekolah berada pada stadium industry versus inferiority
confussion. Pada stadium ini, anak mengembangkan kapasitas untuk
bekerja dan bekerjasama dengan orang lain. Inferiority berkembang
ketika pengalaman negatif di rumah, di sekolah, atau dengan teman
sebaya menyebabkan perasaan incompetence dan inferiority (Berk,
2001).
Masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah salah satunya
yaitu masalah PBHS dengan cara melakukan promosi kesehatan pada
lingkungan sekolah.
Banyak sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk menanamkan nilai
PHBS melalui promosi kesehatan terintegrasi dg program Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS) Guru dan Masyarakat Sekolah menjadi mitra
pengembangan promosi kesehatan di sekolah Anak sekolah menjadi
kader kesehatan bagi keluarga dan masyarakat ,Ada peluang dan
dukungan dlm promosi kesehatan di sekolah (dana dan kebijakan)
Data Depkes tahun 2000 prevalensi penyakit kecacingan perut
pada anak SD sebesar 60-80%.Kejadian kecacingan berhubungan
bermakna dengan perilaku tidak cuci tangan sebelum makan dengan air
dan sabun, BAB tidak dijamban, jajan bukan di kantin sekolah Hasil
penelitian dilakukan Yayasan Kusuma Buana di 17 Sekolah Dasar di
Jakarta, prevalensi anemia sebesar 23,2%. Hasil SKRT tahun 2001
prevalensi penyakit karies dan periodontal anak usia 12 tahun sebesar
74,4%. Menurut data Susenas tahun 2004, sekitar 3% anak-anak mulai
merokok sejak kurang dari umur 10 tahun. Perokok pemula umur 10-14
tahun 2004 sebesar 11, 5 %. Persentase orang merokok tertinggi (64%)
berada pada kelompok umur remaja (15-19 tahun).
Upaya meningkatkan kemampuan peserta didik, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah agar mandiri dalam mencegah penyakit,
memelihara kesehatan, menciptakan dan memelihara lingkungan sehat,
32
terciptanya kebijakan sekolah sehat serta berperan aktif dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat sekitarnya.
a. Tujuan Promosi Kesehatan di Sekolah
- Meningkatkan peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah untuk ber-PHBS.
- Meningkatkan lingkungan sekolah yang sehat, aman dan
nyaman.
- Meningkatkan pendidikan kesehatan di sekolah
- Meningkatkan akses (kesempatan) untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan di sekolah
- Meningkatkan peran aktif peserta didik, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah
- Meningkatkan penerapan kebijakan sehat dan upaya di
sekolah untuk mempromosikan kesehatan.
b. Sasaran Promosi Kesehatan
Sasaran promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus,
rinci, dan jelas agar promosi kesehatan lebih efektif. Oleh
karena itu, sasaran promosi kesehatan pada anak usia sekolah
tersebut dihubungkan dengan tatanan Keluarga , Tatatan di
Sekolah , Tatanan di sekitar Lingkungan Bermain, Tatanan
lingkungan sekitar anak, (Maulana, 2009).
1. Sasaran primer
Pada promosi kesehatan anak usia sekolah sasaran
primernya yaitu pada anak sekolah tersebut dimana mereka
diharapkan dapat menerapkan PHBS.
2. Sasaran sekunder
Sasaran sekunder pada promosi kesehatan anak usia
sekolah yaitu keluarga, guru dan teman-teman bermainnya
dimana guru merupakan panutan untuk para anak di
sekolah dan teman-temannya merupakan suatu pengaruh
33
besar terhadap tumbuh kembang anak di lingkungan
bermainnya.
3. Sasaran tersier
Sasaran tersier disini bisa merupakan kepala desa dan
kepala Sekolah dan lain-lain, dimana mereka dapat
memberikan dukungan dalam menentukan kebijakan dan
pendanaan dalam proses pembinaan kepada anak usia
sekolah.
c. Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah
WHO mencanangkan lima strategi promosi kesehatan di
sekolah yaitu:
a. Advokasi
Kesuksesan program promosi kesehatan di sekolah
sangat ditentukan oleh dukungan dariberbagai pihak yang
terkait dengan kepentingan kesehatan masyarakat,
khususnya kesehatan masyarakat sekolah. Guna
mendapatkan dukungan yang kuat dari berbagai pihak
terkait tersebut perlu dilakukan upaya-upaya advokasi
untuk menyadarkan akan arti penting program kesehatan
sekolah. Advokasi lebih ditujukan kepada berbagai pihak
yang akan menentukan kebijakan program, termasuk
kebijakan yang terkait dana untuk kegiatan
b. Kerjasama
Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait sangat
bermanfaat bagi jalannya programpromosi kesehatan
sekolah. Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling
belajar danberbagi pengalaman tentang keberhasilan dan
kekurangan program, tentang caramenggunakan berbagai
sumber daya yang ada, serta memaksimalkan investasi
dalampemanfaatan untuk melakukan promosi kesehatan.
c. Penguatan kapasitas
34
Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di
sekolah harus dapat dilaksanakansecara optimal. Untuk itu
berbagai sektor terkait harus diyakini dapat memberikan
dukunganuntuk memperkuat program promosi kesehatan di
sekolah. Dukungan berbagai sektor inidapat terkait dalam
rangkapenyusunan rencana kegiatan, pelaksanaan,
monitoring danevaluasi program promosi kesehatan
sekolah
d. Kemitraan
Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik
pemerintah, LSM maupun usaha swasta akansangat
mendukung pelaksanaan program promosi kesehatan
sekolah. Disamping itu, dengankemitraan akan dapat
mendorong mobilisasi guna meningkatkan status kesehatan
di sekolah.
e. Penelitrian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari
pengembangan dan penilaian programpromosi kesehatan.
Bagi sektor terkait, penelitian merupakan akses untuk
masuk dalammengembangkan promosi kesehatan di
sekolah baik secara nasional maupun regional,
disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS siswa
sekolah.
f. Hasil yang Diharapkan
- Anak sekolah menerapkan PHBS
35
- Anak sekolah tumbuh sehat & berprestasi
36
a. Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar
hidup sehat.
b. Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat.
c. Membentuk kebiasaan hidup sehat.
3. Pelayanan kesehatan disekolah (health services in
school)
Karena sekolah adalah sebuah komunitas, meskipun
interaksi efektif diantara anggota komunitas hanya
sekitar 6-8 jam, namun perlu adanya pemeliharaan
kesehatan, khususnya bagi murid-murid sekolah.
Pemeliharaan kesehatan disekolah ini mencakup:
1) Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik
pemeriksaan umum atau khusus, misalnya: gigi,
paru-paru, kulit, gizi, dan sebagainya.
2) Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan
lingkungan.
3) Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular, antara lain dengan imunisasi.
4) Usaha perbaikan gizi.
5) Usaha kesehatan gizi sekolah.
6) Mengenal kelainan-kelainan yang mempengaruhi
pertumbuhan jasmani, rohani, dan sosial. Misalnya,
penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi
badan.
7) Mengirimkan murid yang memerlukan perawatan
khusus atau lanjutan ke puskesmas atau rumah sakit.
8) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan
pengobatan ringan.
37
5. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Remaja
Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan
kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan
organisasi yang dirancang untuk memudahkan terjadinya perubahan
perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan (Notoatmodjo,
2012). Promosi kesehatan (Pender,1996) adalah pemberian motivasi
untuk meningkatkan kesehatan individu dan mewujudkan potensi
kesehatan individu.
Promosi kesehatan menurut WHO adalah suatu proses yang
memungkinkan individu untuk meningkatkan kontrol dan
mengembangkan kesehatan mereka. Promosi kesehatan (Pender, 1996)
adalah pemberian motivasi untuk meningkatkan kesehatan individu dan
mewujudkan potensi kesehatan individu. Promosi kesehatan adalah
ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka
sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai
keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual.
Ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkaitan
dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih
mendukung dalam membuat keputusan yang sehat.
Menurut Sarwono (2012), remaja adalah suatu masa ketika
individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda
sosial seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual.
Indivudu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif
lebih mandiri. Remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal
anak-anak hingga masa awal dewasa. Jumlah remaja di Indonesia terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Perkembangan yang sangat menonjol terjadi pada masa remaja
adalah pencapaian kemandirian serta identitas (pemikiran semakin
logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu
di luar keluarga. Remaja pada masa perkembangannya dihadapkan pada
38
tuntutan yang sering bertentangan, baik dari orangtua, guru, teman
sebaya, maupun masyarakat di sekitar. Sehingga mereka juga sering
dihadapkan pada berbagai kesempatan dan pilihan, yang semuanya itu
dapat menimbulkan permasalahan bagi mereka. Permasalahan tersebut
salah satunya yaitu resiko-resiko kesehatan reproduksi.
Remaja memiliki suatu kemandirian tersendiri di dalam dirinya.
Kemandirian merupakan hasrat/keinginan seorang remaja untuk
melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan tanpa harus membebani orang lain. Salah satu tugas
perkembangan bagi remaja untuk belajar dan berlatih dalam membuat
rencana,memilih alternative,membuat keputusan serta tanggung jawab
atas segala sesuatu yang dilakukannya. Kemandirian merupakan sikap
otonomi dari seorang remaja yang relative bebas dari pengaruh,
penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain
Proses perkembangan kemandirian yaitu Kemandirian anak remaja
berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan
dilakukan sejak dini. Remaja diajarkan kepada remaja sesuai dengan
kemampuan dan kesanggupan sampai tumbuh rasa percaya diri. Dalam
proses pencarian identitas diri, remaja mulai ingin melepaskan diri dari
ikatan phisikis orang tuanya. Remaja juga ingin mulai diperlakukan
dan dihargai seperti orang dewasa. Kemandirian seorang remaja
diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara remaja dengan
peer groupnya,dengan tujuan mendapatkan pengakuan dan penerimaan
kelompoknya.
39
manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa
sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau timbulnya
khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi
pemakainya
b. Aborsi
Aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan
sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum
janin dapat hidup diluar secara mandiri (Munajat, N., 2000).
Aborsi atau pengguguran berbeda dengan keguguran atau
keluron (bahasa jawa). Aborsi adalah terminasi (penghentian)
kehamilan yang disengaja ( abortus provokatus ), yakni
kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara
sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah
kehamilan yang berhenti karena faktor – faktor alamiah atau
disebut abortus spontaneous (Hawari, D., 2006).
Aborsi merupakan semua upaya atau tindakan yang
dimaksudkan untuk menghentikan kehamilan, baik dilakukan
melalui pertolongan orang lain sepeti dokter, dukun bayi, dukun
pijat dan sebagainya, maupun dilakukan sendiri dengan cara
meminum obat-obatan atau ramuan tradisional (Wiknjosastro,
Gulardi dalam Ulfah,M. dan Ghalib,A., 2004). Namun tindakan
aborsi tersebut mengandung risiko yang cukup tinggi, apalagi
bila dilakukan tidak sesuai dengan standard profesi medis
(Munajat, N.,2000).
c. HIV/AIDS
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam
cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan sindrom
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang
yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam
penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah
menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui :Hubungan
seksual, Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai
40
bergantian, Mendapatkan transfusi darah yang mengandung
virus HIV, dan Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika
dalam kandungan.
41
1. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan
sesungguhnya adalah Remaja dan keluarga. Mereka ini
diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak sehat
menjadi perilaku hidup yang lebih sehat. Akan tetapi disadari
bahwa mengubah perilaku pada seorang remaja yang memiliki
perubahan emosi dan mental yang tidak stabil bukanlah sesuatu
yang mudah.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan
lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan
dan media massa serta keluarga dan peran sekolah untuk remaja
tersebut. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya
meningkatkan perilaku kesehatan pada remaja, remaja dapat
sehat dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam
mempraktikkan perilaku yang sehat. Turut menyebarluaskan
informasi tentang kesehatan dan menciptakan suasana yang
kondusif bagi remaja. Berperan sebagai kelompok penekan
(pressure group) guna mempercepat terbentuknya remaja yang
sadar akan kesehatan. Selain itu, sasarannya juga di tujukan
kepada teman sebaya, karena remaja tidak jauh beda dengan
anak usia sekolah yang emosionalnya masih belum stabil
sehingga masih mudah terpengaruh oleh lingkungan, rema juga
akan lebih mudah dan memerankan peer group pada
lingkungannya.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang
berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan
bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat
memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka
42
diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan kesehatan
remaja, dengan cara:
a. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan
yang tidak merugikan kesehatan remaja dan bahkan
mendukung terciptanya kesehatan pada remaja
b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan
lain-lain) yang dapat mempercepat terciptanya penyuluhan
dan Pendidikan kesehatan di kalangan remaja.
43
b. Kemitraan
Selain melakukan tahap advokasi, Dinkes selanjutnya
membangun strategi kemitraan. Strategi ini dijalankan dengan
bekerjasama dengan beberapa instansi terkait, yang dianggap
mampu membantu proses penanggulangan narkoba di
Kabupaten Wajo. Adapun instansi yang terlibat kerjasma lintas
sektor yaitu puskesmas, sekolah dan polres.
Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan
dan puskesmas berupa penyuluhan kepada remaja yang
bertujuan menambah tingkat pengetahuan remaja tentang
dampak pergaulan bebas, seks bebas, dan napza bagi kesehatan,
sehingga diharapkan terciptanya pemberdayaan remaja terhadap
penanggulangan narkoba berupa pembentukan kader kesehatan
remaja. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas
kesehatan dan sekolah dalam penanggulangan narkoba yaitu
membatu mengumpulkan remaja pada saat dinas kesehatan
melakukan penyuluhan di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh
informasi mengenai manfaat kemitraan yang disampaikan oleh
informan berupa terciptanya efektifitas penyuluhan, pekerjaan
terasa ringan dan dianggap mampu membantu pemberantasan
narkoba, pencegahan seks bebas dan pergaulan bebas pada
remaja.
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh (Hasrat
Jaya Siliwu, (2007), bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama
formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan
tertentu. Konsep kemitraan merupakan upaya melibatkan
berbagai komponen baik sektor, kelompok, masyarakat,
lembaga pemerintah atau non pemerintah untuk bekerjasama
mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip
dan peran masing-masing.
44
c. Pemberdayaan
Pemberdayaaan yang dilakukan dinas kesehatan terhadap
upaya penanggulangan narkoba dengan cara membentuk kader
kesehatan remaja di sekolah. Tujuannya adalah memberikan
pemahaman terhadap remaja tentang bahaya penyalahgunaan
napza, seks bebas bagi kesehatan, sehingga remaja memiliki
kesadaran untuk ikut terlibat memerangi tindak penyalahgunaan
narkoba, pergaulan bebas dan seks bebas.
Hal ini senada dengan peneliti sebelumnya yang
menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran
kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan.
Pembentukan kader kesehatan remaja yang ditujukan
kepada siswa remaja diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi
aktif dari siswa akan pentingnya penanggulangan narkoba dalam
segala aktivitasnya sehari-hari. Partisipasi yang bertanggung
jawab sebaiknya dimiliki setiap masyarakat dan organisasi
lokal.Partisipasi dapat dicapai bila mengetahui dengan jelas apa
yang diharapkan dari kegiatan yang dilakukan. Dengan
sendiriya dibutuhkan pembagian tugas pada masing-masing
anggota dalam organisasi tersebut.
45
identitasnya.lebih-lebih pada masa peralihan atau transisi dari
masa muda menjelang dewasa,ketika sering terjadi konflik
nilai,wadah pembinanya harus lebih fleksible,mampu dan
mengerti dalam membina remaja tanpa harus mematikan jiwa
mudanya yang penuh dengan vitalitas hidup.
2. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dikalangan remaja sangat
dibutuhkan dalam membibing remaja untuk lebih
memperhatikan kesehatan hidup. Batasan pendidikan kesehatan
meliputi:
- Perbaikan sanitasi lingkungan
- Pelayanan medis
3. Pendidikan Pergaulan
Pergaulan dikalangan remaja adalah salah satu
kebutuhan hidup dari manusia, sebab manusia adalah makhluk
sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan
hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan
(interpersonal relationship)Pergaulan yang terjadi saat ini sudah
sangat memperhatikan. Banyak sekali terjadi perilaku yang telah
menyimpang dan melanggar nilai sosial yang ada dalam
masyarakat. Perilaku anak muda atau remaja zaman sekarang
telah jauh dari norma agama sebagi pegangan hidup. Sehingga,
46
pergaulan remaja saat ini harus lebih dipilah dan dipilih untuk
menentukan yang baik dan yang buruk dengan diberikannya
Pendidikan pergaulan pada remaja.
47
- Tidak menonton film – film, media - media yang
menyimpang
- Para remaja harus bisa memfilter pergaulan yang mana yang
harus diikuti
- Memberikan pendidikan tentang kesehatan secara terbuka,
sabar dan bijaksana
- Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang penyimpngan
perilaku sehat serta segala akibat baik dan buruk
- Menghindari hal – hal yang menyimpang dari norma- norma
agama dan kesusilaan
- Menumbuhkan rasa malu untuk melakukan hal – hal yang
dianggap buruk
- Menumbuhkan rasa takut untuk melakukan penyimpangan
perilaku kesehatan
- Menjauhi atau “Say No To Drugs”
- Orang tua harus selalu mengontrol apa yang dilakukan oleh
anak remajanya
- Orang tua harus lebih memberi perhatian pada anak
remajanya
- Adanya rasa keterbukaan antara orang tua dengan anak
remajanya
48
3. Mengajarkan, membiasakan serta mempraktikan langsung
perilaku-perilaku sehat sehingga anak mudah dan terbiasa
mencontoh kebiasaan baik orang tua di dalam rumah.
4. Mengantarkan anak ke dalam religious yang kuat dalam
membangun komunikasi dan hubungan spiritual yang kokoh
baik dengan cara habluminallah maupun habluminannas.
5. Memfasilitasi anak dalam berbagai keterampilan
praktis,serta di berbagai sektor kehidupan sesuai dengan
kemampuan dan bakat, serta kepribadia anak.
6. Melatih anak untuk belajar mengambil keputusan
yang konsisten dan responbility.
7. Mengerti perasaan dan keinginan anak
8. Tegas namun lembut dalam mengambil suatu kebijakn yang
nantinya akan di terapkan pada remaja tersebut.
49
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anticipatory guidance adalah petunjuk yang bisa diartikan sebagai
petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat
mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak
dapat bertumbuh dan berkembang secara normal. Berdasarkan pengertian
tersebut pada dasarnya yang dimaksud dengan anticipatory guidance adalah
upaya memberikan pengetahuan yang cukup untuk membantu orang tua
mencegah kecelakaan pada anak.
Heath promotion merupakan bentuk pemberian edukasi kepada remaja
dan anak-anak yang secara terapeutik diberikan oleh tenaga kesehatan dalam
tatanan kesehatan remaja dan anak-anak, melalui penggunaan bina hubungan
saling percaya dan pemberian edukasi kepada orang tua agar dapat memulai
untuk hidup sehat di rumah. Perawat diharapkan dapat mengaplikasikan
heath promotion sehingga meningkatkan kualitas kesehatan pada keluarga
terutama pada infan-remaja.
3.2 Saran
Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan
dalam mempelajari tentang anticipatory guidance dan health promotion pada
infant-remaja. Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi
penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis
walaupun makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan di kemudian hari.
50
DAFTAR PUSTAKA
Aidha, Z., Kep, S., & Kes, M. (2017). Analisis Implementasi Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Strategi Promosi Kesehatan Dan Pengaruhnya Terhadap
Partisipasi Masyarakat Dalam Pencegahan Gizi Buruk Pada Balita Di
Kecamatan Helvetia Medan. Jumantik (Jurnal Ilmiah Penelitian
Kesehatan), 2(2), 31-41.
Asniar, A. (2017). PENGEMBANGAN SIKAP” CARING” PADA ANAK USIA
SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PROMOSI KESEHATAN. Idea Nursing
Journal, 1(1).
Asri, N. (2013). Hubungan Peran Petugas Kesehatan dan Media Informasi dengan
Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan
Bada Kabupaten Aceh Besar. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’budiyah
Banda Aceh.
Astuti, S. J., Yudiernawati, A., & Maemunah, N. (2016). Hubungan Tingkat
Kepatuhan Orang Tua Terhadap Pemberian Kelengkapan Imunisasi Dasar
Pada Bayi Di Puskesmas Batu Kota Batu. Nursing News: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Keperawatan, 1(1).
Dhirah, U. H., Utama, I., & Aritonang, J. (2017). Efektivitas Pendidikan
Kesehatan Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Lanjutan
Pentabio Pada Balita Usia 17-18 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Lampaseh Kota Banda Aceh Tahun 2017. Jurnal Riset Kesehatan
Nasional, 1(2), 181-194.
51