Anda di halaman 1dari 19

TUGAS

“PROMOSI KESEHATAN : STRATEGI PROMOSI KESEHATAN


PADA MASALAH COVID-19”

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Klinis
Program Studi Magister Keperawatan Angkatan XIV
Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran

Disusun Oleh :
MOCH CHANDRA BARA
NPM : 220120190502

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG
2020
PROMOSI KESEHATAN PADA MASALAH COVID-19

A. PROMOSI KESEHATAN

Promosi kesehatan ialah proses memberdayakan atau mengusahakan memandirikan


masyarakat untuk mampu memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya
melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta pengembangan
lingkungan sehat.

Health Promotion (Promosi Kesehatan) dicetuskan dalam konfrensi Internasional


pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1965 istilah
penyuluhan kesehatan : KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing
(Pemasaran Sosial), Mobilisasi Sosial pada tahun 1994, Dr.Ilona Kickbush yang pada saat
itu sebagai Direktur Health Promotion WHO Headquarter Geneva datang melakukan
kunjungan ke Indonesia. Bandung, Indonesia banyak belajar tentang Health Promotion
(Promosi Kesehatan). Istilah promosi kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan
perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri, yang mengacu pada
paradigma sehat.

Menurut Five level of Prevention (Leavel & Clark) dijabarkan sebagai berikut :

1. Health Promotion (Promosi kesehatan)

2. Specific Protection (Perlindungan khusus)

3. Early Diagnosis and Prompt Treatment (Diagnosis dini dan pengobatan segera)

4. Disability Limitation (Mengurangi terjadinya kecacatan)

5. Rehabilitation. (Pemulihan)

Kementerian Kesehatan RI (2013) menjelaskan dalam pelaksanaan upaya promosi


kesehatan dikenal dengan 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran
sekunder dan (3) sasaran tersier.
1. Sasaran Primer

Sasaran primer (utama) dalam promosi kesehatan sesungguhnya ialah pasien,


individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai penyusun komponen
masyarakat. Mereka ini diharapkan dapat mengubah perilaku hidup mereka yang
tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Namun disadari bahwa dalam mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah.
Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sulit
dicapai tanpa didukung oleh sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-
norma hukum yang dapat diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka atau tokoh
masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal.

Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun


pemuka formal, dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang
kondusif (social pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat
umum (public opinion).

Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang
dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung
jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan
dunia usaha.

2. Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder adalah para pemuka atau tokoh masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka
formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain),
organisasi kemasyarakatan dan media massa. Yang diharapkan dapat turut serta
dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS.
Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang
kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya PHBS.
3. Sasaran Tersier

Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik dalam hal ini pemerintah
yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-
bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau
menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan
cara:

Memberlakukan kebijakan/peraturan perundangundangan yang tidak


merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan
kesehatan masyarakat.

Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

Kemenkes RI (2013) juga menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu
dilaksanakan strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1)
pemberdayaan, yang didukung oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi
oleh semangat (4) kemitraan.

Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah


dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau
kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu
mempraktikkan PHBS.

Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan
mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam
mengadopsi PHBS dan melestarikannya.

Sedangkan advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak


tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik
dari segi materi maupun non materi.
Sumber : Kemenkes RI (2013)

Ruang lingkup Promosi Kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan :

1. Promosi kesehatan pada tingkat promotif

2. Promosi kesehatan pada tingkat preventif

3. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif

4. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif

B. CORONA (COVID-19)

WHO (2020) pada 23 Januari 2020 mengumumkan bahwa Covid-19 saat ini belum
bisa dikategorikan sebagai public health emergency of international concern (PHEIC),
namun merupakan kasus high risk di Cina, regional dan global, sehingga WHO tetap
terus memantau perkembangan penyakit ini.

Tidak ada bukti kuat penularan antar manusia, namun bukan berarti hal ini tidak akan
terjadi karena masih banyak hal yang belum diketahui mengenai penyakit ini, seperti
sumber penularan dan tingkat keparahannya.

WHO tidak merekomendasikan restriksi perjalanan ke Cina terutama Wuhan, namun


diharapkan semua negara tetap meningkatkan kewaspadaannya terhadap pelaku
perjalanan yang baru tiba dari Cina.
Gejala Klinis Vaksinasi dan Pengobatan

1. Demam 90% kasus, 1. Saat ini belum tersedia


vaksin 2019COVID-
2. Letih-lemah-lesu dan batuk kering 80%,
19.

3. Sesak 20%,
2. Vaksin yang beredar

4. Distress pernapasan 15%. untuk pneumonia


akibat mikroorganisme
5. Rontgen dada memberikan gambaran adanya perubahan di yang lain
kedua lapangan paru.
3. Pengobatan bersifat
6. Vital sign umumnya stabil saat dalam perawatan. supportif sesuai
dengan gejala yang
7. Pemeriksaan mikroskopis sediaan darah umumnya
ada
memberikan gambaran hitung sel darah putih yang rendah
(leukopenia dan limfopenia).

(Sitohang,2020)

Menurut Departement Of Health and Human Service USA (2020) COVID-19


merupakan penyakit pernapasan yang dapat menyebar dari orang ke orang. Virus yang
menyebabkan COVID-19 adalah coronavirus baru yang pertama kali diidentifikasi
selama penyelidikan wabah di Wuhan, Cina.

COVID-19 menyebar dari orang ke orang di belahan dunia. Risiko infeksi dari virus
yang menyebabkan COVID-19 lebih tinggi pada orang yang kontak dekat seseorang yang
diketahui menderita COVID-19, misalnya petugas kesehatan, atau anggota rumah tangga.
Orang lain yang berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi adalah mereka yang tinggal atau
baru-baru ini berada di daerah dengan penyebaran COVID-19 yang berkelanjutan.

Virus yang menyebabkan COVID-19 mungkin muncul dari sumber hewan, tetapi
sekarang menyebar dari orang ke orang. Virus ini diperkirakan menyebar terutama di
antara orang-orang yang berhubungan dekat satu sama lain (dalam jarak sekitar 6 feet)
melalui tetesan pernapasan yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Mungkin juga seseorang dapat memperoleh COVID-19 dengan menyentuh permukaan
atau benda yang memiliki virus di atasnya dan kemudian menyentuh mulut, hidung, atau
mata mereka sendiri, tetapi ini tidak dianggap sebagai cara utama virus menyebar.
Perkembangan kasus COVID-19 (20 Maret 2020) terdapat 369 yang dinyatakan
positif terjangkit COVID-19, sebanyak 32 diantaranya meninggal dunia dan 17 lainnya di
nyatakan sembuh.

C. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

1. Promosi kesehatan pada tingkat promotif

Kementerian Kesehatan RI (2020) merumuskanupaya promosi kesehatan terkait


promotif dengan menjelaskan promosi kesehatan dengan menekankan pada
pengetahuan umum terkait penyakit COVID-19, kemudian diikuti dengan bahayanya,
serta penjelasan tanda dan gejala ini sendiri, karena ini adalah wabah baru jadi upaya
promosi yang nantinya diintegrasikan dengan upaya preventif (pencegahan).

Komunikasi Resiko dan Pemberdayaan Masyarakat dapat diadaptasi dari


panduan dan pelatihan Risk Communication and Community Engagement, WHO,
bertujuan untuk:

a. Menyiapkan strategi komunikasi dengan informasi dan ketidakpastian yang


belum diketahui (pemantauan berita/isu di media massa dan media sosial,
talking point/standby statement pimpinan/juru bicara, siaran pers, temu
media, media KIE untuk informasi dan Frequently Asked Question/FAQ,
dll).

b. Mengkaji kapasitas komunikasi nasional dan sub-nasional (individu dan


sumberdaya).

c. Mengidentifikasi aktor utama dan membentuk kemitraan dengan komunitas


dan swasta.

d. Merencanakan aktivasi dan implementasi rencana kegiatan KRPM

e. Melatih anggota Tim Komunikasi Risiko (yang terdiri dari Humas/Kominfo


dan Promosi Kesehatan) sebagai bagian TGC dan staf potensial lainnya
tentang rencana dan prosedur KRPM.

Adapun yang bisa dijelaskan antara lain :


a. DEFINISI

COVID-19 merupakan penyakit pernapasan yang dapat menyebar dari


orang ke orang. Virus yang menyebabkan COVID-19 adalah coronavirus baru
yang pertama kali diidentifikasi selama penyelidikan wabah di Wuhan, Cina.

Risiko infeksi dari virus yang menyebabkan COVID-19 lebih tinggi pada
orang yang kontak dekat seseorang yang diketahui menderita COVID-19,
misalnya petugas kesehatan, atau anggota rumah tangga. Orang lain yang
berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi adalah mereka yang tinggal atau baru-
baru ini berada di daerah dengan penyebaran COVID-19 yang berkelanjutan.

Sitohang (2020) menjelaskan upaya yang bisa dilakukan pemerintah


diantaranya ialah menyebarkan informasi dan edukasi kepada masyarakat
terkait COVID-19 yang disampaikan melalui semua jenis media informasi
secara massive, termasuk travel information bagi pelaku perjalanan ke negara
terjangkit. Peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam menangani kasus
COVID-19, melalui berbagai mekanisme seperti webinar

b. TANDA DAN GEJALA

1) Demam 90% kasus,

2) Letih-lemah-lesu dan batuk kering 80%,

3) Sesak 20%,

4) Distress pernapasan 15%.

5) Rontgen dada memberikan gambaran adanya perubahan di kedua


lapangan paru.

6) Vital sign umumnya stabil saat dalam perawatan.

7) Pemeriksaan mikroskopis sediaan darah umumnya memberikan gambaran


hitung sel darah putih yang rendah (leukopenia dan limfopenia).

2. Promosi kesehatan pada tingkat preventif


Menurut Kemenkes RI (2020) Indonesia sendiri sampai hari ini (20 Maret 2020)
telah melakukan berbagai upaya pencegahan guna mengurangi maupun
meminimalisir menyebaran COVID-19 itu sendiri dengan melakukan koordinasi
dengan lintas sektor (Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, dan maskapai
penerbangan) untuk pendistribusian health alert card (HAC) di dalam pesawat/kapal.
Kemudian melakukan pelaksanaan Table Top Exercise (TTX) dalam menghadapi
kasus COVID-19 di Pintu Masuk. Lalu, monitoring perkembangan global COVID-19
melalui website WHO dan pelaksanaan rapat koordinasi lanjutan.(Sitohang,2020)

Dan dalam upaya itu sendiri pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan
dengan menjalankan kesiapan diantaranya :

a. Penyampaian Surat Edaran Dirjen P2P No. SR.0364/II/55/2020 tanggal 6


Januari 2020 mengenai Kesiapsiagaan dalam Upaya Pencegahan Penyebaran
Penyakit Pneumonia dari Negara Republik Rakyat Tiongkok ke Indonesia
kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Kab/Kota, KKP, B/BTKL-PP, dan seluruh
rumah sakit rujukan nasional dan regional.

b. Penyampaian Surat Edaran Dirjen Yankes No. YR.01.02/III/0027/2020


tanggal 7 Januari 2020 mengenai Kesiapsiagaan Rumah Sakit dalam
Penanganan Penyakit Infeksi Emerging ke 100 rumah sakit rujukan flu burung
(berdasarkan Kepmenkes No. 414 Tahun 2007 tentang Penetapan Rumah
Sakit Rujukan Penanggulangan Flu Burung (Avian Influenza). Diikuti dengan
penyampaian surat kepada rumah sakit rujukan flu burung untuk melakukan
pendataan ulang terkait sumber daya yang ada di rumah sakit.

c. Penyiapan Pedoman Kesiapsiagaan dalam menghadapi COVID-19 yang


meliputi deteksi, manajemen klinis, pemeriksaan laboratorium, dan
komunikasi risiko.

d. Penyampaian press release terkait COVID-19 sebagai salah satu upaya


komunikasi risiko kepada masyarakat dan dan terus melakukan tindakan
edukasi yang massive sebagai upaya promotif dan preventif.

e. Laboratorium Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan (BTDK)


Balitbangkes dan 5 laboratorium regional influenza (BBTKL-PP Jakarta, UI,
Unhas, BBLK Palembang, dan BBLK Makassar) sudah memiliki kemampuan
untuk konfirmasi COVID-19. Namun saat ini pemeriksaan baru akan
dilakukan oleh Balitbangkes

f. Identifikasi daerah-daerah berisiko yang memiliki akses langsung dari dan ke


Tiongkok baik melalui darat, laut, dan udara yaitu Jakarta, Tangerang, Bandar
Lampung, Padang, Tarakan, Balikpapan, Manokwari, Sampit, Bandung,
Jambi, Tanjung Balai Karimun, Samarinda, Palembang, Tanjung Pinang,
Denpasar, Surabaya, Batam, Bitung, dan Manado.

g. Tersedia dan berfungsinya 195 thermal scanner Di 135 pintu masuk negara
untuk mengidentifikasi secara cepat gejala awal peningkatan suhu tubuh
pelaku perjalanan.

h. Tersedia logistik kesiapsiagaan dan penanganan kasus COVID-19 terutama di


daerah-daerah berisiko yang memiliki akses langsung dari Tiongkok melalui
darat, laut, dan udara (Alat Pelindung Diri lengkap, masker N-95, dan health
alert card).(Sitohang,2020)

Mengingat terbatasnya informasi penularan COVID-19 yang sampai saat ini


belum diketahui maka strategi PPI digunakan untuk mencegah atau membatasi
penularan infeksi dengan menerapkan kewaspadaan kontak, droplet dan airborne.

a. Prinsip Pencegahan Infeksi dan Strategi Pengendalian Berkaitan dengan


Pelayanan Kesehatan Mencegah atau membatasi penularan infeksi di
sarana pelayanan kesehatan memerlukan penerapan prosedur dan
protokol yang disebut sebagai “pengendalian”. Secara hirarki hal ini
telah di tata sesuai dengan efektivitas PPI, yang meliputi pengendalian
administratif, pengendalian dan rekayasa lingkungan serta APD.

1) Pengendalian administratif Kegiatan ini merupakan prioritas


pertama dari strategi PPI, meliputi penyediaan kebijakan
infrastruktur dan prosedur dalam mencegah, mendeteksi, dan
mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan
akan efektif bila dilakukan mulai dari antisipasi alur pasien sejak
saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana pelayanan.
Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan yang
diterapkan meliputi penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI
yang berkesinambungan, pembekalan pengetahuan petugas
kesehatan, mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu,
menyediakan ruang tunggu khusus untuk orang sakit dan
penempatan pasien rawat inap, mengorganisir pelayanan
kesehatan agar persedian perbekalan digunakan dengan benar,
prosedur–prosedur dan kebijakan semua aspek kesehatan kerja
dengan penekanan pada surveilans ISPA diantara petugas
kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan medis, dan
pemantauan kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan
yang diperlukan. Langkah penting dalam pengendalian
administratif, meliputi identifikasi dini pasien dengan ISPA/ILI
baik ringan maupun berat, diikuti dengan penerapan tindakan
pencegahan yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan pengendalian
sumber infeksi. Untuk identifikasi awal semua pasien ISPA
digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang diidentifikasi harus
ditempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan segera lakukan
kewaspadaan tambahan. Aspek klinis dan epidemiologi pasien
harus segera dievaluasi dan penyelidikan harus dilengkapi dengan
evaluasi laboratorium.

2) Pengendalian lingkungan Kegiatan ini dilakukan termasuk di


infrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar dan di rumah
tangga yang merawat pasien dengan gejala ringan dan tidak
membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini
ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi lingkungan cukup
memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan kesehatan
serta di rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang
memadai. Harus dijaga jarak minimal 1 meter antara setiap pasien
dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak
menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat
membantu mengurangi penyebaran beberapa patogen selama
pemberian pelayanan kesehatan.
3) Alat Pelindung Diri Penggunaan secara rasional dan konsisten
APD, kebersihan tangan akan membantu mengurangi penyebaran
infeksi. Oleh karena itu jangan mengandalkannya sebagai strategi
utama pencegahan. Bila tidak ada langkah pengendalian
administratif dan rekayasa teknis yang efektif, maka APD hanya
memiliki manfaat yang terbatas. APD yang digunakan merujuk
pada Pedoman Teknis Pengendalian Infeksi sesuai dengan
kewaspadaan kontak, droplet, dan airborne.

b. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

1) Kewaspadaan Standar Kewaspadaan standar harus selalu


diterapkan di semua fasilitas pelayanan kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi semua pasien
dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan standar
meliputi kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk
menghindari kontak langsung dengan sekret (termasuk sekret
pernapasan), darah, cairan tubuh, dan kulit pasien yang terluka.
Disamping itu juga mencakup: pencegahan luka akibat benda
tajam dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman,
pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi linen dan peralatan
perawatan pasien, dan pembersihan dan desinfeksi lingkungan.
Orang dengan gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan
untuk menerapkan kebersihan/etika batuk. Petugas kesehatan
harus menerapkan “5 momen kebersihan tangan”, yaitu: sebelum
menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur kebersihan atau
aseptik, setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah
bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan
lingkungan pasien, termasuk permukaan atau barang-barang yang
tercemar.

a) Kebersihan tangan mencakup mencuci tangan dengan sabun


dan air atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol.

b) Cuci tangan dengan sabun dan air ketika terlihat kotor.


c) Penggunaan APD tidak menghilangkan kebutuhan untuk
kebersihan tangan. Kebersihan tangan juga diperlukan ketika
menggunakan dan terutama ketika melepas APD. Pada
perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman
pada penilaian risiko/antisipasi kontak dengan darah, cairan
tubuh, sekresi dan kulit yang terluka. Ketika melakukan
prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah dan/atau
badan, maka pemakaian APD harus ditambah dengan,

d) Pelindung wajah dengan cara memakai masker bedah dan


pelindung mata/ eye-visor/ kacamata, atau pelindung wajah,
dan

e) Gaun dan sarung tangan bersih. Pastikan bahwa prosedur-


prosedur kebersihan dan desinfeksi diikuti secara benar dan
konsisten. Membersihkan permukaan-permukaan lingkungan
dengan air dan deterjen serta memakai disinfektan yang biasa
digunakan (seperti hipoklorit) merupakan prosedur yang
efektif dan memadai. Pengelolaan laundry, peralatan makan
dan limbah medis sesuai dengan prosedur rutin.

2) Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tambahan


Ketika Merawat Pasien ISPA Tambahan pada kewaspadaan
standar, bahwa semua individu termasuk pengunjung dan petugas
kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien harus:

a) Memakai masker bedah ketika berada dekat (yaitu dalam


waktu kurang lebih 1 meter) dan waktu memasuki
ruangan pasien.

b) Membersihkan tangan sebelum dan sesudah bersentuhan


dengan pasien dan lingkungannya dan segera setelah
melepas masker bedah.

c. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Prosedur/


Tindakan Medik yang Menimbulkan Aerosol Suatu prosedur/tindakan
yang menimbulkan aerosol didefinisikan sebagai tindakan medis yang
dapat menghasilkan aerosol dalam berbagai ukuran, termasuk partikel
kecil (<5 mkm). Tindakan kewaspadaan harus dilakukan saat melakukan
prosedur yang menghasilkan aerosol dan mungkin berhubungan dengan
peningkatan risiko penularan infeksi, khususnya, intubasi trakea.
Tindakan kewaspadaan saat melakukan prosedur medis yang
menimbulkan aerosol:

1) Memakai respirator partikulat (N95) ketika mengenakan


respirator partikulat disposable, periksa selalu sealnya. • Memakai
pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah).

2) Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak


steril, (beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril).

3) Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan


volume cairan yang tinggi diperkirakan mungkin dapat
menembus gaun.

4) Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di sarana-


sarana yang dilengkapi ventilasi mekanik, minimal terjadi 6
sampai 12 kali pertukaran udara setiap jam dan setidaknya 60
liter/ detik/ pasien di sarana–sarana dengan ventilasi alamiah.

5) Membatasi jumlah orang yang berada di ruang pasien sesuai


jumlah minimum yang diperlukan untuk memberi dukungan
perawatan pasien.

6) Membersihkan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan


pasien dan lingkungan nya dan setelah pelepasan APD.

d. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Ketika Merawat


Pasien dalam Pengawasan dan Kasus Konfirmasi COVID-19 Batasi
jumlah petugas kesehatan, anggota keluarga dan pengunjung yang
melakukan kontak dengan pasien dalam pengawasan atau konfirmasi
terinfeksi COVID-19.
1) Tunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan
memberi perawatan kepada pasien terutama kasus probabel dan
konfirmasi untuk menjaga kesinambungan pencegahan dan
pengendalian serta mengurangi peluang ketidakpatuhan
menjalankannya yang dapat mengakibatkan tidak adekuatnya
perlindungan terhadap pajanan. Selain kewaspadaan standar,
semua petugas kesehatan, ketika melakukan kontak dekat (dalam
jarak kurang dari 1 meter) dengan pasien atau setelah memasuki
ruangan pasien probabel atau konfirmasi terinfeksi harus selalu:

2) Memakai masker N95

3) Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah)

4) Memakai gaun lengan panjang, dan sarung tangan bersih, tidak


steril, (beberapa prosedur mungkin memerlukan sarung tangan
steril)

5) Membersihkan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan


pasien dan lingkungannya dan segera setelah melepas APD Jika
memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang
dikhususkan untuk pasien tertentu (misalnya stetoskop, manset
tekanan darah dan termometer). Jika peralatan harus digunakan
untuk lebih dari satu pasien, maka sebelum dan sesudah
digunakan peralatan harus dibersihkan dan disinfeksi. Petugas
kesehatan harus menahan diri agar tidak menyentuh/menggosok–
gosok mata, hidung atau mulut dengan sarung tangan yang
berpotensi tercemar atau dengan tangan telanjang. Tempatkan
pasien dalam pengawasan, probabel atau konfirmasi terinfeksi
COVID-19 di ruangan/kamar dengan ventilasi yang memadai
dengan kewaspadaan penularan airborne, jika mungkin kamar
yang digunakan untuk isolasi (yaitu satu kamar per pasien)
terletak di area yang terpisah dari tempat perawatan pasien
lainnya. Bila tidak tersedia kamar untuk satu orang, tempatkan
pasien-pasien dengan diagnosis yang sama di kamar yang sama.
Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, tempatkan tempat tidur
pasien terpisah jarak minimal 1 meter. Selain itu, untuk pasien
dalam pengawasan, probabel atau konfirmasi terinfeksi COVID-
19 perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

6) Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari ruangan


atau daerah isolasi kecuali diperlukan secara medis. Hal ini dapat
dilakukan dengan mudah bila menggunakan peralatan X-ray dan
peralatan diagnostik portabel penting lainnya. Jika diperlukan
membawa pasien, gunakan rute yang dapat meminimalisir
pajanan terhadap petugas, pasien lain dan pengunjung.

7) Memberi tahu daerah/unit penerima agar dapat menyiapkan


kewaspadaan pengendalian infeksi sebelum kedatangan pasien.

8) Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan (misalnya tempat


tidur) yang bersentuhan dengan pasien setelah digunakan.

9) Pastikan bahwa petugas kesehatan yang membawa/mengangkut


pasien harus memakai APD yang sesuai dengan antisipasi potensi
pajanan dan membersihkan tangan sesudah melakukannya.

3. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif

a. Durasi Tindakan Isolasi untuk Pasien dalam Pengawasan dan Kasus Konfirmasi
COVID-19 Lamanya masa infeksius COVID-19 masih belum diketahui.
Disamping kewaspadaan standar yang harus senantiasa dilakukan, kewaspadaan
isolasi juga harus dilakukan terhadap pasien dalam pengawasan dan konfirmasi
COVID-19 sampai hasil pemeriksaan laboratorium rujukan negatif.

b. Perawatan Terhadap Tatalaksana Kontak Penularan COVID-19 dari manusia ke


manusia saat ini sudah terkonfirmasi oleh WHO namun bukti epidemiologinya
masih terbatas maka dilakukan pemantauan kontak untuk mewaspadai munculnya
gejala yang sama. Orang-orang termasuk petugas kesehatan yang mungkin
terpajan dengan pasien dalam pengawasan atau konfirmasi infeksi COVID-19
harus disarankan untuk memantau kesehatannya selama 14 hari sejak pajanan
terakhir dan segera mencari pengobatan bila timbul gejala terutama demam, batuk
diserta gejala gangguan pernapasan lainnya. Selama proses 14 hari pemantauan,
harus selalu proaktif berkomunikasi dengan petugas kesehatan. Petugas kesehatan
melakukan pemantauan kesehatan terkini melalui telepon namun idealnya dengan
melakukan kunjungan secara berkala (harian). Bila selama dalam masa
pemantauan, petugas kesehatan menemukan kasus kontak mengalami sesuai
definisi dalam pengawasan COVID-19 maka disarankan untuk mengunjungi
fasyankes terdekat. Petugas sebaiknya memberi saran-saran mengenai kemana
mencari pertolongan bila kontak mengalami sakit, moda transportasi apa yang
sebaiknya digunakan, kapan dan kemana unit tujuan di sarana kesehatan yang
telah ditunjuk serta kewaspadaan apa yang dilakukan dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi. Fasyankes yang akan menerima harus diberitahu bahwa
akan datang kontak yang mempunyai gejala infeksi COVID-19. Ketika melakukan
perjalanan menuju sarana pelayanan rujukan, pasien harus menggunakan APD
lengkap. Sebaiknya menghindari menggunakan transportasi umum. Jika kontak
yang sakit menggunakan mobil sendiri, bila mungkin bukalah jendelanya. Kontak
sakit disarankan untuk melakukan kebersihan pernapasan serta sedapat mungkin
berdiri atau duduk jauh (> 1 meter) dari orang lain ketika sedang transit dan
berada di sarana kesehatan. Kontak sakit dan petugas yang merawat harus
melakukan kebersihan tangan secara benar. Setiap permukaan peralatan yang
menjadi kotor oleh sekret pernapasan atau cairan tubuh ketika dibawa, harus
dibersihkan dengan menggunakan pembersih rumah tangga atau larutan
pembersih.

c. Pemulasaran Jenazah Langkah-langkah pemulasaran jenazah pasien terinfeksi


COVID-19 dilakukan sebagai berikut: • Petugas kesehatan harus menjalankan
kewaspadaan standar ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit
menular.

APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien
tersebut meninggal dalam masa penularan. (KEMENKES RI,2020)

4. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif


Dalam tahap rehabilitatif perawatan di Rumah (Isolasi Diri) Orang dalam
Pemantauan Mengingat bukti saat ini yang masih sangat terbatas mengenai infeksi
COVID-19 dan pola penularannya maka dalam pengawasan COVID-19 dilakukan
dan dipantau di rumah sakit. Kemenkes RI (2020) menyatakan untuk kasus dalam
pemantauan diberikan perawatan di rumah (isolasi diri) dengan tetap memperhatikan
kemungkinan terjadinya perburukan. Bila gejala klinis mengalami perburukan maka
segera memeriksakan diri ke fasyankes. Pemantauan kasus dalam pemantauan ini
dilakukan oleh petugas kesehatan layanan primer dengan berkoordinasi dengan dinas
kesehatan setempat. Petugas melakukan pemantauan kesehatan terkini melalui telepon
namun idealnya dengan melakukan kunjungan secara berkala (harian). Pasien
diberikan edukasi untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) meliputi:

a. Melakukan kebersihan tangan rutin, terutama sebelum memegang mulut,


hidung dan mata; serta setelah memegang instalasi publik.

b. Mencuci tangan dengan air dan sabun cair serta bilas setidaknya 20 detik. Cuci
dengan air dan keringkan dengan handuk atau kertas sekali pakai. Jika tidak
ada fasilitas cuci tangan, dapat menggunakan alkohol 70-80% handrub.

c. Menutup mulut dan hidung dengan tissue ketika bersin atau batuk.

d. Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke


fasyankes.

Daftar Pustaka

Departement of Health and Human Service : USA . (2020). Coronavirus Disease


2019 (Covid-19) and You. USA: Departement of Health and Human
Service.
KEMENKES RI. (2020). Pedoman Kesiap Siagaan Menghadapi Infeksi Novel
Coronavirus (2019-nCoV). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
KEMENKES RI. (2013). Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan
(Panduan Bagi Petugas Kesehatan di Pukseksmas). Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
SCAG. (2020). Profile of The City of Corona. USA: Southern California
Association of Goverments.
Sitohang, V. (2020). Webinar : Novel Corona Virus (2019-nCoV). Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
World Health Organization (WHO).2020. Infection prevention and control
during health care when novel coronavirus (nCoV) infection is
suspected. https://www.who.int/publicationsdetail/infection-prevention-
and-control-during-health-care-when-novel-coronavirus-(ncov)infection-
is-suspected . Diakses 20 Maret 2020.
World Health Organization (WHO).2020. Risk communication and community
engagement readiness and initial response for novel coronaviruses
(nCoV). https://www.who.int/publications-detail/risk-communication-
and-community-engagement-readiness-and-initial-response-for-novel-
coronaviruses-(-ncov) . Diakses 20 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai