Anda di halaman 1dari 16

TINEA BARBAE

I. Pendahuluan
Tinea Barbae merupakan infeksi dermatofita yang jarang yang dibatasi
pada area muka dan leher yang berjanggut. 1 Infeksi kebanyakan terjadi pada laki-
laki (remaja dan orang dewasa). Gejala klinisnya berupa erupsi pustule yang berat,
plak yang meradang atau patch superficial yang tidak meradang. 2,3 Kebanyakan
tipe peradangan disebabkan oleh dermatofita zoofilik yaitu Trichophyton
mentagrophytes var. granulosum atau Trichophyton verrucosum.4,5
Diantara Mei 1949 dan juli 1951, 60 laki-laki menderita tinea barbae
dirujuk ke klinik kulit, lima diantarnya memiliki tinea corporis dan tiga lagi
memiliki tinea manuum. Dari tiga belas pasien T. discoides diisolasi sebanyak 9
kali., T. mentagrophytes tiga kali, dan M. canis satu kali.6
Dari hasil penelitian selama periode januari 2006 sampai dengan desember
2006, 547 kasus dari total 5627 kasus di Poli Kulit dan Kelamin RSU Mataram,
atau sekitar 9,27% adalah kasus dermatofitosis superfisialis. Tinea Barbae
menjadi kasus yang paling rendah jumlahnya diantara jenis dermatofitosis
superfisialis yang lain, yaitu sebesar 1 kasus (0.18%), sangat jauh jumlahnya bila
dibandingkan dengan tinea corporis yang menjadi jumlah kasus tertinggi, yaitu
sebesar 232 kasus (42,41%).

II. Definisi
Tinea Barbae adalah infeksi dermatofita di daerah jenggot pada muka dan
leher dan hanya terbatas pada laki-laki dewasa. 7
Jamur pada janggut ini juga dikenal sebagai tinea sycosis dan umumnya
juga sering disebut sebagai barber’s itch. Penyakit ini terutama terjadi pada
orang-orang di bidang agrikultural, khusunya yang orang-orang yang kontak
dengan binatang di sawah. Daerah yang sering terkena biasanya di daerah leher
atau wajah. 1

1
Lesinya memiliki dua tipe: tipe superfisial ringan yang menyerupai tinea
corporis, dan tipe folikulitis pustul yang parah dan dalam, serta satu tipe lagi yang
cukup jarang, yaitu tipe sirsinata.7

III. Epidemiologi
Tinea barbae secara definisi hanya ditemukan pada laki-laki. Kebanyakan
ditularkan melalui cukuran jenggot yang sudah terkontaminasi sebelumnya.
Dengan meningkatkan kebersihan diri akan menurunkan insiden terjadinya tinea
barbae.8
Umumnya, Tinea barbae cukup jarang, tetapi lebih sering pada daerah
tropis yang dicirikan dengan kelembaban dan temperature yang tinggi.9 Hampir
semua yang menderita tinea barbae adalah laki-laki karena dermatofita
menginfeksi di rambut dan folikel rambut dari jenggot dan mustache. Infeksi
dermatofita pada perempuan dan anak-anak didiagnosis sebagai tine faciei. 10
Dahulu, infeksi sering ditularkan oleh tukang cukur karena tidak adanya alat
cukur yang hanya digunakan satu kali. Sekarang alat cukur sebagai sumber infeksi
mulai dihilangkan dan definisi lama dari tinea barbae, “barber’s itch”, mulai
dilupakan. Pada daerah pedesaan, kucing, kuda, dan anjing adalah penyebab
utama dari infeksi.11, 12
Maka dari itu, Tinea barbae sekarang lebih difokuskan
pada orang-orang yang terpapar dengan kucing, kuda, anjing, dan penularannya
kebanyakan ditemukan di daerah pedesaan diantara petani dengan petani atau
antar pekerja kebun.8
Baru-baru ini beberapa penulis melaporkan infeksi ini sebagai hasil dari
autoinokulasi dari jamur di kuku atau tinea pedis.5

IV. Etiologi
Tinea barbae umumnya paling sering disebabkan oleh organisme zoofilik,
T. mentagrophytes dan T. verrucosum, dan yang cukup jarang, M. canis. Diantara
organisme antrofilik, T. megninii, T. schoenleinii, dan T. violaceum mungkin
hanya menyebabkan tinea barbae di daerah endemik. Sedangkan T. rubrum juga
dapat menjadi penyebab Tinea Barbae walapun jarang.8

2
Karena seringnya Tinea Barbae dihadapi, tinea barbae sekarang sangat
jarang terjadi. Kebanyakan infeksi ini ditemukan di tempat cukur ketika laki-laki
sering mencukur dan memotong jenggotnya dengan alat cukur yang sama yang
dipakai pelanggan sebelumnya. Dengan diperkenalkannya desinfeksi untuk alat
cukur dan penggunaan alat cukur di rumah yang aman, kejadian penyakit ini dapat
dikurangi. Sekarang, kebanyakan infeksi ini didapat dari binatang.7

V. Organisme Penyebab
Infeksi tinea barbae lebih sering di daerah pedesaan dan organisme
tersebut biasanya didapat dari hewan-hewan yang terinfeksi dermatofita zoofilik.
Sebagai catatan sebelumnya, keparahan infeksi ini lebih sering disebabkan oleh
dermatofita zoofilik daripada yang diproduksi oleh jamur antrofilik.7
Sebagai tambahan, keparahan dari reaksi host lebih besar ketika rambut
terlibat. Kombinasi dari kedua faktor ini mungkin menjelaskan reaksi keparahan
yang ekstrim yang terlihat pada pasien-pasien dengan tinea barbae. Organisme
yang paling sering terlibat adalah T. mentagrophytes dan T. verrucosum, baik
yang didapat dari sapi. T. mentagrophytes juga didapat dari kuda dan anjing. M.
canis merupakan penyebab yang jarang pada tinea barbae. Pada area endemik dari
T. schoenleinii dan T. violaceum, mereka sering terlibat pada penyakit ini,
meskipun mereka adalah jamur antrofilik. Mereka dapat menyebabkan infeksi
yang parah, mungkin karena adanya keterlibatan rambut dan folikel. T. rubrum
adalah penyebab yang jarang dari tinea barbae dan mungkin merupakan infeksi
yang didapat dari bagian-bagian tubuh yang lain atau ditularkan melalui garukan
pada daerah yang dicukur dari pencukuran yang tidak bersih. Spesies yang
terbatas secara georafis, T. megninii, jarang diisolasi dari infeksi janggut yang
ditularkan di daerah endemiknya. Organisme ini tidak ditemukan di beberapa
daerah, tetapi dapat ditemukan di Portugal, Sardinia, Sisilia, Afrika (sebagai T.
Kuryangei) meskipun jarang ditemukan di bagian eropa lainnya.7

3
Gambar 1. Trichopython mentagrophytes

VI. Patofisiologi
Reaksi immunologi (meningkatnya reaksi alergi atau iritasi) terhadap
antigen jamur mungkin menyebabkan berkembangnya kerion tetapi hanya
beberapa penulis postulasi ini yang menilai sebagai hasil dari metabolik dan/ atau
difusi toksin dari jamur. Jamur patogenik seperti Trichophyton sp. Menghasilkan
beberapa enzim seperti keratinase yang penting untuk menghancurkan keratin dari
epidermis rambut dan kuku.13

VII. Tipe Klinis


Tinea barbae biasanya menimbulkan lesi yang unilateral dan lebih sering
melibatkan area jenggot daripada kumis atau bibir atas. Gejalanya mempunyai 3
tipe klinis. Tipe klinis dari penyakit ini terbagi menjadi tipe inflamasi/ deep
berupa lesi supuratif yang dalam serta bernodul, tipe superficial berupa patch
yang sebagian tanpa rambut, berkrusta dan di superficial dengan folikulitis dan
tipe sirsinata.7,8
1. Tipe inflamasi/ deep
Tipe ini biasanya disebabkan oleh T. mentagrophytes dan T.
verrucosum. Tinea barbae tipe inflamasi dianalogkan dengan tipe kerion
pada tinea kapitis. Tipe deep berkembang dengan lambat dan
menghasilkan nodul yang menebal dan bengkak seperti kerion. Lesi yang

4
timbul berbentuk nodul dan seperti rawa disertai krusta seropurulen.
Bengkak pada tipe ini biasanya konfluen dan berbetuk infiltrasi difusa
seperti rawa dengan abses. Kulit yang terkena meradang, rambut-rambut
menjadi hilang, dan pus mungkin muncul melalui folikel sisa yang
terbuka. Rambut-rambut di daerah ini tidak mengkilat, rapuh, dan mudah
diepilasi untuk mendemonstrasikan sebuah massa purulen di sekitar
akarnya. Pustulasi perifolikel dapat bergabung membentuk saluran sinus
dan kumpulan pus seperti abses, yang akhirnya menjadi lesi alopecia.
Umumnya lesi ini hanya terbatas pada satu bagian muka atau leher pada
laki-laki. 7,8,14

Gambar 2.Tinea barbae tipe inflamasi disebabkan


oleh infeksi T. Mentagrophytes var.granulosum

2. Tipe superfisial
Tipe superfisial dicirikan dengan folikulitis pustula yang tidak
terlalu meradang dan mungkin dihubungkan dengan T. violaceum atau T.
Rubrum. Tipe Superfisial dari tinea barbae menyerupai lesi pada tinea
corporis. Ada lesi berbentuk lingkaran dengan tepi vesikopustul. Reaksi
host terhadap penyakit ini tidak terlalu perah, meskipun alopecia mungkin
timbul di pusat lesi.
Tipe ini disebabkan oleh lebih sedikit peradangan antropofil,
bentuk tinea barbae ini sangat menyerupai folikulitis bakteri, dengan

5
eritema difusa ringan dan papul folikular dan pustul. Rambut yang kusam
dan rapuh membentuk infeksi endotriks dengan T. violaceum sebagai
etiologi yang lebih sering daripada T. rubrum. Rambut yang terinfeksi
biasanya mudah dicabut. Yang jarang, E. floccosuin mungkin
menyebabkan lesi verrukosa yang menyebar yang dikenal sebagai
epidermofitosis verrukosa. 7,8,15

Gambar 3. Tinea barbae superfisialis; papul folikel


dan pustul sering salah didiagnosis dengan folikulitis
staphylococcus aureus.

3. Tipe sirsinata
Tipe ini sangat mirip dengan tinea sirsinata dari kulit glabrous,
tinea barbae sirsinata menunjukkan batas vesikopustular yang aktif dan
menyebar dengan lingkaran pusat dan rambut yang jarang-jarang pada
daerah tersebut.8

6
Gambar 4. Tinea Barbae tipe sirsinata; memiliki tepi
yang ditutupi papul dan vesikel kecil serta bersisik.

VIII. Gejala Klinis


Infeksi sering berawal pada leher atau dagu, tetapi gejala klinis dari Tine
Barbae tergantung pada patogen penyebab. Kadang-kadang dermatofitosis dapat
berkembang tanpa lesi khusus, tetapi selalu dengan rasa gatal.16
Tinea yang disebabkan oleh dermatofita zoofilik lebih parah karena reaksi
inflamasi yang terjadi disebabkan oleh jamur yang lebih kuat.14 Dagu, pipi, dan
leher sering terinfeksi. Umumnya infeksi ini menyebabkan nodul yang inflamasi
atau nodul-nodul dengan pustul mulitpel dan aliran sinus pada permukaannya.
Rambut dapat rontok dan patah, eksudat, pus dan krusta menutupi permukaan
kulit (kerion celsi). Rambut mudah dicabut dan tidak sakit. Kadang-kadang
muncul bersamaan dengan limfadenopati regional, sedangkan demam dan malaise
cukup jarang terjadi.3
Ada gejala-gejala yang sangat jauh berbeda satu sama lain. Dua variasi
gejala klinis utama dibedakan.
Tipe tanpa inflamasi yang disebabkan oleh dermatofita antrofilik diawali
dengan patch datar dan eritema dengan tepi yang meninggi. Patch bersisik
mungkin ditutupi papul-papul, pustule atau krusta. Rambut patah di dekat kulit
dan dapat menyumbat folikel rambut. Patch kulit mungkin soliter tetapi dapat juga
multiple dan mungkin berbentuk annular. Patch dapat bertahan hingga bertahun-
tahun dan mungkin membesar. Kadang-kadang, morfologi klinisnya menyerupai

7
folikulitis bakteri, khususnya ketika folikel pustula telah berkembang dan
hilangnya rambut telah terlihat. Lesi pustula dengan rambut yang hilang
menunjukkan varian kronik dari infeksi jamur ini yang menyerupai sikosis
(folikulitis pustula dari janggut). Dengan demikian, penyakit itu disebut
sycosiform tinea barbae.
Tipe dalam atau pustul dari tinea barbae dicirikan dengan adanya folikel
yang berpustul dan dalam yang membentuk nodul-nodul, seperti lesi kerion yang
ditemukan pada Tinea capitis. Lesi pustula ini diawali mikotik yang
sesungguhnya dan pus sangat penuh pada artrokonidia jamur. Reaksi yang terjadi
bisa benar-benar parah dimana kebanyakan rambut menjadi patah dilanjutkan
resolusi dari penyakit ini. Alopecia dan bekas luka mungkin menetap. Lesi terlhat
seperti rawa dan membengkak. Rambut-rambut ini ketika diepilasi akan terlihat
memiliki sejenis pus, massa putih pada akar rambut dan mengelilingi jaringan di
sekitarnya. Aliran sinus meningkat dan merusak jaringan sekitar. Sedikit tekanan
akan membangkitkan ekstrusksi dari material purulen. Lesi ini mungkin soliter
dan kebanyakan sering ditemukan pada daerah maksila. Kadang-kadang
keseluruhan area jenggot terkena dan indurasi verukosa ungu kemerahan yang
banyak juga terbentuk. Pembesaran kelenjar getah bening regional, demam
ringan, dan malaise mungkin muncul bersamaan pada infeksi yang parah,
khususnya yang disebabkan oleh T. verrucosum. Bibir atas biasanya terhindar dari
tinea barbae, sangat kontras jika dibandingkan dengan infeksi bakteri sycosis
vulgaris.7,14,15

IX. Histopatologi
Reaksi seluler terhadap tinea barbae sama dengan yang diproduksi pada
tinea capitis dengan tipe yang lebih parah. Organisme mungkin tampak pada
batang rambut dan folikel dan sejumlah besar antrospora tampak pada batang
rambut dan hidup bebas pada debris seluler. Kadang-kadang organisme ini tidak
tampak adan hanya infiltrat pyogen yang akut yang terlihat. Pada lesi kronik atau
dalam penyembuhan, infiltrar peradangan kronik dengan sel raksasa mungkin
terlihat.7
X. Diagnosis

8
Investigasi mikologi adalah dasar untuk diagnosis. Pemeriksaan mikologi
terdiri dari mikroskopi langsung dan kultur/ biakan. Pada beberapa kasus yang
jarang seperti tinea yang disebabkan Mikrosporum canis dapat menyebabkan
tinea. Pemeriksaan lampu wood akan sangat membantu. Akan tampak florosensi
hijau kusam pada rambut yang terinfeksi.16
Material yang terkumpul biasanya terdiri dari rambut yang diepilasi dan
massa pustula. Ketika plak-plak pada superfisial dan tanpa pustul, pemeriksaan
material terbaik adalah dengan mengambilnya dari tepi.3 Pemeriksaan langsung
dengan potassium hidroksida 20% dengan tambahan dimetil sulfoksida akan
memberikan hasil yang cepat, tetapi diperlukan orang yang berpengalaman untuk
melakukannya. Preparat KOH untuk mengidentifikasi hifa adalah diagnosis untuk
infeksi T. verrucosum. Menyayat tepi lesi yang aktif atau dengan memakai rambut
untuk diteliti sebaiknya dilakukan. Teknik ini memiliki sensitifitas 88% dan
spesifisitas 95%. Lampu wood akan memastikan kasus-kasus yang jarang seperti
pada infeksi microsporum.9, 16
[6]. Pewarnaan tambahan, seperti pewarnaan Swartz-Lamkin, Parker blue-
black ink atau chlorazol black E, kadang-kadang akan sangat berguna. Spesimen
tersebut diperiksa dengan mikroskop cahaya dan hasilnya tergantung pada jamur
penyebab yang diperksa yang akan menunjukkan tipe hifa khusunya masing-
masing dan/ atau artokonidia.17 Sedangkan untuk pengerjaan kultur dapat
memakan waktu sekitar 3-4 minggu dan biasanya ditampilkan pada agar Saboraud
dengan cycloheximide dan kloramfenikol ditambahkan untuk menghambat
pertumbuhan dari bakteri dan jamur non-dermatofitik. Identifikasi jamur
didasarkan pada morfologi dan mikroskopik dari koloni. Identifikasi pathogen
menyediakan informasi tentang sumber dari infeksi dan menolong dalam
menyeleksi pengobatan yang tepat.3
Pemeriksaan histologi diperlukan hanya pada kasus-kasus yang sulit.
Pewarnaan hematoxylin dan eosin sering tidak dapat menunjukkan elemen jamur.
Pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS) sangat direkomendasikan. Pada spesimen
biopsi, folikulitis dan perifolikulitis akan dapat diamati melalui infiltrat-infiltrat

9
spongiosis dan folikel limfositik. Kadang-kadang mikroabses akan terbentuk oleh
neutrofil dalam keratin folikel.18
Infiltrat peradangan sel campuran sering tampak pada dermis, serta pada
sel raksasa kerion yang kronik juga dapat terlihat. Artrikonidia dan/ atau hifa
mungkin dapat dideteksi di stratum korneum, folikel rambut dan batang rambut.19

Gambar 5. Gambaran mikroskopik M. Canis;


beberapa mikrokonidia, berdinding tebal, dan
makrokonidia ekinulata dengan bentuk kran
pada ujungnya.

Gambar 6. Gambaran mikroskopik T. Verrucosum;


Rantai-rantai dari klamidokonidia pada SDA dan
makrokonidia berbentuk ”buntut tikus” tipis dengan
tiamin.
XI. Diagnosis Banding

10
Diagnosis banding pada tinea barbae dapat berdasarkan kemiripan gejala
klinisnya dengan penyakit lain maupun melalui organisme penyebab.
Banyaknya morfologi dari lesi Tinea Barbae adalah alasan utama luasnya
kelainan kulit lain yang dapat menyerupai infeksi jamur. Penyakit-penyakit ini
seperti folikulitis bakteri, dermatitis atopik, dermatitis kontak dan dermatitis
seboroik dapat menyerupai tinea barbae.16
Diagnosis banding yang terpenting adalah sikosis barbae dan epiteliomata
Sikosis barbae biasanya lebih menyebar, lebih kronis dan menginfeksi daerah
yang sering kena tekanan, meskipun reaksi inflamasi tidak begitu intens, rambut-
rambut yang terinfeksi tidak hilang dan tidak sakit saat dicabut. Area kecil dari
tinea barbae biasanya menyerupai epiteliomata sel basal, tetapi kesalahan
diagnosis tidak akan terjadi bila diagnosis banding tersebut dapat diingat.20
Jamur lain, seperti ragi dan jamur hifa dapat menyebabkan infeksi lokal di
area dengan lesi yang sama, khususnya pada pasien yang baru lahir atau
imunokompromis. Kadang-kadang infeksi dermatofitik dapat meniru penyakit
lain, seperti lupus eritematosus atau rosacea.16
Riwayat kontak dengan hewan bersamaan dengan munculnya lesi pustul
yang meradang dan parah yang disebabkan oleh T. verrucosum atau T.
mentagrophytes var. mentagrophytes menunjukan diagnosis dari tinea barbae.
Folikel yang tidak mengkilat, pustul, rapuh, rambut yang mudah diepilasi dan
adanya tepi-tepi perifer yang menyebar secara aktif menyusun gambaran klasik
dari penyakit ini. Agen penyebabnya adalah M. canis, dengan florosensi dari
rambut ini di bawah lampu wood akan terlihat agen penyebabnya. Spesies
Trichiphyton tidak menunjukkan florosens di bawah lampu wood. Preparat jamur
yang telah ditetesi potassium hidroksida bisa menunjukkan adanya elemen jamur
dan membedakan penyakit ini dari sycosis vulgaris. Bentuk jamur yang lebih
ringan, lebih sedikit menyebabkan nyeri dan sakit daripada pioderma yang
disebabkan stafilokokus. Infeksi dari dermatofita mungkin melibatkan bulu mata,
tetapi tidak mengenai konjugtiva. Infeksi bulu mata tanpa melibatkan bagian lain
dapat ditemukan, biasanya pada anak-anak, dan M. canis merupakan penyebab
yang paling sering. Kondisi lain yang dapat menyerupai Tinea barbae yaitu

11
dermatitis kontak, iododerma, bromoderma, kista, akne, aktinomikosis, dan sifilis
pustula.7

XII. Terapi
Pengobatan untuk tinea barbae sama dengan pengobatan pada tinea
capitis.13 Terapi oral antimikosis diperlukan. Beberapa penelitian dan pengalaman
sendiri menunjukkan antijamur topikal tidak cukup untuk mengontrol lesi dari
tinea barbae secara menyeluruh. Dengan demikian pada kebanyakan kasus sangat
direkomendasikan kombinasi antara pengobatan sistemik dan topikal antimikosis.
Ketika mengenai rambut-rambut, pencukuran atau depilasi sebaiknya diambil
sebagai pertimbangan.16
Dahulu, epilasi manual atau x-ray bersama dengan kompres menggunakan
kompres permanganat (1:4000) atau larutan vleminckx (1:33) pernah dilakukan.
Tetapi tidak ada dari regimen ini yang sekarang diindikasikan untuk mengobati
tinea barbae, khususnya epilasi x-ray. Merkuri amonia (5%), quinolor, desenex,
sopronol, atau asterol kadang-kadang digunakan untuk megobati lesi itu.
Beberapa dari obat di atas mungkin sangat berguna pada kasus resisten sebagai
tambahn untuk pengobatan griseofulvin. Memangkas dan mencukur area jenggot
juga sangat direkomendasikan. Sepanjang diberikan bersama-sama kompres
hangat dan dilakukan pembersihan sisa-sisa dari jaringan yang sakit.7
Kompres hangat digunakan untuk menyingkirkan krusta dan debris
sebagai pengobatan tidak spesifik, biasanya dapat dilakukan. Sekarang ini
terbinafine 250 mg digunakan sehari sekali untuk periode paling sedikit selama 4
minggu, tergantung pada pilihan pengobatannya. Pada beberapa kasus
penggunaaan griseofulvin pada dosis paling sedikit 20 mg/kg/hari (terapi
berlangsung lebih dari 8 minggu) mungkin dapat dipertimbangkan.1,10
Griseofulvin mungkin sangat berguna untuk pengobatan Tinea barbae,
khususnya untuk tipe kronik. Hilangnya rasa sakit, tidak nyaman, dan malaise
secara cepat, bersama dengan kegagalan untuk mengembangkan lesi satelit dan
resolusi lebih cepat dari penyakit ini, telah dilaporkan setelah pengobatan dari
infeksi T. verrucosum yang parah. Dosis griseofulvin adalah 500mg per hari

12
dibagi menjadi dua sediaan. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan selama dua atau
tiga minggu seiring hilangnya gejala-gejala klinis.7
Itrakonazol 100mg/ hari selama 4-6 minggu dapat sangat efektif. Telah
dipastikan oleh Maeda dkk. yang telah mengobati secara efektif dengan
itrakonazol 100mg/ hari (selama 2 bulan terapi) pada seorang petani yang
terinfeksi Trichophyton verrucosum.21,22
Sebagai pengobatan topikal bisanya digunakan 2 kelompok antijamur,
yaitu azol dan alilamin. Meskipun rekomendasi pengobatan umum sudah ada
untuk pasien tinea barbae, tetap penting diingat bahwa sering pada pasien-pasien
tersebut, regimen pengobatan, khusunya periode pengobatan, sebaiknya
ditentukan berdasarkan masing-masing pasien tersebut berdasarkan pada gejala
klinis dan penilaian laboratoriumnya. Eliminasi dari sumber infeksi, khususnya
yang kontak dengan hewan yang terinfeksi akan menjadi sangat penting untuk
hasil akhir dari pengobatan ini. Lebih lanjut lagi, pengobatan infeksi jamur
lainnya seperti tinea pedis dan onikomikosi sangat penting, karena kemungkinan
terjadinya autoinokulasi pada janggut.7,16

XIII. Prognosis
Karena kebanyakan kasus dari tinea barbae adalah tipe peradangan,
resolusi secara spontan biasanya terjadi. Durasi dari infeksi bervariasi tergantung
organisme yang terlibat. Karena T. verrucosum dan T. mentagrophytes var.
Mentagrophytes kebanyakan merupakan organisme yang virulen, infeksi yang
terjadi umumnya sembuh dalam dua sampai tiga minggu. Infeksi kronik dapat
berlangsung lebih dari dua bulan dan T. rubrum atau T. violaceum jarang menjadi
penyebabnya.7

XIV. Kesimpulan
Tinea Barbae adalah infeksi dermatofitosis superfisialis yang jarang
terjadi. Infeksi ini hanya terbatas pada daerah yang berjanggut, yaitu pipi, dagu
dan leher. Hampir seluruh penderitanya adalah laki-laki dewasa. Penyakit ini
dapat disebabkan berbagai organisme jamur, sehingga penyakit ini memiliki tiga
tipe klinis, yaitu tipe inflamasi (deep), tipe superficial, dan tipe sirsinata. Masing-

13
masing tipe memberikan gambaran klinis yang cukup berbeda. Untuk
mendiagnosis penyakit ini diperlukan aspek klinis dan pemeriksaan penunjang
yang tepat seperti pemeriksaan mikroskopik dengan KOH, maupun pemeriksaan
biakan hingga histopatologi. Kadang-kadang penyakit ini sulit dibedakan dengan
sycosis barbae. Terapi tinea barbae terbukti efektif bila dilakukan dengan
kombinasi terapi sistemik dan terapi topikal. Lama pengobatan tergantung kondisi
penderita masing-masing dan jenis jamur yang menginfeksinya.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Bonifaz A, Ramirez-Tamayo T, Saul A. Tinea Barbae (tinea sycosis):
experience with nine cases. J Dermatol 2003; 30, 898-903.

2. Trotha R, Graser Y, Platt J, Koster A, Konig B, Konig W, Freytag C.Tinea


barbae caused by a zoophilic strain of Trichopyton interdigitale. Mycoses
2003; 46: 60-3.

3. Szepietowski JC, Schwartz RA. Tinea barbae. eMedicine Dermatology [Journal


serial online].2004. Available at:
http://author.emedicine.com/derm/topic419.htm

4. Elewski BE. Tinea barbae. Clinical Dermatology, Demis DJ (ed). Philadelphia,


Lippincott Williams and Wilkins 1999, Unit 17-8, 1-4.

5. Kawada A, Argane Y, Maeda A, Yudate T, Tezuka T, Hiruma M. Tinea barbae


due to Trichophyton rubrum with possible involvement of autoinoculation.
Br J Dermatol 2000; 142: 1064-5.

6. Maeda M, Nakashima T, Satho M, Yamada T, Kitajima Y. Tinea barbae due to


Trichophyton verrucosum. Eur J Dermatol 2002; 12: 272-4.

7. Rippon, J.W. Medical Mycology. W.B. Saunders Co., Philadelphia, 1974, bab 5
hlm. 194-196

8. Verma, S. dan Heffernan M.P. Tinea Barbae in Fitzpatrick, Wolff,


K.,Goldsmith L.A., Katz S.I, Gilchrest B.A., Paller, A.F., Leffell, D.J.
Dermatology in General Medicine, 7th ed., vol. 2, bab. 186, hlm. 1813-
1814. (McGraw-Hill Book Company, New york 2006)

9. Shrum JP, Millikan LE, Bataineh O. Superficial fungal infections in the tropics.
Dermatol Clin 1994; 12: 687-93.

10. Szepietowski JC, Schwartz RA. Tinea faciei. eMedicine Dermatology [Journal
serial online]. 2004. Available at:
http://author.emedicine.com/derm/topic740.htm

11. Beswick SJ, Das J, Lawrence CM, Tan BB. Kerion formation due to
Trichophyton rubrum. Br J Dermatol 1999; 141: 953-4.

12. Szepietowski JC, Bielicka E, Maj J. Inflammatory tinea barbae due to


Trichophyton rubrum infection – autoinnoculation from fingernail
onychomycosis? Case Rep Clin Pract Rev 2002; 3: 68-70.

13. Ceburkovas O, Schwartz RA, Janniger CK. Tinea capitis: current concepts. J
Dermatol 2000; 27: 144-8.

15
14. Baldassarre MA, Belli MA, De Luca T, Ruocco E. Tinea faciei:presentazione
di un caso. 41st Italian National Dermatology Congress Abstract
Book.Capri, Italy. Editors: Berutti G, Ruocco V. Publisher 2003; 169.

15. Lin RL, Szepietowski JC, Schwartz RA. Tinea faciei, an often deceptive facial
eruption. Int J Dermatol 2004; 43, in press

16. Baran, W dan Schwartz, R.A. Tinea Barbae. Acta Dermatoven APA vol 13,
2004, No. 3, hlm. 91.
17. Drake LA, Dinehart SM, Farmer ER, Goltz RW, Graham GF, Hordinsky MK,
Lewis CW, Pariser DM, Skouge JW, Webster SB, Whitaker DC, Butler B,
Lowery BJ, Elewski BE, Elgart ML, Jacobs PH, Lesher JL Jr, Scher
RK..Guidelines of care for superficial mycotic infections of the skin: Tinea
capitis and tinea barbae. J Am Acad Dermatol 1996; 34: 290-4.

18. Soyer HP, Cerroni L. The significance of histopathology in the diagnosis of


dermatomycoses. Acta Derm Venerol (APA) 1992; 1: 84-7.

19. Maeda M, Nakashima T, Satho M, Yamada T, Kitajima Y. Tinea barbae due


to Trichophyton verrucosum. Eur J Dermatol 2002; 12: 272-4.

20. Niczyporuk W, Krajewska-Kulak E, Lukaszuk C. Bartoszewicz M,


Roszkowska I, Edyta M. Difficulties in the diagnosis and therapy of skin
and hair mycoses in children. Dermatol Klin Zabieg 1999; 2: 75-8.

21. Zuber TJ, Baddam K. Superficial fungal infection of the skin. Where and how
it appears help determine therapy. Postgrad Med 2001; 109: 117-20, 123-
6, 131-2.
22. Shear NH, Einarson TR, Arikian SR, Doyle JJ, van Assche D.
Pharmacoeconomic analysis of topical treatments for tinea infections. Int J
Dermatol 1998; 37: 64-71.

16

Anda mungkin juga menyukai