Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kami
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik dan tepat pada
waktunya.

            Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


“Memahami Dasar-Dasar Kimia dan Prinsip Kerja Kefarmasian”, yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

 Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas


kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca. Sekian dan Terimakasih.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 yang membahas mengenai kesehatan


disebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,  penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Sedangkan untuk penggolongan obat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 917/Menkes/Per/X /1993. Penggolongan obat sendiri dilakukan guna untuk
meningkatkan keamanan serta ketepatan pemakaian atau penggunaan dan
pengamanan distribusi obat. Penggolongan obat tersebut terdiri atas, obat bebas,
obat bebas terbatas, obat wajib apotek  (obat keras yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter diapotek, diserahkan oleh apoteker), obat keras, psikotropika, dan
narkotika.
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan
atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah mengetahui dasar-dasar kerja


kefarmasian ,macam-macam sediaan farmasi, penggolongan obat, jenis-jenis
sediaan padat,cair, dan setengah padat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Obat


2.1.1 Pengerian Obat Secara Umum
Secara umum obat adalah bahan atau zat yang berasal dari
tumbuhan,hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan
untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau
menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan.

2.1.2 Pengertian Obat Secara Khusus

 Obat baru: Obat baru adalah obat yang berisi zat (berkhasiat/tidak
berkhasiat), seperti pembantu, pelarut, pengisi, lapisan atau komponen lain
yang belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.

 Obat esensial: Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan
untuk layanan kesehatan masyarakat dan tercantum dalam daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI.

 Obat generik: Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang
ditetapkan dalam FI untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

 Obat jadi: Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran
dalam bentuk salep, cairan, supositoria, kapsul, pil, tablet, serbuk atau
bentuk lainnya yang secara teknis sesuai dengan FI atau buku resmi lain
yang ditetapkan pemerintah. 

 Obat paten: Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang
terdaftar atas nama pembuat yang telah diberi kuasa dan obat itu dijual
dalam kemasan asli dari perusahaan yang memproduksinya.
 Obat asli: Obat asli adalah obat yang diperoleh langsung dari bahan-bahan
alamiah, diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan
dalam pengobatan tradisional.

 Obat tradisional: Obat tradisional adalah obat yang didapat dari bahan
alam, diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan
dalam pengobatan tradisional.
2.2 Penggolongan Obat

Penggolong Obat ini terdiri dari: Obat bebas, Obat bebas terbatas, Obat wajib
apotek, Obat keras, Psikotropika dan Narkotika.
 Obat Bebas

Obat bebas merupakan obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa
resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat
keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI
Contoh: Minyak kayu putih, Tablet parasetamol,Tablet vitamin C,B
compleks, E dan Obat batuk hitam.
 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas merupakan obat keras yang dapat diserahkan kepada
pemakainya tanpa resep dokter.
Peraturan Obat Bebas Terbatas:

P. No. 1 P. No. 2
Awas! Obat keras Awas! Obat Keras
Bacalah aturan pemakaiannya Hanya untuk kumur.jangan ditelan

P. No. 3 P. No. 4

Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras

Hanya untuk bagian luar dan badan Hanya untuk dibakar


P. No. 5 P.No. 6

Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras

Tidak boleh di telan Obat wasir jangan ditelan

 Obat Keras
Obat Keras merupakan obat-obatan yang ditetapkan sebagai berikut:
1. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa
obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
2. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk
dipergunakan secara parenteral.
3. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah
dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan
kesehatan manusia.
Contoh:
 Andrenalinum
 Antibiotika
 Antihistaminika, dan lain-lain

 Obat Wajib Apotek

 Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker diapotek tanpa resep dokter.

 Obat Golongan Narkotika

 Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

 Obat Psikotropika

 Psikotropika merupakan zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika yang berkhasiat psikotropika melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.

2.3 Faktor Fsikokimia Obat

Dalam membuat sediaan harus diperhatikan sifat-sifat fisikokimia obat


sehingga respons terapi dapat tercapai.

2.3.1 particle size

Bila suatu partikel obat dikurangi sampai menjadi partikel-partikel


yang lebih kecil dalam jumlah besar, luas permukaan total yang dihasilkan
meningkat. Untuk obat yang sukar larut umumnya mengakibatkan
peningkatan dalam laju disolusi.Meningkatnya respons terapi terhadap obat
karena ukuran partikel yang lebih kecil telah dilaporkan untuk sejumlah
obat. Diantaranya tolbutamid, griseofulvin, sulfadiazin dan sulfisoksazol;
kloramfenikol, dan fenotiazin. Untuk mencapai luas permukaan yang
meningkat, seringkali digunakan serbuk micronized dalam produk bentuk
sediaan padat. Serbuk mikronized terdiri dari partikel-partikel obat yang
ukurannya dikurangi sampai kira-kira 5 mikron atau bahkan lebih kecil dari
5 mikron.
2.3.2 Water Solubility
Jika suatu obat larut dalam air berarti obat tersebut memiliki proses
disolusi yang cepat atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap
ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorpsi terutama tergantung
pada kesanggupannya menembus pembatas membran (rate limiting step).
Tetapi, jika suatu obat sukar larut/laju disolusi lambat maka proses
disolusinya sendiri merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses
absorpsi. Dengan demikian, obat-obat yang sukar larut atau produk obat
yang formulasinya buruk dapat mengakibatkan absorpsi obat tidak
sempurna .
Disolusi dari suatu zat dapat digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney:
dc
–––– = K.S (Cs-C)
dt
dc/dt = laju disolusi
K = konstante laju disolusi
S = luas permukaan zat padat yang melarut,
Cs = konsentrasi obat dalam lapisan difusi (yang dapat
diperkirakan dengan kelarutan obat dalam pelarut karena lapisan difusi
dianggap jenuh)
C = konsentrasi obat dalam medium disolusi pada waktu t
2.3.3 Partition coefficient / Koefisien Partisi
Koefisien partisi menggambarkan konsentrasi obat yang larut dalam
fase lemak dibandingkan dengan konsentrasi obat yang larut dalam fase air.
Dengan mengetahui nilai koefisien partisi secara tidak langsung dapat
mengetahui jumlah yang terlarut dan terabsorpsi pada organ target dengan
sifat-sifat tertentu.
2.3.4 Salt form
Garam-garam natrium dan kalium suatu asam organik lemah dan
garam-garam hidroklorida basa organik lemah melarut jauh lebih muda
dibandingkan dengan asam bebas atau basa bebasnya.
Contoh:
-Garam natrium fenobarbital mempunyai laju disolusi kira-kira 800 kali
lebih besar dibandingkan dengan fenobarbital dalam HCL 0,1 N
-Garam natrium tolbutamid mempunyai laju disolusi hampir 10.000 kali
lebih besar dari asam bebasnya dalam HCL 0,1 N
2.3.5 Extent of ionization, pKa
Obat dengan pKa rendah/kecil pada organ dengan pH asam dalam
bentuk tidak terionkan sehingga jumlah yang larut sedikit. Bentuk tidak
terionkan menyebabkan jumlah diabsorpsi besar.
Sebaliknya apabila obat tersebut berada dalam usus dengan pH basa
maka obat tersebut dalam bentuk terionkan,dengan demikian akan
meningkat kelarutan obat dalam cairan tetapi jumlah yang terabsorpsi
sedikit.
2.3.6 Polymorphism
Berbagai bentuk polimorfis bahan kimia yang sama umumnya berbeda
banyak sifat-sifat fisikanya, termasuk karekteristik kelarutan dan
disolusinya.
Perbedaan ini ditunjukkan obat dalam keadaan padatnya. Penggunaan
bentuk metastabil umumnya menghasilkan kelarutan dan laju disolusi yang
tinggi dari bentuk kristal stabil obat yang sama.
Sebaliknya, polimorf stabil umumnya lebih tahan terhadap degradasi
kimia dan karena kelarutannya yang rendah seringkali dipilih dalam bentuk
suspensi.

Sulfur dan kortison asetat merupakan dua contoh obat yang memiliki
lebih dari satu bentuk kristal dan seringkali dibuat dalam bentuk suspensi.

Anda mungkin juga menyukai