Di Susun Oleh :
NIM : SN 191092
1
LAPORAN PENDAHULUAN
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).
Bayi berat lahir sangat rendah rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat
lahir kurang dari 1500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLSR dapat terjadi pada
bayi kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine
growth restriction / IUGR) (IDAI, 2010).
BBLR adalah bayi yang mempuyai berat badan lahir kurang dari 2500
gram. BBLR ada 3 macam yaitu:
a. Bayi dengan usia kehamilan aterm (37-42 minggu) maupun post term
(kurang 42 minggu) dengan BB <2,5 kg, kecil untuk masa kehamilan.
b. Bayi dengan preterm (28-37 minggu) BB <2,5kg, BB bayi sesuai dengan
umur kehamilan. Disebut juga premature murni.
c. Bayi Preterm usia (28-37 minggu) BB < dari umur kehamilan.
Menurut World Health Organization, BBLR adalah semua bayi baru
lahir yang BBnya kurang atau sama dengan 2500.
Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, maka bayi
BBLR dibagi menjadi dua golongan ,yaitu:
a. Prematuritas Murni : Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan BBnya
sesuai dengan BB masa gestasiini.
b. Dismamatur : Kalau BB bayi tersebut kurang dari BB seharusnya untuk
masa-masa gestasi.
2
2. Etiologi
a. Faktor Orang Tua
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), dan penyakit
jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia <
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah..
b. Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan
kromosom.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi
dan zat-zat tertentu.
(Maryunani, 2009)
3. Manifestasi Klinik
a. Bayi Premature
1) BB < 2500 gr
2) PB < 45 cm
3) LD < 30 cm
4) LK < 33 cm
5) Kepala > badan
6) Kulit tipis transparan, lanugo banyak.
7) Ubun-ubun dan sutura lebar
3
8) Genetalia immature
9) Rambut halus, tipis, teranyam
10) Elastisitas daun telinga kurang
11) Tangis lemah
12) Tonus otot leher lemah
4. Komplikasi
a. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres
respirasi, penyakit membran hialin. (menyababkan kesulitan bernapas
pada bayi).
b. Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
c. Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
d. Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan
darah
e. Ikterus/hiperbilirubinInfeksi/sepsis
f. Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
g. Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal
(Maryunani, 2009)
4
5. Patofisiologi dan Pathway
Menurut Maryanti, et al (2012) faktor yang mempengaruhi terjadinya
BBLR terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan
sosial ekonomi dan sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor
lingkungan. BBLR dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem
reproduksi ibu sudah mengalami penipisan akibat sering melahirkan. Hal ini
disebabkan oleh semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan
semakin menurun. Kehamilan yang berulang-ulang akan mempengaruhi
sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan
dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014)
mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta
dengan beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO
dan polysiklik hydrokarbon, diketahui dapat menembus plasenta.
Carbonmonoksida mempunyai afinitas berikatan dengan hemoglobin
membentuk karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas darah
mengangkut oksigen ke janin. Sedangkan nikotin menyebabkan vasokontriksi
arteri umbilikal dan menekan aliran darah plasenta. Perubahan ini
mempengaruhi aliran darah di plasenta. Kombinasi hypoxia intrauterine dan
plasenta yang tidak sempurna mengalirkan darah diyakini menjadi penghambat
pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit
pada ibu hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan suplai
oksigen ke jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur vaskularisasi
plasenta, hal ini akan mengganggu pertumbuhan janin sehingga akan
memperkuat risiko terjadinya persalinan prematur dan kelahiran bayi dengan
BBLR terutama untuk kadar hemoglobin yang rendah mulai dari trimester
awal kehamilan (Cunningham,et al., 2010). Selain anemia,implantasi plasenta
abnormal seperti plasenta previa berakibat terbatasnya ruang plasenta untuk
tumbuh, sehingga akan mempengaruhi luas permukaannya. Pada keadaan ini
lepasnya tepi plasenta disertai perdarahan dan terbentuknya jaringan parut
sering terjadi, sehingga meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan
antepartum (Prawirohardjo, 2008). Apabila perdarahan banyak dan kehamilan
tidak dapat dipertahankan, maka terminasi kehamilan harus dilakukan pada
usia gestasi berapapun. Hal ini menyebabkan tingginya kejadian prematuritas
5
yang memiliki berat badan lahir rendah disertai mortalitas dan morbiditas yang
tinggi.
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi kejadian
BBLR, karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah
akan mempunyai intake makan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun
secra kuantitas, yang berakibat kepada rendahnya status gizi pada ibu
hamil (Amalia,
2011).Selainitu,gangguanpsikologisselamakehamilanberhubungan dengan
terjadinya peningkatan indeks resistensi arteri uterina. Hal ini disebabkan
karena terjadi peningkatan konsentrasi noradrenalin dalam plasma, sehingga
aliran darah ke uterus menurun dan uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin
sehingga menimbulkan efek vasokonstriksi. Mekanisme inilah yang
mengakibatkan terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangan janin
intra uterin sehingga terjadi BBLR(Hapisah, et al., 2010 ).
Menurut Maryanti et al. (2012) penyebab BBLR dapat dipengaruhi dari
faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, dan
kelainan koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air
ketuban lebih dari 2 liter. Produksi air ketuban berlebih dapat merangsang
persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan
kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR. Pada kehamilan
ganda berat badan kedua janin pada kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-
1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua
janin tidak sama. Pada kehamilan kembar distensi (peregangan) uterus
berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi persalinan
prematur (Amirudin & Hasmi, 2014). Menurut Saifuddin dalam Amirudin &
Hasmi (2013) kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan
dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi
sel telur. Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan
dilahirkan sebagai BBLR atau bayi kecil.
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat badan
dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-pecah dan
terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013). Karena
suplai lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang besar dengan
berat badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada
lingkungan (Sondakh, 2013). Sehingga bayi dengan BBLR dengan cepat akan
kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia (Maryanti, 2012). Selain itu
tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum matang dan rapuh.
Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya kerusakan integritas kulit,
6
terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu yang lama (Pantiawati,
2010). Pada bayi prematuritas juga mudah sekali terkena infeksi, karena daya
tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti, 2012)
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012). Selain itu jaringan
lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang yang
menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ belum
baik terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-sentrum
vital yang menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan reflek menghisap
lemah. Hal ini menyebabkan diskontinuitas pemberian ASI (Nurarif &
Kusuma, 2013).
7
Terjadi apabila tangan kita dapat di genggam oleh tangan bayi
7) Refleks Babinsky
Terjadi apabila telapak kaki bayi kita sentuh dan akan terjadi kerutan pada
telapak kaki bayinya itu menandakan turgor kulit bayi negative /jelek,
sebaliknya apabila tidak ada kerutan pada telapak kaki bayinya berarti
turgor kaki bayi negative /baik .
8) Reflek Walking
Terjadi apabila bayinya kita angkat akan terjadi reaksi pada kakinya
seperti berjalan.
Pathway
8
6. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
2) Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
4) Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik
yang tepat
b. Penanganan secara umum:
1) Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin
besar perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan
sianosis lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam
incubator
2) Pelestarian suhu tubuh
Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam
mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan,
asal suhu rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C.Bayi berat rendah
harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal tubuhnya
dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi berat rendah
yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan
pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas
25 0 C, bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300C untuk
bayi dengan berat kurang dari 2000 gram
3) Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan
baju“. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih
dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7
kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan
telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat
bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih
mudah.
4) Pemberin oksigen
9
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveolo dan surfaktan. Konsentrasi
O2yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box,
konsentrasi o2 yang tinggi dalam masa yang panjangakan menyebabkan
kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan
5) Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi
yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki
ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus
menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat
bayi.
6) Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu
mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan
pilihan pertama, dapat diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada
bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah
secara relative memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan
bayi preterm.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Riwayat Orang Tua :Ibu memiliki riwayat kelahiran prematur,
kehamilan ganda, atau hidramnion.
2) Riwayat Penyakit Keluarga meliputi : Adanya penyakit tertentu yang
menyertai kehamilan seperti Diabetes Melitus, TB Paru, tumor
kandungan, kista, maupun hipertensi.
b. Pola Gordon
1) Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
2) Nutrisi - Pola Metabolik
Reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi kurang
atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu.
3) Pola Eliminasi : BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
4) Aktifitas - Pola Latihan : gerakan kaki dan tangan lemas.
5) Pola Istirahat – Tidur : terganggu oleh karena hipotermia
6) Pola Kognitif – Persepsi
10
7) Persepsi Diri – Pola Konsep Diri
8) Pola Peran – Hubungan
9) Seksualitas
10) Koping – Pola Tolerasi Stres
11) Nilai – Pola Keyakinan
c. Pemeriksaan Fisik
2. Diagnosa Keperawatan
11
a. Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
b. Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi
c. Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan
intake yang kurang adekuat
3. Perencanaan Keperawatan
12
kurang dari Setelah dilakukan tindakan a. Berikan ASI/PASI dengan
kebutuhan tubuh keperawatan selama 2x24jam metode yang tepat
berhubungan nutrisi adekuat dengan b. Observasi dan catat toleransi
dengan tidak minum
adekuatnya Kriteria Hasil : c. Timbang berat badan setiap
persediaan zat a. Berat badan naik 10-30 hari
besi, kalsium, gram / hari d. Catat intake dan output
metabolisme yang b. Tidak ada edema e. Kolaborasi dalam pemberian
tinggi dan intake c. Protein dan albumin darah total parenteral nutrition kalau
yang kurang dalam batas normal perlu.
adekuat
4. Evaluasi Keperawatan
a. Pola nafas efektif ditandai dengan :
1) Kebutuhan oksigen menurun
2) Nafas spontan, adekuat
3) Tidak sesak.
4) Tidak ada retraksi
b. Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi tidak terjadi ditandai dengan :
1) Suhu 36,5 0C -37,2 0C
2) Akral hangat
c. Resiko tinggi infeksi tidak terjadi, ditandai dengan :
1) Suhu 36,5 0C -37,2 0C
2) Darah rutin normal
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, ditandai
dengan :
1) Berat badan naik 10-30 gram / hari
2) Tidak ada edema
3) Protein dan albumin darah dalam batas normal
13
DAFTAR PUSTAKA
14