Anda di halaman 1dari 14

PENDEKATAN SOLUTION FOCUSED BRIEF THERAPY (SFBT)

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Konseling
Kelompok yang diampu oleh Dr. Nandang Budiman, M.Si.

oleh
Zeed Hamdy Rukman
NIM 1506954

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendekatan Solution Focused Brief Therapy berorientasi pada interaksi.
SFBT membangun rasa kerjasama antara konselor dan konseli. Konseling singkat
berfokus solusi (Solution Focused Brief Therapy/SFBT) adalah tentang konseling
yang singkat dan berfokus pada solusi, bukan pada masalah. Ketika ada masalah,
banyak konselor menghabiskan banyak waktu berpikir, berbicara, dan menganalisis
permasalahan, sementara penderitaan yang dialami konseli terus berlangsung.
Charlesworth & Jackson (dalam Dibyo, 2015) menyatakan bahwa konseling
singkat berfokus solusi cocok untuk setting sekolah karena mampu memberikan
konseling yang efektif dan waktu yang lebih singkat. Pada prinsipnya, konseling
singkat berfokus solusi merupakan pendekatan singkat yang memfokuskan pada
masa depan (future focused) dan mengarah pada tujuan (goal directed) (de Shazer
et al, 2007).
Corey (2012) mengatakan bahwa konseling kelompok sangat cocok untuk
remaja karena memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang
bertentangan, mengeksplorasi keraguan diri, dan merealisasikan minat untuk
berbagi perhatian dengan anggota kelompok yang lain. Selanjutnya Sklare (2005)
mengatakan bahwa konseling kelompok singkat berfokus solusi memiliki banyak
janji bagi konselor yang menginginkan pendekatan praktis dan efektif untuk setting
sekolah. Konseling kelompok singkat berfokus solusi memiliki karakteristik antara
lain: singkat, berfokus pada solusi, berorientasi pada tujuan, fokus pada masa
sekarang dan masa depan. Senada dengan itu, Corey (2012) mengatakan bahwa
konseling kelompok singkat berfokus solusi dibangun oleh tiga konsep utama
yakni: orientasi positif/pemberdayaan konseli, berfokus pada solusi bukan masalah,
dan mencari untuk apa bekerja. Selanjutnya, Bannink (2007, hlm. 1) mengatakan
bahwa konseli merupakan ahli dalam menemukan solusi, sehingga solusi itu akan
cocok dan kompatibel dengan situasinya. Hal ini akan menghasilkan perubahan
yang berlangsung cepat dan bertahan dalam diri konseli.
B. Rumusan Maslah
1. Bagaimana falsafah pendekatan Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
2. Bagaimana hakikat manusia dalam Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)?
3. Apa yang dimaksud Solution Focused Brief Therapy (SFBT)?
4. Apa asumsi dasar dari Solution Focused Brief Therapy (SFBT)?
5. Apa tujuan dari Solution Focused Brief Therapy (SFBT)?
6. Bagaimana tahapan dan teknik dalam Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)
7. Apa saja kelemahan dan kelebihan Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui falsafah pendekatan Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)
2. Untuk memahami hakikat manusia dalam Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)
3. Untuk mendeskripsikan pengertian Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
4. Untuk mengetahui asumsi dasar dari Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)
5. Untuk mengetahui tujuan dari Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
6. Untuk mengetahui tahapan dan teknik dalam Solution Focused Brief
Therapy (SFBT)
7. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan Solution Focused Brief
Therapy (SFBT)

D. Manfaat
1. Dapat mengetahui falsafah pendekatan Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)
2. Dapat memahami hakikat manusia dalam Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)
3. Dapat mendeskripsikan pengertian Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
4. Dapat mengetahui asumsi dasar dari Solution Focused Brief Therapy
(SFBT)
5. Dapat mengetahui tujuan dari Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
6. Dapat mengetahui tahapan dan teknik dalam Solution Focused Brief
Therapy (SFBT).
7. Dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan Solution Focused Brief
Therapy (SFBT)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendiri dan Pengembangan
Steve de Shazer adalah salah satu pendiri Solution Focused Brief Therapy
(SFBT). De Shazer awalnya lulus dengan gelar di bidang musik dari University of
Wisconsin di Milwaukee. Ia belajar jazz saxophone. Namun ia adalah seorang
pembaca yang rakus, terutama tentang konsep filosofis. Salah satu buku yang ia
baca adalah Strategies of Psychoterapy oleh Jay Haley (1963).
De Shazer kembali ke University of Wisconsin dan memperoleh gelar
Masters of Science in Social Work (MSSW) pada tahun 1971. Buku-buku yang ia
baca menginspirasinya untuk menjadi psikiatris yang inovatif. Ide-ide Milton
Erickson menjadi prinsip dasar dan praktek dari solution focus. De Shazer (1985)
menyatakan, “Secara singkat, brief therapy dapat dilihat sebagai penyempurnaan
dan pengembangan prinsip-prinsip Erickson untuk memecahkan masalah klinis”.
Insoo Kim Berg juga salah satu yang ikut mendirikan SFBT yang menjadi
generasi pertama di Korea. Di Korea, ia dilatih sebagai apoteker dan ia ke Amerika
Serikat untuk melanjutkan pelatihannya. Ia diperkenalkan pada pekerjaan sosial
yang tidak ada di negara asalnya. Ia mengejar karier pada pekerjaan sosial dan lulus
pada tahun 1969 dengan gelar MSSW dari University of Wisconsin di Milwaukee.
Pada tahun 1974, Insoo bekerja di klinik terapi keluarga di Milwaukee. Ia memiliki
waktu ekstranya untuk jalan, Insoo bertanya pada John Wakland dan John
Weakland mempertemukannya dengan Steve. Disinilah Steve dan Insoo bertemu.
Mereka berdua menjalani kehidupan bersama dan menjadi mitra bisnis.

B. Hakikat Manusia
SFBT mempunyai asumsi-asumsi bahwa manusia itu sehat, kompeten, dan
memiliki kapasitas untuk membangun, merancang, serta mengkonstruksi solusi-
solusi, sehingga ia tidak terus menerus berkutat dalam masalah-masalah yang
sedang ia hadapi. Manusia tidak perlu terpaku pada masalah, namun lebih baik
berfokus pada solusi, bertindak dan mewujudkan solusi yang diinginkan.
C. Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
SFBT merupakan suatu pandangan postmodern yang menekankan pada
realitas konseli tanpa memperdebatkan apakah hal tersebut akurat atau rasional
(Corey, 2009). Artinya bahwa pandangan postmodern melihat bahwa pengetahuan
hanya sebuah konstruksi sosial saja.Pendekatan-pendekatan ini lebih memfokuskan
bagaimana masalah klien bisa diatasi dan kurang memperhatikan sejarah masa lalu
klien.

D. Asumsi Dasar Solution Focused Brief Therapy (SFBT)


Menurut Walter dan Peller (dalam Corey, 2013) SFBT merupakan model
yang menerangkan bagaimana orang berubah dan meraih tujuannya. Asumsi dasar
SFBT adalah sebagai berikut:
1. Individu yang datang atau mengikuti konseling telah memiliki kemampuan
berperilaku efektif. Meskipun keefektifan tersebut sedang terhambat oleh
pikiran negatif. Pikiran berfokus masalah mencegah orang dari mengenali
cara efektif mereka dalam menangani masalah.
2. Ada keuntungan pada fokus positif pada solusi di masa depan. Jika konseli
dapat mereorientasi diri mereka dengan mengarahkan kekuatan mereka
menggunakan solution-talk, merupakan sebuah kesempatan yang baik dalam
SFBT.
3. Proses konseling diorientasikan pada peningkatan kesadaran harapan-
harapan yang menyenangkan (eksespsi) terhadap pola maslah yang dialami
dan penilaian proses perubahan.
4. SFBT mengajak konseli untuk memerikasa sisi lain dari cerita hidupnya
yang disampaikan, karena konseli sering mengatakan satu sisi dari diri
mereka.
5. Perubahan kecil membuka jalan bagi perubahan besar. Perubahan kecil
adalah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dibawa konseli
ke konseling.
6. Konseli ingin mendapatkan perubahan, memiliki kemapuan untuk berubah,
dan melakukan yang terbaik untuk membuat perubahan
7. Konseli bisa percaya pada niat mereka untuk menyelesaikan maslah mereka.
Tidak ada solusi yang benar untuk masalah spesifik yang dapat diaplikasikan
pada semua individu. Setiap individu dan penyelesaian masalahnya adalah
unik.

Shazer dan Dolan (2007) menambahkan tiga prinsip yang menjadi pedoman
penerapan terapi dengan pendekatan solution focused. Ketiga prinsip tersebut
antara lain:
1. “Kalau tidak rusak, jangan diperbaiki”.
2. “Kalau berhasil, maka lakukan lebih banyak lagi”
3. “Kalau tidak berhasil, lakukanlah hal yang berbeda”

E. Tujuan Solution Focused Brief Therapy (SFBT)


Tujuan SFBT adalah mengubah situasi atau kerangka acuan, mengubah
perbuatan dalam situasi yang problematis, dan menekankan pada kekuatan konseli.
Gladding (2009) menyebutkan tujuan terapi ini adalah untuk;
a. Mengidentifikasi dan memanfaatkan sepenuhnya kekuatan dan kompetensi
yang dibawa konseli;
b. Memampukan konseli mengenali dan membangun perkecualian-
perkecualian pada masalah, yaitu saat-saat ketika konseli telah melakukan
(memikirkan, merasakan) sesuatu yang mengurangi atau membatasi
dampak masalah.
c. Menolong konseli berfokus pada hal-hal yang jelas dan spesifik yang
mereka anggap sebagai solusi masalah

Dalam konseling, konseli diharapkan dapat berkolaborasi dengan konselor,


serta berpartisipasi secara aktif sebagai penentu arah dan tujuan dalam proses terapi,
konseli juga berpartisipasi aktif dalam menemukan solusi terhadap
permasalahannya daripada fokus pada masalahnya itu sendiri. Konseli bebas untuk
menciptakan, mengembangkan, dan mengarang bahkan mengembangkan cerita-
cerita mereka.
Dalam pendekatan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT) konselor
mempunyai peran sebagai pemandu konseli untuk mengeksplorasi kekuatan-
kekuatan yang dimilikinya dan membangun solusi. Para Konselor Solution-
Focused Brief Therapy (SFBT) menggunakan suatu posisi “tidak mengetahui”
sebagai jalan untuk meletakkan konseli dalam posisi menjadi ahli tentang
kehidupan mereka sendiri. Dengan kata lain konselor menempatkan bahwa dalam
konseling ini konselilah orang yang tahu tentang apa dan bagaimana dirinya yaitu
konseli sebagai ahli termasuk kemungkinan pemecahan masalah yang di hadapinya
(Bavelas, 2013, hlm.10).

F. Tahapan dan Teknik-Teknik Solution Focused Brief Therapy (SFBT)


1. Tahapan Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
Menurut de Shazer (Seligman, 2006) SFBT dilakukan dalam beberapa
tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Establishing Rapport
Dalam menciptakan hubungan yang baik dengan koneli, konselor perlu
menciptakan suasana hangat, nyaman, menyenangkan, ramah, dan akrab
dan menghilangkan kemungkinan situasi yang bersifat mengancam.
Konselor menciptakan iklim saling menghormati, dialog, pertanyaan, dan
penegasan di mana konseli bebas untuk menciptakan dan mengeksplorasi
cerita-cerita yang berkembang dari mereka.
2. Identifiying a Solvable Complaint
Konseli diberikan kesempatan untuk menjelaskan masalah mereka.
Konselor mendengarkan dengan penuh perhatian dan teliti ketika konseli
menjawab pertanyaan konselor.
3. Establishing Goals
Konselor bekerjasama dengan konseli dalam membangun tujuan-tujuan
yang dibentuk dengan baik dan secepat mungkin.
4. Designing an Intervention
Konselor berusaha untuk menciptakan hubungan kolaboratif untuk
membuka berbagai kemungkinan sekarang dan perubahan masa depan.
Dalam hal ini, konselor ikut serta dalam menyusun perubahan yang
diinginkan oleh konseli.
5. Strategic Task that Promote Change
Konselor membantu memandu konseli dalam membuat sebuah perubahan
dari bagian masalah yang pasti menuju sebuah dunia dengan beberapa
kemungkinan yang baru. Seorang konselor dapat mendorong dan
menantang konseli untuk menuliskan cerita berbeda yang dapat
mengarahkan pada akhir yang baru.
6. Identifiying & Emphazing New Behavior and Changes
Di akhir setiap percakapan membangun solusi (solution-building), konselor
memberikan dorongan dan menyarankan apa yang mungkin dapat diamati
atau dilakukan konseli sebelum sesi berikutnya untuk lebih lanjut
menyelesaikan permasalahannya.
7. Stablization
Konselor menanyakan konseli tentang saat di mana masalah-masalah sudah
tidak ada lagi atau saat permasalahan tidak terlalu berat baginya.
8. Termination
Konselor dan konseli mengevaluasi kemajuan yang telah dicapai konseli
dalam mencapai solusi-solusi yang memuaskan dengan menggunakan suatu
skala penilaian
Menurut Corey (2009) secara umum prosedur atau tahapan pelaksanaan
SFBT adalah:
1. Para konseli diberikan kesempatan untuk memaparkan masalah-masalah
mereka. Konselor mendengarkan dengan penuh perhatian dan cermat
jawaban-jawaban konseli terhadap pertanyaan dari konselor “Bagaimana
saya dapat membantu Anda?”
2. Konselor bekerja dengan konseli dalam membangun tujuan-tujuan yang
dibentuk secara spesifik dengan baik secepat mungkin. Pertanyaannya
adalah “Apa yang menjadi berbeda dalam hidupmu ketika masalah-masalah
Anda terselesaikan?”
3. Konselor menanyakan konseli tentang kapan dan dimana masalah-masalah
tersebut terasa tidak mengganggu atau saat masalah-masalah terasa agak
ringan. Konseli dibantu untuk mengeksplor pengecualian-pengecualian ini,
dengan penekanan yang khusus pada apa yang mereka lakukan untuk
membuat keadaan/ peristiwa-peristiwa tersebut terjadi.
4. Diakhir setiap sesi konseli membangun solusi-solusi (solution building),
sementara konselor memberikan umpan balik (feedback), memberikan
dorongan-dorongan, dan menyarankan apa yang konseli dapat amati atau
lakukan sebelum sesi berikutnya untuk menyelesaikan masalah mereka.
5. Bersama-sama dengan konseli, konselor mengevaluasi kemajuan yang telah
didapat dalam mencapai solusi-solusi yang telah direncanakan. Evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan rating scale.

2. Teknik-Teknik Solution Focused Brief Therapy (SFBT)


Dalam aplikasinya, pendekatan SFBT memiliki beberapa teknik intervensi
khusus. Teknik ini dirancang dan dikembangkan dalam rangka membantu konseli
untuk secara sadar membuat solusi atas permasalahan yang dihadapi. Menurut
Corey (2009) teknik SFBT adalah:
1. Miracle Question, yakni memberikan satu pertanyaan kepada individu agar
ia dapat membayangkan bagaimana bila keajaiban datang menghampirinya
dan semua permasalahannya dapat selesai. Tujuannya untuk memperluas
pandangan klien terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi dan
membantu klien dalam membangun skema pemecahan masalah. Miracle
question dapat diterapkan pada seting terapi individual, keluarga, pasangan,
maupun kelompok. Jawaban yang diberikan bisa dijadikan tujuan dari terapi
itu sendiri (Shazer & Dolan, 2007).
2. Scaling Question, yakni meminta kepada klien untuk memberikan penilaian
dari skala 0 atau 1 untuk nilai paling buruk, hingga skala 10 sebagai nilai
paling baik, mengenai penghayatan dirinya akan masalah yang ia alami serta
keyakinannya akan keberhasilan solusi yang ia ciptakan. Scaling question
dapat diterapkan oada saat penilaian terhadap sesi, penilaian akan kadar
keinginan mereka untuk bertindak, serta penilaian akan keyakinan individu
bahwa ia bisa mengatasi masalah.
3. Solution-Focused Goals, yakni mencoba mengurai solusi-solusi yang lebih
kecil, konkret, jelas, dan spesifik daripada fokus ke solusi yang lebih besar.
Individu dalam hal ini diminta untuk membingkai kembali tujuantujuan
mereka dan menjadikannya sebuah solusi.
4. Exception Question, yakni mengeksplorasi pengecualian dengan cara
menggali saat-saat di mana individu tidak mengalami masalah yang saat ini
sedang dialami. Tujuannya dalah untuk membantu individu dalam
mengenali solusi-solusi potensial yang sebenarnya sudah dimiliki.
5. Compliments, yakni memberikan kalimat bernada pujian atau pertanyaan
yang menunjukkan kekaguman atas apa yang telah klien lakukan, atau pada
saat klien berhasil mencapai sesuatu yang penting dalam usahanya
membangun solusi-solusi pemecahan masalah. Shezer (1988, dalam
Burwell & Chen, 2006), menjelaskan bahwa compliments adalah cara yang
menimbulkan efek terapeutik bagi individu karena dapat membantu mereka
dalam membangun solusi, membuat mereka merasa didengar, membangun
harapan dan rasa optimis serta membantu individu untuk memahami situasi
yang sedang dialami. Compliments dapat diterapkan secara spesifik ke
dalam 4 (empat) cara, antara lain: 1) Normalisasi, yaitu memberitahu
individu bahwa apa yang ia rasakan juga dirasakan oleh orang lain saat
menghadapi situasi serupa. 2) Rekstrurisasi pernyataan, yaitu menggunakan
pengalaman-pengalaman individu untuk membangun kembali solusi 3)
Afirmasi, yaitu pemberian umpan-balik yang positif dan menjelaskan
contoh-contoh saat potensi diri mereka juga dapat berfungsi sebagai solusi.
4) Bridging statement, yaitu menghubungkan masalah dengan solusi yang
mungkin potensial dan efektif.
6. Eksperimen dan Pemberian Tugas Rumah, yakni dengan memberikan
sebuah eksperimen di akhir sesi berdasarkan pada apa yang sudah individu
lakukan (termasuk di dalamnya hal-hal yang menjadi pengecualian),
pikirkan dan rasakan. Tugas rumah akan lebih baik bila diputuskan sendiri
oleh individu, sehingga potensi untuk berhasil lebih besar (Shazer & Dolan,
2007).
G. Kelemahan dan Kelebihan Solution Focused Brief Therapy (SFBT)
1. Kelemahan
a. Kurangnya perhatian pada pendefinisian problem
b. Konselor adalah ahli dalam intervensi singkat, karena itu dalam waktu
dekat relatif singkat konselor harus mampu melakukan penilaian untuk
membantu konseli memformulasikan tujuan khusus, dan secara efektif
menggunakan intervensi yang tepat (terkesan prematur).
c. Kreadibilitas hasilny masih dipertanyakan oleh banyak kalangan,
khususnya bagi yang meragukan efektivitas pendekatannya.
d. Posisi not-knowing dapat menjadi kendala dalam segi kultural
2. Kelebihan
a. Pemenuhan kebutuhan dengan layanan yang cepat, efisien, dan efektif
b. Manusia mampu membangun solusi yang dapat meningkatkan
kehidupannya
c. Manfaat dari terapi singkat adalah bahwa hal itu dilakukan here and now
dan mengeksplorasi pendekatan yang efektif dalam menangani masalah
konseli dalam mengatur waktu skala. Terapi singkat juga dapat
membantu konseli untuk menghemat biaya pengobatan jangka panjang.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Solution Focused Brief Therapy (SFBT) berbeda dari terapi tradisional
karena terapi ini memisahkan masa lalu untuk menggantikan ke dua masa, baik
masa sekarang dan masa depan. SFBT juga sangat fokus pada apa saja
kemungkinannya, memiliki sedikit ketertarikan atau tidak sama sekali dalam
pencapaian sebuah pemahaman dari masalah. Menurut SFBT, tidaklah penting
untuk menyelesaikannya dan tidak adanya hubungan yang penting antara
permasalahan dan solusinuya.
Tahapan konseling SFBT adalah Establishing Rapport, Identifiying a
Solvable Complaint, Establishing Goals, Designing an Intervention, Strategic Task
that Promote Change, Identifiying & Emphazing New Behavior and Changes,
Stablization, dan Termination. Sedangkan teknik-tekniknnya adalah Miracle
Question, Scaling Question, Solution-Focused Goals, Exception Question,
Compliments, dan Eksperimen dan Pemberian Tugas Rumah.

B. Saran
Sebagai seorang calon konselor maka sebaiknya kita memahami berbagai
pendekatan konseling agar kita dapat membantu konseli dengan tepat. Konselor
dalam menggunakan konseling SFBT ini sebaiknya juga memahami konseling yang
lain agar dapat menggunakan konseling yang lainnya, sehingga konseling yang
dijalankan dapat berjalan dengan baik dan tidak bergantung pada konseling SFBT
saja.
DAFTAR PUSTAKA
Bannink, F.P. (2007). Solution-focused brief therapy. Amsterdam: Springer
Bavelas, Janet, et al. (2013). Solution focused brief therapy treatment manual
for working with individuals 2 nd version. SFBTA
Corey, G. (2012). Theory and practice of group counseling (8th Ed.). Belmont,
CA: Brooks/Cole.
Corey, G. (2013). Theory and practice of counseling and psychotherapy (9th Ed).
Canada: Brooks/Cole
Corey, G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont,
CA: Brooks/Cole
Dibyo, B.W. (2015). Keefektifan solution focused brief group counseling untuk
meningkatkan motivasi berprestasi siswa sekolah menengah kejuruan.
Jurnal konseling Indonesia, vol.1 (1), hlm. 36-46
Gladding, S.T. (2009). Therapy a comprehensive profession. 6th Edition.New
Jersey: Pearson Education Inc.
Shazer, S & Dolan Y. (2007). More than miracles: the state of art of solution
focused brief therapy. New York: The Haworth Press.
Sklare, G. B. (2005). Brief counseling that works: a solution-focused approach
for school counselors and administrators (2nd Ed.). Thousand Oaks, CA:
Corwin Press.
Seligman, L. (2006). Theories of Counseling and Psychotherapy. Columbus, Ohio:
Pearson Merril Prentice Hall

Anda mungkin juga menyukai