Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS

SKENARIO 1

Disusun oleh:

Rizky Aulia
2015730139

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
2020
BAB I
KASUS STASE ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI 1

 IDENTITAS
Nama : Ny. X
Rentang usia : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status pernikahan : Kawin
Alamat : Maospati
 
Riwayat penyakit sekarang (History of present illness) :

Keluhan utama : keluar air ketuban sejak 20 jam yang lalu

Riwayat Penyakit : mengeluh keluar air ketuban sejak kemarin malam (20 jam yang lalu),
tidak terasa keluar darah ataupun lendir. Mules belum ada. Mual dan muntah disangkal,
pusing disangkal

 Keluhan lain terkait keluhan utama :

-          Kehamilan pertama, tidak pernah keguguran sebelumnya


-          Sehabis melakukan hubungan dengan suami
-          Usia kehamilan 36 – 37 minggu
-          Gerakan janin aktif
 
Riwayat penyakit dahulu (Past Medical History) :

 Belum pernah mengalami sakit yang sama


 Rutin kontrol kehamilan ke dokter atau bidan
 Penyakit kronis : tidak ada

Riwayat penyakit keluarga (Family history) : 

 Tidak ada

 
Pemeriksaan fisik

2
Keadaan Umum: 
Sakit ringan, sada
Tanda Vital
TD : 130/80 mmHg
Denyut nadi : 74 x/menit, reguler
Frekuensi napas : 20 x/menit
Temperatur : 37,5 °C
Pemeriksaan kepala, leher, toraks, jantung, ekstremitas dalam batas normal

Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan abdomen

 Inspeksi : perut cembung, striae gravidarum (-), Linea nigra (-)


 Palpasi :

-          Leopold 1 :  TFU : 38 cm,Teraba bagian bulat, lunak, tidak melenting


-          Leopold 2 : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan, dan bagian kecil atau
ekstremitas janin disebelah kiri
-          Leopold 3 : Teraba bagian bulat, keras, melenting
-          Leopold 4 : Teraba bagian terbawah janin belum masuk PAP, 5/5, konvergen.

 His belum ada


 Denyut Jantung Janin : 155x/mnt, teratur, kuat, punctum max. tunggal, pada kuadran
kanan bawah abdomen
 PD : Portio tebal lunak, pembukaan 2, BS (+), ket (-), kepala Hodge I
 Lakmus test (+)

Pemeriksaan Laboratorium 
Hb: 12 gr/dl
Leukosit: 12.000/ul
Trombosit: 200.000/ul
Ht: 33%
PT 11,7 detik
APTT 32,7 detik
GDS 70 mg/dl
HBsAg (-)

3
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM) adalah
kondisi dimana ketuban pecah sebelum proses persalinan dan usia gestasi > 37 minggu. Jika
ketuban pecah pada usia gestasi <37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan premature.

Terdapat istilah periode laten, yaitu waktu dari rupture hingga terjadinya proses
persalinan. Makin muda usia gestasi ketika ketuban pecah, periode laten akan semakin
Panjang. Ketuban pecah saat usia gestasi cukup bulan, 75% proses persalinan terjadi dalam
24 jam. Jika ketuban pecah di usia 26 minggu, ½ ibu hamil akan terjadi persalinan dalam 1
minggu sedangkan usia gestasi 32 minggu, persalinan terjadi dalam waktu 24-48 jam.1

2.2 Etiologi

Membran korioamnion mempunyai komponen elastis yang dapat menahan deformasi


dan kembali ke bentuknya semula. Kelemahan membran dan atau meningkatnya tekanan
intraamnion dapat menyebabkaan terjadinya PROM. Adanya regangan berulang pada
membran yang cukup bulan dapat menyebabkan pemisahan dan robeknya lapisan

4
kompakta dan memisahnya amnion dari lapisan spongiosa. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang
semakin besar. Serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan
laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital
pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri
dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang
diikuti dengan penonjolan dan robekan pada selaput janin serta keluarnya hasil
konsepsi.
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
1. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2. Gemelli: Kehamilan kembar yaitu suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga dapat
menimbulkan ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi dikarenakan
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban)
relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3. Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada daerah intra uterin yang bertambah sehingga
dapat menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang, tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah.
4. Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
yaitu peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan
mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
5
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi).
e. Korioamnionitis: infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran
organism vagina ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput
ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f. Penyakit Infeksi: adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yang meyebabkan infeksi pada selaput ketuban. Infeksi yang terjadi akan
menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban menjadi pecah.
g. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
h. Riwayat KPD sebelumya.
i. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
j. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu.

2.3 Patofisiologi
Ketuban dapat pecah karena kontraksi uterus dan peregangan berulang yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh sehingga pecah. Salah satu factor resiko dari
ketuban pecah dini adalah kurangnya asam askorbat, yang merupakan komponen dari
kolagen. Pada kehamilan trimester awal, selaput ketuban sangat kuat. Namun, pada trimester
ketiga menjadi mudah pecah berkaitan dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan
Gerakan janin. Sedangkan pada kehamilan premature, biasanya penyebabnya adalah infeksi
dari vagina, polihidramnion, inkompeten serviks, dll. 1

2.4 Diagnosis
Penegakan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan melalui anamnesis,pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis menyeluruh harus dilakukan untuk semua pasien yang mengeluh kebocoran
cairan. Ini termasuk riwayat penyakit saat ini, riwayat kandungan, riwayat ginekologi,
riwayat medis, riwayat bedah, riwayat sosial, dan riwayat keluarga. Ketika memperoleh
riwayat penyakit saat ini, penting untuk menanyakan tentang kontraksi, pergerakan janin,
waktu kemungkinan ruptur, jumlah cairan, warna dan bau cairan, perdarahan vagina, nyeri,
pertemuan seksual baru-baru ini, trauma baru-baru ini, dan aktivitas fisik baru-baru ini.4
2. Pemeriksaan fisik

6
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan cara yang meminimalkan risiko infeksi.
Pemeriksaan spekulum steril harus selalu dilakukan. Selama pemeriksaan spekulum, pasien
harus diperiksa apakah ada tanda-tanda servisitis, prolaps tali pusat, perdarahan vagina, atau
prolaps janin. Pemeriksaan digital harus dihindari kecuali persalinan nampak dekat atau
pasien tampaknya dalam persalinan aktif. Serviks harus diperiksa selama pemeriksaan
spekulum steril untuk menilai dilatasi dan penipisan serviks. Jika perlu, biakan harus
diperoleh pada saat pemeriksaan spekulum steril. Visualisasi cairan amnion yang lewat dari
saluran serviks dan penyatuan dalam vagina biasanya akan mengkonfirmasi diagnosis
ketuban pecah.4

3. Pemeriksaan penunjang
Saat memeriksa cairan ketuban di bawah mikroskop, arborisasi, atau pakis, akan
diidentifikasi. Tes pH dapat dilakukan terhadap cairan vagina. Cairan ketuban biasanya
memiliki pH 7,1-7,3, sedangkan cairan vagina normal memiliki pH 4,5-6,0. Penyebab tes pH
positif palsu termasuk adanya darah atau air mani, antiseptik alkali, atau vaginosis bakteri.
Hasil negatif palsu dapat terjadi dengan ketuban pecah berkepanjangan. Terkadang sulit
untuk mendiagnosis PROM secara definitif berdasarkan evaluasi di atas. Ada tes tambahan
yang dapat membantu dalam diagnosis.4
Ultrasonografi harus dilakukan untuk mengevaluasi indeks cairan ketuban. Fibronektin
janin adalah tes sensitif tetapi tidak spesifik untuk ketuban pecah. Selain itu, ada beberapa tes
yang tersedia secara komersial untuk protein amniotik yang melaporkan sensitivitas tinggi
untuk diagnosis pecahnya membran . Jika setelah evaluasi penuh diagnosis masih belum
jelas, penanaman ultrasonografi indigo carmine yang dipandu USG dapat digunakan untuk
menentukan apakah pecahnya membran telah terjadi dengan mengevaluasi apakah cairan
yang diwarnai telah melewati vagina (menggunakan tampon atau pembalut). Jika tampon
atau pad bernoda biru dari pewarna, pecahnya membran dikonfirmasi.4

2.5 Penatalaksanaan
Pengelolaan KPD tergantung dari tingkat kehamilan pasien. Pada KPD yang terjadi
saat aterm, ibu dan bayi diobservasi ketat pada 24 jam pertama untuk menilai apakah
persalinan terjadi secara alami. Jika persalinan tidak terjadi setelah 24 jam, kebanyakan
dokter akan menginduksi persalinan untuk mencegah perpanjangan waktu antara KPD
dan persalinan karena akan meningkatkan risiko infeksi.

1. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginaekologi RSUP Dr.

7
Hasan Sadikin:
Konservatif

Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun pada janin), pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari.

Selama perawatan dilakukan :

- Observasi kemungkinan adanya amnionitis atau tanda-tanda infeksi


1) Ibu : suhu > 38oC, takikardi, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra uterin, rasa
nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.
2) Janin : Takikardi
- Pengawasan timbulnya tanda persalinan
- Pemberian antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg dan
metronidazole 2x500 mg) selama 3-5 hari
- Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin
- Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru janin
Aktif

- Pengelolaan aktif pada ketuban pecah dini dengan umur kehamilan 20-28 minggu
dan > 37 minggu
- Ada tanda-tanda infeksi
- Timbulnya tanda-tanda persalinan
- Gawat janin
2. Menurut Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
- Rawat di rumah sakit
- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik
- Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu:
1) Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : ampisilin 4x500
mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3x250 mg per oral selama 7 hari
2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin :
- Betametason 12 mg i.m. dalam 2 dosis setiap 12 jam
- Atau deksametason 6 mg i.m dalam 4 dosis setiap 6 jam
3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
- Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu

8
1) Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk
mengurangi risiko infeksi streptokokus grup B:
- Ampisilin 2 g i.v setiap 6 jam
- Atau penisilin G2 juta unit i.v setiap 6 jam sampai persalinan
- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan antibiotik
2) Nilai serviks
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan
infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea
3. Penanganan menurut Current Obstetrics and Gynecology
Dengan intervensi

- Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka persalinan normal
harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun periode latennya 8-12 jam,
induksi oksitosin infus dapat diberikan dengan risiko infeksi yang rendah
- Umur kehamilan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram, induksi dapat
diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin. Persalinan dapat dimulai
dalam 24-48 jam.
- Umur kehamilan 26-34 minggu dan berat janin 500-2000 gram, penatalaksanaan
harus berdasarkan dari pemeriksaan amniosintesis. Jika paru matur dan terjadi
amnionitis maka persalinan segera dilakukan. Jika paru masih immature dan tidak
terdapat amnionitis maka penderita dianjurkan untuk tirah baring dengan
pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 4 jam dan pemeriksaan lekosit setiap hari.
Adenokortikosteroid dapat diberikan untuk membantu maturitas.

Umur kehamilan <26 mingu dan berat janin <500 gram, sangat kecil kemungkinan
bayi dapat diselamatkan dan risiko untuk ibunya sangat besar
Tanpa Intervensi

- Tirah baring
- Tidak berhubungan seksual
- Tidak dipasang tampon
- Pengecekan suhu badan 3-6 kali perhari

9
2.6 Komplikasi

1) Persalinan Prematur

Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan <26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.4
2) Infeksi

Korioamnionitis 4
 Ibu demam

 Takikardia ibu yang signifikan

 Takikardia janin

 Purulen

 Nyeri tekan pada uterus

 Leukositosis ibu > 15,000-18,000 sel / uL

3) Hipoksia dan Asfiksia


4) Sindroma deformitas janin
5) Risiko infeksi pada janin dan ibu
6) Kematian perinatal
7) Sindrom distres pernapasan pada bayi
8) Perdarahan intraventrikular
9) Hipoplasia paru janin
10) Risiko untuk pengiriman seksio sesarea

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Cristanto, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran
ESSENTIALS OF MEDICINE. 2014

2. Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC.
3. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
4. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532888/ diakses pada 11 April 2020

11

Anda mungkin juga menyukai