Anda di halaman 1dari 13

No.

Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 1 dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

BAB IV
PENGUJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP RESPIRASI KECAMBAH Vigna radiata
DENGAN METODE TITRASI

Nama : Flafiani Cios Conara


NIM : 18/426459/BI/10051
Gol(Hari)/Kel : D(Senin)/6
Asisten : Sari Rahmah Handayani

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 2 dari 13

PERCOBAAN 7
PENGUJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP RESPIRASI KECAMBAH Vigna radiata DENGAN
METODE TITRASI

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk melangsungkan berbagai aktivitas kehidupan, sel memerlukan energy. Energi
ini umumya digunakan dalam bentuk ATP yang didapatkan dari proses respirasi yang
memecah glukosa dan memiliki hasil samping berupa karbondioksida(Bidlack and
Jansky,2011). Proses pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sedehana untuk
menghasilkan energy ini disebut sebagai katabolisme.
Respirasi pada dasarnya merupakan suatu reaksi reduksi – oksidasi atau yang sering
disebut sebagai redoks(Reece et al., 2017). Berdasarkan kebutuhan oksigen respirasi
dibedakan menjadi dua yaitu respirasi aerob dan respirasi anaerob. Respirasi aerob merupakan
proses respirasi yang menggunakan oksigen dan tidak akan berjalan apabila tidak terdapat
oksigen ( Reece et al., 2017 ; Bidlack and Jansky,2011). Pada respirasi aerob, oksigen sebagai
reaktan sedangkan molekul organic menjadi molekul yang dioksidasi. Sebagian besar
eukariota dan beberapa jenis prokariot melakukan respirasi aerob(Reece et al., 2017). Secara
umum respirasi aerob memiliki persamaan sebagai berikut:

Gambar 1. Respirasi(Bidlack and Jansky,2011)


Sebaliknya, respirasi anaerob atau yang dikenal sebagai fermentasi merupakan proses
respirasi yang tidak menggunakan oksigen yang kemungkinan merupakan suatu adaptasi
makhluk hidup purba dimana menurut penelitian belum terdapat oksigen di bumi pada masa
purba tersebut(Bidlack and Jansky,2011). Pada proses fermentasi terjadi pemecahan glukosa
menjadi asam piruvat yang diproses lebih lanjut menjadi asam laktat, asam cuka, alcohol,dll.
Secara umu ferementasi atau respirasi anaerob memiliki persamaan sebagai berikut:

Gambar2. Respirasi anaerob (Bidlack and Jansky,2011)


Respirasi memiliki berbagai macam tahapan antara lain glikolisis, dekarboksilasi
oksidatif, Siklus krebs dan Rantai transport electron. Glikolisis merupakan tahap pertama
proses respirasi baik respirasi aerob maupun respirasi anaerob. Glikolisis merupakan
pemecahan glukosa menjadi 2 molekul asam piruvat , 2ATP, dan 2NADH yang terjadi di
sitosol/ sitoplasma(Reece et al., 2017). Pada proses glikolisis tidak terjadi pelepasan karbon
sebagai CO2. Ketika terdapat oksigen, reaksi berlanjut memasuki dekarboksilasi oksidatif dan
siklus Krebs.
Ketika asam piruvat akan memasuki mitokondria,molekul tersebut diubah menajdi
asetil CoA dengan reaksi dekarboksilasi oksidatif. Pada dekarboksilasi oksidatif ini terjadi
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 3 dari 13

pelepasan CO2 (Reece et al., 2017). Pada reaksi ini CoA didapatkan dari komponen yang
mengandung sulfur derivate dari vitamin B yang akan berikatan dengan asetil membentuk
Asetil CoA. Asetil CoA ini merupakan molekul yang memili energy potensial tinggi yang
digunakan untuk mentransfer asetil menuju siklus asam sitrat/ Siklus Krebs. Reaksi
dekarboksilasi oksidatif memiliki persamaan sebagai berikut:

Gambar 3. Reaksi Dekarboksilasi Oksidatif(Bhatla and Lal,2018).


Reaksi selanjutnya merupakan siklus asam sitrat atau siklus krebs yang terjadi
mitokondria. Setiap asetil CoA yang masuk dihasilkan 3 NADH, FADH 2,dan 1 ATP. Karena
pada siklus krebs digunakan 2 molekul asam piruvat maka total dihasilkan 6 NADH, 2 FADH 2,
dan 2 ATP(Bidlack and Jansky,2011). Secara umum reaksi krebs adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Reaksi Siklus Asam Sitrat(Bhatla and Lal, 2018).


Setelah sel memasuki siklus krebs, tahap selanjutnya merupakan rantai transport
electron. Rantai transport electron merupakan langkah terakhir dalam respirasi yang terjadi di
membran dalam mitokondria. Pada proses rantai transport electron ini terjadi perpindahan
electron melewati molekul carrier berupa protein kompleks dan terjadi penurunan gradient
energy yang membentuk ATP. Pada proses ini, akseptor electron utama pada respirasi
merupakan oksigen yang memproduksi air ketika oksigen bereaksi dengan hidrogen(Bidlack
and Jansky,2011). Apabila terdapat oksigen yang memadai, proses rantai tranpor electron akan
berlanjut sedangkan apabila tidak ada oksigen maka respirasi tidak berjalan. Energy yang
dihasilkan dari rantai transport electron sebenarnya berasal dari NADH dan FADH 2 dari reaksi-
reaksi sebelumnya dimana setiap 1 molekul NADH setara dengan 3 ATP dan 1 molekul
FADH2 setara dengan 2 ATP. Total ATP yang dihasilkan dari respirasi sebesar 36 ATP setiap
1 molekul glukosa(Bidlack and Jansky,2011).
Pada respirasi terdapat faktor yang memabatasi respirasi seperti kadar oksigen, tingkat
saturasi air, temperature, dan kadar CO 2. Oksigen berpengaruh terhadap respirasi karena
oksigen merupakan substrat dari poses respirasi itu sendiri(Taiz and Zerger,2010). Tingkat
saturasi air mempengaruhi respirasi karena semakin tinggi kadar air maka semakin rendah
oksigen yang diambil oleh tumbuhan karena terganggunya proses difusi pada akar.
Suhu mempengaruhi respirasi karena respirasi membutuhkan enzim-enzim tertentu
yang hanya bekerja pada range suhu tertentu saja. Suhu yang terlalu tinggi dapat
mendenaturasi protein dan enzim-enzim metabolisme sehingga respirasi mengalami
penurunan. Pada respirasi diketahui koefisien Q10 dimana ketika suhu berada diantara 0 – 30 o
C setiap kenaikan suhu 10oc akan meningkatkan laju respirasi sebesar 2 kali(Taiz and Zerger,
2010).
B. Permasalahan
Permasalahan dari praktikum ini adalah bagaimana pengaruh suhu terhadap respirasi
tumbuhan dengan model kecambah Vigna radiata? Diantara 27o dan 37o manakah suhu paling
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 4 dari 13

optimum untuk respirasi kecambah Vigna radiata? Serta berapa nilai Q10 kecambah Vigna
radiata?
C. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah
1. mengetahui pengaruh faktor eksternal berupa suhu terhadap respirasi kecambah Vigna
radiata.
2. membandingkan diantara suhu 27o dan 37o pada percobaan ini suhu mana suhu yang
paling optimal pada respirasi kecambah Vigna radiata.
3. Mengetahui nilai Q10 kecambah Vigna radiata.
II. METODE PERCOBAAN
A. Bahan dan Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah 4 botol gelap,kain kasa, benang, gelas
ukur, pipet ukur, Erlenmeyer,timbangan analitik, incubator dan buret. Tabung gelap digunakan
sebagai wadah kecambah dan NaOH. Kain kasa digunakan untuk membungkus kecambah.
Benang digunakan untuk menggantung kecambah yang sudah dibungkus menggunakan kain
kasa agar tidak tercelup dalam NaOH. Gelas ukur digunakan untuk menakar larutan dengan
volume tertentu. Selanjutnya, pipet ukur digunakan untuk mengambil larutan dalam jumlah
tertentu. Erlenmeyer dan buret digunakan pada proses titrasi. Timbangan analitik digunakan
untuk menimbang kecambah. Terakhir, incubator digunakan untuk menginkubasi kecambah
dengan suhu 37o C dalam waktu 24 jam.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah kecambah Vigna radiata(L.) R. Wilczek,
larutan 0,5 NaoH, larutan 0,1 HCl, Larutan BaCl 2, indikator Phenolphtalein, serta
aquades,kertas buram dan karet. Kecambah Vigna radiata digunakan sebagai bahan percobaan
yang diukur tingkat respirasinya. Larutan 0.5 NaOH dan larutan 0,1 HCl digunakan dalam
proses titrasi, NaOh sebagai analit sedangkan HCl sebagai titran.BaCl 2 dicampur dengan
NaOH sebelum ditirasi. Indikator Phenolphtalein digunakan sebagai indikator titrasi sehingga
warna saat titrasi mudah diamati. Pada percobaan ini digunakan kertas buram untuk menutupi
mulut botol saat dilakukan proses inkubasi, serta karet yang mengikat kertas buramagar stabil
di mulut botol.
B. Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
Kecambah Vigna radiata 10 gr dibagi 4 botol gelap diisi larutan 0.5 NaOH
menjadi 2 dan ditimbang masing-masing 5 gr masing-masing 30mL

1 botol gelap berisi kecambah dan NaOH Kecambah dibungkus dengan kain
serta 1 botol kontrol dimasukkan dalam kasa dan digantungkan dengan benang
incubator suhu 37oC dan 2 botol lainnya dalam botol tanpa terendam larutan
ditempatkan diluar incubator bersuhu 27oc NaOH serta ditutup rapat
selama 24 jam

Setelah 24 jam, NaOH dari masing-masing Diukur parameter banyaknya CO2


botol diambil 5 ml dan dimasukkan yang dibebaskan pada respirasi
Erlenmeyer dan ditambahkan BaCl2 2.5ml kecambah Vigna radiata pada
serta ditetesi 2 tetes indikator PP dan di temperature berbeda.
titrasi dengan 0.1 N HCl hingga warna
tepat hilang
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 5 dari 13

III. HASIL
Hasil yang didapat dari percobaan pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah Vigna
radiata adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil percobaan pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah Vigna radiata
Suhu Volume CO2 respirasi (L) Q10

27 oC 0,003 0,763
o
37 C 0,002
Dari tabel 1. Hasil Percobaan Pengaruh Suhu Terhadap Respirasi Kecambah didapatkan
bahwa Volume CO2 respirasi tertinggi berada pada suhu 27 oC sebesar 0,003, sedangkan
volume CO2 respirasi pada suhu 37oC lebih rendah yaitu sebesar 0,002 yang berarti terjadi
penurunan respirasi pada suhu ini. Q10 dari percobaan ini adalah sebesar 0,763.
IV. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pengujian pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah
Vigna radiata. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap respirasi
kecambah, mengetahui suhu optimal dalam respirasi kecambah serta menghitung nilai Q10
respirasi kecambah Vigna radiata. Pada percobaan ini digunakan suhu sebesar 27 oC
dengan 37oC yang bertujuan untuk membandingkan suhu yang paling optimal untuk
respirasi serta untuk mengamati pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah kecambah
Vigna radiata.
Pada percobaan ini dilakukan penimbangan kecambah Vigna radiata yang bertujuan
untuk mengukur dan menyamakan massa kecambah Vigna radiata sehingga diperoleh 2
kelompok kecambah dengan berat sama agar hasil perlakuan serupa. Penimbangan
dilakukan dengan timbangan analitik bertujuan untuk mendapatkan hasil pengukuran
massa dengan akurasi tinggi. Kemudian dilakukan pembungkusan kecambah
menggunakan kasa bertujuan untuk memungkinkan pertukaran gas yang diperlukan
respirasi maupun gas buangan respirasi(O2 dan CO2 ) sehingga kecambah tidak mengalami
pembusukan dan dapat melakukan respirasi. Pertukaran gas tersebut memungkinkan
karena struktur berpori pada kasa. Selanjutnya perlakuan penggantungan biji yang sudah
dibungkus dengan kasa menggunakan benang adalah untuk mencegah terendamnya
kecambah pada larutan NaOH yang ditambahkan dalam botol karena sifat NaOH yang
sangat basa.
Penggunaan NaOH dimaksudkan untuk mengikat CO 2 yang merupakan gas buangan
respirasi sehingga laju respirasi dapat diketahui dengan penghitungan. Pada percobaan ini
botol gelap ditutup menggunakan kertas buram bertujuan untuk menimalisir pengaruh dari
luar seperti adanya kontaminan, cahaya, dll sehingga diperoleh data percobaan yang baik
dan sesuai. Pada percobaan ini dilakukan perbandingan suhu respirasi yaitu sebesar 27 oC
dan 37oC. Tujuan perbandingan suhu ini adalah menentukan suhu optimal respirasi yang
ditandai dengan meningkatnya laju respirasi yang dapat dilihat dari Volume HCl yang di
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 6 dari 13

titrasi, CO2 yang dilepaskan serta CO2 respirasi. Selain itu perlakuan suhu bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kenaikan suhu 10oc terhadap kecepatan respirasi menjadi 2 kali lipat
sesuai dengan teori koefisien Q10 (Taiz et al., 2010).
Pada percobaan pengaruh suhu terhadap respirasi kecambah ini dilakukan proses titrasi
asam basa yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan dengan penambahan
larutan standar(larutan yang sudah diketahui konsentrasinya) sehingga dapat dikuantifikasi
dan dianalisis. Sebelum di titrasi NaOH diberi 2,5mL BaCl 2 yang bertujuan untuk
mengikat Na2 bebas serta memberikan suasana basa pada larutan dan mengendapkan CO 2
hasil respirasi kecambah yang berikatan dengan NaOH. Indikator PP digunakan sebagai
indikator asam basa untuk mengetahui titik ekuivalen titrasi. Indikator Phenolphtalein
memiliki rentang pH sebesar 8,3 hingga pH 10(Pradeep and Dave, 2018).
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 sebagai titran(larutan yang
dimasukkan dalam buret untuk ditambahkan pada larutan analit). Titrasi dilakukan hingga
tercapainya titik ekuivalen dimana terjadinya perubahan warna pada analit yang sudah
diberi indikator phenolphthalein. Perubahan warna ini disebabkan karena asam dan
basa(NaOH dan HCl) yang ditambahkan telat bereaksi sepenuhnya dan ternetralisasi.
Proses respirasi memiliki reaksi sebagai berikut:

Gambar 5. Persamaan respirasi(Bidlack and Jansky, 2017)


Dari reaksi tersebut dapat dilihat bahwwa respirasi melepaskan CO 2 akibat reaksi
redoks molekul glukosa dalam tubuh. CO2 yang dilepaskan ini kemudian berikatan pada
NaOH pada percobaan. Pada titrasi yang dilakukan semakin banyak HCl yang diperlukan
untuk titrasi maka semakin sedikit CO 2 karena HCl menetralkan NaOH dan bereaksi
menghasilkan H2O dan NaCl sehingga Co2 yang berikatan dengan NaOH berkurang. Pada
titrasi, BaCO3 akan bereaksi dengan HCl menghasilkan BaCl 2, CO2 dan H2O(Rubio,2017).
Reaksi titrasi memiliki persamaan sebagai berikut:

(Rubio,2017)

(Chan and Tan, 2015)


Gambar 6. Reaksi Titrasi(Rubio,2017 ; Chan and Tan, 2015).
Q10 merupakan nilai faktor suhu yang berpengaruh terhadap laju respirasi. Kenaikan
suhu sebesar 10oC dari range 0-30oC meningkatkan laju respirasi sebesar 2 kali lipat(Taiz
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 7 dari 13

et al., 2010). Dari percobaan yang dilakukan, setelah penghitungan nilai Q10 didapatkan
nilai 0,763(Kurang dari 1) yang berarti suhu 37 oC bukan merupakan suhu optimal respirasi
kecambah Vigna radiata karena terjadi penurunan laju respirasi dibandingkan dengan suhu
27oC. Hal ini menandakan ketidak sesuaian dengan teori Q10. Suhu merupakan salah satu
faktor reaksi respirasi karena dengan meningkatnya suhu maka respirasi akan mengalami
peningkatan sampai batas tertentu. Hal ini disebabkan untuk metabolisme diperlukan
berbagai enzim metabolisme dimana enzim-enzim tersebut memiliki suhu aktivasi dan
suhu optimal untuk metabolisme. Menurut riset sebelumnya,suhu optimal untuk
melakukan respirasi berkisar antara 20-30 oC(Taiz et al., 2010). Suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan penurunan laju respirasi akibat terjadinya denaturasi protein penyusun
enzim metabolisme(respirasi) sehingga respirasi terhambat. Sedangkan suhu yang terlalu
rendah juga mempengaruhi aktivitas kerja enzim karena suhu yang rendah tidak cukup
dalam mengaktivasi enzim.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah semakin tinggi suhu maka
respirasi Vigna radiata semakin lambat akibar denaturasi protein dan enzim. Kemudian
dari percobaan suhu paling optimal respirasi sebesar 27 oC serta memiliki nilai Q10 sebesar
0,763.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Bhatla, S.C and Lal, M.A. 2018. Plant Physiology, Development, and Metabolism.
Singapore: Springer Nature Singapore Pte Ltd.p 276, 279.
Bidlack, J.E, and Jansky,S.H. 2011. Sternos Introductory Plant Biology. 12th Ed. New
York: McGraw-Hill Companies. Inc.p 178-179,182
Chan, Kim S., and Jeanne, Tan. 2015. Understanding Experimental Planning for Advanced
Level Chemistry: The Learner's Approach. Singapore: World Scientific
Publishing Company.p 84.
Pradeep, D.J and Dave,K. 2013. A Novel, Inexpensive and Less Hazardous Acid-Base
Indicator. Journal of Laboratory Chemical Education,1(2): 34
Reece, J.B., Campbell, Neil A., Urry, Lissa A., Cain, Michael L., Minorsky.,Wasserman,
P.V., Steven A. 2017. Biology (11th ed.). New York: Pearson education.p 165,
168, 170-172.
Rubio, Luis M. 2017. Carbon Dioxide Titration Method for Soil Respiration
Measurements. Tampere: Tampere University of Applied Sciences. p: 19,32-
34,42,64
Taiz,L, and Zeiger,E. 2010. Plant Physiology. 5th Ed. Sunderland: Sinauer Associates, Inc.
p246-247.
VII. LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pengamatan dan Penghitungan
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengaruh Suhu Terhadap Respirasi
Volume HCl Volume CO2 Volume CO2
Suhu Perlakuan Q10
titrasi (L) terlepas (L) respirasi (L)
27 oC Kontrol 0,026 0,918 0,003 0,763
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 8 dari 13

Perlakuan 0,025 0,921


Kontrol 0,027 0,936 0,002
37 oC
Perlakuan 0,027 0,938
Perhitungan:
NaOH mula-mula = Vol. NaOH x M NaOH = (a)
0,030 mL x 0,5 M = 0,015 mol
NaOH sisa = Vol. HCl titran x M HCl = (b)
27oC - Kontrol = 0,02567 x 0,1M = 0,002567 mol
- Perlakuan = 0,02525 x 0,1M = 0,002525 mol
37oC - Kontrol = 0,02723 x 0,1M = 0,002723 mol
- Perlakuan = 0,02692 x 0,1M = 0,002692 mol
NaOH pengikat CO2 = (a) – (b) = (c)
27oC - Kontrol = 0,015 - 0,002567 = 0,012433 mol
- Perlakuan = 0,015 - 0,002525 = 0,012475 mol
o
37 C - Kontrol = 0,015 - 0,002723 = 0,012277 mol
- Perlakuan = 0,015 - 0,002692 = 0,012308 mol
CO2 terikat dalam 5 ml = 0,5 x (c) = (d)
27oC - Kontrol = 0,5 x 0,012433 mol = 0,0062165 L
- Perlakuan = 0,5 x 0,012475 mol = 0,0062375 L
o
37 C - Kontrol = 0,5 x 0,012277 mol = 0,0061385 L
- Perlakuan = 0,5 x 0,012308 mol = 0,0061540 L
CO2 terikat dalam 30 ml = 6 x (d) = (e) = n
27oC - Kontrol = 6 x 0,0062165 L = 0,037299 L
- Perlakuan = 6 x 0,0062375 L = 0,037425 L
o
37 C - Kontrol = 6 x 0,0061385 L = 0,036831 L
- Perlakuan = 6 x 0,0061540 L = 0,036924 L
Vol. CO2 terlepas = n x R x T = (f)
27oC - Kontrol = 0,037299 L x 0,082 L atm/mol K x 300 K = 0,91755540 L
- Perlakuan = 0,037425 L x 0,082 L atm/mol K x 300 K = 0,92065500 L
o
37 C - Kontrol = 0,036831 L x 0,082 L atm/mol K x 310 K = 0,93624402 L
- Perlakuan = 0,036924 L x 0,082 L atm/mol K x 310 K = 0,93860808 L

NB: perhitungan rumus di atas untuk 4 data, kontrol 270C dan 370C kemudian
perlakuan 270C dan 370C
Vol. CO2 respirasi suhu 270C= (f) perlakuan – (f) kontrol = (g)
0,92065500 L - 0,91755540 L = 0,0030996 L
Vol. CO2 respirasi suhu 370C = (f) perlakuan – (f) kontrol = (h)
0,93860808 L - 0,93624402 L = 0,00236406 L
Q10 respirasi = ((g)/(h))
Q10 = 0,00236406 L / 0,00309960 L = 0,762698413 = 0,763
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 9 dari 13

Lampiran 2. Tangkapan Layar Daftar Pustaka


Pengertian Respirasi

Campbell(2017), 165

Bidlack, J.E, and Jansky,S.H. 2011. Sternos


Introductory Plant Biology. 12th Ed. McGraw-
Hill Companies. Inc., New York. Page 178
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 10 dari 13

Glikolisis
Campbell,170

Tahapan Respirasi
Campbell, 168

Dekarboksilasi Oksidatif
Campbell, 171-172
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 11 dari 13

Bidlack, J.E, and Jansky,S.H. 2011. Sternos


Introductory Plant Biology. 12th Ed. McGraw-
Hill Companies. Inc., New York. Page 182

Bhatla, S.C and Lal, M.A. 2018. Plant


Physiology, Development, and Metabolism.
Springer Nature Singapore Pte Ltd.
Singapore.p 279.

Rantai Transpor Elektron


Bidlack, J.E, and Jansky,S.H. 2011. Sternos
Introductory Plant Biology. 12th Ed. McGraw-
Bidlack, J.E, and Jansky,S.H. 2011. Sternos Hill Companies. Inc., New York.Page 179
Introductory Plant Biology. 12th Ed. McGraw-
Hill Companies. Inc., New York. Page 182

Bhatla, S.C and Lal, M.A. 2018. Plant


Physiology, Development, and Metabolism.
Springer Nature Singapore Pte Ltd. Singapore.
P276.

Siklus Krebs
Campbell, 172

Respirasi Anaerob
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 12 dari 13

Bidlack, J.E, and Jansky,S.H. 2011. Sternos


Introductory Plant Biology. 12th Ed. McGraw-
Hill Companies. Inc., New York.Page 179

Faktor yang mempengaruhi respirasi

Taiz,L, and Zeiger,E. 2010. Plant Physiology.


5th Ed. Sinauer Associates, Inc.
Massachusetts,USA. p246-247.
No. Dokumen FO-UGM-BI-07-13
BORANG
Berlaku sejak 03 Maret 2008
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Revisi 00
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN Halaman 13 dari 13

pH range indikator PP

Pradeep, D.J and Dave,K. 2013. A Novel,


Inexpensive and Less Hazardous Acid-Base
Indicator. Journal of Laboratory Chemical
Education,1(2): 34 Rubio, 2017.

(Chan and Tan, 2015) page 84

Anda mungkin juga menyukai