Anda di halaman 1dari 10

9 Comments

Tata Cara Pengecualian Informasi


Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di
bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyed iaan, dan/atau pelayanan informasi di badan
publik.Untuk mengelola pelayanan informasi Badan Publik diharuskan untuk menetapkan
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), sebagimana di atur dalam UU KIP
pasal 13:

ayat (1):

Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:

1. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan


2. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara
cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan
Informasi Publik yang berlaku secara nasional.

ayat (2):

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dibantu oleh pejabat fungsional.

Pada Pasal 1 angka 9 UU KIP dijelaskan bahwa Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan,
pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayan-an informasi di badan publik. Salah satu
tugas dari PPID adalah melakukan uji konsekuensi:

Pasal 19:

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Pu-blik wajib melakukan
pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan
penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses
oleh setiap Orang.

KEWAJIBAN PROSEDURAL BERIMPLIKASI SANKSI

Melaksanakan uji konsekuensi merupakan kewajiban prosedural. Penolakan pemberian


informasi tanpa melalui suatu prosedur uji konsekuensi, akan masuk dalam ketentuan secara
sengaja menghambat pemberian informasi berdasarkan UU KIP.

pasal 52:

Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak
menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang
wajib diumumkan secara sertamerta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat,
dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-
Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).

Kewajiban ini juga berimplikasi pada ketentuan memberikan informasi yang dikecualikan
sebagaimana diatur dalam pasal 17. Tanpa melakukan uji konsekuensi, membuka suatu
informasi yang dikecualikan akan termasuk dalam ketentuan mengenai sanksi yang diatur
pada pasal 54 UU KIP:

ayat (1):

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh
dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17
huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).

ayat (2):

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh
dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17
huruf c dan huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kewajiban PPID terhadap informasi yang


dikecualikan di satu sisi dan sanksi sebagaimana dijelaskan di atas di sisi lain, pada akhirnya
akan memaksa Badan Publik untuk mengambil kebijakan non-disclosure biased. Pilihan ini
mencer-minkan sikap kehati-hatian yang ingin diterapkan oleh UU KIP dengan maksud
untuk melindungi kerahasiaan informasi yang bersifat strategis.

UJI KONSEKUENSI

Pengujian atas konsekuensi yang ditimbulkan (consequential harm test) adalah suatu
prosedur yang harus dilakukan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
sebelum menolak suatu permohonan informasi atas dasar pengecualian substansial. Dalam
beberapa literatur sering juga disebut sebagai substantial harm test. Uji konsekuensi
dilakukan untuk memastikan apakah informasi yang diberikan memang termasuk dalam
kategori yang dikecualiakan sebagaiaman diatur pada pasal 17 Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik (UU KIP).

UU KIP tidak mengatur prosedur baku pengujian atas konsekuensi sebagaimana dimaksud.
Untuk standar internasional dikenal prinsip three-part test[1]:

A refusal to disclose information is not justified unless the public authority can show that the
information meets a strict three-part test:  () the information must relate to a legitimate aim
listed in the law;  (2) disclosure must threaten to cause substantial harm to that aim; and; (3)
the harm to the aim must be greater than the public interest in having the information.

Pengujian atas konsekuensi yang timbul bukanlah merupakan suatu pengujian empirik,
melainkan pengujian atas suatu konsekuensi logis yang akan terjadi jika informasi dibuka dan
diberikan kepada pemohon sedemikian rupa sehingga dapat menghambat tujuan dari suatu
kerahasiaan. Untuk menjalankan uji konsekuensi, diperlukan beberapa tahapan berikut:

Mengidentifikasi informasi dan melakukan klarifikasi. PPID perlu mengidentifikasi


informasi yang dimohon dan melakukan klarifikasi kepada pemohon untuk memperjelas
informasi apa yang sesungguhnya mereka minta, sehingga dapat diketahui dokumen mana
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Menganalisa konsekuensi yang ditimbulkan. Pada tahap ini PPID melakukan penelusuran
terhadap konsekuensi yang ditimbulkan dan mengidentifikasi ketentuan legal yang mengatur
pengecualian atas dasar konsekuensi tersebut. Beberapa hal penting yang termasuk dalam
tahapan ini adalah:

a.  menguraikan pernyataan kerahasiaan derivatif dan multiple secrecy.

b. memanfaatkan pendapat ahli.

Mengidentifikasi ketentuan korektif (jika ada). Tahapan ini penting,mengingat dalam


beberapa hal suatu informasi masuk kategori dikecualikan namun terdapat perlakuan khusus
untuk subjek hukum atau situasi tertentu berdasarkan ketentuan yang berlaku. Ketentuan
tersebut dapat disebut sebagai pengecualian atas pengecualian.

Merumuskan kesimpulan. Kesimpulan dari hasil analisis mencakup dua hal:

a. informasi tersebut termasuk informasi yang dikecualikan atau sebaliknya.

b. alasan legal yang menjadi dasar hukum.

A. Mengidentifikasi informasi dan melakukan klarifikasi

Mengidentifikasi informasi yang dimita oleh Pemohon perlu dilakukan untuk memperjelas
pada dokumen mana informasi tersebut berada, atau jika permintaan berupa suatu dokumen
dapat diperiksa apakah dokumen tersebut memuat informasi yang dikecualikan.

Adapun klarifikasi perlu dilakukan terhadap pemohon untuk memastikan apakah informasi
yang dimaksud memang sesuai dengan yang dimaksud oleh pemohon. Dalam praktik sering
permintaan informasi yang diajukan secara tertulis terlalu umum dan menjadi lebih jelas
ketika klarifikasi telah dilakukan. Berikut beberapa contoh:

Permintaan awal:

1. Meminta informasi mengenai bukti-bukti pemanfaatan dana BOS.


2. Meminta rincian anggaran dinas perhubungan.
3. Meminta agenda kunjungan anggota DPR ke luar negeri.

Hasil Klarifikasi:

1. Meminta informasi mengenai dokumen dokumen surat pertanggungjawaban


(SPJ termasuk  kuitansi di dalamnya) dana BOS,
2. Meminta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dinas perhubungan yang
memuat rincian kegiatan dan biaya.
3. Meminta rencana jadual perjalanan anggota komisi 1 DPR, termasuk kegiatan
di masing-masing lokasi tujuan.

B. Menganalisa konsekuensi yang ditimbulkan

Penetapan konsekuensi yang ditimbulkan termuat dalam pasal 17 UU KIP. Dalam melakukan
analisa mengenai konsekuensi yang ditimbulkan perlu dilakukan identifikasi kerahasiaan
yang patut dijadikan dasar hukum untuk  pengecualian.

Menguraikan pernyataan kerahasiaan derivatif

Hasil identifikasi perlu didalami untuk melihat apakah pernyataan kerhasiaan tersebut
merupakan pernyataan kerahasiaan derivatif, yakni suatu kerahasiaan yang mesti diuraikan
menjadi satu atau lebih kerahasiaan mendasar (true secrecy) sebagaimana dinyatakan dalam
pasal 6 ayat (3) dan diuraikan lebih jauh pada pasal 17 UU KIP.

Hasil identifikasi  seringkali menunjukkan bahwa suatu informasi dikecualikan dengan lebih
dari satu alasan konsekuensi (multiple secrecy) dan lintas domain atau jenis kerahasiaan.
Kerahasiaan mengenai rekening bank sesorang pada Bank BUMN adalah salah satu contoh.
Kerahasiaan ini diatur melalui undang-undang perbankan. Namun jika diuraikan lebih jauh
melalui suatu uji konsekuensi, kerahasiaan ini memuat lebih dari satu jenis kerahasiaan:
pertama, jika rekening bank seseorang dibuka maka dapat menimbulkan konsekuensi
terungkapnya rahasia pribadi sebagaimana diatur dalam pasal 17 huruf I (rahasia pribadi).

Kedua, dengan mengungkap nomor rekening bank sesorang dapat menimbulkan konsekuensi
terganggunya penegakan hukum ketika investigasi atas rekening tersebut oleh aparat sedang
berlangsung. Ketentuan ini memiliki relevansi pengecualian atas dasar pasal 17 huruf a
(rahasia negara).

Ketiga, membuka informasi tersebut akan menyebabkan Bank BUMN tersebut ditinggalkan
pelanggannya dan beralih ke Bank Swasta. Dampak lebih besar akan menyebabkan terjadinya
rush akibat menurunnya kepercayaan. Begitu pula pembukaan nomor rekening akan
membuka peluang untuk pemanfaatan nomor tersebut secara melawan hukum, seperti cyber
crime, dll. Jika terjadi, kondisi ini akan menurunkan kredibilitas Bank yang bersangkutan.
Pemberian informasi memiliki konsekuensi mengganggu perlindungan usaha yang sehat,
sebagaimana diatur pada pasal 17 huruf b (rahasia bisnis).

Penolakan informasi berdasarkan uji konsekuensi harus menggunakan alasan kerahasiaan


mendasar tersebut. Penolakan tidak cukup dengan menggunakan pernyataan kerahasiaan
yang bersifat derivatif. Pernyataan kerahasiaan bank adalah suatu pernyataan kerahasiaan
yang bersifat derivatif. Oleh karenanya harus diuraikan secara lebih mendasar.

Mengungkap informasi mengenai rekening bank memiliki lebih dari satu konsekuensi. Uji
konsekuensi perlu dilakukan agar penolakan dilakukan dengan alasan pernyataan kerahasiaan
yang bersifat murni. Prinsip ini penting karena pada kondisi tertentu boleh jadi hasil uji
konsekuensi menunjukkan bahwa penolakan menjadi tidak relevan karena kerahasiaan secara
mendasar telah kehilangan konteks.
Sebagai contoh, meminta data tentang besaran transaksi dalam suatu rekening kepada Bank
BUMN mesti ditolak karena alasan kerahasiaan perlindungan usaha yang sehat sebagaimana
dijelaskan di atas. Namun ketika seseorang meminta data yang sama (besaran transaksi)
terhadap hasil pemeriksaan yang sudah final dan dinyatakan wajar oleh institusi pemeriksa,
maka informasi tersebut dapat diberikan oleh institusi pemeriksa sepanjang tidak
menyertakan informasi yang berimplikasi membuka kerahasiaan lainnya.

Memanfaatkan pendapat ahli

Untuk pengecualian berdasarkan Undang-undang lain, ketika sulit diperoleh risalah


pembahasan Undang-undang tersebut, dapat dilakukan diskusi ahli dalam mengidentifikasi
konsekuensi yang timbul jika informasi tersebut dibuka. Pendapat ahli adalah salah satu
sumber hukum. Melalui pendapat ahli dapat diketahui alasan mendasar pengecualian
informasi berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dirumuskan dugaan atas koneskuensi
yang diperkirakan akan timbul jika informasi dibuka kepada publik.

Dalam kenyataan tidak semua perumusan Undang-undang di Indonesia memiliki


dokumentasi yang baik terkait risalah pembahasan. Terutama untuk Undang-undang yang
disusun pada periode sebelum reformasi. Meskipun risalah pembahasan Undang-undang di
DPR dapat diperoleh, dalam beberapa hal masih diperlukan penjelasan yang lebih rasional
dari ahli karena dalam pembahasan boleh jadi penjelasan yang diperoleh kurang memadai.

C.  Mengidentifikasi ketentuan korektif  (jika ada)

Penegakan hukum

Dalam UU KIP telah dirumuskan pengecualian atas dasar konsekuensi yang timbul untuk
penegakan hukum sebagaimana dijelaskan pada pasal 17 huruf a. Namuan demikian untuk
mempertegas status informasi tertentu yang dinilai strategis terkait dengan tujuan Undang-
undang, yakni mendorong tata pemerintahan yang lebih baik, maka pada pasal 18 ditegaskan
nenerapa jenis informasi yang bersifat terbuka terkait penegakan hukum:

Pasal 18 ayat (1):

Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:

a.  putusan badan peradilan;

b.  ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang
tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan
lembaga penegak hukum;

c.  surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;

d.  rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;

e.  laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;

f.   laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau


g.  informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)[2].

Rahasia pribadi

Pengecualian atas dasar kerahasiaan pribadi (pasal 17 huruf g dan h) tidak berlaku manakala
pengungkapan dilakukan untuk situasi tertentu, sebagaimana juga diatur pada pasal 18 UU
KIP:

ayat (2):

Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimak-sud dalam Pasal 17 huruf g
dan huruf h, antara lain apabila:

a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau

b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatanjabatan publik.

Ketentuan diatas menunjukkan bahwa dengan diberlakukannya UU KIP maka kerahasiaan


pribadi terkait dengan pasal 17 huruf g dan h, dimana informasi mengenai rekening bank
seseorang termasuk di dalamnya, tidak berlaku absolut. Pemberlakuan keterbukaan informasi
untuk hal ini perlu memperhatikan kriteria logis sebagai berikut:

1. Pemberian informasi tidak untuk kepentingan pro justicia, (untuk persidangan di


pengadilan). Hal ini untuk membedakan perlakuan terhadap individu atau warga negara yang
sedang menduduki jabatan publik tertentu dengan warga negara pada umumnya. Untuk
kepentingan persidangan di pengadilan perbedaan tersebut tidak berlaku.

2. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak
menyesatkan (Pasal 7 ayat 2 UU KIP), sehingga informasi yang diberikan harus telah
diverifikasi oleh pihak yang diberikan kewenangan dan memiliki kompetensi untuk itu.
Dengan demikian:

a. dalam kondisi tidak terkait dengan pemeriksaan terhadap dugaan tindak pidana,
informasi yang diberikan adalah informasi LHKPN yang telah diverifikasi oleh KPK;

b. dalam kondisi terkait dengan pemeriksaan terhadap dugaan tindak pidana, maka
informasi tersebut harus berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian oleh otoritas publik
yang memiliki kewenangan dan kompetensi (misal: besaran nilai yang ada dalam rekening
pejabat setelah dinyatakan wajar oleh kepolisian, kejaksaan atau KPK).

Ketentuan berdasarkan undang-undang lain.

Selain berdasarkan UU KIP, ketentuan korektif berdasarkan Undang-undang lain perlu


diidentifikasi. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan akan adanya perlakuan khusus
yang diatur untuk membuka suatu jenis informasi tertentu yang termasuk dalam informasi
dikecualikan sebagaimana diatur pada pasal 17 UU KIP.

D. Merumuskan kesimpulan
Kesimpulan dari hasil analisis merupakan argumen yang menjadi dasar penolakan pemberian
informasi jika ternyata hasil uji konsekuensi membuktikan informai tersebut termasuk yang
dikecualikan, atau sebaliknya.

Secara ringkas kesimpulan tesebut mencakup dua hal: (a) informasi tersebut termasuk
informasi yang dikecualikan atau sebaliknya; (b) penjelasan dasar hukum atau alasan legal
atas kerahasiaan mendasar yang relevan untuk penolakan pemberian informasi. Bagian
terakhir juga merupakan penjelasan yang harus diberikan kepada pemohon secara tertulis jika
hasil pengujian membuktikan bahwa informasi tersebut tidak dapat diberikan karena
termasuk yang dikecualikan.

UJI KEPENTINGAN PUBLIK

Uji kepentingan publik merupakan ketentuan yang lazim digunakan untuk menentukan
apakah suatu informasi yang dikecualikan harus dibuka atau ditutup berdasarkan
pertimbangan bahwa menutupnya dapat melindungi kepentingan yang lebih besar atau
sebaliknya. Ketentuan ini juga dianut oleh sebagian besar Undang-undang keterbukaan
informasi di berbagai negara. Tidak ada definisi yang jelas tentang Kepentingan Publik[3],
meski berbagai Undang-undang yang mengatur keterbukaan informasi menggunakannya.

Batasan Kepentingan Publik

Konsep Public Interest merupakan suatu konsep yang “cair”, biasanya tidak didefinisikan
pada peraturan terkait akses informasi. Hal ini tentu memiliki tujuan, sebab, para pembuat
undang-undang dan pembuat keputusan menyadari bahwa “kepentingan publik” akan terus
berubah sesuai dengan waktu dan kondisi di setiap keadaan. Sama halnya dengan
“reasonable” (alasan yang masuk akal), hukum tidak memberikan definisi kategori mengenai
apa itu reasonable. Studi yang disusun oleh Carter & Bouris (2006)[4] membahas beberapa
aspek mengenai public interest dan public interest test.

Pada umumnya pada setiap rezim yang mengatur mengenai informasi yang berada di bawah
kekuasaan pemerintah, mendasarkan pada aspek yang sama yakni: (i) akes terhadap informasi
yang berada di penguasaan badan publik; (ii) hak atas akses merupakan subyek pengecualian
untuk isu yang meliputi keamanan, hubungan internasional, rahasia bisnis dan urusan pribadi;
(iii) beberapa bagian dari isu yang dikecualikan merupakan subyek bagi public interest test
yang mensyaratkan para pembuat kebijakan untuk melakukan public interest test saat
memutuskan dalam me-release informasi yang dikecualikan dapat menerapkan prima factie.
(iv) mekanisme ini disebut sebagai “prioritas kepentingan publik (public interest override)”
atau “uji kepentingan publik publik (public interest test)” sebab pertimbangan public interest
untuk kepentingan membuka informasi  dapat menyampingkan pengecualian.

Yang perlu dipahami adalah istilah public interest merujuk pada kepentingan publik yang
luas, bukan apa yang menjadi perhatian publik atau semata-mata kepentingan pribadi[5]
(catatan: perlu dicermati secara hati-hati bahwa apa yang menjadi perhatian publik tidak
semata-mata merupakan kepentingan publik dan apa yang menjadi kepentingan publik
terkadang tidak menjadi perhatian publik tetapi menjadi perhatian individu yang peduli pada
kepentingan publik).

Parameter Uji Kepentingan Publik


Keputusan pada aspek mana dan bagaimana public interest relevan untuk digunakan, merujuk
pada pertimbangan dan diskresi  pembuat keputusan. Setiap  yurisdiksi memiliki peraturan
dan prosedur yang spesifik. Misalnya: di banyak yurisdiksi, Komisi Informasi atau lembaga
Tribunal dapat  membatalkan klaim Badan Publik terhadap penerapan pengecualian termasuk
penerapan public interest test (terhadap suatu informasi yang telah dilakukan oleh badan
Publik).

Ada kepentingan masyarakat yang jelas pada akes terhadap informasi yang dikuasai  Badan
Publik, sebagaimana dikutip Carter & Bouris (2009) pada Eccleston (1993), Komisi
Informasi Queensland menyatakan[6]:

It is implicit that citizens in a represtative democracy have a right to seek to participate in


and influence theprocess of government decision-making and policy formulation in any issue
of concern to them (whether or not they choose to exercise the right). The importance of FOI
legislation is that it provides the means for aperson to have access to the knowledge and
information that will assist a more meaningful and effective exercise of that right.

Uji kepentingan publik dilakukan dengan mendalami beberapa hal faktor yang relevan
sebagai parameter kepentingan publik. Uji ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

Dengan menutup akses terhadap informasi, maka satu atau lebih faktor yang relevan berikut
tetap terlindungi:

(a)   Masyarakat tetap dapat berpartisipasi efektif dalam pembuatan keputusan yang memiliki
dampak serius pada publik;

(b)   Masyarakat tetap dapat memperoleh informasi mengenai kemungkinan bahaya bagi
kesehatan dan keselamatannya serta upaya-upaya yang memadai untuk mencegahnya;

(c)   Pihak yang berwenang tetap dapat bertindak secara adil terhadap masyarakat;

(d)   Masyarakat tetap tidak akan mengalami kerugian akibat penyalahgunaan wewenang;

(e)   Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat tetap dapat diketahui oleh publik;

(f)   Akuntabilitas Badan Publik tetap terjaga.

Pemberitaan di media dengan intensitas tinggi bukanlah suatu ukuran akan adanya
kepentingan publik yang lebih luas. Intensitas pemberitaan tersebut harus diletakkan pada
satu atau lebih faktor yang relevan tesebut.

Uji kepentingan publik dilakukan terhadap suatu informasi yang secara konsekuensial
memang memungkinkan untuk dikecualikan. Beberapa hal berikut dapat dicermati:

Contoh-1. Pengungkapan atas kondisi persenjataan oleh seorang Panglima TNI di DPR,
bukanlah suatu pelanggaran atas kerahasiaan negara sebagaimana diatur pada pasal 17 huruf
c UU KIP. Informasi tersebut memang dikecualikan secara konsekuensial, namun dengan
memperhatikan kepentingan publik yang lebih luas pengungkapan dapat dilakukan untuk
menghasilkan keputusan tentang anggaran yang memadai. Penutupan informasi berdampak
pada ketidaktahuan dan ketidakmampuan publik untuk berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan yang berimplikasi serius terhadap publik dalam sektor pertahanan negara
(parameter a).

Contoh-2. Suatu BUMD yang didirikan oleh suatu Pemerintah Daerah, menolak memberikan
informasi mengenai kerjasama investasi penyertaan saham dalam pengelolaan suatu kawasan
migas. Kerjasama investasi yang melibatkan pihak ketiga tak dapat dibuka dengan alasan
kerahasiaan dagang dan adanya non disclosure agreement (NDA) dalam perjanjian tersebut.
Perjanjian kerjasama tersebut juga mengatur tentang hak dan para pihak dalam memenuhi
target investasi sesuai dengan rencana yang ada dalam kesepakatan tersebut. DPRD bahkan
tak dapat memperoleh dokumen tersebut, karena pihak direksi terkena ancaman denda yang
cukup tinggi jika membuka dokumen kepada pihak lain. Dokumen tersebut jika dibuka
memang akan mengungkap kompilasi informasi bernilai ekonomis yang dimiliki oleh pihak
ketiga, namun jika ditutup akan mengorbankan akuntabilitas badan publik (parameter f) dan
dapat merugikan kepentingan masyar-akat luas jika ketiadaan informasi tentang kerjasama
tersebut mengancam kemampuan Pemerintah Daerah untuk memnfaatkan alokasi anggaran
secara lebih adil (parameter c) dan peluang masyarakat untuk berpartisipasi dalam
mempengaruhi suatu keputusan publik (alokasi anggaran pemerintah daerah) dapat terganggu
(parameter a).

Contoh-3. Begitu juga ketika Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus menetapkan tarif
subsidi terhadap suatu industri besar misalnya. Dalam pengujian atas konsekuensi
mengungkap berapa besar subsidi dapat membuka rahasi struktur keuangan industri yang
bersangkutan sehingga dapat mengganggu kredibilitas dan daya saingnya. Namun demikian,
subsidi tersebut merupakan salah satu bentuk kesalahan alokasi sunberdaya publik (anggaran)
yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan publik yang lebih luas berupa hilangnya
peluang untuk membiayai berbagai pelayanan dasar yang strategis (parameter c).

Dalam praktik, uji kepentingan publik untuk suatu informasi yang dimohon oleh publik
jarang dilakukan secara langsung oleh Badan Publik sebagai dasar untuk memberikan
informasi yang diminta apabila informasi tersebut termasuk informasi yang dikecualikan
berdasarkan hasil uji konsekuensi. Biasanya Badan Publik cenderung menyerahkan uji
kepentingan publik ini kepada pengadilan atau lembaga tribunal jika ada (misalnya: Komisi
Informasi sebagai penyelesai sengketa tahap pertama).

Inisiatif untuk mengkaji pertimbangan kepentingan publik yang lebih luas biasanya akan
dilakukan oleh Badan Publik manakala ada dorongan kuat kepada Otoritas Publik untuk
mengungkap suatu informasi yang dikecualikan yang berada di dalam penguasaannya.
Adanya sanksi yang lebih berat terhadap pemberi informasi yang dikecualikan dibanding
menghambat informasi yang bersifat terbuka dalam UU KIP memang dapat menjadi salah
satu faktor yang memicu kecemasan bagi badan publik untuk membuka suatu informasi yang
dikecualikan meski mereka menilai ada kepentingan yang lebih luas untuk membukanya.
Kejelasan parameter dan prosedur dengan demikian diperlukan untuk mengurangi kecemasan
tersebut.

[1] Article 19, Principles on Freedom of Information Legislation, International Standard


Series, 1999
[2] UU KIP, pasal 11 ayat (2): Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi
masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang
dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.

[3] Lihat: A Short Guide to the FOIA and Other New Access Rights, The Campaign for
Freedom of Information. UK. 2005

[4] Carter, M., Bouris, A., Freedom of Information, Balancing the Public Interest, (2008),
http://www.ucl.ac.uk/spp/publications/unit-publications/134.pdf

[5] Manual of Guidance Freedom of Information,  Association of Chief Police Officer &
Hampshire Constabulary 2008

[6] Ibid

Anda mungkin juga menyukai