Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN DASAR BUDIDAYA TANAMAN

PANEN DAN PASCA PANEN

Oleh :
Nama : Rahmat Azharuddinsyah
NIM : 155040100111079
Kelas :Y
Asisten : Asmaul Novitasari
Prodi : Agribisnis

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Panen merupakan serangkaian dari proses budidaya tanaman. Panen ialah
kegiatan pemungutan hasil pertanian yang cukup umur dan sudah layak/saatnya
dipanen. Jadi kegiatan panen tidak dapat dilakukan kapan saja. Dalam pemanenan
hasil pertanian ada beberapa kriteria yang harus petani ketahui sebelum
melakukan pemanenan, diantaranya: warna daun, ukuran, dll.
Kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan ialah penanganan pasca panen,
yaitu kegiatan untuk mengolah hasil panen sehingga dapat dikonsumsi. Banyak
tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penanganan pasca panen terutama untuk
produk buah dan sayur. Kegiatan pasca panen tersebut bertujuan agar dapat
mempertahankan kualitas serta mutu hingga pada saat pemasaran kepada
konsumen serta meningkatkan nilai ekonomis dari hasil usaha tani. Maka dari itu
kegiatan panen serta pasca panen sangat penting untuk diketahui bagi yang
melakukan usaha pertanian.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum panen dan pasca panen adalah untuk
mengetahui perubahan warna, fisik, lendir dan bau serta munculnya organisme
pada komoditas kubis setelah dilakukan kegiatan pasca panen dari beberapa
perlakuan pengamatan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Panen dan Pascapanen
2.1.1 Definisi Panen
Panen adalah suatu proses akhir dan tindakan manusia dalam hal
budidaya tanaman dimana pertumbuhan tanaman biasanya akan terjadi
perubahan secara fisiologis maupun morfologi dari tanaman tersebut
(Setyono, 2001).
Panen adalah hasil dari pertanian kegiatan untuk mengumpulkan dari
pengolahan tanah. Istilah ini paling sering digunakan dalam kegiatan
pertanian dan menandai berakhirnya kegiatan di lahan (Rumiati, 1982).
Panen adalah kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan
budidaya (Ruminten, 1982).
2.1.2 Definisi Pasca Panen
Pasca panen adalah tahapan yang dimulai sejak pemungutan hasil
pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan, hortikultura, perkebunan
sampai siap dipasarkan (Soemardi, 1986).
Pasca panen diartikan sebagai berbagai tindakan/perlakuan yang
diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di
tangan konsumen (Purwadana, 1994)
Pasca panen adalah kegiatan setelah panen hingga hasil panen dapat
dikonsumsi (Dhalimi, 1990).

2.2 Kriteria Panen


Menurut Mutiarawati (2007) untuk menentukan “kematangan” yang tepat
dan saat panen yang sesuai dapat dilakukan berbagai cara, sebagai berikut:
1. Cara visual/ penampakan : misal dilihat dari warna kulit, ukuran dan bentuk
buah
2. Cara fisik : misal dengan perabaan, buah lunak, umbi keras.
3. Cara komputasi : menghitung umur tanaman sejak tanam atau umur buah dari
mekarnya bunga.
4. Cara kimia : melakukan pengukuran/ analisis kandungan zat atau senyawa
yang ada dalam komoditas, seperti kadar gula.
Melakukan penanganan yang baik, yaitu menekan kerusakan yang dapat
terjadi. Dalam suatu usaha pertanian (bisnis) cara-cara yang dipilih perlu
diperhitungkan.disesuaikan dengan kecepatan/waktu yang diperlukan (sesingkat
mungkin) dan dengan biaya rendah.

2.3 Faktor Penyebab Kerusakan Hasil Panen


2.3.1 Faktor Internal
Menurut Pustaka, 2007 Faktor internal terdiri dari beberapa macam, yaitu :
 Faktor biologi : respirasi, produksi etilen, perubahan komposisi kimia,
dan transpirasi.
 Faktor lingkungan : suhu, kelembaban, dan komposisi atmosfer.
2.3.2 Faktor Eksternal
Menurut Beveridge, T. H. J. (2003) faktor eksternal ada beberapa, yaitu :
1. Relatif Humidity (Kelembaban Relatif)
Relatif humidity (RH) ruangan di mana produk hortikultura disimpan
akan mempengaruhi kualitas produknya. Apabila RH ruang simpan
produk hortikulura terlalu rendah maka akan menyebabkan produk
hortikulura yang disimpan akan mengalami kelayuan dan pengkerutan
yang lebih cepat. Tetapi sebaliknya apabila RH ruang simpan produk
hortikultura terlalu tinggi juga akan mempercepat proses kerusakan
produk simpanan, karena akan memacu munculnya jamur-jamur pada
produk simpanan. Pada RH mendekati 100 % akan memberikan kondisi
yang cukup baik bagi pertumbuhan jamur atau pertumbuhan jamur akan
sangat hebat sehingga sampai pada bagian dinding ruang simpan juga
bagian atapnyapun akan ditumbuhi jamur.
2. Sirkulasi Udara
Pergeseran atau sikulasi udara diruang penyimpanan yang cepat
selama proses precooling produk simpanan dimaksudkan untuk
menghilangkan panas dari produk hortikultura yang dibawa dari lapang,
setelah panas dari lapang tersebut dipindahkan maka selanjutnya
kecepatan sirkulasi udaranya dikurangi. Di dalam ruang penyimpanan
sirkulasi udara diperlukan dengan tujuan agar panas yang terjadi selama
berlangsungnya proses respirasi dari produk dapat diturunkan atau
dihilangkan juga dengan maksud untuk menyeragamkan kondisi /suhu
ruang simpan dari ujung satu dengan ujung yang lainnya.
3. Respirasi
Produk hortikultura yang disimpan dalam bentuk segar baik itu
sayur-sayuran ataupun buah-buahan proses yang terjadi dalam produk
adalah respirasi. Dalam proses respirasi ini akan terjadi perombakan gula
menjadi CO2 dan air (H2O).

2.4 Macam Kegiatan Pascapanen


MenurutL.W. Rooney and D.S. Murty(1982) kegiatan penanganan pasca
panen ada 8, yaitu :
1. Pemanenan
Pemanenan sayuran harus dilakukan secara hati-hati jangan sampai
terjatuh, tergores, memar dan sebagainya, karena luka yang disebabkan oleh
hal tersebut akan menyebabkan terjadinya pembusukan akibat peningkatan laju
respirasi.
2. Pengumpulan
Lokasi pengumpulan harus didekatkan dengan tempat pemanenan, agar
tidak terjadi penyusutan atau penurunan kualitas akibat pengangkutan dari dan
ke tempat penampungan.Perlakukan/tindakan penanganan dan spesifikasi
wadah yang digunakan harus disesuaikan dengan sifat dan karakteristik
komoditi.Wadah sebagai tempat penampung antara lain berupa keranjang, peti
atau karung goni.Produk segar harus dihindarkan dari kontak langsung sinar
matahari.
3. Sortasi
Sortasi merupakan kegiatan memisahkan sayuran yang berkualitas kurang
baik, seperti cacat, luka, busuk dan bentuknya tidak normal dari sayuran yang
berkualitas baik. Pada proses sortasi dapat dilakukan proses pembersihan, yaitu
membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan seperti daun tua, cacat atau
busuk.
4. Pembersihan
Pencucian dilakukan agar sayuran terbebas dari kotoran, hama dan
penyakit. Dilakukan dengan menggunakan air bersih yang mengalir yang
bertujuan untuk menghindari kontaminasi. Pencucian dengan air juga berfungsi
sebagai pre-cooling untuk mengatasi kelebihan panas yang dikeluarkan produk
saat proses pemanenan.
5. Grading/Pengelasan
Pengkelasan dimaksudkan untuk mendapatka sayuran yang bermutu baik
dan seragam dalam satu golongan atau kelas yang sama sesuai dengan standart
mutu yang telah ditetapkan atau atas permintaan konsumen. Pengkelasan
dilakukan berdasarkan berat, besar, bentuk, rupa, warna, bebas dari penyakit,
dan cacat lainnya.
6. Pengemasan
Kemasan harus memberi perlindungan terhadap sifat mudah rusak sayuran
yang menyangkut ukuran, bentuk konstriktuksi dan bahan yang dipakai.
7. Penyimpanan dan Pendinginan
 Pendinginan dengan udara atau dingin yang mengalir ( air cooling )
 Pendinginan dengan merendam dalam air dingin mengalir atau dengan
pencucian dengan air dingin (hydro cooling)
 Pendinginan dengan cara kontak dengan es (ice cooling)
8. Transportasi
Pengangkutan sayuran dapat dilakukan melalui jalan darat, melalui laut,
dan melalui udara. Pada tahap ini, kemasan harus sudah memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu :
a. Melindungi sayuran dari kerusakan mekanik
b. Tidak menghambat lolosnya panas bahan  dan panas pernapasan dari produk
c. Mempunyai kekuatan konstruksi yang cukup untuk mengatasi penanganan
dan penumpukan yang wajar
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
No Nama Alat Fungsi
.
1. Timbangan untuk mengukur berat sayuran
2. Wrapping Plastic untuk membungkus sayuran
3. Sterofom sebagai tempat sayuran
4. Kamera sebagai alat dokumentasi
5. Alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan
6. Gunting untuk menggunting wrapping plastic
7. Lemari pendingin tempat penyimpanan bahan pengamatan

3.1.2 Bahan
No Nama Bahan Fungsi
1 Kubis sebagai objek pengamatan

3.2 Cara Kerja

Menyiapkan alat dan bahan

Menimbang berat awal kubis

Membungkus kubis Kubis dibiarkan terbuka


menggunakan plastic wrap tanpa wrapping plastic

Meletakkan kubis kedalam lemari pendingin


dan tempat bersuhu ruangan

Mengamati dan mencatat hasil perubahan fisiologis


pada kubis setiap hari selama 10 hari
Mendokumentasikan hasil pengamatan

3.3 Analisa Perlakuan


Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan.
Selanjutnya, memilih bahan atau sayuran yang layak untuk diamati, artinya belum
ada busuk pada bahan tersebut, sehingga akan teramati dengan jelas kualitas
bahan atau sayuran tersebut. Dalam praktikum kali ini kami menggunakan sayur
kubis. Setelah memilih bahan yang dilakukan selanjutnya adalah menimbang
bahan yang telah terpilih untuk dipisahkan dalam empat perlakuan yang berbeda
dengan berat yang sama. Selanjutnya, mengemas dengan Wrapping plastic,
sedangkan dua lainnya tanpa menggunakan Wrapping plastic. Setelah
pengemasan selesai, langkah berikutnya adalah menyimpannya dalam kondisi
ruang yang berbeda yaitu dalam suhu ruang dan dalam ruang pendinginan.
Kemudian mengamati bahan dan menimbang bahan selama 10 hari menggunakan
timbangan. Langkah terakhir adalah mencatat dan mendokumentasikan setiap
hasil pengamatan agar dapat terlihat perbedaan yang terjadi

3.4 Parameter
Parameter yang digunakan pada praktikum panen dan pasca panen adalah
perubahan bobot, warna, fisik, bau dan munculnya organisme. Pada kubis
perlakuan yang digunakan ada 2 indikator, yaitu: menggunakan wrapping plastic
dan tanpa menggunakan wrapping plastic. Kemudian perlakuan lain yang
dilakukan adalah perlakuan pada kubis yang disimpan pada lemari pendingin dan
yang kedua perlakuan pada kubis yang dibiarkan ditempat terbuka.
Pengamatan perubahanan berat dilakukan dnegan cara menimbang bahan
selama 10 hari apakah berat bahan semakin bertambah atau berkurang.
Mengamati perbedaan warna, apakah warna bahan semakin memucat. Mengamati
perbedaan fisik, apakah kondisi bahan tetap segar atau terdapat bintil-bintil pada
bahan hingga layu. Mengamati bahan apakah terdapat lendir pada bahan dan
apakah tercium bau busuk dari bahan. Serta mengamati organisme, apakah selama
percobaan 10 hari terdapat organisme yang muncul pada bahan. Pengamatan
dilakuan 2 hari sekali selama 10 hari.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
4.1.1 Perlakuan A (Kubis Tanpa Wrapping dan Disimpan pada Suhu Ruang)
Pada perlakuan A komoditas kubis dikemas tanpa wrapping dan diletakkan
di suhu ruang, berdasarkan hasil pengamatan pengaruh pengemasan dan
perbedaan suhu penyimpanan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Perlakuan A dikemas tanpa wrapping dan disimpam di suhu ruang

Penga- Parameter Pengamatan


matan Bobot Perubaha Perubaha Lendir Munculnya Dokum
ke- Komoditas n Warna n Fisik dan Bau Organisme entasi
(g)
1 250gr Belum Belum Belum Belum
terjadi terjadi berlendir muncul
perubahan perubaha dan belum organisme
warna n fisik berbau
2 Terdapat Daun Tidak Belum
warna sedikit berlendir muncul
kehitaman menggul dan belum organisme
pada ung berbau
ujung
helai dan
tulang
daunnya
3 Warna Layu dan Tidak Belum
kehitaman hampir berlendir muncul
mulai seluruh dan mulai organisme
menyebar helai berbau
di daun busuk
permukaa menggul
n kubis ung
4 Warna Layu dan Tidak Belum
hitam helai berlendir muncul
kecoklata daun dan organisme
n menggul berbau
menyebar ung busuk
sampai
pada
bagian
bongkol
5 Warna Layu di Tidak Tidak
hitam seluruh berlendir, muncul
meluas di permuka berbau organisme
seluruh an busuk dan
permukaa menyenga
n kubis t
sampai
bongkol
Dari tabel hasil pengamatan kubis diatas dapat dilihat bahwa kubis yang
disimpan tanpa menggunakan perlakuan pasca panen yaitu tanpa menggunakan
plastik wrapping akan cepat mengalami pembusukkan. Hal ini ditandai dengan
perubahan secara fisik seperti perubahan warna dan adanya bau busuk pada
permukaan kubis. Dari hasil penyimpanan, pada pengamatan ke 2 telah terjadi
perubahaan fisik yang ditandai dengan munculnya warna kehitaman pada
permukaan daun dan daunnya layu hingga menggulung. Hal ini terus berlanjut
sampai pada pengamatan ke 5. Pada pengamatan ke 5 dapat dilihat bahwa kubis
mulai berubah warna menjadi kehitaman dari mulai permukaan hingga ke
bongkol. Serta pada akhir pengamatan kubis menjadi busuk dan berbau tidak
sedap serta sedikit menyengat. Namun, sampai akhir pengamatan terakhir tidak
ditemukan orgnisme pada kubis.
4.1.2 Perlakuan B (Kubis tanpa wrapping dalam lemari pendingin)
Pada perlakuan B komoditas kubis tidak dikemas menggunakan wrapping
dan diletakkan di lemari pendingin, berdasarkan hasil pengamatan pengaruh
pengemasan dan perbedaan suhu penyimpanan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Perlakuan B dikemas tanpa menggunakan wrapping dan diletakkan di
lemari pendingin
Penga Parameter Pengamatan
matan Bobot Perubahan Perubahan Lendir Munculnya Dokum
ke- Komodi Warna Fisik dan Bau Organisme entasi
tas
(g)
1 210gr Hijau Belum Tidak Tidak
keputihan terjadi Berbau muncul
perubahan dan tidak organisme
fisik berlendir
2 200gr Hijau Mulai ada Tidak Tidak
keputihan perubahan Berbau muncul
dan sangat (daun dan tidak organisme
sedikit kubis berlendir
ada mulai
kecoklata menyusut/
n menggulun
g daun
bagian
luarnya)
3 185gr Hijau Daun kubis Tidak Tidak
sedikit menyusut/ Berbau muncul
kecoklata menggulun dan tidak organisme
n g daun berlendir
bagian
luarnya)
4 175gr Hijau Daun kubis Tidak Tidak
kecoklata menyusut/ Berbau muncul
n menggulun dan tidak organisme
g daun berlendir
bagian
luarnya
5 165gr Hijau Perubahan Tidak Tidak
kecoklata semakin Berbau muncul
n terlihat dan tidak organisme
(daun berlendir
kubis
semakinme
nyusut/me
nggulung
daun
bagian
luarnya)
Dari hasil tabel diatas, dapat diketahui bahwa kubis yang disimpan tanpa
menggunakan perlakuan pasca panen yaitu tanpa dibungkus dengan plastik
wrapping dan disimpan dalam lemari es terjadi perubahan secara fisik khusunya
pada bagian warna kubis. Pada pengamatan ke 2 belum terjadi perubahan yang
kasat mata. Namun pada minggu terakhir pengamatan dapat diketahui bahwa
kubis yang awalnya mempunyai berat 300gr mulai menyusut hingga menjadi
165gr, warna dari hijau muda berubah menjadi hijau kecoklatan dan daun semakin
menyusut serta menggulung namun tidak mengeluarkan bau menyengat dan tidak
muncul organisme.
4.1.3 Perlakuan C (Kubis Menggunakan Plastik Wrapping dan Disimpan
pada Suhu Ruang)
Pada perlakuan C komoditas kubis dikemas menggunakan plastik
wrapping dan dibiarkan pada suhu ruang, berdasarkan hasil pengamatan pengaruh
pengemasan dan perbedaan suhu penyimpanan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Perlakuan C dikemas menggunakan wrapping dan disimpan pada suhu
ruang
Penga Parameter Pengamatan
matan Bobot Perubahan Perubahan Lendir Munculnya Dokum
ke- Komodi Warna Fisik dan Bau Organisme entasi
tas
(g)
1 351gr Hijau Belum terjadi Berbau Tidak
keputihan perubahan segar muncul
fisik dan organisme
tidak
berlend
ir
2 351gr Hijau Daun masih Berbau Tidak
kehitaman tetap seperti segar muncul
semula dan organisme
hanya ada tidak
bercak- berlend
bercak hitam ir
keabuan
3 321gr Hijau Daun masih Tidak Tidak
kehitaman tetap seperti Berbau muncul
semula dan organisme
hanya tidak
muncul berlend
bercak hitam ir
keabuan
yang
jumlahnya
lebih banyak
daripada
pengamatan
sebelumnya
4 316gr Hijau Daun masih Tidak Tidak
kehitaman tetap seperti Berbau muncul
semua hanya dan organisme
muncul tidak
bercak hitam berlend
keabuan dan ir
pada bagian
dasar kubis,
muncul
bercak hitam
yang agak
besar
5 307gr Hijau Daun masih Tidak Tidak
kehitaman tetap Berbau muncul
dengan bentuknya dan organisme
keluarnya seperti tidak
pigmen semula berlend
warna hanya ir
hijau muncul
bercak hitam
pada bagian
permukaan
dan bagian
dasar yang
sudah
membesar
dan semakin
menghitam

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa kubis yang
dikemas menggunakan plastik wrapping dan diletakkan pada suhu kamar
cenderung lebih tahan lama. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan terakhir bahwa
bobot kubis tidak menurun secara signifikan, tidak terjadi perubahan warna karena
warna tetap hijau, adanya perubahan fisik yang ditandai dengan sedikit muncul
bercak kehitaman, dan tidak berbau busuk maupun berlendir, serta tidak
ditemukan organisme dalam permukaan daun kubis.
4.1.4 Perlakuan D (Kubis dengan Menggunakan Plastik Wrapping dan
Disimpan pada lemari pendingin)
Pada perlakuan ini, komoditas kubis dikemas menggunakan wrapping dan
disimpan di lemari pendingin, berdasarkan hasil pengamatan pengaruh
pengemasan dan perbedaan suhu penyimpanan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Perlakuan D dikemas menggunakan wrapping dan disimpan di lemari
pendingin
Penga Parameter Pengamatan
matan
ke- Bobot Perubahan Perubaha Lendir Munculnya Dokum
Komo Warna n Fisik dan Bau Organisme entasi
ditas
(g)
1 300gr Belum terjadi Belum Belum Belum
perubahan terjadi berlendir muncul
warna perubaha dan organisme
n fisik belum
berbau
2 Terjadi Daun Tidak Belum
perubahan kubis berlendir muncul
warna sedikit sedikit dan organisme
hijau tua pada layu belum
beberapa daun berbau
kubis
5 Warna daun Layu di Tidak Tidak
kubis pucat seperem berlendir muncul
dan terdapat pat dan organisme
warna coklat bagian Berbau
yang sedikit kubis sedikit
meluas di mencolo
tulang-tulang k
daun kubis
Dari hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa pada pengamatan kubis yang
menggunakan perlakuan pasca panen yaitu dengan dibungkus menggunakan
plastik wrapping dan disimpan di lemari pendingin pada minggu pertama belum
terjadi perubahan warna dan perubahan fisik secara signifikan. Pada pengamatan
ke tiga dan ke empat ini terjadi human eror, sehingga tidak bisa didapatkan data
pada pengamatan tersebut.
Perubahan secara fisik, yaitu perubahan warna terjadi pada minggu kedua
setelah pengamatan, yaitu kubis menjadi berwarna sedikit kecoklatan dan daun
menjadi sedikit layu. Pada pengamatan pada minggu kedua ini belum timbul bau
yang mencolok dan belum muncul organisme. Sedangkan, pada pengamatan
terakhir, kubis menjadi berbau sedikit mencolok dan berubah warna menjadi
coklat pada seperempat bagian. Namun tidak muncul lendir dan organisme pada
permukaan kubis.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Bobot Komoditas
400 Pengamatan ke-
350
300
Bobot Komoditas

250
Perlakuan A
200
Perlakuan B
150 Perlakuan C
100 Perlakuan D
(g)

50
0
1 2 3 4 5

Dari gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa, pada perlakuan A dan D
terjadi human eror pada pengamatan kedua hingga pengamatan terakhir.
Pengamat tidak melakukan pengamatan penimbangan berat kubis setelah minggu
pertama pengamatan. Sedangkan pada perlakuan B dan C, hampir sama, yaitu
kubis mengalami penyusutan berat namun tidak terlalu signifikan.
Grafik diatas, menunjukkan bahwa pengemasan dan penanganan pasca
panen paling baik terdapat pada perlakuan C, yaitu kubis dikemas menggunakan
plastik wrapping dan disimpan pada suhu ruang. Plastik wrapping ini terbukti
dapat memperpanjang umur kubis meskipun tidak disimpan dalam lemari
pendingin. Penggunaan plastik wrapping ini sangat baik karena dapat
meningkatkan daya beli konsumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Akamine, et.
al (1986) yang menyebutkan bahwa pelapisan mampu memberikan penampakan
yang lebih menarik dan lebih diterima konsumen.
4.2.2 Perubahan Warna
Perubahan warna pada daun kubis rata-rata berubah warna menjadi
kecoklataan pada seluruh permukaannya. Warna kecoklatan pada kubis ini
merupakan salah satu penyakit yang sering terdapat pada kubis yang disebabkan
oleh bakteri dan patogen luar benih.
Untuk mengatasi timbulnya perubahan warna tersebut, maka perlakuan
paling baik dilakukan adalah perlakuan D, yaitu kubis dikemas menggunakan
plastik wrapping dan diletakkan pada lemari pendingin. Penggunaan plastik
wrapping juga mengurangi kontasminasi dengan udara luar yang dapat membawa
bibit-bibit dari mikroorganisme. Selain itu, penyimpanan dengan menggunakan
lemari pendingin juga akan menyebabkan aktifitas mikroorganisme terhambat.
Hal ini sejalan dengan Pantastico (1986) yang menyatakan bahwa penyimpanan
pada lemari pendingin juga ikut menghambat perkembangan mikroorganisme
karena pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunya
laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan.
4.2.3 PerubahanFisik
Perubahan fisik dari kubis yang terlihat adalah daun kubis menggulung
dan adanya perubahan warna pada daun terluar. Hal ini disebabkan karena semua
komoditas holtikultura termasuk kubis memiliki daya simpan yang tidak tahan
lama dan akan cepat mengalami perubahan secara fisik. Daya simpan dari produk
holtikultura ini sangat singkat karena masih ada peningkatan respirasi setelah
dilakukannya pemanenan. Pengemasan dengan plastik wrapping adalah salah satu
cara untuk menurunkan respirasi produk sayuran segar.
Pada hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perlakuan paling baik untuk
kubis adalah perlakuan D. Hal ini dapat dilihat pada hasil akhir pengamatan pada
kubis, hanya mengalami layu pada seperempat bagiannya saja. Pada perlakuan A,
B, dan C daun pada kubis menggulung dan rata-rata berubah menjadi warna
coklat pada semua bagian. Penyimpanan dengan menggunakan plastik wrapping
dan disimpan pada suhu rendah dapat memperlambat proses pembusukan pada
produk hortikultura. Hal ini sejalan dengan pendapat Wills (1981) berpendapat
bahwa pada penyimpanan suhu rendah dapat mengurangi kegiatan respirasi dan
metabolisme, memperlambat proses penuaan, mencegah kehilangan air dan
mencegah kelayuan.
4.2.4 Ada Tidaknya Bau dan Lendir
Pada perlakuan B dan C kubis tidak mengalami perubahan bau. Dari hasil
yang diperoleh, dapat diketahui bahwa perlakuan B dan C efektif untuk menjaga
daya tahan kubis karena disimpan dalam pendingin dan tidak menimbulkan bau.
Pada perlakuan A dan B tidak efektif untuk menjaga daya tahan kubis karena
disimpan pada suhu ruangan yang terkena udara secara bebas sehingga dapat
menimbulkan bau. Sedangkan pada semua perlakuan yang telah dilakukan, tidak
ditemukan adanya lendir pada permukaan daun kubis. Hal ini disebabkan, tidak
ada mikroorganisme yang berkembang di dalam sayuran kubis tersebut.
4.2.5 Munculnya Organisme
Pada semua perlakuan pengamatan, tidak ditemukan adanya
mikroorganisme yang tumbuh dalam permukaan daun dan tidak ditemukan
kerusakan akibat adanya aktifitas dari organisme. Hal ini sependapat dengan
Imade (2001) yang menyatakan bahwa apabila terjadi kerusakan fisik memacu
kerusakan fisiologis maupun patologis atau serangan mikroorganisme pembusuk.
Sedangkan pada pengamatan tidak ada indikasi adanya kerusakan fisik yang dapat
menyebabkan munculnya organism.

5 KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan, perlakuan yang diberikan dengan menggunakan lemari
pendingin dan ditutup dengan plastik wrapping lebih baik dalam menjaga
ketahanan dan kualitas hasil panen. Sedangkan ketiga perlakuan lainnya tidak
terlalu baik dalam menjaga kualitas dari kubis. Perlakuan yang buruk dari ketoga
perlakuan yang dilakuakn adalah perlakuan yang tidak menggunakan plastik
wrapping dan disimpan pada suhu ruang. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penanganan setelah panen yang tepat agar dapat menjaga kualitas produk hingga
sampai ke tangan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Akamine, E. K., H. Kitagawa, H. Subramanyam dan P. G. Long., 1986.Kegiatan-
kegiatan dalam Gudang Pemasaran, didalam Pantastico (Ed) Fisiologi
Pasca Panen, diterjemahkan oleh Kamariyani. Yogyakarta : YGM-Press.
Beveridge, T. H. J. 2003. Maturity and Quality Grades for Fruits and Vegetables.
In Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits, vegetables, tea and
spices. Ed. A. Chakraverty, .. Mujumdar, G.S.V. Raghavan and H. S.
Ramaswamy. Marcel Dekker, Inc. New York.
Dhalimi, A. 1990., Penanganan Pasca Panen Buah-buahan dan Sayuran Segar. Makalah
Pelatihan Kerja sama FAO – Dep. Perdagangan di Jakarta 12 – 14 Pebruari 1990,
p. 17 – 37.
Imade, S. U. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Makalah
dibawakan pada “Forum Konsultasi Teknologi” Teknologi Pertanian.
Universitas Udayana, Denpasar, Bali. 21 November 2001.13 hlm.
Mutiarawati. 2007. Penanganan pasca Panen hasil pertanian. Bandung: UNPAD
Press
Pantastico, B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan oleh :
Kamariyani. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Purwadana, 1994. Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Grasindo
Pustaka. 2007. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Jakarta.
Rumiati. 1990. Kiat-kiat Panen Hortikultura. Yogyakarta: Cerahya.
Ruminten, B. 2001. Panen dan Pasca Panen. Bogor : IPB
Setyono, 2001. Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Bogor: Maju Jaya
Soemardi, 1986. Panen dan Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius
Wills, R.B.H., T.H. Lee, P. Graham, W.B. McGlasson and E.G. Hall, 1981. Post
Harvest : an Introduction to The Physiology and Handling of Fruit and
Vegetable. New South Wales University-Press, Australia

Anda mungkin juga menyukai