Anda di halaman 1dari 12

RESUME

MANAJEMEN PAJAK ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Dwi Yuliansyah kusnadi 1619104005

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


UNIVERSITAS WIDYATAMA
2020
Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh setiap
perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak. Karena tujuan dari manajemen
pajak yang bersifat ekonomis, efektif, dan efisien. Dengan menyusun perencanaan dan
manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari segala hal yang mengakibatkan
peningkatan beban pembayaran pajak. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen
pajak pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam melakukan manajemen pajak yang harus
diperhatikan ialah tidak melanggar peraturan yang berlaku, secara bisnis reasonable, dan
didukung dengan bukti-bukti yang kuat.

Upaya-upaya efisiensi pada PPN

1. Memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau non-PKP pada

pengusaha kecil.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan

Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud sebagai Pengusaha kecil

adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan

bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Dengan kata lain,

sebagai pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP atau tidak.

Pemilihan sebagai PKP atau tidak, dapat dilihat melalui transaksi yang ia lakukan.

Contoh:

a. Apabila sebagai PKP, dalam membeli bahan baku merupakan objek PM dan

pada saat menjual Barang Kena Pajak (BKP) merupakan objek PK. Sedangkan

apabila sebagai Non PKP membeli bahan baku, bukan merupakan objek PM.

Bagitupula dalam menjual BKP bukan merupakan objek PK.

Transaksi Sebagai PKP Sebagai Non PKP

Membeli bahan baku PM Non PM

Menjual BKP PK Non PK


b. Apabila suatu perusahaan non PKP membeli BKP dari PKP, hal tersebut

merupakan objek PM yang dapat dikreditkan pada SPT PPh Badannya.

Sedangkan pada saat menjual BKP tersebut kepada pengusaha yang juga non

PKPbukan merupakan objek PK.

c. Apabila dalam kondisi laba perusahaan besar sebaiknya non PKP. Karena PM-

nya dapat dikreditkan yang mengakibatkan PPh Badannya kecil.

d. Apabila dalam kondisi laba perusahaan kecil sebaiknya menjadi PKP.

e. perusahaan yang non PKP mempertahankan peredaran brutonya di bawah Rp.

600.000.000,-.

2. Mendahulukan penerbitan performa invoice sebelum menerbitkan invoice.

Porforma invoice merupakan faktur ringkasan atau perkiraan yang dikirim oleh

penjual kepada pembeli (biasanya perusahaan jasa) sebelum pengiriman atau

pengiriman barang. Mengenai catatan jenis dan jumlah barang, nilai, dan informasi

penting lainnya seperti beban berat dan transportasi. Faktur proforma biasanya

digunakan sebagai faktur awal dengan kutipan, atau untuk keperluan pabean dalam

importasi. Mereka berbeda dari faktur normal tidak digunakan untuk permintaan atau

permintaan untuk membayar.

Dalam hal efisiensi PPN dalam penerbitan performa invoice diperhatikan terlebih

dahulu kapan terhutang PPN. Dalam UU No.42 tahun 2009 dikatakan bahwa

terhutangnya PPN saat pemanfaatan jasa kena pajak. Namun dalam hal pembayaran

diterima sebelum penyerahan maka saat terutang pajakialah saat pembayaran.

Penerbitan performa invoice penting dilakukan karena sering terjadi invoice sudah

keluar namun belum dilakukan pembayaran.


3. Melakukan pengelolaan faktur pajak dengan baik

Agar pengelolaan faktur pajak dilakukan dengan baik maka diperlukan koordinasi

bagian pajak dengan bagian-bagian lain yang terkait dengan penerbitan dan penerimaan

faktur pajak. Pengelolaan faktur pajak dapat dilakukan dengan cara memastikan atau

menjaga Faktur Pajak tidak cacat.

Jika melakukan pembelian barang atau pemakaian jasa maka terdapat Pajak

Masukan, sehingga menerima Faktur Pajak. Faktur Pajak yang diterima tersebut harus

diteliti, apabila cacat maka faktur pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.

Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan dengan cara apabila menerima faktur pajak

yang cacat, sesegera mungkin untuk dikembalikan agar dapat diganti dengan faktur

pajak yang tidak cacat.

Dalam hal melakukan penjualan barang atau pemberian jasa maka terdapat Pajak

Keluaran, sehingga menerbitkan Faktur Paja. Faktur Pajak yang diterbitkan harus

dihindari dari kecacatan karena apabila cacat maka dikenakan sanksi sebesar 2% dari

DPP. Untuk mengatasi hal apabila menerbitkan faktur pajak yang cacat, sesegera

mungkin untuk menerbitkan faktur pajak pengganti.

Karenanya untuk menghindari hal tesebut harus dilakukan koordinasi dengan divisi-

divisi yang terkait dalam perusahaan, diantaranya adalah dengan divisi pembelian dan

penjualan. Bentuk koordinasinya ialah dengan menginformasikan apa saja yang harus

dimuat dalam faktur pajak, antara lain:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Dalam hal pembeli BKP atau pengguna JKP diketahui FP yang telah diterima dari

pihak lain ternyata cacat segera dikembalikan kepada pihak pemberi FP. Sedangkan

dalam hal penjual BKP atau pemberi JKP ternyata telah menerbitkan FP cacat apabila

belum dilaporkan segera melakukan penggantian FP.

4. Mengajukan permohonan sentralisasi PPN dalam hal perusahaan memiliki banyak

cabang.

cabang

cabang cabang
KP

cabang cabang

Hal yang dapat dilakukan apabila sebuah perusahaan memiliki banyak cabang ialah :

- Mengajukan sentralisasi PPN

- Apabila sentralisasi PPN telah dilakukan, maka pastikan di cabang-cabang tidak

melakukan transaksi penjualan yang menerbitkan invoice. Sehingga seolah-olah

hanya sebagai gudang (conventional).


5. Penanganan pengajuan restitusi PPN dengan baik.

Dalam pengajuan restitusi PPN, beberapa hal yang harus diperhatikan :

1. Penyerahan dokumen selambat lambatnya 1 bulan setelah pengajuan restitusi

yakinkan semua dokumen terkait lengkap,selebihnya tidak diperhitungkan dan tidak

dapat diajukan restitusi lagi

2. Pengecekan Faktur Pajak

Pastikan kembali Faktur Pajak Masukan atau Faktur Pajak Keluaran tidak cacat

(lakukan tax review)

3. Yakinkan bahwa lawan transaksi telah membayarkan PPN yang dipungut.

Dalam hal ini diperlukan konfirmasi kepada pihak lawan transaksi dengan cara

meminta fotocopy SSP dan SPM terkait transaksi yang diajukan restitusi. hal

tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi tanggung renteng.

4. Sebelum mengajukan restitusi PPN, lakukan tax review dan tax review idealnya

dilakukan setiap bulan masa pajak yang bersangkutan.

6. Mengupayakan agar PM dan PK terjadi pada masa yang sama.

Contoh:

2 maret 28 maret
Beli bahan baku Jual BKP
PM = 10% x 200 juta PK = 10% x 200 juta
20 juta 20 juta

produksi
Biasanya perusahaan industri, sehingga dapat langsung offset dan uang tidak keluar
7. Memanfaatkan fasilitas-fasilitas PPN.

Pemanfaatan fasilitas PPN dikawasan berikat dan di luar kawasan berikat :

Kawasan Berikat Luar Kawasan Berikat


Beli Bahan Baku Impor  Produksi  Beli Bahan Baku Impor  Produksi 
Ekspor Barang Jadi Ekspor Barang Jadi

Dalam pembelian bahan baku, Dalam pembelian bahan baku terdapat


mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut. Pajak Masukan.
PM = tidak dipungut Misal pembelian bahan baku sebesar 100,
PK = 0 maka terdapat PM 10.
Maka tidak ada cash flow dalam transaksi PM = 10
PK = 0
Sehingga PM > PK
Lebih bayar 10
Atas lebih bayar tersebut dapat dilakukan
restitusi.

Dari segi non-pajak yang harus diperhitungkan:

a. Akses: Akses jalan yang mudah ditempuh untuk sampai ke Batam/Cengkareng

b. Buruh/Pekerja: Upah buruh yang lebih rendah Batam atau Cengkareng

c. Perizinan Usaha: Perizinan yang akan dilakukan lebih mudah di Batam atau

Cengkareng.

Syarat melakukan manajemen PPN adalah :

a. Tidak melanggar Peraturan yang berlaku baik Peraturan Pajak maupun Peraturan lain

b. Secara bisnis reasonable, dapat diperhitungkan keuntungan dan kerugiannya

c. Didukung oleh bukti – bukti yang kuat dan diakui oleh pihak lain
Selain itu dalam melakukan manajemen PPN maka harus mengetahui :

A. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

B. Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuataan faktur pajak,

dan tata cara pembuatan faktur pajak

C. Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek dan subjek PPN dan

atau PPnBM

D. Berbagai sanksi/denda terkait dengan PPn dan/ atau PPn Bm

E. Pemanfaatan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM

Penjelasan

A. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan

BKP dan/atau yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan

perubahannya. Jika telah dikukuhkan sebgai pengusaha kena pajak maka harus

melaporkan usahanya tersebut. maka dari itu harus pula diketahui tentang:

* Kapan harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP?

Yaitu WP yang sudah memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan

usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan

BKP/JKP.

* Kemana harus melapor?

Ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan

pengusaha, dan tempat kegiatan usaha di lakukan.

* Apa resikonya jika tidak melakukan kewajiban tersebut?

Direktorat Jendral Pajak (DJP) dapat mengukuhkan PKP secara jabatan apabila

PKP tidak melaksanankan kewajiban pelaporan tersebut.


B. Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuatan faktur

pajak, dan tata cara pembuatan faktur pajak.

Saat pembuatan faktur pajak :

1. Pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP/JKP, kecuali pembayaran

terjadi sebelum akhir bulan berikutnya--- dibuat pada saat penerimaan

pembayaran; atau

2. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan BBKP/JKP; atau

3. Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap

pembayaran; atau

4. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN

Syarat Faktur Pajak (FP) standar, karena merupakan sarana untuk

mengkreditkan pajak masukan. Paling sedikit FP memuat:

 Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP

 Nama, alamat, NPWP yang menerima BKP/JKP

 Jenis barang/jasa, harga jual/ penggantian, dan potongan harga

 PPN yang dipungut

 PPnBM yang dipungut

 Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP

 Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangai FP


Tax planning atas FP:

1. Perhatikan syarat sah-nya FP standar agar dapat dikreditkan

2. Terbitkan FP selama mungkin (dalam kurun waktu yang diperbolehkan)

3. Perketat term of payment untuk mencegah wp nalangin PPN pembeli

C. Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek PPN dan atau

PPnBM

1. Identifikasi item mana yang :

* Terutang PPN

* Terutang tapi tidak dipungut PPN

* Tidak dikenakan PPN

* Dibebaskan dari PPN

2. Rekonsiliasi omzet PPN dengan peredaran usaha dalam SPT PPH Badan

3. Laporkan Faktur Pajak sesuai masanya

D. Mengetahui dengan jelas apa saja sanksi/ denda terkait dengan PPN dan

atau PPnBM, sebagai berikut:

1. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat FP,

atau

2. Pengusaha yang telah dikukuhakan sebagai PKP, membuat FP, tetapi tidak

tepat waktu.

3. Pengusaha kena pajak melaporkan FP tidak sesuai dengan penerbitan FP


4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi FP

secara lengkap, selain:

Identitas pembeli atau identitas pembeli serta nama dan tandatangan

dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran.

Terhadap hal-hal tersebut diatas akan dikenakan sanksi 2% x DPP

5. Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan

pengembalian Pajak Masukan (PM)

Sanksi : 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung

dari tanggal peneribatan surat keputusan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak

(STP), bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

E. Memanfaatkan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM

Fasilitas ppn terhutang tidak dipungut

 Kawasan berikat

 KAPET

 EPTE

Fasilitas PPN dibebaskan;

Impor dan atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis (PP no. 7

tahun 2007)
REFERENSI

1. Christine, SE.Ak.,M.Int.Tax. Manajemen Pajak Atas Pajak Pertambahan Nilai


dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. http://www.slideshare.net. Diunduh :
tanggal 17 Mei 2011, 16.15 WIB.
2. John E Karayan , Charles S Swenson dan Joseph W Neff. Strategic Corporate Tax
Planning, New Jersey: John willey & Sons Inc; 2002.
3. Kumar, Kaushal A ,Direct Tax Planning and Management Newdelhi: Atlantic ;5th
edition, 2006.

Anda mungkin juga menyukai