Anda di halaman 1dari 16

SISTEM HUKUM DAN POLITIK HUKUM

Salindri Riana Dewi

Fakultas Hukum

Universitas Terbuka

A. PENDAHULUAN
Hukum Indonesia adalah keseluruhan kaidah dan asas berdasarkan keadilan yang
mengatur hubungan manusia dalam masyarakat yang berlaku sekarang di Indonesia. Sebagai
hukum nasional, berlakunya hukum Indonesia dibatasi dalam wilayah hukum tertentu, dan
ditujukan pada subyek hukum dan objek hukum tertentu pula. Subyek hukum Indonesia
adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berdomisili di Indonesia.
Sedangkan objek hukum Indonesia adalah semua benda bergerak atau tidak bergerak, benda
berwujud atau tidak berwujud yang terletak di wilayah hukum Indonesia.

Hukum Indonesia sebagai perlengkapan masyarakat ini berfungsi untuk mengintegrasikan


kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta ketertiban dan keteraturan.
Karena hukum mengatur hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan
masyarakat dan sebaliknya, maka ukuran hubungan tersebut adalah keadilan.

Hukum Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sistem, yang terdiri dari unsur-unsur
atau bagian-bagian yang satu sama lain saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai
tujuan yang didasarkan pada UUD 1945 dan dijiwai oleh falsafah Pancasila. Sebagai satu
sistem, sistem hukum Indonesia telah menyediakan sarana untuk menyelesaikan konflik
diantara unsur-unsurnya.

Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku nasional di negara Republik
Indonesia. Sistem hukum Indonesia tersebut bersifat majemuk, karena sistem hukum yang
berlaku nasional terdiri dari lebih satu sistem. Sistem-sistem tersebut adalah sistem hukum
adat, sistem hukum Islam dan sistem hukum Barat.

Berbicara tentang hukum, sedikit banyak pasti terarah pada gandengannya yaitu hal
Politik yang mana politik sendiri adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam
negara.
Membahas tentang hukum dan politik adalah berbicara bagaimana hukum bekerja dalam
situasi politik tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah hukum sebagai perwujudan dari
nilai-nilai yang berkembang dan nilai-nilai yang dimaksud adalah keadilan. Dengan demikian
idealnya hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya kepentingan untuk mewujudkan
nilai-nilai keadilan tersebut.

Jika hukum diibaratkan rel dan politik diibaratkan lokomotif, maka sering terlihat
lokomotif itu keluar dari rel yang seharusnya (Sri Soemantri Martosoewignjo)

Perumpaan diatas dapat sedikit menggambarkan mengenai relasi antara politik dan
hukum.. Hukum itu sendiri merupakan suatu ilmu yang kompleks sehingga hukum dapat
dipelajari dari berbagai sudut pandang termasuk dari sudut pandang politik. Hukum dan
politik masing-masing merupakan ilmu yang berdiri sendiri dan mandiri, namun keduanya
memiliki keterikatan satu sama lain dimana satu disiplin ilmu tidak memiliki makna apa-apa
tanpa melibatkan disiplin hukum yang lain.

B. PEMBAHASAN

1. SISTEM HUKUM

a. Pengertian Sistem Hukum

1. Sistem

Sistem adalah suatu kesatuan susunan, dimana masing – masing unsur yang
ada di dalamnya tidak diperhatikan hakikatnya, tetapi dilihat menurut fungsinya
terhadap keseluruhan kesamaan susunan tersebut.

2. Hukum

Hukum sulit didefinisikan karena kompleks dan beragamnya sudut pandang


yang akan dikaji. Prof. Van Apeldoorn mengatakan bahwa ”definisi hukum sangat
sulit dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan
kenyataan”. Karena itu, sebaiknya kita lihat dulu pengertian hukum menurut para
ahli hukum terkemuka berikut ini :

I. Prof. Mr. E.M. Meyers


Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan
kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi
penguasa negara dalam melaksanakan tugasnya.

II. Leon Duguit

Hukum adalah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama dan yang pelanggaran terhadapnya akan
menimbulkan reaksi bersama terhadap pelakunya.

III. Drs. E. Utrecht, S.H

Hukum adalah himpunan peratuan ( perintah dan larangan ) yang mengurus tata
tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

IV. S.M. Amin, S.H

Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi, dengan
tujuan mewujudkan ketertiban dalam pergaulan manusia.

V. J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H

Hukum adalah peratuan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan


tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan
resmi yang berwajib, dan yang pelanggaran terhadapnya mengakibatkan
diambilnya tindakan, yaitu hukuman terentu.

Jadi, sistem hukum adalah suatu kesatuan hukum dari unsur hukum yang saling
berhubungan dan bekerjasama sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Ciri-Ciri Sistem Hukum Indonesia

Ciri-Ciri Hukum:

1. Ada unsur perintah , larangan, dan kebolehan

2. Ada sanksi yang tegas

3. Adanya perintah dan larangan

4. Perintah dan larangan harus ditaati


Sedangkan ciri-ciri hukum antara lain :

1. Terdapat perintah ataupun larangan dan

2. Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh setiap orang

Tiap-tiap orang harus bertindak demikian untuk menjaga ketertiban dalam


bermasyarakat. Oleh karena itu, hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan
dan mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain yang dapat
disebut juga kaedah hukum yakni peraturan-peraturan kemasyarakatan.

c. Unsur-Unsur Sistem Hukum Indonesia

Unsur-unsur hukum yang dimaksudkan adalah bahwa peraturan-peraturan hukum itu


meliputi:

1) Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup


bermasyarakat;

2) Peraturan yang ditetapkan oleh badan-badan resmi negara;

3) Peraturan yang bersifat memaksa;

4) Peraturan yang memiliki sanksi yang tegas.

Unsur-unsur hukum meliputi :

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam bermasyarakat

2. Peraturan tersebut dibuat oleh badan yang berwenang

3. Peraturan itu secara umum bersifat memaksa

4. Sanksi dapat dikenakan bila melanggarnya sesuai dengan ketentuan atau


perundang-undangan yang berlaku.

Maksud dari uraian unsur-unsur hukum di atas adalah bahwa hukum itu berisikan
peraturan dalam kehidupan bermasyarakat, hukum itu diadakan oleh badan yang
berwenang yakni badan legislatif dengan persetujuan badan eksekutif begitu pula
sebaliknya, secara umum hukum itu bersifat memaksa yakni hukum itu tegas bila
dilanggar dapat dikenakan sanksi ataupun hukumman sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
d. Sistem Hukum Islam

Sistem hukum Islam dalam ”Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum, yaitu :

1. Hukum rohaniah (ibadat),

Ialah cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah (sholat,


puasa, zakat, menunaikan ibadah haji), yang pada dasarnya tidak dipelajari di
fakultas hukum. Tetapi di UNISI diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah.

2. Hukum duniawi, terdiri dari :

 Muamalat

Yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam
bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik,
hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.

 Nikah (Munakahah),

Yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga yang tediri dari syarat-
syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan
monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan.

 Jinayat

Yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak
pidana kejahatan.

Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan keimanan
lahir batin secara individual.

Negara-negara yang menganut sistem hukum Islam dalam bernegara melaksanakan


peraturan-peraturan hukumnya sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan
perundangan yang bersumber dari Qur’an.

Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum Islam,
agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara maupun
cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.
e. Sistem Hukum Adat

Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis
yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum
masyarakatnya.

• Sifat hukum adat adalah

- Tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya.

- Berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih berganti.

- Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan
diri.

Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1) Hukum adat mengenai tata negara,

Yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan


hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan,
dan penjabatnya.

2) Hukum adat mengenai warga (hukum warga)

- Hukum pertalian sanak (kekerabatan)

- Hukum tanah

- Hukum perutangan

3) Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)

Yang berperan dalam menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-
pengetua adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat

f. Sistem Hukum Barat

1. Hukum Barat mengenal “zakelijke rechten” dan “persoonlijke rechten”.

“Zakelijke rechten” adalah hak atas benda yang bersifat “zakelijk” artinya berlaku
terhadap tiap orang. Jadi merupakan hak mutlak atau absolut. “Persoonlijke rechten”
adalah hak atas sesuatu obyek (benda) yang hanya berlaku terhadap sesuatu orang lain
tertentu, jadi merupakan hak relatif.
2. Hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum publik dengan hukum privat.
Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini. Kalau toh mau mengadakan pemisahan
antara hukum adat yang bersifat public

3. Hukum Barat membedakan pelanggaran-pelanggaran hukum dalam dua golongan.


Yaitu pelanggaran yang bersifat pidana dan harus diperiksa oleh hakim pidana, dan
pelanggaran-pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam lapangan perdata saja
serta yang diadili oleh hakim Perdata. Perbedaan-perbedaan fundamental dalam
sistem ini, pada hakikatnya disebabkan karena:

1. Corak serta sifat yang berlainan antara hukum adat dan hukum Barat.

2. Pandangan hidup yang mendukung (“Volksgeist menurut Von Savigny) kedua


macam hukum itu juga jauh berlainan.

a. Sistem Hukum Barat

- Menjunjung tinggi nilai kondifikasi

- Memuat peraturan yang kasuistis artinya merinci

- Hakim terikat penetapan dari kodifikasi.

- Mengenal benda kebendaan, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang dan
hak-hak perorangan yaitu hak-hak atas suatu objek yang hanya berlaku terhadap
seseorang tertentu saja.

- Terdapat pembagian hukum dalam hukum privat dan hukum publik.

- Dikenal perbedaan benda dalam benda tetap dan benda bergerak

- Perlu adanya sanski sebagai jaminan terlaksananya penertipan.

g. Perbandingan antara Hukum Islam, Hukum Adat, dengan Hukum Barat

1. Dilihat dari Keadaannya

Hukum adat merupakan hukum yang tertua yang ada di Indonesia.

Hukum islam baru dikenal di Indonesia setelah agama Islam disebarkan di tanah
air kita (kira-kira abad 1 Hijrah atau abad 7 Masehi).
Hukum barat diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan kedatangan orang-
orang belanda yang berdagang di Nusantara ini. Semula hukum badar hanya
berlaku bagi orang-orang eropa saja, tetapi kemudian dengan berbagai jalan
melalui upaya peraturan perundang-undangan (pernyataan berlaku, penundukan
diri dengan sukarela, pemilihan hukum dlsb), hukum barat berlaku juga bagi
pribumi dan orang-orang yang dipersamakan dengan mereka.

2. Dilihat dari Bentuknya

Hukum adat merupakan hukum yang tertua yang ada di Indonesia.

Hukum islam baru dikenal di Indonesia setelah agama Islam disebarkan di tanah
air kita (kira-kira abad 1 Hijrah atau abad 7 Masehi).

Hukum barat diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan kedatangan orang-


orang belanda yang berdagang di Nusantara ini. Semula hukum badar hanya
berlaku bagi orang-orang eropa saja, tetapi kemudian dengan berbagai jalan
melalui upaya peraturan perundang-undangan (pernyataan berlaku, penundukan
diri dengan sukarela, pemilihan hukum dlsb), hukum barat berlaku juga bagi
pribumi dan orang-orang yang dipersamakan dengan mereka.

3. Dilihat dari Tujuannya

Hukum adat bertujuan untuk menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang


aman, tenteram dan sejahtera.

Hukum islam bertujuan untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan


Tuhan. Ada yang berpendapat bahwa tujuan Hukum Islam ialah untuk memelihara
Agama, jiwa, akal, keturunan dan harta benda.

Hukum barat bertujuan untuk mencapai kepastian dan keadilan hukum.

4. Dilihat dari Sumbernya

a. Sumber pengenal

Sumber pengenal hukum adat ialah keputusan penguasa adat. Menurut Prof. M.
Koesnoe yang menjadi sumber pengenal hukum adat ialah apa yang benar-benar
terlaksana dalam pergaulan hukum di dalam masyarakat yang bersangkutan.
Sumber pengenal hukum islam dalam pengertian hukum syariat ialah Al- Qur’an
dan kitab-kitab Hadist.

Sumber pengenal hukum barat ialah segala peraturan perundang-undangan sejak


zaman kolonial beserta perubahannya yang dinyatakan dalam Stb atau lembaran
negara.

b. Sumber isi

Hukum adat bersumber pada kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat
adat.

Hukum islam bersumber kemauan Allah yang berupa wahyu yang kini terdapat
dalam Qur’an dan Sunnah.

Hukum barat besumber pada kemauan pembentuk UU.

c. Sumber pengikat, yang dimaksud dengan sumber pengikat ialah sumber yang
menjadi kekuatan mengikat orang untuk melaksanakan atau tidak melanggar
hukum tersebut.

Sumber pengikat hukum adat ialah rasa malu yang ditimbulkan oleh karena
berfungsinya sistem nilai dalam masyarakat yang bersangkutan.

Sumber pengikat hukum islam ialah iman atau tingkat ketaqwaan seorang muslim.

Sumber pengikat hukum barat ialah kekuasaan negara yang membentuk UU Dasar
yang kini dilanjutkan oleh alat kekuasaan Negara RI.

5. Dilihat dari Strukturnya

Struktur hukum adat ditentukan menurut teori-teori struktur menurut pandangan


ahli-ahli adat setempat.

Struktur hukum islam terdiri dari Qur’an, As-Sunnah dan hasil ijtihad manusia
yang memenuhi syarat serta pelaksanaannya dalam konkreto masyarakat Islam
baik yang berupa keputusan-keputusan maupun berupa amalan-amalan.

Struktur hukum barat ialah: kitab UU yang dibuat oleh lembaga legislatif,
keputusan hakim, kemudian baru amalan-amalan keputusan tersebut.

6. Dilihat dari Pembidangannya


Hukum adat yang mengenal asas-asas kerukunan, kepatutan, keselarasan dalam
pergaulan hidup yang bersifat religio magis tidak mengenal pembidangan hukum
perdata dan hukum publik.

Hukum Islam mengenal pembidangan yang terdiri dari Hukum Ibadah dan Hukum
Muammalah.

Hukum barat mengenal pembidangan hukum privat dengan hukum publik dimana
pembidangan ini ditentukan pada pengaturan kepentingan perdata atau publik.
Hukum barat bersifat induvidualis dan liberalistis serta terlepas dari ketentuan-
ketentuan agama.

2. POLITIK HUKUM

a. Pengertian Politik Hukum

Seiring dengan perkembangannya, beberapa pakar mencoba untuk mendifinisikan


politik hukum itu sendiri diantara lain :

1. Satjipto Rahardjo

Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan
cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.

2. Padmo Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus

Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang


dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu (menjadikan sesuatu sebagai
Hukum). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan
penerapannya.

3. L. J. Van Apeldorn

Politik hukum sebagai politik perundang – undangan .Politik Hukum berarti


menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang – undangan . ( pengertian politik
hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja.

4. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto

Politik Hukum sebagai kegiatan – kegiatan memilih nilai- nilai dan menerapkan nilai
– nilai.
b. Sifat Politik Hukum

Politik hukum bersifat lokal dan partikular yang hanya berlaku dari dan untuk negara
tertentu saja. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang kesejarahan,
pendangan dunia (world-view), sosio-kultural dan political will dari masing-masing
pemerintah. Meskipun begitu, politik hukum suatu negara tetap memperhatikan
realitas dan politik hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara
tertentu dengan negara lain inilah yang menimbulkan istilah politik hukum nasional.

Menurut Bagi Manan , seperti yang dikutip oleh Kotan Y. Stefanus dalam bukunya
yang berjudul “ Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan Negara ” bahwa Politik
Hukum terdiri dari :

1. Politik Hukum yang Bersifat Tetap (permanen)

Berkaitan dengan sikap ilmu hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaa
pembentukan dan penegakan hukum. Bagi bangsa Indonesia, politik hukum tetap
antara lain :

a. Terdapat satu sistem hukum yaitu Sistem hukum nasional

Setelah 17 Agustus 1945, maka politik huku yang berlaku adalah politik hukum
nasional, artinya telah terjadi unifikasi hukum (berlakunya satu sistem hukum
diseluruh wilayah Indonesia). Sistem hukum nasional tersebut terdiri dari :

1) Hukum Islam (yang dimasukkan adalah asas-asasnya)

2) Hukum Adat (yang dimasukkan adalah asas-asasnya)

3) Hukum Barat (yang dimasukkan adalah sistematiknya)

4) Sistem hukum yang dibangun adalah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 :

a) Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa pada warga negara tertentu
berdasarkan pada suku, ras, dan agama. Kalaupun ada perbedaan semata-mata
didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan
bangsa.

b) Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyaraka. Masyarakat


memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan hukum , sehingga
masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan hukum . Hukum adat
dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui sebagai subsistem hukum nasional
sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.

b. Politik Hukum yang bersifat temporer.

Dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai


dengan kebutuhan .

c. Politik Hukum Nasonal

Politik hukum nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik


Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber
dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-
citakan.

Karakteristik politik hukum nasional adalah lebijakan atau arah yang akan dituju oleh
politik hukum nasional dalam masalah pembangunan hukum nasional. sebagi bentuk
dari kristalisasi kehendak-kehendak rakyat. Untuk itu kita perlu untuk menengok
kembali rumusan politik hukum nasional yang terdapat dalam GBHN. Pada butir ke-2
TAP MPR No IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tentang arah
kebijakan bidang hukum dikatakan :

Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadau dengan mengakui
menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-
undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk
ketidakasilan gender dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui
program legislasi.

Berdasarkan kutipan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik : 1) sistem
hukum naisonal yang dibentuk hendaknya bersifat menyeluruh dan terpadu ; 2) sistem
hukum nasional yang dibentuk tetap mengakui dan menghormati eksistensi hukum
dan agama adat ;Berdasarkan kutipan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat
ditarik : 1) sistem hukum naisonal yang dibentuk hendaknya bersifat menyeluruh dan
terpadu ; 2) sistem hukum nasional yang dibentuk tetap mengakui dan menghormati
eksistensi hukum dan agama adat ;) melakukan pembaharuan terhadap warisan hukum
kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan
reformasi.
Fakta membuktikan bahwa kendati tidak menyebutkan politik hukum kodifikasi dan
unifikasi, pemerintah tetap berupaya melakukan kebijakan tersebut. hanya saja,
seiring dengan perkembangan sosial-politik dan kesadaran hukum masyarakat,
kebijakan tentang unifikasi hukum mengalami tantangan dari banyak pihak. setelah
menerima kritik yang bertubi-tubi dan mengalami puncaknya ketika disahkan
pemberlakuan peradilan ISLAM, mahkamah Syar’iyah, di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, (1) Tampaknya ada kecenderungan kuat Indonesia tidak lagi menganut
politik hukum unifikasi, tetapi telah beralih ke pluralisme hukum ; 2) berbeda debga
politik unifikasi yang cenderung diitinggalkan, politik hukum kodifikasi masi tetap
dilakukan.

d. Politik hukum sebagai Kajian Hukum Tata Negara

Berdasarkan pengertian Politik Hukum yaitu, kebijakan dasar penyelenggara negara


dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-
nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Dalam definisi ini terdapat penyelenggara negara, dan yang kita ketahui adalah
penyelenggara negara adalah pemerintah yang dalam pengertian luas mencakup
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Tujuan negara yang dicita-citakan dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertivab dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Apa yang terdapat dalam pembukaan itu kemudian dijabarkan lebih
rinci pada pasal-pasal UUD 10945 tersebut, dan dioperasionalkan dalam bentuk
undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang lain yang ada dibawahnya.

Pemerintahan atau lembaga negara serta cita-cita suatu negara merupakan bagian dari
studi hukum tata negara . Artinya hal-hal yang berkaitan dengan politik hukum dalam
pengertian teoritis dan praktis (menyangkut makna dan jiwa sebuah tata hukum, dan
“teknik hukum” yang menyangkut cara membentuk hukum) kini menjadi kajian
dalam disiplin ilmu tersebut. Hal ini sesuai dengan pnegrtian hukum tata negara yang
dikemukakan oleh C. Van Vollenhoven dalam sebuah tulisan yang berjudul
Thorbecke en het Administratief Reacht (1919) yang mengatakan bahwa hukum tata
negara adalah rangkaian peraturan hukum, yang mendirikan badan-badan sebagai alat
(organ) suatu negara dengan memberikan wewenang kepada badan-badan itu, dan
yang membagi-bagi pekerjaan pemerintah kepada banyak alat negara, baik yang
tinggi maupun yang rendah kedudukannya.

e. Politik Hukum Internasional

Para pemikir aliran kritis-konstruktivis pada dasarnya memahami politik hukum


internasional dari dasar struktur kostitusional pembuatan perjanjian internasional, di
mana negara dipandang sebagai sebuah entitas yang diakui secara hukum (juridically
recognised) dan penciptaa norma-norma mengenai pengakuan dan keadilan
prosedural yang digunakan dalam pembuatan perjanjian. Tujuan ideal dari struktur
tersebut adalah terciptanya norma-norma pengikat yang bersifat mutual, yang akan
membawa negara-negara yang terlibat perjanjian ke dalam keputusan yang didasari
atas saling pengertian, tanpa paksaan.

Pandangan ini lebih lanjut mendorong negara untuk terlibat dalam pergaulan
internasional, disertai dengan norma-norma seperti saling pengertian, saling percaya,
compliance, dan penghindaran atas bentuk-bentuk kecurangan dan penggunaan
paksaan dan kekerasan. Berdasarkan sudut pandang ahli-ahli seperti Habernas dan
Wendt, terciptalah suatu kerangka kerja kritis-konstruktivis yang terintegrasi untuk
dapat memahami dinamika dalam ptaran negosiasi tentang perubahan iklim.

Perjanjian internasional merupakan wujud dari politik hukum internasional, dimana


politik hukum dijadikan sebuah alat untuk melakukan sebuah perjanjian antara negara
ataupun organisasi dunia. Politik hukum merupakan sebuah dasar untuk menentukan
arah kebijakan suatu negara. Termasuk dalam membuat suatu perjanjian internasional
seperti halnya, Amerika yang menolak untuk menandatangani UNCLOS (United
Nation Convention Of The Law On The Sea) dimana perjanjian tersebut merupakan
pengakuan atas adanya negara-negara kepulauan termasuk hak-hak yang dimiliki oleh
negara kepulauan tersebut. Amerika Serikat memandang bahwa perjanjian tersebut
sama sekali tidak memberikan manfaat untuknya sehingga politik yang merupakan
alat untuk menentukan arah kebijakannya tidak mengakui adanya UNCLOS tersebut
walaupun dalam hal ini Amerika Serikat hanya melakukan pengakuan secara diam-
diam.
C. KESIMPULAN

Hukum dan Politik merupakan disiplin-disiplin keilmuan yang berkaitan erat satu
sama lainnya. Proses legislasi sebagai bagian pembentukan hukum (peraturan
perundang-undangan) tidak terpisahkan dari proses politik dan dinamika kekuatan-
kekuatan politik, komunikasi politik maupun kekuatan posisi tawar-menawar
(bargaining position) menjelaskan keterkaitan keduanya. Jurang pembeda antara
Hukum dan Politik hanya ditemukan dalam sistem hukum ketatanegaraan dan sistem
politik bagaimana yang dianut oleh suatu negara. Sistem hukum dan sistem politik
yang demokratis, akan menghasilkan Hukum Responsif.

Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan
dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa
yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian
terdahulu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan sumber
kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme dalam ilmu
hukum yang memandang hukum itu terbatas pada apa yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus mengokohkan dirinya
dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke depan. Adapun nilai-nilai moral dan
etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan sosial di masyarakat hanya
sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan, koreksi
serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak
tertulis, yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai
hukum asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis.
D. SUMBER

Lastuti Abubakar. “Revitalisasi Hukum Adat Sebagai Sumber Hukum dalam


Membangun Sistem Hukum Indonesia”. Dinamika Hukum. Vol. 13 No. 2 Mei 2013

Murdan. “Prularisme Hukum (Adat dan Islam) di Indonesia”. Kajian Hukum Islam.
Vol. 1 No. 1 Juni 2016

Mustaghfirin. “Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, dan Sistem Hukum Islam
Menuju sebagai Sistem Hukum Nasional Sebuah Ide yang Harmoni”. Dinamika
Hukum. Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

Sejarah Tata Hukum Indonesia Dan Politik Hukum Indonesia, http://hukum-


hukumkeseluruhan.blogspot.com/2009/04/sejarah-tata-hukum-indonesia-dan.html
diakses tanggal 22 November 2016

Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari. 2004. Dasar-dasar Politik Hukum. Jakarta :
Raja Grafindo, Persada

http://senandikahukum.com/politik-hukum-perjanjian-internasional-indonesia-suatu-
usulan/

http:// sulhamidzic.com/politik- hukum-internasional-penjelasan-dari-sudut-pandang-


kritis-konstruktivis/

Anda mungkin juga menyukai