Suku Moronene adalah salah satu suku yang mendiami daratan Sulawesi Tenggara
ini. Dari beberapa literatur, menurut para pakar suku inilah yang merupakan penghuni awal
dari daratan Tenggara Sulawesi ini. Keberadaan Suku Moronene ini memperkaya khasanah
keragaman budaya di Sulawesi Tenggara, karena suku bangsa yang kini banyak tersebar
mendiami wilayah Sulawesi Tenggara ini memiliki keragaman adat dan budaya yang khas,
dan salah satunya adalah adat perkawinan.
Suku Moronene memiliki adat perkawinan yang bebeda dengan suku-suku lainnya
yang ada di Sulawesi Tenggara. Beberapa rangkaian tahapan dilewati dalam proses adat ini
dan memberikan nuansa budaya yang khas dan unik.
Perkawinan yang ideal dikalangan masyarakat suku moronene dilaksanakan melalui
beberapa tahap. Selama proses pelaksanaannya yang aktif adalah orang tua dan pihak kerabat
keluarga pria, sedang pihak orang tua dan kerabat wanita hanya pasif (menunggu). Sejak
langkah awal mencari jodoh sampai pelaksanaan acara perkawinan, pihak prialah yang aktif
berusaha melaksanakan semua rangkaian acara adat. Ada beberapa rangkaian acara adat
(tahap) yang harus dilaksanakan dalam adat perkawinan yang ideal dalam suku moronene
yaitu :
Metiro berarti melirik jodoh, dimana orang tua pihak pria yang aktif mencarikan calon
istri anak mereka. Mereka berkunjung ke tempat-tempat keramaian seperti pada saat ndo’ua
(pesta), saat motasu (tanam padi), saat mongkotu (panen padi) dan di tempat-tempat
keramaian lainnya. Mereka akan mencari gadis-gadis yang ideal dengan pertimbangan untuk
terbentuknya suatu hubungan yang sejajar dan sepadan, dan disamping itu juga mereka
memperhatikan beberapa aspek yang secara umum merupakan ukuran dalam memilih jodoh.
3. Mowindahako
4. Mompokontodo
5. Mesisiwi
Mesisiwi adalah cara membujuk anak dara yang telah dilamar, agar menyetujui lamaran
yang telah diterima. Mesisiwi dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan oleh orang tua
anak dara, dan biasanya pada waktu malam. Yang lebih aktif membujuk anak dara pada acara
mesisiwi adalah orang tua dan kerabat pihak pria.
6. Mesampora
Mesampora berarti bertunangan, dimana kedua calon suami istri akan saling mengenal
sifat dan perangai masing-masing dan kemudian diharapkan akan saling mencintai sehingga
dapat dihindari perkawinan paksa
Secara harfiah mowawa koota olu berarti membawa tali simpul. Caranya adalah setelah
selesai masa bertunangan maka Tolea akan pergi ke rumah orang tua calon istri, mowawa
koota olu (membawa tali simpul) untuk minta penetapan waktu pelaksanaan acara lumanga
(antar langa). Bahan koota olu terdiri atas selembar piring dan seutas tali sebesar lidi enau
(dari benang warna putih) yang telah disimpul mati dua buah atau empat buah (boleh lebih
asal genap) yang artinya minta waktu dua hari atau empat hari yang akan datang untuk
melaksanakan acara lumanga (mengantar langa).
8. Lumanga
Lumanga berasal dari kata langa, yang hampir serupa wujudnya dengan kata mahar,
tetapi dari segi makna dan penggunaannya jauh berbeda. Adapun kata mahar atau maskawin
adalah pemberian wajib berupa uang atau benda dari mempelai laki-laki kepada mempelai
perempuan ketika dilangsungkan akad nikah.
9. Mororondo
Mororondo artinya secara harfiah adalah menyayangi, dan arti kiasannya adalah waktu
mempersiapkan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pelaksanaan pesta perkawinan.
Metotoa artinya menyumbang, yang diadakan oleh kerabat pihak pengantin pria untuk
membantu pelaksanaan pesta perkawinan yang diadakan oleh orang tua pengantin pria.
Secara harfiah pinokompompinda pali berarti dituntun menginjak kapak yang terdiri atas
kata “pinoko” yang berarti dituntun atau dipimpin, “pompinda” artinya penginjak,
“mompinda” artinya menginjak, “pali” berarti kapak.
14. Pinokompe’olo
Pinokompe’olo artinya dituntun atau dipimpin makan bersama dalam satu piring. Arti
simbolisnya adalah untuk melambangkan suatu harapan agar kedua pengantin akan
senantiasa hidup rukun.
15. Pinokompompanga
Pinokompompanga artinya dituntun atau dipimpin makan siri bersama. Cara pelaksanaan
acara pinokompompanga adalah setelah semua undangan selesai makan dan minum bersama,
Tolea akan memimpin acara tersebut dengan mengambil buah pinang dan siri yang disiapkan
dalam wadah yang lazim disebut “mpangana” yaitu tempat siri, pinang, gambir, dan kapur
yang terbuat dari daun agel yang telah dianyam berbentuk keranjang kecil.
Sama halnya hampir semua suku bangsa di dunia termasuk suku bangsa di Indonesia,
perkawinan itu adalah suatu saat yang terpenting pada lingkaran hidup individu, karena
terjadinya saat peralihan dari tingkat hidup belum berkeluarga (masa membujang) ketingkat
hidup berkeluarga. Pada umumnya masa peralihan tersebut ditandai dengan diadakannya
suatu upacara perkawinan yang sering memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu seluruh
kegiatan pelaksanaan adat istiadat dalam upacara perkawinan itu, yang terlibat tidak hanya
individu-individu yang bersangkutan, tetapi juga semua anggota kerabat kedua belah pihak.