Anda di halaman 1dari 9

Permasalahan Gizi pada Penyakit

Thalassemia

“Pencegahan Dini dan Bahaya Thalassemia”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Dosen pengampu : Natalia Desy P., S.Gz., M.Gizi

Disusun oleh :
Shifa Minhatun Niza’ (6511418052)
Syifa Meidia (6511418071)
Raisya Amaliana (6511418072)

PROGRAM STUDI GIZI


JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
Permasalahan Gizi pada Penyakit
Thalassemia
“Pencegahan Dini dan Bahaya Thalassemia”

PENDAHULUAN

1.1. Analisis Situasi

Thalasemia merupakan penyakit kelainan genetik dengan prevalensi terbanyak di


dunia. Tidak kurang dari 300.000 bayi dengan kelainan berat penyakit ini dilahirkan setiap
tahun di dunia, sedangkan jumlah penderita thalassemia heterosigotnya tidak kurang dari
250 juta orang. Thalasemia dapat ditemui di seluruh dunia, terutama pada negara-negara
yang termasuk dalam Thalassemia Belt. Negara-negara yang termasuk dalam Thalassemia
Belt diantaranya adalah Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika sub-sahara dan Mediterania.
Kementrian Kesehatan RI (Kemenkes RI) menyatakan bahwa sampai 2016 baru terdapat
9.121 pasien thalassemia mayor di Indonesia,akan tetapi sebenarnya masih banyak yang
belum terdeteksi dan mendapat pengobatan optimal. Menurut data sebanyak 10.531 pasien
terdeteksi menderita Talasemia Mayor. Sementara sebanyak 2.500 bayi yang baru lahir
diperkirakan membawa Talasemia setiap tahunnya. Akan tetapi sebenarnya masih banyak
yang belum terdeteksi dan mendapat pengobatan optimal. Thalasemia adalah suatu penyakit
keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk dengan
sempurna. Penyakit thalasemia belum ada obatnya, maka dari itu pencegahan dini lebih
penting diabndingkan dengan pengobatan. Pencegahan thalasemia dapat dilakukan dengan
tahapan screening, genetic counseling, serta diagnosisi parental. Salah satu pendekatan yang
dapat dilakukan untuk melakukan tahapan pencegahan thalasemia adalah dengan melakukan
family study, yaitu dengan melakukan penelusuran keluarga guna menemukan pembawa
sifat thalasemia. Karena, seorang anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang
tua maka akan menjadi pembawa sifat (carrier). Sedangkan jika seorang anak mewarisi gen
thalasemia dari kedua orangtuanya maka akan menderita thalasemia sedang sampai berat.
Dari pernyataan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diketahui perlunya
pemberian nasehat pada kelompok usia produktif mengenai thalasemia. Pernikahan yang
melibatkan sepasang orang dengan pembawa sifat thalasemia akan lebih baik dihindari
sebagai bentuk penekanan prevalensi pengidap thalasemia maupun pembawa sifat
thalasemia. Maka dari itu kami merencanakan program edukasi mengenai “Pencegahan Dini
dan Bahaya dari Thalasemia”. Pada program edukasi ini memiliki sasaran kelompok usia
produktif. Dengan rpogram edukasi ini diharapkan orang-orang pada kelompok usia
produktif akan menaruh perhatian lebih terhadap riwayat kesehatan dalam keluarganya
sebelum melakukan pernikahan sebagai pencegahan resiko terhadap sifat pembawa
thalasemia. Selain itu dengan memahami bahayan dari thalasemia diharapkan orang-orang
pada usia kelompok produktif akan lebih memahami untuk menghindari pernikahan antara
pembawa sifat thalasemia.
Program edukasi pencegahan thalasemia dapat dilakukan lewat media komunikasi
berupa pamflet dan video pendek yang menggambarkan bahaya dari thalasemia.
Pencegahan yang akan disosialisasikan pada masyarakat lebih berfokus pada metode family
study, yaitu dengan menemukan pembawa sifat thalasemia dalam sejarah keluarga. Selain
itu metode yang akan disosialisasikan lainnya adalah metode diagnosis genetik dimana
dilakukan pemeriksaan genetik terhadap pasangan pada saat pra-nikah serta pada pasangan
sudah menikah tetapi belum memilki anak. Kami memilih poster dan video pendek sebagai
media dikarenakan sasaran dari program ini adalah kelompok usia produktif yang
kebanyakan tidak memiliki banyak waktu untuk mendapatkan informasi dalam bentuk
edukasi langsung. Sedangkan dengan menggunakan poster dan video pendek, persebaran
media terdebut dapat berupa poster cetak maupun elektronik, serta video dan poster
nantinya dapat disebarluaskan melalui media sosial. Media poster dalam bentuk cetak dapat
disebarkan dengan ditempelkan di tempat-tempat dimana sering didatangi oleh kelompok
usia produktif, serta jika memungkinkan dapat dilakukan penyebaran poster yang disertai
dengan penjelasan singkat.
Setelah pemberian edukasi dilakukan, dapat dilakukan program tindak lanjut dengan
melakukan kolaborasi dersamaan dengan website-website maupun organisasi yang
menyediakan percobaan tes pra-nikah untuk memasukkan materi penyakit degeneratif
terutama thalasemia dalam materi pertanyaan dalam tes pra-nikah tersebut. Perlu diingat
edukasi ini bertujuan untuk menekan prevalensi pembawa sifat serta penderita thalasemia
lewat media edukasi dengan harapan orang-orang kelompok usia produktif akan lebih sadar
dan siap terhadap berbagai kemungkinan. Maka dari itu diperlukan metode edukasi yang
familiar dan tidak berkesan kontroversial.
1.2.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Sehubungan dengan analisis situasi yang telah dijelaskan diatas, dapat diuraikan
beberapa masalah yang teridentifikasi:
1. Prevalensi pengidap thalasemia sertapembawa sifat thalasemia terus menerus
meningkat pada setiap tahunnya. Thalasemia menjadi penyakit dengan
prevalensi terbanyak di dunia. Dari prevalensi yang tercatat badan RISKESDAS
2016 baru terdapat 9.121 pasien thalassemia mayor di Indonesia,akan tetapi
sebenarnya masih banyak yang belum terdeteksi dan mendapat pengobatan
optimal.
2. Thalasemia merupakan penyakit yang tidak dapat diobati. Sebelum melakukan
pengobatan akan lebih baik dilakukan pencegahan dengan menghindari
perkawinan sesama pembawa sifat thalasemia.
3. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai thalasemia. Hal tersebut ditandai
dengan peningkatan prevalensi thalasemia yang terus menerus meningkat serta
masih banyak pengidap maupun pembawa sifat thalasemia yang belum
terdeteksi.
4. Sulitnya melakukan tindakan preventif secara tegas terhadap masyarakat untuk
penekanan prevalensi thalasemia. Thalasemia tidak dapat disobati maka hal yang
dapat dilakukan adalah pencegahan dengan menghindari perkawinan antar
pembawa sifat. Yang dapat dilakukan sebagai pencegahan hanyalah himbauan
untuk menghindari pernikahan antara pembawa sifat, tidak dapat dilarang karena
dapat melanggar hak seseorang untuk melanjutkan keturunanya.

Dari penjelasan masalah yang teridentifikasi tersebut didapatkan beberapa rumusan


masalah :
1. Bagaimanakah cara pencegahan dini terhadap penyakit thalasemia?
2. Tindak lanjut apa yang dapat dilakukan setelah dilaksanakannya program
edukasi mengenai Pencegahan Dini dan Bahaya Thalasemia?

1.3.Tujuan Kegiatan
Dari beberapa masalah yang telah dirumuskan sebelumnya didapatkan beberapa tujuan
kegiatan untuk menjawab masalah yang ada :
1. Mengetahui cara pencegahan dini penyakit thalasemia.
2. Merencanakan tindak lanjut yang dapat dilakukan setelah dilakukannya edukasi.

1.4. Manfaat Kegiatan


Dari kegiatan yang telah direncanakan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut
1. Dengan kegiatan edukasi thalasemia ini diharapkan dapat membantu
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dini
thalasemia serta bahaya yang dapat ditimbulkan thalasemia. Dengan peningkatan
kesadaran mengenai pencegahan thalasemia, maka diharapkan akan berakibat
juga terhadap penurunan prevalensi baik pengidap maupun pembawa sifat
thalasemia.
2. Dari kegiatan ini diharapkan daapt diketahui respon ataupun timbal balik dari
saaran yaitu kelompok usia produktif terhadap media yang digunakan. Dari
respon yang diberikan dapat diketahui apakah media yang digunakan dalam
program edukasi ini sesuai atau tidak.

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Nelson (2000), Thalasemia adalah sekelompok heterogen anemia
hipokormik penyakit herediter dengan berbagai derajat keparahan. Thalasemia
merupakan penyakit kongenetal herediter yang diturunkan secara autosomal
berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau tidak
terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini
mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah di dalam oembuluh darah sehingga
umur eritrosit menjadi pendek (Ganie, 2005; Mandleco & Pott, 2007).
Thalassemia merupakan sidnrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabakan oleh
gangguan system hemoglobin akibat mutasi di dakam atau dekat gen globin (Nurarif,
2013). Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni
perubahan rangkaian asam amino acid sequence rantai globin tertentu, disebut
hemoglobinopati struktural. Perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi
rantai globin tertentu disebut Thalasemia.
Thalassemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis hemoglobin yang
mengalami gangguan menjadi Thalasemia alfa dan beta. Sedangkan berdasarkan
jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson (2009)
mengklasifikasikan Thalasemia menjadi :
a. Thalassemia Minor (Trait)
Thalassemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat
namun orang tersebut dapat mewariskan gen thalasemia pada anak-anaknya.
Thalassemia minor ini sudah ada sejak lahir dan tetap ada sepanjang hidup
penderita, jadi tidak perlu transfusi darah dalam hidupnya.
b. Thalassemia Intermedia
Thalassemia intermedia merupakan kondisi antara thalasemia mayor dan minor,
jadi penderita thalassemia intermedia mungkin memerlukan transfusi darah
secara berkala, serta penderita jenis ini dapat bertahan hidup sampai dewasa.
c. Thalassemia Mayor
Thalassemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia yang dapat terjadi apabila
kedua orangtua mempunyai sifat pembawa thalassemia (Carrier). Anak-anak
dengan thalassemia mayor akan tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita
kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita thalassemia mayor ini
memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya serta dapat
meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila penderita
thalassemia mayor tidak dirawat, maka usia penderita hanya bertahan hidup
sampai 5-6 tahun (Potts & Mandleco, 2007).

MATERI DAN METODE PELAKSANAAN

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah

Kelompok sasaran usia


produktif

Edukasi berupa penyuluhan

Menonton video pendek


tentang faktor risiko
Thalassemia

Dibagikan pamflet

3.2 Realita Pemecahan Masalah


Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalassemia dunia, yaitu
negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi. Hal ini
terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa
frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10%. Usaha pencegahan yang yang dapat
dilakukan oleh pemerintah ialah dengan cara retrospektif dan prospektif, karena
sampai saat ini belum ditemukan obat untuk penyakit tersebut. Usaha retrospektif
ialah usaha pemeriksaan yang dilakukan terhadap keluarga penderita yang sudah
dikenal, sedangkan usaha prospektif ialah melakukan pemeriksaan skrining terhadap
populasi yang belum dikenal. Strategi untuk pemeriksaan prospektif ini melalui
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Sosialisasi dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
2. Melakukan skrining mencari pembawa sifat dan pasangan resiko tinggi.
3. Konseling.
4. Diagnosis antenatal

Di Indonesia tahap-tahap itu sedang diusahakan oleh berbagai institusi, baik


institusi penelitian maupun institusi pendidikan. Berdasarkan upaya strategi
pemeriksaan prospektif tersebut, realita pemecahan masalah kami yaitu dengan
melakukan edukasi penyuluhan kepada kelompok usia produktif. Pada usia produktif
biasanya orang-orang akan mencari pasangannya masing-masing, nah pada
kelompok usia produktif inilah yang akan menjadi sasaran penyuluhan kami.
Pentingnya mengetahui kondisi kesehatan masing-masing merupakan hal yang
sangat penting. Karena thalassemia ini bersifat genetic, seseorang yang terlihat sehat
bisa saja membawa faktor genetic kepada anak keturunannya. Hal inilah yang harus
diwaspadai dari awal. Setiap orang usia produktif harus mengetahui apakah didalam
dirinya bisa membawa gen thalassemia atau tidak. Penyuluhan yang dilakukan untuk
mengedukasi kelompok usia produktif agar menyadari pentingnya pemeriksaan
kesehatan sebelum menikah, guna mengetahui apa saja faktor risiko untuk anak-
anaknya nanti.
Penyuluhan ini akan dilakukan di sebuah desa di Kota Semarang, dengan sasaran
utama kelompok usia produktif. Pada saat dilakukan penyuluhan, akan ditampilkan
video berdurasi pendek yang memuat materi tentang apa saja dan bagaimana faktor
risiko dari thalassemia itu sendiri. Setelah dilakukannya penyuluhan, akan dibagikan
media edukasi leaflet, guna mempermudah kelompok sasaran untuk mengingat
kembali atau untuk mengulas kembali beberapa materi-materi yang telah
disampaikan. Media leaflet mudah dibawa kemana-mana dan mudah untuk
disimpan, sehingga diharapkan kepada kelompok usia produktif agar benar-benar
memperhatikan bahwa penyakit thalassemia ini bukan penyakit yang dapat
diabaikan.

3.3 Khalayak Sasaran


Sasaran dari Kegiatan ini yaitu pada kelompok usia produktif . Yang dimana
pada usia produktif kebanyakan akan memilih pasangan untuk hidup. Penyakit
thalassemia ini diturunkan memlui genetik, tentu saja dengan mengedukasi
kelompok usia produktif akan sangat membantu dalam penanganan penyakit
thasalemia. Jika salah satu atau kedua pasangan suami istri memiliki riwayat
penyakit thalassemia, bisa saja sang anak nantinya juga akan memiliki penyakit yang
diderita oleh salah satu/kedua orangtuanya. Tidak terlalu banyak orang yang
mengetahui tentang penyakit thalassemia ini kecuali orang yang menderitanya.
kurangnya pengetahuan tentang thalassemia ini menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan masih banyaknya anak-anak yang memiliki penyakit thalassemia.
Maka dari itu kani ingin melakukan edukasi kepada kelompok usia produktif agar
bisa meminimalisir anak yang lahir dengan thalassemia ini.

3.4 Metode yang Digunakan


Kegiatan kali ini yaitu dengan mengedukasi kelompok usia produktif
menggunakan media audiovisual yang berupa video berdurasi pendek yang memuat
materi tentang apa saja dan bagaimana faktor risiko dari thalassemia itu sendiri.
Pemilihan video berdurasi pendek dalam mengedukasi ini bertujuan agar kelompok
terseut lebih mudah mengerti tentang materi tang disampaikan. Selan menggunakan
video kami juga akan membagikan media leaflet. Pemilihan media leaflet ini
dikarenakan pada leaflet, informasi yang ingin disampaikan lebih singkat, padat dan
jelas, serta mudah dimengerti. Dan media leaflet ini mudah dibawa kemana saja dan
mudah untuk disimpan, sehingga diharapkan materi penyuluhan yang disampaikan bisa
lebih mudah diingat dan dimengerti
.
DAFTAR PUSTAKA

Wahidiyat, I. (2016). Thalassemia dan permasalahannya di Indonesia. Sari


Pediatri, 5(1), 2-3.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/1/2018


Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Thalasemia

Suryani, E., Wiharto, W. dan Wahyudiani, K. N. (2016) “Identifikasi Anemia


Thalasemia Betha (?) Mayor Berdasarkan Morfologi Sel Darah Merah,” Scientific Journal of
Informatics, 2(1), hal. 15–27. doi: 10.15294/sji.v2i1.4525.

(Usla, Wus dan Susi, 2001)Usla, W., Wus, S. dan Susi, S. (2001) “PREVALENSI
ANEMIA DAN THALASEHA KAWER PADA KELOMPOK WANITA USlA SUBUR
(WUS),” 24, hal. 38–43.

Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. Aesculapius, Jakarta.

Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal


Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit. (2017). Penyakit Thalasemia. Diakses 6 April 2020,
url : http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-kanker-dan-kelainan-
darah/thalassemia-faq. 

Anda mungkin juga menyukai