Anda di halaman 1dari 30

PANCASILA

MAKALAH SMALL GROUP DISCUSION


PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Oleh SGD 1:
Komang Anisa Anggun Cahyaningrum 1602521003
Ni Wayan Uni Lastari 1602521008
Ni Made Lisa Wulandari 1602521025
Ni Putu Wahyu Santi Yasih 1602521031
I GD. Bayu Permana Waisnawa 1602521034
Komang Kusmadeni 1602521044
Ni Putu Fridayanti Pratiwi 1602521048
Putri Amanda Saskianida K. 1602521049
Gusti Ayu Made Sri Sunari 1602521056
Luh Gede Mira Swandewi 1602521063
Flamina Maria Da Silva P. 1602521090

ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………………………………………i

Kata Pengantar………………………………………………………………..ii

Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………1

A. Latar Belakang……………………………………………….…………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………1
C. Tujuan …………………………………………………….……………2
D. Manfaat………………………………………………….…………….2

Bab II Pembahasan ……………………………….………………………….3

A. Etika, Etiket , dan Kode Etik……….. ………………………………3


B. Etika Keutamaan, Teleologis, dan Deontologis…….…………………9
C. Pancasila Sebagai Sistem Etika………………………………………..13
D. Faktor Penyebab Perusakan Lingkungan dan Dampak Terhadap Hajat
Hidup Orang Banyak …………………………………………………17
E. Bentuk Pelanggaran Etis pada Zaman Orde Lama, Orde Baru, dan Masa
Reformasi ……………………………………………………………..19
F. Sumber Sosiologis Berkaitan dengan Sistem Etika…………………...20
G. Sumber Politis Pancasila Sebagai Sistem Etika dalam Hal Prilaku Politik
dan Dampak Ketidak sesuaian Beretika Politik………………………21

Bab III Kesimpulan dan Saran ……………………………………………..24

A. Kesimpulan ………………………………….………………………24

B. Saran ……………………………….………………………………..24

Daftar Pustaka……………………………………………………………….25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan merupakan bekal dalam kehidupan dan sangat penting bagi
kita untuk memiliki pengetahuan. Selain itu, pengetahuan mendasar seperti
mengetahui tentang ideologi Pancasila Sebagai Dasar Negara adalah hal yang
penting juga. Pancasila merupakan ideologi yang dianut oleh Negara
Indonesia dan pancasila ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia yang erat
kaitannya dengan negara itu sendiri. Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila
berperan sebagai penentu tentang bentuk negara, sistem pemerintahan negara,
dan tujuan negara serta bagaimana cara dalam mewujudkan tujuan negara
tersebut yang dianut oleh Negara Indonesia. Dengan adanya kaitan antara
negara dan Dasar Negara maka pancasila menjadi suatu dasar dari bagaimana
negara tersebut berbentuk dan jalannya negara tersebut dalam mencapai dan
mewujudkan tujuannya. Pada dewasa ini, sebagian besar mahasiswa atau
masyarakat sudah mengetahui akan nilai Pancasila sebagai Dasar Negara
namun kurang pemahaman akan arti Pancasila sebagai Dasar Negara dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Masyarakat tidak mampu menerapkan nilai-nilai dasar negara dalam
kehidupannya karena dipengaruhi oleh pemikiran, sikap, dan sifat yang sudah
berubah. Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku berbagai kalangan masyarakat
yang membuktikan bahwa pemahaman mereka terhadap pancasila sebagai
dasar negara sangat minim. Sehingga dengan adanya makalah ini, diharapkan
semua nilai yang terkandung dalam pancasila dapat dipahami, diterapkan, dan
dilakukan dalam kehidupan sehari- hari.
B. Rumusan Masalah
a. Anda dipersilakan untuk mencari informasi dari berbagai sumber
tentang Makna dan hakikat dasar negara.
b. Jelaskan beberapa tantangan yang dihadapi pancasila sebagai dasar
negara?
c. Bagaimanakah Implementasi nilai-nilai pancasila dalam perumusan
suatu kebijakan pemerintah?
d. Anda dipersilakan mencari informasi dari berbagai sumber tentang
makna atau hakikat bentuk negara dan sistem pemerintahan,
kemudian analisis dan simpulkan bentuk Negara serta sistem
pemerintahan yang ideal bagi bangsa Indonesia.
e. Jelaskan tentang esensi dan urgensi Pancasila sebagai Dasar
Negara?
f. Pembukaan UUD 1945 dikatakan memenuhi syarat sebagai Staats
Fundamental Norm, jelaskan tentang pernyataan tersebut!
g. Jelaskan penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam batang tubuh
UUD 1945 sebagai konstitusi Negara?
h. Berdasarkan uraian diskusi di atas, Anda dipersilakan untuk
menyimpulkan mengapa terjadi dinamika atau pasang surut
wibawa Pancasila sebagai dasar negara?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui makna dan hakikat Dasar Negara.
b. Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi Pancasila sebagai
Dasar Negara.
c. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
perumusan suatu kebijakan pemerintah.
d. Untuk mengetahui bentuk Negara serta sistem pemerintahan yang
ideal bagi bangsa Indonesia.
e. Untuk mengetahui esensi dan urgensi Pancasila sebagai Dasar
Negara.
f. Untuk mengetahui arti dari Pembukaan UUD 1945 dikatakan
memenuhi syarat sebagai Staats Fundamental Norm.
g. Untuk mengetahui penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam batang
tubuh UUD 1945 sebagai konstitusi Negara.
h. Untuk mengetahui alasan penyebab terjadinya dinamika atau
pasang surut wibawa Pancasila sebagai dasar Negara.
D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini bagi mahasiswa dan pembaca yaitu sebagai
pembelajaran dan masukan yang membangun guna meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan tentang betapa pentingnya arti
dari pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan sehari- hari sehingga
diharapkan berkurangnya perbuatan yang dilakukan tidak sesuai dengan
pancasila.
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Makna dan Hakikat Dasar Negara


 Makna Dasar Negara
Makna dasar negara adalah dasar dan landasan untuk
melaksanakan pemerintahan dan mengatur penyelenggaran negara.
Makna dasar negara juga di anggap sebaga pedoman hidup bagi
semua lapisan kehidupan baik secara pribadi maupun umum.
Makna pancasila sebagai dasar negara adalah sebagai dasar
untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia.
Selain itu makna pancasila sebagai dasar negara juga merupakan
landasan, pokok pedoman yang fungsinya untuk mengatur segala
seluruh kehidupan tatanan Bangsa dan Negara Indonesia, segala
sesuatu yang dilakukan yang berkaitan dengan pembanguan dan
material Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
harus berdasarkan pancasila. Dari hal tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa semua peraturan yang berlaku di Indonesia
harus bersumber dari Pancasila dan Pancasila sangat berperan
sebagai pemantau bagi Bangsa Indonesia dalam menilai
pemerintahan yang berlangsung dan apa yang terjadi ditengah-
tengah masyarakat. Makna Pancasila sebagai dasar negara
memiliki fungsi pokok yaitu :
1. Sebagai asas kerohanian tata tertib hukum di Indonesia.
2. Sebagai suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari
UUD 1945.
3. Sebagai cita-cita hukum untuk hukum dasar negara.
4. Sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia.
5. Sebagai Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia.
6. Sebagai kepribadian Bangsa Indonesia, yaitu Pancasila
lahir atau ada bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia.
7. Sebagai satu perjanjian luhur yang berarti Makna dari
Pancasila Sebagai Dasar Negara telah disetujui secara
Nasional.
8. Sebagai Dasar Negara Indonesia.
9. Sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum.
10. Sebagai cita-cita dan tujuan harus dicapai oleh Negara
Indonesia.
11. Sebagai pokok dari Falsafah hidup yang mengatur
kehidupan Bangsa Indonesia.
12. Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia.
 Hakikat Dasar Negara
Dasar Negara ialah Pegangan atau landasan pada suatu
negara yang menjadi rujukan atau sumber hukum serta tata
ketertiban hukum yang berjalan sah atau resmi di suatu negara
tersebut. Hakikat Dasar Negara sering juga disebut sebagai filsafat
negara. Ada salah satu tokoh yang mengemukakan tentang hakikat
Dasar Negara yaitu :
 Logemann
Dalam pandangannya, Logemann mengatakan bahwa
hakekat dasar negara adalah suatu organisasi kekuasaan
yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang
disebut bangsa. Jadi, pertama-tama negara iu adalah suatu
organisasi kekuasaan, maka organisasi ini memiliki suatu
kewibawaan, dalam makna bisa memaksakan kehendaknya
pada semua orang yang diliputi oleh organisasi itu.
Dasar negara sebagai sebuah filsafat negara yakni suatu
bentuk dari sebuah hasil pemikiran, pembelajaran maupun
kebijaksanaan yang terbentuk berupa peraturan dan sistem untuk
mengatur masyarakat dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Dasar negara termasuk suatu hal yang sangat penting usai
terbentuknya sebuah negara. Hal ini karena jika negara tidak
memiliki dasar, maka mereka tidak akan memiliki pegangan atau
pedoman yang terarah dalam menjalani kehidupan berbangsa serta
bernegara.
Apabila sebuah negara tidak memiliki dasar, maka tujuan
yang akan dicapai tidak jelas sehingga banyak menimbulkan
kekacauan. Karena terdapat dasar negara, maka akan ada sebuah
konstitusi atau yang lebih dikenal dengan sebutan hukum yang
dijadikan pedoman terhadap rakyat dalam negara selama menjalani
kehidupan bernegara.
B. Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara
Pada era globalisasi dewasa ini, banyak hal yang akan merusak
mental dan nilai moral Pancasila yang menjadi kebanggaan bangsa dan
negara Indonesia. Dengan demikian, Pancasila harus senantiasa menjadi
benteng moral dalam menjawab tantangan-tantangan terhadap unsur-unsur
kehidupan bernegara, yaitu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama.
Tantangan yang muncul, antara lain berasal dari derasnya arus paham
paham yang bersandar pada otoritas materi, seperti liberalisme,
kapitalisme, komunisme, sekularisme, pragmatisme, dan hedonisme, yang
menggerus kepribadian bangsa yang berkarakter nilai-nilai Pancasila. Hal
ini pun memperlihatkan bahwa paham-paham tersebut telah merasuk jauh
dalam kehidupan bangsa Indonesia sehingga melupakan kultur bangsa
Indonesia yang memiliki sifat religius, santun, dan gotong-royong.
Tantangan dapat dilihat dari berbagai bidang yaitu :
a. Dilihat dari kehidupan masyarakat, terjadi kegamangan dalam
kehidupan bernegara dalam era reformasi ini karena perubahan
sistem pemerintahan yang begitu cepat termasuk digulirkannya
otonomi daerah yang seluas-luasnya, di satu pihak, dan di pihak
lain, masyarakat merasa bebas tanpa tuntutan nilai dan norma
dalam kehidupan bernegara. Akibatnya, sering ditemukan
perilaku anarkisme yang dilakukan oleh elemen masyarakat
terhadap fasilitas publik dan aset milik masyarakat lainnya yang
dipandang tidak cocok dengan paham yang dianutnya.
b. Dalam bidang pemerintahan, banyak muncul di ranah publik
aparatur pemerintahan, baik sipil maupun militer yang kurang
mencerminkan jiwa kenegarawanan. Hal tersebut perlu
segera dicegah dengan cara meningkatkan efektivitas
penegakan hukum dan melakukan upaya secara masif serta
sistematis dalam membudayakan nilai-nilai Pancasila bagi
para aparatur negara.
Tantangan berat yang harus dihadapi ke dalam adalah masalah
mentalitas bangsa. Sikap-sikap yang melemahkan bangsa Indonesia seperti
oportunis dan pragmatis yang melemahkan ketahanan bangsa dan
merenggangkan solidaritas terhadap sesama. Sikap-sikap itu membuka
lebar-lebar merajalelanya nafsu serakah di segala bidang, keserakahan
untuk menguasai harta benda, untuk berkuasa dan untuk dihormati.
Kondisi itu mendorong orang untuk berlaku tidak jujur, tidak adil,
dan bahkan bertindak semena-mena dengan menyalahgunakan wewenang,
menjalankan KKN, dan tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan
dan kriminalitas. Disposisi mental seperti itu membuat seseorang mudah
berbohong, munafik, sanggup berkhianat terhadap sahabatnya, hingga tega
menjual bangsa dan tanah airnya. Kondisi demikian memberi peluang
yang makin besar bagi dominasi kelompok kepentingan global.
Oleh karena itu untuk mengatasi keterpurukan bangsa dan
membangun bangsa yang seutuhnya, kita perlu meningkatkan ketahanan
budaya dan ketahanan pangan bangsa dan mengintegrasikannya melalui
tindakan-tindakan komunikatif ke semua instituasi. Sehingga dengan
ketahanan pangan, maka bangsa ini mampu memenuhi kebutuhannya
sendiri. Sedangkan ketahanan budaya akan menjadi benteng bagi derasnya
budaya global yang tidak sesuai dengan budaya bangsa.
Hal ini menggambarkan bahwa upaya menjawab tantangan tersebut
tidak mudah. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat harus bahu-
membahu merespon secara serius dan bertanggung jawab guna
memperkokoh nilai-nilai Pancasila sebagai kaidah penuntun bagi setiap
warga negara, baik bagi yang berkiprah di sektor masyarakat maupun di
pemerintahan.
C. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Perumusan Kebijakan
Pemerintah
Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idiil bangsa Indonesia,
dewasa ini dalam zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia
dari ancaman disintegrasi selama lebih dari lima puluh tahun. Namun
sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari ideologi Negara
dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap
pancasila. Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan
garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi
dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai
kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal
dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional. Pada zaman
reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman
globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia,
neoliberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah
memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal
demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem
nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Implementasi pancasila dalam kehidupam bermasyarakat pada hakikatmya
merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun
pengimplementasian tersebut di rinci dalam berbagai macam bidang antara
lain POLEKSOSBUDHANKAM.
1. Implementasi Pancasila dalam bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan
pada dasar ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan
objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara, oleh karena itu
kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat
dan martabat manusia. Pengembangan politik Negara terutama dalam
proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas
sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam esensinya,
sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus
segera diakhiri.
2. Implementasi Pancasila dalam bidang Ekonomi
Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang,
sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan
bebas dan jarang mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak
sesuai dengan Pancasila yang lebih tertuju kepada ekonomi
kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada
tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas (Mubyarto,1999).
Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja
melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat.
Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan
seluruh bangsa.
3. Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial dan Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya
hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai
budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam
rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa
ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita
saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat
sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia
saat ini terjadi berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara
lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok
masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah
politik. Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa
reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki
bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu
sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang
bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
berbudaya.
4. Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum.
Demi tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan
perundangundangan negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban
warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.
5.  Implementasi Pancasila Dalam Peraturan Perundang-Undangan
 Penuangan Pancasila didalam UUD
Isi UUD secara keseluruhan dimaksudkan mengatur rambu-rambu
pokok untuk mengolaborasi empat kaidah penuntun hukum
Pancasila yang kemudian dilembagakan dari pusat sampai ke
daerah-daerah harus dijadikan pedoman dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan lainnya.
a) Penuntun pertama
Semua peraturan perundang-undangan harus menjamin
integrasi atau keutuhan ideologi dan teritori negara dan bangsa
Indonesia.
b) Penuntun kedua
Negara harus diselenggarakan dalam keseimbangan antara
prinsip demokrasi dan nomokrasi.
c) Penuntun ketiga
Negara harus menjamin keadilan sosial.
d) Penuntun keempat
Negara harus menjamin tegaknya toleransi beragama yang
berkeadaban. Jika dilihat dari urut-urut Pancasila maka
penuangan isi Pancasila didalam UUD 1945 juga tampak jelas.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diatur didalam pasal 29 dan
pasal 28; sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab diatur
didalam pasal-pasal 28; sila Persatuan Indonesia diatur dalam
pasal 1 ayat (1), pasal 30, dan pasal 37 ayat (5); sila Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan diatur didalam pasal 2, pasal 5,
pasal 18, pasal 20, pasal 22; sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia diatur didalam pasal 28, pasal 33, dan pasal
34. Pasal-pasal lain didalam UUD 1945 semuanya dibuat untuk
mendukung pelaksanaan semua sila Pancasila tersebut.
 Penuangan didalam Peraturan Perundang-Undangan dibawah UUD
Sangatlah sulit untuk menilai atau mengukur satu persatu, apakah
isi perundang-undangan dibawah UUD itu benar-benar merupakan
penuangan Pancasila atau bukan, karena jumlahnya mencapai
ribuan. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sudah ada
instrumen hukum dan politik yang mengatur agar semua peraturan
perundang-undangan memuat isi yang secara berjenjang konsisten
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang pada
tataran puncaknya harus bersumber pada Pancasila.
 Prolegnas dan Prolegda
Agar didalam pembuatan UU dan Perda terbangun konsistensi isi
dengan Pancasila dan UUD maka pada saat ini di Indonesia telah
ditetapkan keharusan adanya Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda). Keharusan
adanya Prolegnas dan Prolegda dimaksudkan agar semua UU dan
Perda yang akan dibuat dapat dinilai lebih dulu kesesuaiannya
dengan Pancasila dan UUD 1945 melalui perencanaan dan
pembahasan yang matang. Dengan demikian, Prolegnas dan
Prolegda menjadi penyaring isi (penuangan) Pancasila dan UUD
didalam UU dan Perda.
 Judicial Review
Ketentuan tentang penuangan Pancasila ke dalam peraturan
perundang-undangan dan instrumen pengawasannya melalui
judicial review di Indonesia pada saat ini sudah cukup diatur
dengan berbagai instrumen konstitusi dan hukum.menurut pasal
24C UUD 1945 Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai hak
pengujian UU terhadap UUD sedangkan Mahkamah Agung (MA)
menurut pasal 24A UUD 1945 melakukan pengujian peraturan
perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
6. Implementasi Pancasila Dalam Pembentukan Perundang-Undangan di
Indonesia
Pernyataan Pancasila sebagai falsafah hidup menginginkan agar moral
Pancasila menjadi moral kehidupan negara dalam arti menuntut
penyelenggara dan penyelenggaraan negara menghargai dan menaati
prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya,
negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral
menjadi norma tindakan dan kebijaksanaan negara sehingga perlu
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain,
moral Pancasila memberikan inspirasi dan menjadi pembimbing dalam
pembuatan undang-undang yang mengatur kehidupan negara,
menetapkan lembaga-lembaga negara dan tugas mereka masing-
masing, serta hubungan kerjasama diantara mereka, hak-hak dan
kedudukan warga negara, dan hubungan warga negara dan negara
dalam iklim dan semangat kemanusiaan.
Nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara khususnya implementasi
dalam peraturan perundang-undangan nampak belum sepenuhnya
diimplementasikan. Keadaan tersebut disebabkan oleh beberapa aspek
antara lain; masih adanya birokrasi yang tetap mempertahankan aturan
perundang-undangan yang lama, karena meng-enak-kan diri dan
kelompoknya. Masih diakomodirnya aturan perundang-undangan eks
Hindia Belanda yang diadopsi sebagai peraturan perundang-undangan
RI. Masih ditemukan peran pendonor yang mendikte substansi dalam
penyusunan undang-undang baik itu berasal dari inisiatif pemerintah
maupun inisiatif DPR-RI. Pemegang kekuasaan negara, lembaga
pemerintahan lainnya dan warga negara belum semuanya tunduk dan
taat terhadap hukum negara dan masih kuatnya ego sektoral dalam
pembuatan perundang-undangan.
Adanya peraturan perundang-undangan yang dalam penyusunannya
tidak berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila mengakibatkan undang-
undang tersebut tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, sehingga
kesejahteraan dan keadilan yang seharusnya menjiwai peraturan
tersebut tidak nampak, keadaan ini pada gilirannya akan memperlemah
Ketahanan Nasional.
D. Bentuk Negara serta Sistem Pemerintahan yang ideal bagi Bangsa
indonesia
Bentuk Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik atau lebih dikenal dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Sedangkan bentuk pemerintahan adalah suatu istilah yang
digunakan untuk merujuk pada rangkaian institusi politik yang digunakan
untuk mengorganisasikan suatu negara untuk menegakkan kekuasaannya
atas suatu komunitas politik. Definisi ini tetap berlaku bahkan untuk
pemerintahan yang tidak sah atau tidak berhasil menegakkan
kekuasaannya. Tak tergantung dari kualitasnya, pemerintahan yang
gagalpun tetap merupakan suatu bentuk pemerintahan.
Menurut pidato Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo
Bambang Yudhoyono pada tanggal 17 Agustus 2007 dikatakan bahwa
bentuk negara Indonesia yang paling tepat adalah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Empat pilar utama yang menjadi nilai dan
konsensus dasar yang selama ini menopang tegaknya Republik Indonesia
adalah: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
a.       Negara Kesatuan (Unitaris)
Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni
kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah
pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam
maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan
daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya
ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan
satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah
pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek
pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen
pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat. Negara kesatuan
dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:
1)      Sentralisasi, dan
2)      Desentralisasi.
b.      Negara Serikat (Federasi)
Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas
beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati
negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara
sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara
serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.
Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak
bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan
dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal. Ciri-
ciri negara serikat/ federal:
1.  Tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri
(kabinet) demi kepentingan negara bagian;
2. Tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak
boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat;
3. Hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur
melalui negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya
telah diserahkan secara langsung kepada pemerintah federal.
Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala
negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh
negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal
kenegaraan selebihnya (residuary power).
Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian kepada
pemerintah federal meliputi:
1. Hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum
internasional, misalnya: masalah daerah, kewarganegaraan dan
perwakilan diplomatik;
2. Hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan
keamanan nasional, perang dan damai;
3. Hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azas-
azas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang
perlu oleh pemerintah pusat, misalnya: mengenai masalah uji material
konstitusi negara bagian;
4. Hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan
pemerintahan federal, misalnya: hal pajak, bea cukai, monopoli,
matauang (moneter);
5. Hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya:
masalah pos, telekomunikasi, statistik.
Maka bentuk Negara serta pemerintahan yang ideal bagi bangsa
Indonesia adalah berdasarkan pernyataan-pernyataan pendiri bangsa
mengenai bentuk Negara Indonesia yang paling pantas dan cocok untuk
Negara ini adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik sesuai dengan
pasal 1 ayat 1 dalam UUd 1945. Indonesia telah mencoba sistem negara
lain seperti federal sebelumnya namun sebagian besar orang Indonesia
merasakan ketidakpuasan terhadap sistem federal yang membebani bangsa
terutama pada Perjanjian Den Haag (Kahin, 1952: 450). Selain itu negara-
negara bagian mengalami kesulitan dalam mengimbangi perkembangan
negara-negara bagian lainnya sehingga terjadi ketimpangan di berbagai
bidang pada saat Indonesia berbentuk Serikat. Pernyataan Ferrazzi (2000:
84) yang menyebutkan bahwa federalisme cocok dengan nilai-nilai abadi
dan penderitaan masyarakat Indonesia pada masa penjajahan menurut
penulis tidak mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebagaimana yang disebutkan Muhammad Yamin dalam sidang BPUPKI
tanggal 29 Mei 1945, Indonesia haruslah menjadi negara persatuan yang
tidak terpecah belah, dibentuk ke dalam dan keluar badan bangsa
Indonesia dengan tidak terbagi-bagi dan terkotak-kotakkan. Negara federal
apabila dibandingkan dengan negara kesatuan akan sangat terlihat
perbedaannya sebab negara kesatuan secara otomatis akan memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa. Berbeda dengan negara federal yang hanya
akan melemahkan Indonesia. Selain itu, bentuk negara federal ataupun
serikat juga akan menghambat perkembangan suatu daerah sebab suatu
daerah tertentu tidak memiliki sumber daya alam maupun sumber daya
manusia yang sama dengan daerah lainnya sehingga hal ini akan
mempersulit peran pemerintah dalam pengawasan dan penyeimbangan
peran serta daerah-daerah tersebut di bawah negara federal ataupun
serikat. Membandingkan negara luas lainnya seperti Amerika Serikat yang
menerapkan sistem federal secara sukses dengan Indonesia tidak dapat
dilakukan sebab secara tidak sadar telah terlupakan satu aspek penting
bernama kesetaraan. Perbedaan mendasar antara negara-negara barat yang
menerapkan sistem federal dengan Indonesia adalah suku dan ras yang ada
di negara tersebut. Negara barat kebanyakan homogen sehingga
memudahkan penerapan sistem tersebut. Berbeda dengan Indonesia yang
heterogen dengan ratusan suku, ras, dan latar belakang budaya sehingga
pola pikir mereka juga berbeda-beda. Inilah yang menjadi faktor
ketidakcocokan penerapan sistem federal di Indonesia. Dengan berbagai
pertimbangan dan penjabaran mengenai bentuk negara dan pemerintahan
yang tepat untuk Indonesia, penulis menyatakan bahwa negara kesatuan
yang berbentuk republik merupakan bentuk yang paling cocok untuk
Indonesia dan tidak akan dapat digantikan dengan sistem-sistem lainnya.
Indonesia membutuhkan sebuah negara yang dibentuk berdasarkan
persatuan dan kesatuan, bukan dikotak-kotakkan dan diklasifikasikan.
Federal dan serikat hanya akan menimbulkan perpecahan di tengah
indahnya perbedaan. Sangat bertolak belakang dengan negara kesatuan
yang menjunjung tinggi keberagaman.
E. Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara
a. Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara
Sebagaimana dipahami bahwa Pancasila secara legal formal telah
diterima dan ditetapkan menjadi dasar dan ideologi negara Indonesia sejak
18 Agustus 1945. Penerimaan Pancasila sebagai dasar negara merupakan
milik bersama akan memudahkan semua stakeholder bangsa dalam
membangun negara berdasar prinsip-prinsip konstitusional. Mahfud M.D.
dalam Nurwardani et.al. (2016) menegaskan bahwa penerimaan Pancasila
sebagai dasar negara membawa konsekuensi diterima dan berlakunya
kaidah-kaidah penuntun dalam pembuatan kebijakan negara, terutama
dalam politik hukum nasional. Lebih lanjut, Mahfud M.D. menyatakan
bahwa dari Pancasila dasar negara itulah lahir sekurang-kurangnya 4
kaidah penuntun 94 dalam pembuatan politik hukum atau kebijakan
negara lainnya, yaitu sebagai berikut :
 Kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga integrasi
atau keutuhan bangsa, baik secara ideologi maupun secara teritori.
 Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada
upaya membangun demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi
(negara hukum) sekaligus.
 Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada
upaya membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Indonesia bukanlah penganut liberalisme, melainkan secara
ideologis menganut prismatika antara individualisme dan
kolektivisme dengan titik berat pada kesejahteraan umum dan
keadilan sosial.
 Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada
prinsip toleransi beragama yang berkeadaban. Indonesia bukan
negara agama sehingga tidak boleh melahirkan kebijakan atau
politik hukum yang berdasar atau didominasi oleh satu agama
tertentu atas nama apapun, tetapi Indonesia juga bukan negara
sekuler yang hampa agama sehingga setiap kebijakan atau politik
hukumnya haruslah dijiwai oleh ajaran berbagai agama yang
bertujuan mulia bagi kemanusiaan.
Pancasila sebagai dasar negara menurut pasal 2 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, merupakan sumber dari segala sumber hukum
negara. Di sisi lain, pada penjelasan pasal 2 tersebut dinyatakan bahwa
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis
negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pancasila adalah substansi esensial yang mendapatkan kedudukan formal
yuridis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar
negara adalah sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Kaelan dalam
Nurwardani et.al. (2016) perumusan pancasila yang menyimpang dari
pembukaan, secara jelas merupakan perubahan secara tidak sah atas
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai
berikut:
 Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber
tertib hukum Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan
asas kerohanian hukum Indonesia yang dalam Pembukaan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan lebih
lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
 Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD
1945.
 Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar
tertulis maupun tidak tertulis).
 Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi
yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
(termasuk penyelenggara partai dan golongan fungsional)
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
 Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi
penyelenggaraan negara, para pelaksana pemerintahan. Hal
tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut adalah penting
bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat
senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan
zaman dan dinamika masyarakat.
Rumusan Pancasila secara imperatif harus dilaksanakan oleh rakyat
Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap sila Pancasila
merupakan satu kesatuan yang integral, yang saling mengandaikan dan
saling mengunci. Ketuhanan dijunjung tinggi dalam kehidupan bernegara,
tetapi diletakkan dalam konteks negara kekeluargaan yang egaliter, yang
mengatasi paham perseorangan dan golongan, selaras dengan visi
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan kebangsaan, demokrasi
permusyawaratan yang menekankan consensus, serta keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR
periode 2009-2014 dalam Nurwardani et.al.,2016).

b. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara


Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia
secara ringkas tetapi meyakinkan, sebagai berikut:
Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila
adalah satu alat pemersatu bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat
mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala penyakit yang
telah dilawan berpuluh-puluh tahun, yaitu terutama imperialisme.
Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan imperialisme, perjuangan
mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa yang membawa corak
sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-
tiap bangsa mempunyai cara perjuangan sendiri, mempunyai karakteristik
sendiri. Oleh karena itu, pada hakikatnya bangsa sebagai individu
mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam
pelbagai hal, dalam kenyataannya, dalam perekonomiannya, dalam
wataknya, dan lain-lain sebagainya (Pimpinan MPR dan Tim Kerja
Sosialisasi MPR periode 2009-2014 dalam Nurwardani et.al.,2016).
Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar negara, dapat
menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan
human resourses (personal/sumber daya manusia). Pendekatan
institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan negara yang
bersumber pada nilainilai Pancasila sehingga negara Indonesia memenuhi
unsur-unsur sebagai negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan
negara atau terpenuhinya kepentingan nasional (national interest), yang
bermuara pada terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sementara,
human resourses terletak pada dua aspek, yaitu orang-orang yang
memegang jabatan dalam pemerintahan (aparatur negara) yang
melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam
pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya sehingga formulasi kebijakan
negara akan menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan kepentingan
rakyat. Demikian pula halnya pada tahap implementasi yang harus selalu
memperhatikan prinsip-prinsip good governance, antara lain transparan,
akuntabel, dan fairness sehingga akan terhindar dari KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), dan warga negara yang berkiprah dalam bidang
bisnis, harus menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai-nilai etika bisnis
yang menghindarkan warga negara melakukan free fight liberalism, tidak
terjadi monopoli dan monopsoni; serta warga negara yang bergerak dalam
bidang organisasi kemasyarakatan dan bidang politik (infrastruktur
politik). Dalam kehidupan kemasyarakatan, baik dalam bidang sosial
maupun bidang politik seyogyanya nilai-nilai Pancasila selalu dijadikan
kaidah penuntun. Dengan demikian, Pancasila akan menjadi fatsoen atau
etika 97 politik yang mengarahkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dalam suasana kehidupan yang harmonis. Kedudukan
Pancasila sebagai sumber dari sumber hukum sudah selayaknya menjadi
ruh dari berbagai peraturan yang ada di Indonesia. Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan
dalam alinea keempat terdapat kata “berdasarkan” yang berarti, Pancasila
merupakan dasar negara kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai
dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila harus
menjadi landasan dan pedoman dalam membentuk dan menyelenggarakan
negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti perilaku para
penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah
negara, harus sesuai dengan perundang-undangan yang mencerminkan
nilainilai Pancasila. Apabila nilai-nilai Pancasila diamalkan secara
konsisten, baik oleh penyelenggara negara maupun seluruh warga negara,
maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik. Pada gilirannya,
cita-cita dan tujuan negara dapat diwujudkan secara bertahap dan
berkesinambungan.
F. Arti dari Pembukaan UUD 1925 dikatakan memenuhi syarat sebagai
Staats Fundamental Norm
Staats fundamental norm (norma fundamental negara) merupakan
istilah yang digunakan Hans Nawiasky dengan teorinya tentang Jenjang
Norma Hukum (Die theorie von stufenordnung der rechtsnormen) sebagai
pengembangan dari teori Hans Kelsen tentang Jenjang Norma
(stufentheorie) (Hamidi dalam Kurnisar, 2012).
Perihal norma hukum, Hans Nawiasky menggunakan hirarkisitas
hukum dapat terbagi menjadi empat tingkatan, yaitu:
1. Staats fundamental norm yang berupa norma dasar bernegara atau
sumber dari segala sumber hukum.
2. Staats grund gezetze yang berupa hukum dasar yang apabila
dituangkan dalam dokumen negara menjadi konstitusi atau
vervassung.
3. Formele gezetze atau undang-undang formal yang pada peraturan
tersebut dapat ditetapkan suatu ketentuan yang bersifat imperative,
dalam pengertian pelaksanaan maupun sanksi hukum.
4. Verordnung en dan autonome satzungen yakni aturan-aturan
pelaksanaan dan peraturan yang otonom, baik yang lahir dari
delegasi maupun atribusi.
Inti dari konsep staats fundamental norm (norma fundamental
negara) dari Hans Nawiasky adalah:
 Staats fundamental norm merupakan norma hukum yang tertinggi
dan merupakan kelompok pertama.
 Staats fundamental norm merupakan norma tertinggi dalam suatu
negara, ia tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi,
tetapi pre-supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh
masyarakat dalam suatu negara dan merupakan norma yang
menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum di bawahnya.
 Isi dari staats fundamental norm merupakan dasar bagi
pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara
(staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya.
 Hakekat hukum suatu staatsfundamentalnorm ialah syarat
berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar.
Notonagoro menjelaskan bahwa secara ilmiah kaidah negara yang
fundamental mengandung beberapa unsur mutlak, yang dapat dilihat dari
dua segi.
 Dari segi terjadinya:
1. Ditentukan oleh pembentuk negara.
2. Terjelma dalam bentuk pernyataan lahir sebagai kehendak
pembentuk negara mengenai dasar-dasar Negara yang
dibentuk.
 Dari segi isinya memuat dasar-dasar negara yg dibentuk :
1. Asas Kerohanian Negara
2. Asas Politik Negara
3. Tujuan Negara
4. Memuat ketentuan diadakannya UU Negara
Dari hal tersebut, dapat kita lihat bahwa pembukaan UUD 1945
syarat mutlak staats fundamental norm. Hal ini dapat dilihat dari :
 Dari segi terjadinya:
1. Ditentukan oleh PPKI sebagai bentuk negara
2. Dalam alinea 3, dinyatakan “… maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
 Dari segi isinya memuat dasar-dasar negara yg dibentuk :
1. Asas kerohanian Negara yaitu Pancasila pada alinea 4, “ …
dengan berdasar kepada Ketuhanan ”
2. Asas Politik Negara yaitu kedaulatan rakyat, alinea 2 dan 4
3. Tujuan Negara terdapat pada alenia keempat
4. Ketentuan diadakannya UUD, alinea 4” … dalam suatu
UUD Negara Indonesia, …”
Karena Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak
sebagai staats fundamental norm, maka kedudukan pembukaan merupakan
peraturan hukum yang tertinggi di atas Undang-Undang Dasar.
Implikasinya, semua peraturan perundang-undangan dimulai dari pasal-
pasal dalam UUD 1945 sampai dengan Peraturan Daerah harus sesuai
dengan Pembukaan UUD 1945. Pancasila merupakan asas kerohanian dari
Pembukaan UUD1945 sebagai staats fundamental norm. Secara ilmiah-
akademis, pembukaan UUD 1945 sebagai staats fundamental norm
mempunyai hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi
negara yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi dapat
diubah (Notonagoro, 1982: 25).
G. Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam Batang Tubuh UUD 1945
sebagai Konstitusi Negara
Penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945
sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia adalah Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran
yang meliputi suasana kebatinan, cita-cita dan hukum dan cita-cita moral
bangsa Indonesia. Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumber dari
pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok pikiran
yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang
tubuh melalui pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Hubungan pembukaan UUD tahun 1945 yang memuat Pancasila
dalam batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan
kausal mengandung pengertian pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan batang tubuh
Negara Republik Indonesia tahun 1945, sedangkan hubungan organis
berarti pembukaan dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dijabarkannya pokok-pokok
pikiran UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang bersumber dari
Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan
suatu cita-cita hukum, tetapi telah menjadi hukum positif.
Sesuai dengan penjelasan UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945, pembukaan mengandung 4 pokok pikiran yang diciptakan dan
dijelaskan dalam batang tubuh. Keempat pokok pikiran tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pokok pikiran pertama berintikan “Persatuan”, yaitu “Negara
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2. Pokok pikiran kedua berintikan “Keadilan sosial”, yaitu “Negara
hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”.
3. Pokok pikiran ketiga berintikan “Kedaulatan Rakyat”, yaitu
“negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan”.
4. Pokok pikiran keempat berintikan “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
yaitu “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
H. Penyebab Terjadinya Dinamika atau Pasang Surut Wibawa Pancasila
sebagai Dasar Negara
Terjadinya dinamika atau pasang surut wibawa Pancasila sebagai
dasar Negara karena pancasila disini adalah sebagai ideologi nasional
maka dapat dilihat dari beberapa dimensi :
1. Dimensi idealitas yaitu mengandung cita-cita dan harapan dari
masyarakat.
2. Dimensi realitas yaitu sumber dari isi ideologi dilihat dari realitas
yang ada dilingkungan sekitar kita.
3. Dimensi normalitas yang berisikan aturan yang harus dipatuhi oleh
setiap warga negara.
4. Dimensi fleksibilitas yang berisikan dapat berubah dengan
perubahan zaman dan teknologi dan bersifat demokratis dan
terbuka.
Poin ke 4 inilah yang menjadi faktor adanya dinamika pancasila
sebagai dasarnegara, karena dilihat dari dimensi fleksibiltas maka
pancasila seharusnya berubah dengan seiring zaman yang ada dan melihat
realitas yang ada dimasyarakat yang semakin hari tidak mencerminkan
sifat-sifat yang terkandung pada pancasila.
 BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia adalah negara yang berpegang pada nilai-nilai pancasila. Pada
zaman globalisasi seperti sekarang, manusia sudah mulai berkurang
pemahaman nya tentang nilai-nilai Pancasila. Padahal Pancasila sebagai
Dasar Negara memiliki makna dan hakikat yaitu sebagai landasan hidup
yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Karena kurang nya
pemahaman terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara maka munculah
tantangan-tantangan yang harus dihadapi Pancasila. Masyarakat pada
dewasa ini haruslah lebih memahami tentang esensi dan urgensi Pancasila
sebagai Dasar Negara yang penjabaran nilai-nilainya terdapat pada Batang
Tubuh UUD 1945 sebagai konstitusi Negara guna mengurangi terjadinya
dinamika atau pasang surut wibawa Pancasila sebagai Dasar Negara.
B. Saran
Penulis beharap makalah ini dapat menjadi pengetahuan yang berguna
bagi para pembaca dan mahasiswa sehingga dapat menjadi pelajaran bagi
kita semua. Penulis sebagai mahasiswa masih membutuhkan kritik dan
saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan pada makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Nurwardani, P., et.al. (2016). Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.


Jakarta : Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Retrieved from :
http://kuliahdaring.dikti.go.id/s/file/viewterbuka/769389a3a51fe2ac48409a
2f6e6dc168cb2908bb ( diakses pada 23 April 2017 ).
Iqbal, H. (2002). Pokok-Pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Lestari, D. (2016). Makna Pancasila sebagai Dasar Negara. Retrieved from :
http://www.bukusekolah.org/2016/09/makna-pancasila-sebagai-dasar-
negara_5.html ( diakses pada 25 April 2017 ).
Abdurrohman. (2016). Pengertian Dasar Negara Beserta Hakikat dan
Manfaatnya menurut Para Ahli. Retrieved from :
http://ilmuagama.net/pengertian-dasar-negara/ ( diakses pada 25 April
2017 ).
Guru pendidikan. (2015). Pengertian Pancasila Sebagai Dasar Negara
Terlengkap. Retrieved from : http://www.gurupendidikan.com/pengertian-
pancasila-sebagai-dasar-negara-terlengkap/ ( diakses pada 25 April 2017 ).
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi republik Indonesia. (2016).
Pendidikan Pancasila. Retrieved from :
http://www.polsri.ac.id/belmawa/Buku_Pedoman_Mata_Kuliah_Wajib_2
016/8.%20PENDIDIKAN%20PANCASILA.pdf ( diakses pada 25 April
2017 ).
Kuliah Daring Dikti ( nd ). Pancasila sebagai Dasar Negara. Retrieved from :
kuliahdaring.dikti.go.id/lms1/mod/resource/view.php?id=9562 ( diakses
pada 25 April 2017 ).
Jambi Kota (2014). Pengertian dan Bentuk Sistem Pemerintahan. Retrieved from :
http://keckotabaru.jambikota.go.id/artikel/detail/14/pengertian-dan-
bentuk-sistem-pemerintahan-/#.WP8I_aXKmwE ( diakses pada 24 April
2017)
Republika. (1999). “Negara Kesatuan dan Negara Serikat”. Retrieved from :
https://www.mail-archive.com/diskusi-sara@mbe.ece.wisc.Edu/msg
00110.html. ( diakses pada 24 April 2017 )

Anda mungkin juga menyukai