Sifat koligatif larutan itu adalah suatu sifat larutan yang bergantung
pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak bergantung pada sifat zat terlarut tersebut. Untuk istilah koligatif sendiri, berasal dari bahasa latin, yaitu colligarae yang artinya bergabung bersama. Secara umum, Sifat koligatif larutan merupakan sifat-sifat yang hanya bergantung pada jumlah (kuantitas) partikel zat terlarut dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis atau identitas partikel zat terlarut – tidak peduli dalam bentuk atom, ion, ataupun molekul. Sifat koligatif merupakan sifat yang hanya memandang “kuantitas”, bukan “kualitas”. Terdapat empat macam sifat koligatif larutan, yaitu penurunan tekanan uap larutan jenuh, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmotik.
Jenis-jenis sifat koligatif larutan
a. Penurunan tekanan uap (ΔP), Jika zat terlarut bersifat non-volatil (tidak mudah menguap; tekanan uapnya tidak dapat terukur), tekanan uap dari larutan akan selalu lebih rendah dari tekanan uap pelarut murni yang volatil. Secara ideal, tekanan uap dari pelarut volatil di atas larutan yang mengandung zat terlarut non-volatil berbanding lurus terhadap konsentrasi pelarut dalam larutan. Hubungan dalam sifat koligatif larutan ini dinyatakan secara kuantitatif dalam hukum Raoult: tekanan uap dari pelarut di atas larutan, Plarutan sama dengan hasil kali fraksi mol dari pelarut, Xpelarut dengan tekanan uap dari pelarut murni, P°pelarut. Penurunan tekanan uap, ΔP, yaitu P°pelarut−Plarutan berbanding lurus terhadap fraksi mol dari Xterlarut. b. Kenaikan titik didih, Titik didih dari suatu larutan adalah temperatur ketika tekanan uapnya sama dengan tekanan eksternal. Oleh karena terjadinya penurunan tekanan uap larutan oleh keberadaan zat terlarut non-volatil, dibutuhkan kenaikan temperatur untuk menaikkan tekanan uap larutan hingga sama dengan tekanan eksternal. Jadi, keberadaan zat terlarut dalam pelarut mengakibatkan terjadinya kenaikan titik didih; titik didih larutan, Tb, lebih tinggi dari titik didih pelarut murni, Tb°. Kenaikan titik didih, ΔTb, yaitu Tb−Tb° berbanding lurus terhadap konsentrasi (molalitas, m) larutan. c. Penurunan titik beku, Pada larutan dengan pelarut volatil dan zat terlarut non-volatil, hanya partikel-partikel pelarut yang dapat menguap dari larutan sehingga meninggalkan partikel-partikel zat terlarut. Hal serupa juga terjadi dalam banyak kasus di mana hanya partikel-partikel pelarut yang memadat (membeku), meninggalkan partikel-partikel zat terlarut membentuk larutan yang konsentrasinya lebih pekat. Titik beku dari suatu larutan adalah temperatur di mana tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap pelarut murni. Pada temperatur ini, dua fasa – pelarut padat dan larutan cair – berada dalam kesetimbangan. Oleh karena terjadinya penurunan tekanan uap larutan dari tekanan uap pelarut, larutan membeku pada temperatur yang lebih rendah dibanding titik beku pelarut murni — titik beku larutan, Tf, lebih rendah dari titik beku pelarut murni, T f°. Dengan kata lain, jumlah partikel-partikel pelarut yang keluar dan masuk padatan yang membeku per satuan waktu menjadi sama pada temperatur yang lebih rendah. Sifat koligatif larutan berupa penurunan titik beku, ΔT f, yaitu Tf° – Tf berbanding lurus terhadap konsentrasi (molalitas, m) larutan. d. Tekanan osmosis, Ketika dua larutan dengan konsentrasi yang berbeda dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel — membran yang hanya dapat dilewati partikel pelarut namun tidak dapat dilewati partikel zat terlarut—maka terjadilah fenomena osmosis. Osmosis adalah peristiwa perpindahan selektif partikel-partikel pelarut melalui membran semipermeabel dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah ke larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi. Tekanan osmosis, π, berbanding lurus terhadap jumlah partikel zat terlarut, n, dalam suatu volum larutan tertentu, V—yang merupakan molaritas (M). Penurunan Tekanan Uap (ΔP) Penguapan adalah perubahan wujud suatu zat, dari cair menjadi gas dengan kecepatan penguapan yang berbeda-beda—tergantung dari jenis cairan. Banyak atau tidaknya uap pada permukaan cairan diukur dari tekanan uapnya. Jika kondisi uap cairan sudah mencapai kondisi jenuh, akan terjadi pengembunan dan tekanan uapnya disebut tekanan uap jenuh. Apabila suatu zat terlarut nonvolatil dimasukkan ke dalam air murni, proses penguapan dapat terganggu sehingga air akan lebih sulit menguap. Karena itu, jumlah uap air pada permukaan juga berkurang dan tekanan uapnya turun. Pada tahun 1878 ada seorang ilmuwan dari perancis yaitu Marie Francois Raoult yang melakukan percobaan mengenai tekanan uap jenih larutan, dan dia bisa mendapatkan kesimpulkan kalau tekanan uap jenuh larutan itu sama dengan fraksi nimol pelarut yang dikalikan dengan tekanan uap jenuh pelarut murni, dan kesimpulan ini yang dikenal sebagai hukum Raoult. Francois Marie Raoult mempelajari hubungan antara penurunan tekanan uap larutan dengan konsentrasi zat terlarut dan mendapat kesimpulan: “Besarnya tekanan uap larutan sebanding dengan fraksi mol pelarut dan tekanan uap dari pelarut murninya.”