Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

BAHASA INDONESIA
“RESENSI FILM –GARUDA DIDADAKU”

DIBUAT OLEH

NAMA : STEVANNY PATTIASINA


KELAS : VIII/3

SEKOLAH MENGENGAH PERTAMA (SMP)


NEGERI 12 AMBON
2020
RESENSI FILM GARUDA DI DADAKU

Jenis film: drama


Genre: anak-anak
Produksi: SBO Film Dam Mizan Production
Produser: Shanty Harmayn
Sutradara: Ifa Isfansyah
Penulis: Salman Aristo
Pemain: Emir Mahira (Bayu)
               Aldo Tansani (Heri)
               Marsha Aruan (Zahra)
               Ikranagara (Kakek Usman)
               Maudy Koesnaedi (Wahyuni)
               Ary Sihasale (Pak Johan)
               Ramzi (Bang Duloh)
Durasi: 1 jam 36 menit
Rilis: 18 Juni 2009 
GARUDA DI DADAKU:
BOLA MANIS BAYU 

Film  Garuda di Dadaku  karya sutradara muda Ifa Isfansyah ini bertema sepak bola. Film ini
diharapkan menjadi salah satu media untuk menghibur masyarakat terutama anak-anak pada saat
liburan sekolah. "Ini adalah salah satu bentuk mengekspresikan sebuah realitas yang ada di
lapangan ke layar film. Film ini kami harapkan sukses seperti film-film lainnya," kata Produser
Eksekutif Mizan Production, Putut Widjanarko. 

Latar Belakang Film


Film ini merupakan hasil kerja sama antara Mizan Production, Unilever dalam hal ini
Lifebuoy Shampoo, serta SBO Production. Lokasi pengambilan gambar sendiri dilakukan di
beberapa tempat di Jakarta. 

Adegan Awal
Adegan awal, mengiringi judul dan credit title, menggambarkan Bayu (Emir Mahira) dengan
lincah menggiring bola di gang sempit rumahnya menuju ke lapangan bulu tangkis di lingkungan
gang tersebut. Kamera bergerak sama lincahnya dengan dribble bola Bayu. Lagu pengiring
rancak. Penonton diajak masuk ke dunia Bayu yang dekat dengan keseharian masyarakat,
sekaligus diajak menonton keistimewaan bocah satu ini. 

Sinopsis
Bayu, yang masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, memiliki satu mimpi dalam hidupnya, yaitu
menjadi pemain sepak bola hebat. Setiap hari dengan penuh semangat, ia menggiring bola
menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil men-dribble bola untuk sampai ke lapangan
bulu tangkis dan berlatih sendiri di sana.  

Bayu hidup bersama ibu dan kakeknya. Bapak bayu adalah penggila bola yang telah meninggal
dunia karena kecelakaan. Bapak bayu adalah penggemar bola yang sering bermain bola hingga
suatu hari mengalami cedera di kaki sehingga tidak bisa melanjutkan kembali hobi lamanya dan
berakhir dengan menjadi sopir taksi. Bapak bayu meninggal saat sedang bertugas sebagai sopir
taksi. Rasa kehilangan kakek Bayu menjadikan bola (yang membuat bapak Bayu cedera hingga
berakhir menjadi sopir taksi dan mengalami kecelakaan) sebagai alasan kematian anaknya.
Trauma akan hal tersebut menyebabkan kakek bayu tidak menyukai siapa pun dalam
keluarganya untuk bergelut dengan sepakbola, terutama Bayu.  

Itulah alasan sebenarnya kakek Bayu, Pak Usman, menentang impian Bayu. Ia pun berdalih
bahwa menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa
depan. Bahkan, ia tidak akan mengakui Bayu sebagai cucu jika Bayu nekad menjadi pemain
bola. Sebagai cucu yang baik, ia pun taat kepada sang kakek dengan mengikuti berbagai les yang
dipersiapkan kakek. Akan tetapi, darah sang ayah pecinta bola turut mengalir dalam dirinya
sehingga ia sering mencuri waktu untuk berlatih dan bermain bola bersama teman-temannya. 

Bayu memiliki teman dekat yang senantiasa mendukungnya. Heri, sahabat Bayu penggila bola,
sangat yakin akan kemampuan dan bakat Bayu.  Dialah motivator dan ”pelatih” cerdas yang
meyakinkan Bayu agar mau ikut seleksi untuk masuk Tim Nasional U-13 yang nantinya akan
mewakili Indonesia berlaga di arena internasional. 

Di tengah upaya kakek Usman mendidik Bayu menjadi orang sukses lewat beragam kursus,
Bayu justru bertemu dengan Johan (Ari Sihasale), pelatih sekolah sepakbola Arsenal di Jakarta.
Pertemuan ini menjadi langkah awal bagi perjalanan panjang Baju untuk masuk menjadi tim
sepak bola nasional yang memakai seragam berlambang garuda di bagian dada.

Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan Heri harus mencari berbagai alasan
agar Bayu dapat terus berlatih sepak bola. Akan tetapi, hambatan demi hambatan terus
menghadang mimpi Bayu. Bahkan, persahabatan tiga anak itu terancam putus. 

Keunggulan
Film ini bercerita tentang olahraga bola yang memang digandrungi oleh segala usia, semua kasta,
berbagai warna kulit, dan berbagai negara sehingga menjadikan film ini meraih animo tinggi
dari masyarakat. Bola yang masih dikritik beberapa pihak sebagai hal yang membosankan dan
kurang bermanfaat karena hanya menghabiskan waktu tidur malam saja ternyata bisa
memberikan makna dari sisi lain yang berbeda.

Film Garuda di Dadaku menyimpan hikmah yang berharga, di antaranya mengajarkan kita untuk


terus mengejar impian dan menjaganya meski aral melintang. Jika kita yakin dan mampu,
teruslah jaga keyakinan itu. Sesungguhnya kesuksesan juga bisa diraih melalui mimpi yang
berawal dari hobi.

Film ini menggambarkan realita kehidupan seorang anak dalam mencapai impiannya meskipun
mimpi itu sederhana. Garuda di Dadaku memberi suguhan yang lengkap dengan berbagai factor,
yaitu berkualitas, menyentuh, menghibur, sekaligus menginspirasi. 

Garuda Di Dadaku menyajikan sebuah cerita yang sederhana namun berisi. Mengisahkan


pertarungan dua kepentingan antara dua generasi. Olahraga sepakbola menjadi cantolan untuk
mengaitkan tema besar tersebut. Film ini diramu dengan begitu apik, didukung permainan yang
gemilang, plot cerita yang matang, cinematografi, dan editing yang terjaga. Hasilnya? Garuda
Di Dadaku tak ubahnya sebuah masakan yang racikan bumbunya terasa pas. Ada haru, kadang
juga tawa. Pada bagian ini, apresiasi, lagi-lagi layak diberikan kepada Ramzi, yang kali ini
berperan sebagai Bang Duloh. 

Akting aktor cilik pendatang baru Emir yang memang memiliki kemampuan memainkan si kulit
bundar membuat Garuda di Dadaku menjadi lebih nyata. Ditambah dukungan dari aktor-aktris
kelas wahid, seperti Ikranagara dan Maudy, yang membuat kualitas film ini patut mendapat
acungan dua jempol. 
Suntikan kekuatan juga datang dari soundtrack film yang begitu penuh warna dihadirkan
pasangan suami istri penata musik, Aksan Sjuman dan Titi Sjuman. Music Score yang mereka
hadirkan membawa penontonnya pada suasana batin yang riuh. Hal ini makin terasa dihadirkan
lewat lagu Garuda Di Dadaku yang notasinya mengambil lagu daerah asal Papua, Apuse, yang
diaransemen dan dibawakan grup rock Netral. Ia berhasil membangun suasana yang terasa
bergelora mengiringi semangat Bayu dalam menggapai mimpinya. 

Inti cerita
Inti cerita film ini tak hanya memuat unsur perjuangan seorang anak untuk menggapai
mimpinya, nilai-nilai persahabatan juga ditanamkan lewat hubungan Bayu dengan Heri.
Meskipun mempunyai hambatan berupa cacat fisik, Heri mampu berperan sebagai sahabat
sekaligus manajer Bayu. 

Teknis penyajian
Ifa Isfansyah, sang sutradara, dengan cantik mencicil informasi soal tokoh-tokoh dalam film
yang mulai diputar 18 Juni 2009 itu. Semua datang satu demi satu, tanpa narasi yang
mendeskripsikan ini-itu, dari nama para tokoh, peran-peran mereka, keberpihakan, hingga detail-
detail yang memperkaya karakternya.

Wahyuni, misalnya, cukup berucap, "Nyari downline sekarang susah. Orang tidak percaya MLM
seperti dulu." Penonton pun jadi tahu apa yang (sempat) ia lakukan untuk menyokong hidup.

Ifa juga tak menyia-nyiakan "celah" yang masih bisa diisi. Ada adegan saat Wahyuni, misalnya,
berkata di telepon, "Besok, jam 15.57." Ini sebuah sindiran terhadap "budaya" jam karet. Ada
pula adegan bola yang ditendang Bayu mendarat di poster calon legislator, tepat di wajah, serta
adegan melintas di tepi busway yang porak-poranda.

Sebagai film anak-anak, Garuda di Dadaku mencoba membangkitkan semangat cinta Indonesia


melalui sepak bola. Penonton akan mudah tergiring ke suasana patriotik ketika menyaksikan
adegan Bayu yang mengenakan seragam tim nasional berdiri di tengah lapangan berumput hijau.
Dari situ penonton akan menyadari betapa bangganya menyandang garuda di dada. Sebenarnya
rasa nasionalisme telah terasa sejak awal film dimulai dengan diperdengarkannya theme
song film ini.  

Adegan dramatis
Tak lupa, sindiran terhadap pemangku pemerintahan juga terselip dalam film ini. Ambil contoh,
adegan yang menceritakan kesulitan Bayu dan rekannya mencari lapangan sepakbola untuk
berlatih sehingga mereka berlatih di pekuburan. 

Penghargaan yang pernah diraih


Film Garuda di Dadaku menjadi film pembuka pada Film Festival Anak-anak dan Remaja
Hamburg, Michel Kinder und Jungen Filmfest, yang untuk pertama kalinya dilaksanakan di
bioskop terbesar, Cinema XX Damtor, di kota Hamburg. Film ini mendapat sambutan dan
apresiasi dari penyelenggara festival, pemerhati film, artis setempat, dan penonton.
Film ini mendapat penghargaan khusus sebagai film anak-anak terbaik pada Festifal Film
Indonesia (FFI) 2009. Selain itu, lagu Garuda di Dadaku (dinyanyikan Netral) yang populer
lewat soundtrack film ini mendapat penghargaan dalam MTV Indonesia Award 2009 sebagai the
best original soundtrack, Rabu malam, 25 November 2009.

Anda mungkin juga menyukai