Anda di halaman 1dari 1

Ikut nimbrung soal razia buku bernuansa komunis beberapa waktu lalu di salah satu

toko buku terbesar. Memang, kata komunis atau semacamnya menjadi kata yang sangat
sensitif bagi Bangsa Indonesia. Dalam diskusi-diskusi dalam beberapa acara televisi juga
saya sering lihat narasumber yang menggebu gebu mengatakan argumentasi penolakan PKI
dan ideolognya. Kalau yang dipersoalkan tentang itu ya tentu saya SANGAT SETUJU, tidak
ada yang bisa menggantikan Pancasila. Tapi, kalau yang dimaksud soal razia buku, jelas saya
tidak setuju.Setidaknya saya punya 3 alasan logis kenapa saya tidak setuju dalam aksi
tersebut.

Begini, pertama. Seseorang atau sekelompok orang dalam melakukan aksi “razia”
harus memiliki wewenang dalam melakukan aksinya dan hal tersebut juga harus mempunyai
kekuatan hukum. Bercerita soal razia, ketika SMA sekolah saya juga sering mengadakan
razia ketertiban yang pastinyatemah memiliki dasar keputusan sekolah dengan tujuan yang
jelas yaitu kedisiplinan siswa. Juga, razia di sekolah saya dilakukan oleh organisasi intern
(OSIS) yang diawasi oleh guru terkait. Nah, orang yang merazia buku di gramedia itu siapa ?
tanpa identitas yang jelas, main sikat aja.

Kedua, keterbukaan informasi. Sebagai masyarakat yang tinggal di salah satu negara
demokrasi terbesar di dunia dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, keterbukaan informasi
menjadi salahsatu pilarnya. Semua masyarakat berhat atas keterbukaan informasi walaupun
tentang komunisme. Razia yang dilakukan merupakan langkah konkrit dalam pembohan.
Saya rasa, kalimat itu tidak berebihan, coba kita ingat lagi di era medsos sekarang mudah
sekali orang menuding PKI, hal itu tidak lain karena banyaknya tindakan yang menghalangi
kita untuk mengetahui apa sebenarnya komunisme. Tidak hanya itu, orang akan cepat sekali
panas ketika mendengar kata komunisme.

Ketiga, melakukan kajian atau membaca buku bertemakan komunis sudah diatur
dengan peraturan yang jelas dan tidak dilarang.

Anda mungkin juga menyukai