Anda di halaman 1dari 9

Makalah

ETOLOGI

“MENGIDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR PENENTU PERILAKU HEWAN”

KELOMPOK 4

Samsu Alam A22117006

Diza Nurul Amalia A22117010

Afifatun Miftahul Jannah A22117028

Dinda Wulandari A22117032

Nurfadilah A22117035

Airin Nurul Fadilah A22117037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
A. Pola Prilaku
Tiap pola perilaku mempunyai fungsi penyesuaian yang khusus dan
tertentu yang umumnya dihubungkan dengan salah satu fungsi umum. Pola
perilaku atau aktivitas tersebut diantaranya ialah:
1. Aktivitas makan (feeding), yaitu aktivitas yang dimulai ketika satwa
menemukan makanan sampai ketika satwa berhenti makan, kejadian ini
dihitung sebagai satu unit aktivitas.
2.  Aktivitas bergerak (locomotion), yaitu pergerakan satwa dari satu
tempat ke tempat yang lain.
3.   Istirahat (immobile), yaitu aktivitas diam meliputi duduk, berdiri, dan
tidur.
4.  Grooming, adalah aktivitas mencari kutu atau kotoran ditubuh sendiri
atau pada tubuh individu lain.
5.  Aktivitas main (playing), aktivitas ini biasanya terjadi pada anak-anak
sampai remaja yang meliputi kejar-kejaran, berguling, berayun, dan
latihan baku hantam.

Bernett (1981), memberikan takrif bahwa ethologi adalah ilmu perilaku


hewan. Ethologi memiliki status yang sama dengan ekologi dan genetika yang
merupakan cabang besar ilmu biologi. Ditunjukannya bahwa ada tiga masalah
yang penting adalam semua cabang ilmu biologi. Pertama adalah masalah
hereditas dan lingkungan.yang kedua adalah masalah reduktionisme, yaitu apakah
semua prilaku dapat direduksi kefisiologi dan selanjutnya fisiologi ke ilmu kimia.
Yang ketiga adalah bahwa evolusi dan teori seleksi alam merupakan bagian dasar
ethologi. Tavolga (1969), menyebutkan bahwa perilaku adalah manifetasi struktur
dan fungsi suatu hewan, dan merupakan subjek untuk analisis dan ekperimen yang
didasarka atas data objektif. Mysticism, superstisi, dan anekdota tidak lagi
mendapat tempat dalam kajian perilaku hewan dan juga di dalam cabang ilmu
lainnya. Kerangka teoritik dan dasar fuktual dalam kajian perilaku hewan
merupakan hasilusaha ganda para ilmuan disiplin ilmu seperti genetika, ekologi,
fisiologi, dan juga biologi perkembangan.
Anthropomorphisme yaitu anggapan bahwa hewan di gambarkan seolah-
olah memiliki keperluan, perasaan atau kemampuan seperti manusia. Kajian
perilaku hewan sering kali di warnai Anthropomorphisme. Salah satu persoalan
adalah tentang altruisme. Beberapa penulis memberi kesan bahwa prinsip-prinsip
moral yang mengikat masyarakat manusia di terapkan secara langsung pada
kelakuan sosial spesies lain. Manusia sering bersifat altruisitik,yaitu bahwa
manusia memilih bertindak dengan cara yang sedemikian sehingga memberi
keuntungan kepada pihak lain,malahan meskipun dengan dia sendiri sebagai
korban. Jadi altruisme dalam hal ini di uraikan sebagai kehendak si pelaku. Tetapi
dalam perbincangan evolusi oleh penulis lain, maka perilaku altruistik di kaitkan
dengan seleksi alam, yaitu ditakrifkan bahwa altruisme adalah perilaku yang
memperendah kemungkinan untuk langsung hidup si pelaku dan menambah
kemungkinan untuk langsung hidup anggota lain spesies itu. Altruisme di sini
sebagai wujud pengaruh perilaku. Jadi bukannya sebagai sebab yang
memotivasikannya. Jarang sekali dapat di katakan dengan keyakinan bahwa
seekor kera apalagi seekor lebah madu berkehendak menolong kera atau lebah
lainnya,tetapi memang pengaruh jenis perilaku tertentu dapat di amati.
Kelakuan atau perilaku dalam arti yang luas ialah tindakan yang
tampak,yang di laksanakan oleh makhluk dalam usaha penyesuaian diri terhadap
keadaan lingkungan yang sedemikian rupa sehingga mendapat kepastian dalam
kelangsungan hidupnya. Menurut Tavolga(1969) semua makhluk hidup
melaksanakan aktifitas yang kompleks yang timbul berdasarkan sifat dasar
kehidupan sitoplasmik ialah irritabilitas, yaitu kempuan untuk menanggapi
perubahan di lingkungan. Tidak seperti tanggapan alat fisika terhadap kekuatan
eksternal,maka reaksi makhluk hidup umumnya adaptasi. Dalam hal ini
probabilitas untuk kelangsungan hidup spesies bertambah karena hewan dapat
menyesuaikan tanggapannya sedemikian sehingga layak terhadap kondisi yang
berubah.
Perilaku ialah suatu cara penting yang di pergunakan oleh individu menjadi
terpadu kedalam societas dan komunitas yang terorganisir dan teratur. Perilaku
dapat di anggap sebagai suatu kompleks yang terdiri atas 6 komponen yang
berbeda dalam kepentingan menurut jenis makhluknya:
 Tropisme
  Taxes
  Refleks
   Insting
   Belajar, dan
 Penalaran

B. Faktor - Faktor Penentu Perilaku Hewan


Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons
terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila
respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama
terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu
organisme akibat adanya stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung
untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan
menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah
antropomorfisme (Y: antropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme
lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme,
semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik. Seringkali suatu
perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku hewan lahir atau innate
behavior),dank arena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat
disebabkan oleh lingkungan.

Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi perdebatan antara pendapat


yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada suatu organisme merupakan
pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan atau pemeliharaan, hal ini
merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Diketahui bahwa terjadinya suatu
perilaku disebabkan oleh keduannya, yaitu genetis dan lingkungan ( proses belajar
), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat serta kematangan fisik dan fisiologi
yang mempengaruhi munculnya perilaku hewan.
Faktor – faktor penentu tingkah laku hewan antara lain :

1. Faktor genetic
Behavior genetic berkaitan dengan derajat dan hakikat landasan
hereditas perilaku. Pakar genetika perilaku menganggap bahwan perilaku
ditentukan bersama – sama oleh interaksi keturunan dan lingkungan. Teori
genetika dikembangkan oleh Gregor Mendel, yang mendemostrasikan
pewarisan sifat terjadi melalui gen. gen merupakan unit pewaris sifat yang
mempertahankan identitas strukturnya dari generasi ke generasi. Sifat –
sifat gen antara lain mengandung informasi genetika, yang merupakan
bagian dari kromosom. Individu yang mempunyai pasangan identik
sebuah gen dalam dalam dua kromosom disebut sebagai individu
homozigot, sedangkan individu yang tidak memiliki pasangan yang cocok
untuk gen disebut dengan individu heterozigot. Beberapa gen ada yang
bersifat dominan dan ada yang resesif.
Gen dominan menunjukan pengaruh yang kuat dalam kondisi
homozigot maupun heterozigot. Sedangkan gen resesif hanya menunjukan
pengaruh pada keadaan homozigot. Sebagai contoh, seseorang yang
memiliki gen mata cokelat (dominan) dan satu gen mata biru (resesif),
maka ia akan memiliki mata berwarna cokelat, tetapi ia juga membawa
sifat untuk gen mata biru yang akan diturunkan kepada generasi berikut.
Terdapat istilah genotype dan fenotipe. Genotype merupakan warisan
genetika yang merupakan bahan genetika sesungguhnya, sedangkan
fenotipe adalah karakteristik seseorang yang dapat teramati. Fenotipe
dipengaruhi oleh genotype. Tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Fenotipe merujuk pada karakteristik fisik dan psikologis.
2. Faktor lingkungan

Seperti cirri fenotopik lainnaya, perilaku memperlihatkan suatu kisaran


variasi fenotipik yang bergantung pada lingkungan, dimana genotype itu di
ekspresikan. Studi kasus mengenai lovebird (sejenis burung) menunjukan
perilaku dengan pengaruh genetic yang kuat. Namun demikian terdapat
suatu norma reaksi. Perilaku dapat diubah oleh pengalaman di lingkungan.
Pada sisi lainnya, bentuk penyelesaian masalah yang paling berkembang
ditandai oleh norma reaksi yang sangat luas. Namun demikian, perilaku
juga memiliki suatu komponen genetic, perilaku bergantung pada gen –
gen yang diekspresikan nya menghasilkan system neuronyang tanggap
terhadap kemajuan pembelajaran. Sebagian besar cirri perilaku adalah
filogenetik, dengan norma reaksi yang luas.

Faktor – faktor lingkunagan yang mempengaruhi perilaku adalah


semua kondisi dimana gen yang mendasari perilaku itu diekspresika. Hal
ini meliputi lingkungan kimiawi di dalam sel, dan juga semua kondisi
hormonal dan kondisi kimiawi dan fisik yang dialami oleh seekor hewan
yang sedang berkembang didalam sebuah sel telur atau di dalam rahim.
Perilaku juga meliputi interaksi beberapa komponen system saraf hewan
dengan efektor, dan juga berbagai interaksi kimia, penglihatan,
pendengaran, atau sentuhan dengan organisme lain.

Dilakukan percobaan persilangan antara dua species yang


berkerabat dekat, tetapi mempunyai pola – pola perilaku bawaan yang
berlainan, yaitu pada burung betet fischer. Burung betet fischer yang
menggunakan paruh untuk membawa bahan sarangnya dikawinkan dengan
burung betet dari afrika yang membawa bahan sarang dengan menyelipkan
dalam bulu – bulunya. Pada F1, hanya dapat membawa bahan sarang
dengan paruhnya, tetapi burung itu selalu membuat gerakan mencob
menyelipkan bahan pembuat sarang ke dalam bulu – bulunya dulu.

3. Faktor kematangan fisik dan fisiologis

Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan


perkembangan struktur fisiologis dalam system saraf, otak dan indra
sehingga semua itu memungkinkan species matang untuk mengadakan
reaksi – reaksi terhadap setiap stimulus lingkungan.
Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa kematangan adalah keadaan
atau kondisi bentuk, struktur dan kondisi yang lengkap atau dewasa pada
suatu organisme, baik terhadap suatu sifat, bahkan seringkali semua sifat.
Kematangaan (maturity) membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk
bereaksi dengan cara tertentu, yang disebut “tingkah laku hewan”. Tingkah
laku hewan yang dimaksud yaitu tingkah laku hewan untuk bertingkah
laku yang instingtif maupun tingkah laku yang dipelajari.

Faktor – faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku hewan


dari segi kematangan fisik

 Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis, ini menyangkut


pertumbuhan terhadap perlengkapan hewan seperti tubuh pada
umumnya alat – alat indra, dan perkembangan reproduksinya.
 Lingkungan yang menyangkut kebutuhan serta tujuan species
tertentu untuk mempertahankan serta mengembangkan diri.
 Dengan demikian, perilaku hewan itu senantiasa mengalami
perubahan setiap hari sebagai akibat dari pertumbuhan dan
perkembangan fisiologis hewan serta adanya desakan – desakan
dari lingkungan. Perkembangan tingkah laku hewan terjadi dengan
mengikuti prinsip – prinsip tertentu.

Perilaku hewan dapat dikaji melalui beberapa cara salah satunya


bisa dapat dilihat dari fisologis yang melatar belakangi perilaku suatu
individu atau hewan tersebut. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat
suatu stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi
stimulus itu, saraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respons,
efektor itulah yang sebenarnya melaksanakan aksi. Perilaku dapat juga
disebabkan stimulus dari dalam. Hewan yang merasa lapar akan
mencari makanan sehingga hilanglah laparnya setelah memperoleh
makanan. Lebih sering terjadi, perilaku suatu organisme merupakan
akibat gabungan stimulus dari luar dan dari dalam. Jadi, berdasarkan
pernyataan diatas hubungan timbale balik antara stimulus dan respons
yang terjadi pada organisme merupakan sebagain studi mengenai
perilaku. Study lainnya menyangkut masalah pertumbuhan dan
mekanisme evoluisioner dari organisme dan sekaligus evolusi
perilakunya.

Dalam satu makalah penting, Niko Tinbergen (pemenang hadiah


nobel bidang perilaku hewan). Pokok pembahasan nya pembagian
perilaku hewan pengembangannya berdasarkan prinsip – prinsip
fisiologis dan fungsinya (pendekatan evolusioner). Salah satu
penelitian yang dilakukan oleh Tinbergen yaitu menempatkan kulit
telur burung camar yang pecah dekat dengan telur – telur kamouflase
tersebut tanpa pecahan kulit telur burung camar. Ia kemudian
mengamati, telur – telur mana yang mudah ditemukan oleh camar.
Karena camar – camar tersebut dapat mengidentifikasi atau mengenali
warna putih pecahan telurnya sebagai petunjuk atau penanda, ternyata
burung – burung camar tersebut lebih banyak memakan telur – telur
ayam komouplase yang dekat dekat dengan pecahan kulit telur –
telurnya yang asli. Dari peristiwa ini, Timbergen menarik kesimpulan
bahwa pembuangan cangkang – cangkang telur oleh camar untuk
mengurangi usaha pemangsaan (predator) sehingga meningkatkan
untuk tetap bertahan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi


Akasara.

Sumarto, S & Koneri, R. 2016. Ekologi Hewan. Cv. Patra Media Grafindo
Bandung.

Soejtipto. 1990. Dasar – Dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta : Universitas Gadjah


Mada.

Anda mungkin juga menyukai