Anda di halaman 1dari 7

Pentateukh (Pentateukh [haag])

Pentateukh.

1. (I) CORAK PENTATEUKH. Kelima bagian dari hukum Yahudi (:Taurat), (-->) Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan,
dan Ulangan yang membentuk sebuah kesatuan. Tradisi menyebut --> Musa sebagai penyusun karya sastra itu. Kata
Yunani "Pentateukhos" berarti: Kitab "berisi lima kotak" (artinya: dibagi atas lima kotak, sebab terdiri dari lima
buah gulungan). Campuran cerita dan hukum merupakan corak yang paling menyolok dari ~P. Hampir seluruh bagian
kedua Kitab Kel memuat naskah-naskah yang berkaitan dengan jenis hukum. Cerita dan hukum diarahkan pada
pembentukan umat Allah, pada wahyu perintah-perintah illahi yang harus menjamin kehidupan bangsa Allah (Ul
6:24). Corak susunan sastra ~P itu campuran sekali: Loncatan yang sukar dimengerti (Kej 20:1; Kel 20:1), tinjauan
kembali serta ulangan-ulangan (Kej 2:4; 5:1) kelihatan seketika. Pengulangannya tidak terjadi tanpa perbedaan
(Kej 12:1-20; 20:1-18; 26:1-35).
2. (II). KRITIK PENTATEUKH.
1. (1) Sejarah. Pada abad 16 dimulailah pekerjaan kritik itu. R. Simon
2. (1679) mulai melancarkan kritik, sehingga menyoloklah metode-metode yang sebenarnya: Mencari naskah-
naskah, melakukan analisa naskah per bagian antara lain Simon berpandangan bahwa ~P di dalam
keseluruhannya tidak mungkin ditulis sendiri oleh Musa. Lambat-laun orang temukan, arti dan sebabnya
tidak ada nama (Tuhan) YAHWE pada Kej 1:1-31. Juga soal perbedaan sastra antara Kej 1:1-31 dan Kej
2:1-3:24. Bagian dengan sebutan Yahwe di satu pihak dan dengan sebutan Elohim di lain pihak membentuk
sebuah kesatuan tersendiri di dalam ~P (: teori tentang dokumen-dokumen). Kelompok lain menganggap
~P sebagai sebuah kumpulan dari berbagai fragmen (J.S. Vater 1802). Sebaliknya para pengikut teori
penyempurnaan (H. Ewald) mempertahankan kesatuan ~P kembali dan membedakan adanya sebuah tulisan
yang elohistis. Akhirnya seorang penulis Yehowis mengadakan tambahan-tambahan penyempurnaan yang
lebih muda. Teori tentang dokumen-dokumen memperoleh angin baru dengan membedakan Elohis yang
pertama sebagai tulisan dasar Elohis, kemudian ada tulisan Elohis yang kedua, tulisan Yehowis dan tulisan
Ulangan (Hupfeld, 1853). J. Wellhausen pada tahun 1876 menuangkan hipotesa tentang sumber-sumber ~P
dalam sebuah bentuk yang klasik: Yang dulu disebut tulisan dasar Elohis disebutnya kodeks Imamat (:
sumber ~P) dan dipandang sebagai sumber yang termuda. Kitab Ulangan (sumber D) berasal dari abad 7.
Sumber ketiga adalah sumber Yehowis: sebuah campuran dari kedua sumber yang termuda: Yahwis (sumber
Y) (abad 9 di kerajaan Selatan) dan Elohis (sumber E) (abad 8 di kerajaan Utara).
3. (2) Sanggahan. Dengan pembuatan skema yang konsekwen mengenai perkembangan rokhani Isr., maka
banyak orang yang memperoleh kesan, bahwa sistim Ellhausen menunjukkan titik-tolak pegangan untuk
meniadakan sifat atas-kodrati pada sejarah Alkitab. Dari kalangan pihak Katolik, maka pimpinan
pengajaran gereja mengadakan reaksi. Di kalangan orang-orang pietis di luar Gereja Katolik timbul lawan-
lawan untuk hipotesa itu.
4. (3) Perkembangan. Di samping pengujian hasil-hasil kritik sastra juga ditempuh jalan-jalan baru. Sejarah
agama semakin kuat diikut-sertakan. Arkheologi Palestina (penting bagi Pentateukh adalah --> Kodeks [--
>) Hamurapi, Undang-undang bangsa Het dan Asyur) dan penyelidikan atas jenis-jenis sastra (-- kritik
bentuk) memberi titik-titik tolak baru. Kini jelaslah jadinya, bahwa pada Kitab ~P orang menghadapi
sebuah perkembangan harmonis, yang mau tidak mau timbul dari tuntutan-tuntutan sosial berbagai tahap
waktu kebudayaan yang harus dilintasi oleh bangsa Isr. Agama tidak lagi hanya dipandang sebagai sebuah
skema perkembangan kosong bagi eksegese ~P. Itulah sebabnya Gereja Katolik secara pelan-pelan
membuka kembali sikapnya yang semula telah tertutup itu (--> "Divino afflante Spiritu", 1943; Komisi
Alkitab dalam sepucuk suratnya kepada Kard. Suhard, 1948). Berbagai hasil kritik sastra dari waktu lalu
kini mulai dipersoalkan kembali. Misalnya dipersoalkan kembali akan waktu timbulnya Kitab Ulangan.
Sekolah Skandinavia telah lebih kuat usahanya menekankan soal tradisi lisan, tetapi kritik sastra juga tetap
penting. Y. Pedersen menekankan dan M. Noth mengartikan inti pokok ~P sebagai sebuah cerita di dalam
ibadat, yang mengingatkan kembali pada pesta-pesta utama Isr., bagaimana mereka tertekan di Mesir dan
kemudian bagaimana mereka dibebaskan. Menurut pandangan G.v. Rad, theologi melepaskan cerita-cerita
itu dari ibadat dan memperkembangkannya menjadi sebuah kesaksian atas penyelenggaraan yang
dilakukan Allah di dalam sejarah. Hal itu terjadi di dalam tulisan sumber Y. Orang telah berusaha
menempatkan sumber-sumber Pentateukh di dalam hidup sosial maupun hidup sejarah bangsa Isr.: Sumber
Y pasti dihubungkan dengan cerita soal penggantian takhta Daud (2Sam 13:1-39 dst.) dan menyangkut soal-
soal pada zaman Salomo, sehingga nampak maksud-maksudnya, yaitu hendak menyatakan pengesahan
Salomo dan kenisah yang dibangunnya. Hanya janji-janji kepada para nenek-moyang serta pembebasan
Isr. yang dilakukan oleh Musa menjamin keselamatan bangsa dari pihak Tuhan. Sumber E lebih jauh
terpisah dari ideologi Monarki (: sebab berhubungan dengan gerakan para nabi). Keselamatan bangsa dan
jaminan illahi dimasukkan dalam bentuk sebuah perjanjian -- Elemen dasar dari Kitab Ul, maupun sumber
E berasal dari kerajaan Utara. Kitab-kitab para raja bergantung pada Kitab Ulangan dan tertuju pada Bait
Kudus Daud di Yerusalem. Penyusunan pertama nampaknya berasal dari para imam Lewi di kerajaan Utara,
yang lari ke istana raja Hizkia. Kodeks imamat (: sumber ~P) mempertahankan jabatan keselamatan oleh
para imam. Uraian sejarahnya secara skematis menunjukkan masalah institusi-institusi suatu umat Isr.,
yang di tengah para bangsa kafir tetap setia pada imam para nenek-moyangnya dan mengharapkan sebuah
eksodus (: keluaran) baru. Pada zaman setelah pembuangan kodeks Imamat (: sumber ~P) masih
disempurnakan dengan tambahan-tambahan yang terutama memuat soal-soal liturgi. Dengan demikian,
maka akhirnya ditemukanlah penutupan naskah dasar dari agama Isr. Yahudi, yang diawali -- dalam bentuk
yang bagaimanapun --, dengan Musa. Sejarah sastranya menjangkau lebih-kurang seribu tahun.

PENTATEUKH [browning]
Kelima buku pertama dari PL, secara tradisional dipandang sebagai kitab Musa, tetapi secara ilmiah modern dipahami
sebagai suatu himpunan tulisan yang disusun dari berbagai sumber dalam waktu yang berbeda-beda. Pentateukh juga
dikenal sebagai Hukum Musa (dalam bahasa Ibrani: *Torah). Orang Samaria berpegang pada kelima kitab ini sebagai Alkitab
dalam terbitan mereka sendiri. Pentateukh adalah bagian Alkitab yang paling suci bagi orang Yahudi. Dan gulungan Torah
ini diberi tempat terhormat di dalam *sinagoga.

PENTATEUKH [ensiklopedia]
Kelima Kitab pertama PL (Kej, Kel, Im, Bil dan Ul) membentuk bagian pertama dan yg terpenting dari Kanon Yahudi yg tiga
bagian itu. Orang Yahudi biasa menyebutnya sefer hattora, 'kitab Taurat' (Neh 8:3), atau hattora, 'hukum Taurat' (Mat 5:17).
(lih KB, hlm 403, saran ttg penurunan kata itu, yg pada dasarnya berarti 'ajaran', Yes 2:3; Ams 1:8, atau 'petunjuk', Ul
17:11); Kitab Pentateukh (Yunani, pentateukhos, 'kitab lima jilid') terkenal juga dengan nama 'lima-perlimaan hukum
Taurat'. Selama abad yg lalu dan berikutnya, banyak ahli kritik mengikuti Alexander Geddes (kr thn 1800), cenderung
mengabaikan tradisi yg membagi lima kitab itu, dan menerima Heksatukh yg meliputi Pentateukh dan Yos (bnd J
Wellhausen, Die Composition des Hexateuchs, 1876-1877). Di pihak lain, kata 'Tetratukh' dianjurkan oleh I Engnell untuk
memisahkan Kitab Ul dari keempat Kitab pertama (Gamla Testamentet, 1, 1945). Pra-dalil kritis yg mendasari saran ini
akan dibahas di bawah.
Watak kuno dari kelima bagian ini dibuktikan oleh Pentateukh Samaria dan LXX, yg menamai kitab-kitab itu menurut nama
tradisi; orang Yahudi menyebut masing-masing kitab itu dengan ungkapan pertama setiap kitab. Pembagian kitab-kitab itu
ditentukan baik berdasarkan pertimbangan pokok pembicaraan, maupun pertimbangan praktis: gulungan papirus hanya
dapat mengandung seperlima dari tora. Menurut tradisi Yahudi setiap minggu dibaca sebagian hukum Taurat di sinagoge
(rumah sembahyang). Diperlukan 3 thn untuk menyelesaikan pembacaan Pentateukh di Palestina; daftar bacaan modern,
yg menyelesaikan pembacaan seluruh Pentateukh itu dalam 1 thn, menuruti kebiasaan di Babel. Mungkin sekali bahwa satu
mazmur dibaca bersama bacaan tradisional dari tulisan nabi (haftara). Lima kitab bagian Mzm mungkin diberi pola menurut
Pentateukh (bnd N. H Snaith, Hymns of the Temple, 1951, hlm 18-20).
Kebanyakan acuan pada Pentateukh dalam PL, terdapat dalam Taw, Ezr, dan Neh, dan menggunakan berbagai sebutan:
hukum Taurat (Ezr 10:3; Neh 8:2, 7, 14; 10:34, 36; 12:44; 13:3; 2 Taw 14:4; 31:21; 33:8); kitab Taurat itu (Neh 8:3); kitab
Taurat Musa (Neh 8:1); kitab Musa (Neh 13:1; 2 Taw 25:4; 35:12); Taurat Tuhan (Ezr 7:10; 1 Taw 16:40; 2 Taw 31:3; 35:26);
hukum Allah (Neh 10:28-29); kitab Taurat Tuhan, Allah mereka (Neh 9:3); kitab Taurat Musa, hamba Allah itu (Dan 9:11;
bnd Mal 4:4). Tidak pasti, apakah hunjukan tentang hukum Taurat dalam kitab-kitab sejarah menunjuk kepada Pentateukh
keseluruhan, atau kepada sebagian hukum-hukum Musa, ump hukum Taurat (Yos 8:34); kitab Taurat (Yos 1:8; 8:34; 2 Raj
22:8); kitab Taurat Musa (Yos 8:31; 23:6; 2 Raj 14:6); kitab hukum Allah (Yos 24:26).
Dalam PB terdapat sebutan sbb: kitab Taurat (Gal 3:10; bukan 'kitab hukum Taurat'); kitab Musa (Mrk 12:26); hukum Taurat
(Mat 12:5; seharusnya 'hukum Taurat', bukan 'kitab Taurat'; Luk 16:16; Yoh 7:19); hukum Taurat Musa (Luk 2:22; Yoh 7:23);
hukum Tuhan (Luk 2:23-24). Keterangan mengenai Pentateukh dalam kedua Perjanjian menekankan penulisan yg ilahi dan
manusiawi, kekuasaannya yg mengikat seperti hukum Taurat, dan bentuknya, yaitu Kitab.
I. Isi
Pentateukh menceritakan tindak kebijakan Allah terhadap dunia, dan terutama terhadap keluarga Abraham sejak
penciptaan sampai kepada kematian Musa. Ada enam bagian utama. Pertama, asal mula dunia ini dan asal mula bangsa-
bangsa (Kej 1-11). Bagian ini menceritakan penciptaan, kejatuhan manusia ke dalam dosa, permulaan peradaban manusia,
air bah, Daftar Bangsa-bangsa dan menara Babel. Kedua, zaman Bapak-bapak leluhur (Kej 12-50) melukiskan pemanggilan
Abraham, permulaan perjanjian dengan Abraham, kehidupan Ishak, Yakub dan Yusuf, dan bermukimnya keluarga perjanjian
di Mesir. Ketiga, Musa dan Keluaran dari Mesir (Kel 1-18). Keempat, pemberian hukum di Sinai (Kel 19:1 -- Bil 10:10),
mencakup pemberian hukum Taurat, pembuatan Kemah Suci, penetapan golongan Lewi, dan akhirnya persiapan untuk
meneruskan perjalanan dari Sinai ke tanah Kanaan.
Kelima, pengembaraan di padang gurun (Bil 10:11-36:13). Bagian ini menceritakan keberangkatan dari Sinai, menerima
laporan utama dari para pengintai, hukuman Allah yg keras, nubuat nabi Bileam, Yosua ditetapkan mengganti Musa, dan
pembagian tanah Kanaan kepada kedua belas suku Israel. Keenam, kata perpisahan terakhir dari Musa (Ul 1-34) yg
meringkaskan peristiwa-peristiwa Keluaran, mengulangi dan meluaskan hukum-hukum yg diberikan di Sinai, menerangkan
apa yg dimaksud dengan ketaatan dan pengingkaran, dan memberkati suku-suku Israel yg siap untuk memasuki tanah
Kanaan. Bagian ini diakhiri dengan keterangan tentang kematian Musa dan cara penguburannya.
II. Penulis dan kesatuan
Berabad-abad lamanya orang Yahudi maupun Kristen tanpa ragu-ragu menerima tradisi bahwa Musa adalah penulis
Pentateukh. Ben-Sira (Ekklus 24:23), Filo (Life of Moses, 3.39), Yosefus (Ant. 4.326), Misynah (Pirge Aboth 1.1) dan Talmud
(Baba Bathra 14b) sepakat menerima Musa sebagai penulisnya. Satu-satunya perdebatan ialah mengenai berita tentang
kematian Musa dalam Ul 34:5 dab. Filo dan Yosefus menerima bahwa Musa sendirilah yg memberi keterangan tentang
kematiannya, sedang Talmud percaya, bahwa Yosua menulis delapan ay dari kitab Taurat, barangkali delapan ay terakhir.
a. Kritik terhadap Pentateukh sebelum thn 1700 M
Tradisi dalam 2 Esdras 14:21-22, yg mengatakan bahwa gulungan Pentateukh yg terbakar waktu Nebukadnezar mengepung
Yerusalem, ditulis ulang oleh Ezra, rupanya diterima oleh Bapak-bapak gereja, ump Irenaeus, Tertulian, Klemen dari
Aleksandria dan Yerome. Tapi mereka tidak menyangkal bahwa Musa-lah penulis kitab asli hukum Taurat. Penyangkalan
pertama bahwa Musa penulis hukum Taurat terdapat dalam pernyataan Yohanes dari Damsyik tentang orang-orang Nasrani,
yaitu suatu sekte Kristen Yahudi (bnd J. P Migne, PG 94. 688-689). Clementine Homilies mengajarkan, bahwa sisipan
ditambahkan pada Pentateukh oleh setan-setan untuk memberi gambaran buruk tentang Adam, Nub dan Bapak-bapak
leluhur. Setiap bagian yg tidak selaras dengan pra-dalil penulis Ebionit itu, diragukan dalam usaha pertama ini menjalankan
'kritik tingkat tinggi'. Antara gejolak kendala yg merongrong iman yg dicoba ditiadakan uskup Antiokhia, Anastasius dari
Sinai (abad 7 M), terdapat perihal apakah Musa penulis Kej dan pertentangan yg menurut sementara orang terdapat di
dalamnya (bnd J. P Migne, PG 89. 284-285).
Selama abad pertengahan Eropa ahli-ahli Yahudi dan Islam mulai mengemukakan pertentangan dan anakronisme dalam
Pentateukh. Ump Ibn Ezra (d. 1167), yg mengikuti saran Rabi Isaac ben Jasos (d. 1057) yg mengatakan bahwa Kej 36 tidak
mungkin ditulis sebelum pemerintahan Yosafat karena Hadad disinggung di sana (bnd Kej 36:35; 1 Raj 11:14),
mempertahankan bahwa bagian-bagian seperti Kej 12:6; 22:14; Ul 1:1; 3:11 adalah sisipan.
Pembaharu gereja A. B Carlstadt (1480-1541), karena melihat tidak ada perubahan gaya bahasa Kitab Ul sebelum dan
sesudah Musa mati, menyangkal bahwa Musa menulis Pentateukh. Seorang pakar Belgia bernama Andreas Masius, menulis
buku tafsiran Kitab Yos (1574), dan berkata bahwa Ezra membubuhkan beberapa sisipan ke dalam Pentateukh. Pendirian
itu dipegang juga oleh dua pakar Yesuit, Jacques Bonfrere dan Benedict Pereira.
Dua orang filsuf termasyhur membantu merintis jalan untuk kritik modern tingkat tinggi (higher criticism) dengan
memasukkan ke dalam tulisan mereka yg tersebar luas, beberapa kecaman mengenai kesatuan hukum Taurat. Thomas
Hobbes (Leviathan, 1651) percaya, bahwa Musa menulis segala sesuatu dalam Pentateukh yg terkait dengan namanya. Tapi
bagian Pentateukh lainnya ditulis mengenai Musa oleh penulis lain. Benedict Spinoza (Tractatus Theologico-politicus, 1670)
memperluas lagi pengamatan Ibn Ezra. Dengan mencatat cerita kembar dan apa yg dianggapnya pertentangan, ia
menyimpulkan bahwa Ezra sendiri menulis Kitab Ul, dan merampai Pentateukh dari berbagai dokumen (ada yg berasal dari
tangan Musa).
Puncak kritik Pentateukh abad 17 terdapat dalam karya Richard Simon dan pengikutnya LeClerc dalam thn 1685. LeClerc
menentang pandangan Simon, bahwa Pentateukh merupakan bunga rampai yg didasarkan banyak dokumen, baik yg bersifat
ilahi maupun bersifat manusia, dengan pendapatnya bahwa penulis Pentateukh hidup di Babel antara thn 722 sM dan zaman
Ezra.
b. Kritik terhadap Pentateukh dari thn 1700-1900 M
(i) Masalah kepenulisan Musa. Walaupun banyak persoalan dikemukakan oleh ahli-ahli Katolik, Protestan dan Yahudi pada
masa disebut di atas, namun golongan terbesar ahli dan kaum awam tetap menerima kepenulisan Musa.
Suatu titik penting dalam kritik Pentateukh tercapai thn 1753. Seorang dokter Perancis, Jean Astruc, menerbitkan teorinya
bahwa Kitab Kej disusun oleh Musa atas dasar dua riwayat hidup kuno (memoires) yg utama, dan berbagai dokumen yg lebih
pendek. Kunci untuk menjabarkan kedua riwayat hidup (memoires) ini ialah nama Allah: yg satu memakai nama Elohim dan
yg satu lagi nama Yahweh. Astruc tetap mempertahankan bahwa Musa menulis Kitab Kej, tapi mengemukakan teorinya
tentang banyak sumber guna menerangkan beberapa pengulangan dan apa yg dianggap pertentangan, yg telah dicatat para
pengkritik.
Pandangan Astruc diperluas oleh J. G Eichhorn (Einleitung, 1780-1783) dan menjadi apa yg disebut 'teori sumber-sumber
terdahulu'. Dengan melepaskan kepenulisan Musa ia berpendapat, ada redaktur final yg tidak dikenal yg mengatur sumber-
sumber Elohis dan Yahwis dari Kitab Kej dan Kel 1 dan 2. Teori naskah sumber ini tambah diperluas lagi oleh K. D Ilgen (Die
Urkunden des Jerusalemischen Tempelarchivs in ihrer Urgestalt, 1798), yg menjumpai dalam Kej ps 17 sumber-sumber yg
terpisah, yg dapat ditelusuri pada tiga penulis, dua yg memakai nama Elohim, dan satu yg memakai nama Yahweh.
Pekerjaan Astruc dilanjutkan (lk 1792-1800) oleh seorang Skotlandia bernama Alexander Geddes, imam RK, yg
mengembangkan teori serpihan (teori fragmentis) bahwa Pentateukh disusun redaktur dari berbagai serpihan yg berasal
dari dua lingkungan, satu lingkungan Elohis, yg lain lingkungan Yahwis. Teori fragmen ini dipegang dan diperluas oleh dua
ahli Jerman, J. S Vater (Commentar uber den Pentateuch, 3 jilid, 1802-1805), yg berusaha menjejaki perkembangan
Pentateukh dari lebih 30 serpihan; dan W. M. L De Wette (Beitrage zur Einleitung in das Alte Testament, 1807), yg
menekankan bahwa banyak dari bahan legal berasal sesudah zaman Musa dan menjabarkan kitab Taurat yg ditemukan Yosia
dengan Kitab Ul (dlm hal ini, yg sangat mempengaruhi riset kemudian hari, ia didahului oleh Yerome, 1.400 thn lebih dulu).
Pandangan De Wette tentang satu sumber dasar, yg ditambah dengan berpuluh-puluh serpihan, dikembangkan oleh H Ewald
(thn 1831) yg menyarankan, sumber utama bersifat Elohis. Sumber ini menyajikan cerita penciptaan sampai dengan Yos,
dan ditambah oleh berita Yahwis, yg juga menjadi redaktur final. Walaupun kemudian Ewald mengundurkan 'teori
penambahan' (teori suplemen) ini, namun teori itu tetap hidup dalam tulisan F Bleek (de libri G. eneseos origine, 1836) dan
F Tuch (Genesis, 1838).
Tokoh 'teori naskah sumber' yg berikut H Hupfeld (Die Quellen der Genesis and die Art ihrer Zusammensetzung, 1853),
seperti Ilgen menemukan tiga sumber terpisah-pisah dalam Kitab Kej, yaitu Elohis pertama (E1), Elohis yg kemudian (E2),
dan Yahwis (J). Setahun kemudian, setelah E Riehm menerbitkan bukunya Die Gesetzgebung Mosis im Lande Moab (1854)
yg berusaha membuktikan sifat tersendiri dari Kitab Ul, maka keempat naskah sumber utama sudah disendirikan dan diberi
urutan tanggal E1, E2, J, D (di Indonesia dipakai huruf E1, E2, Y, U).
Pandangan E. G Reuss, J. F. L George dan W Vatke dikembangkan oleh K. H Graf (1866). Graf menekankan bahwa Et (yg
disebut P untuk Peraturan imam-imam [Indonesia I] oleh ahli-ahli modern) bukan sumber tertua tapi sumber yg terakhir.
Lalu perdebatan berkisar pada soal urutan peninggalan yg benar, E2 (E) JDP (E1) atau JEDP [Indonesia, E2 (E) YUI (E1) atau
YEUI]. A Kuenen dalam The Religion of Israel (1869-1870) mempertahankan pendapat terakhir, dan dengan demikian
mempersiapkan panggung untuk penampilan pemain bintang drama kritik Pentateukh, yaitu Julius Wellhausen.
(ii) Pandangan Wellhausen. Uraian yg paling meyakinkan dan populer tentang teori naskah sumber ialah terbitan Wellhausen
antara thn 1876-1884. Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa J (Y) (kr 850 sM) dan E (kr 750 sM) digabungkan oleh
seorang redaktur (RYE) kr 650 sM. Waktu D (U) (hukum-hukum Ulangan, kr 621) ditambahkan oleh RD (kr 550) dan P (I) (kr
500-450) oleh RP kr 400 sM, maka pada dasarnya Pentateukh sudah lengkap. Uraian Wellhausen lebih daripada sekedar
analisis naskah sumber. Ia menggabungkan penelitiannya dengan cara pendekatan evolusi terhadap sejarah Israel. Hal ini
mengurangi sifat kesejarahan zaman Bapak-bapak leluhur sampai yg sekecil-kecilnya dan cenderung mengurangi keagungan
Musa. Menurut dia, agama Israel bergerak maju dari korban-korban sembelihan yg biasa di atas mezbah keluarga pada
zaman awal pendudukan tanah Kanaan, sampai pada peraturan dalam Imamat (P[I]) yg rumit dan legalis, yg bermula pada
zaman Ezra. Dan seperti itulah berkembang lambat laun pikiran Israel tentang Allah, dari animisme dan politeisme pada
zaman Bapak-bapak leluhur, melalui henoteisme (kepercayaan kepada satu Allah) zaman Musa dan monoteisme etis nabi-
nabi abad 8, sampai pada kepercayaan akan Tuhan yg berdaulat dan dimuliakan seperti diberitakan Yes 40. Begitu asasinya
pikiran Wellhausen bagi penalaran PL di kemudian hari, sehingga pengaruhnya dalam penelitian PL berulang-ulang
disamakan dengan pengaruh Darwin dalam sains. Terutama melalui tulisan W Robertson Smith dan S. R Driver, uraian naskah
sumber Pentateukh menurut aliran Wellhausen memasuki dunia bh Inggris. Di bawah ini dipaparkan (dengan sederhana)
pandangan Wellhasuen.
Cerita Yahwis J(Y) dikatakan berasal dari permulaan zaman kerajaan Israel (kr 950-850 sM). Singgungan-singgungan
mengenai perluasan daerah (Kej 15:18; 27:40) dan kedudukan istimewa Yehuda (Kej 49:8-12) digambarkan menunjuk
kepada zaman kerajaan Salomo. Sumber J(Y) menceritakan perilaku Allah terhadap manusia sejak penciptaan alam semesta
sampai masuknya Israel di tanah Kanaan. Penggabungan kemegahan dengan kesederhanaan yg terdapat dalam J(Y),
menandakan sumber ini sebagai contoh yg menonjol tentang sastra kepahlawanan, yg tepat dibandingkan dengan kitab Iliad
dari Homerus. Sumber Yahwis yg berasal dari Yehuda mempunyai beberapa sifat sastra yg membedakannya dari yg lain,
bukan hanya dalam hal mengutamakan nama Yahweh, yaitu: syifkha, 'budak perempuan', yg lebih disukai daripada 'ama
(E); Sinai dipakai untuk mengganti Horeb (E); dan etimologi rakyat sering muncul, ump Kej 3:20; 11:9; 25:30; 32:27.
Karena sangat keras bersifat nasional cerita J(Y) mencatat sampai ihwal kecil perbuatan-perbuatan keluarga Bapak-bapak
leluhur, bahkan sampai kepada hal-hal yg tak layak dicatat. Secara teologi J(Y) menonjol karena memakai antropopatisme
dan antropomorfisme (antropopatisme = Allah merasa secara manusia; antropomorfisme = Allah mempunyai tubuh seperti
manusia). Allah dalam bentuk seakan-akan manusia berjalan dan berbicara dengan orang seorang, walau tak pernah
diragukan bahwa sifat-Nya sebetulnya adalah transenden. Riwayat-riwayat hidup dari Bapak-bapak leluhur yg diceritakan
secara lincah dan sederhana, mencirikan J(Y) secara mencolok.
Cerita Elohis (E) biasanya dianggap berasal dari kr satu abad kemudian dari J(Y), yakni kr 850-750 sM. Ada yg berpendapat
bahwa E berasal dari utara (Efraim) dengan alasan alpanya cerita-cerita tentang Abraham dan Lot yg berpusat di Hebron
dan daerah Laut Mati dan penekanan khusus yg diberikan kepada Betel dan Sikhem (Kej 28:17; 31:13; 33:19-20). Peranan
yg sangat penting dimainkan oleh Yusuf, nenek moyang suku Efraim dan Manasye, suku-suku wilayah utara. Walau lebih
bersifat serpihan-serpihan dari J(Y), namun dalam E terdapat gaya bahasa yg khas, seperti: 'Sungai' yg dalam pengertian E
maksudnya ialah S Efrat; pengulangan kata dipakai dalam kalimat langsung (bnd Kej 22:11; Kel 3:4); hinneni ('Ya, Tuhan!')
dipakai jika menjawab Allah.
Walaupun dari segi susunan sastra memang E kurang menonjol dibandingkan J(Y), tapi E terkenal karena penekanan yg
diberikannya kepada moral dan agama. Dengan kesadaran akan dosa-dosa Bapak-bapak leluhur, E mencoba membuat hal
itu dapat diterima akal, dan bentuk-bentuk antropomorfisme J(Y) diganti dengan pernyataan-pernyataan Allah melalui
mimpi dan pengantaraan malaikat. Salah satu cerita E yg sangat menonjol, ialah tentang Allah mencobai Abraham pada
peristiwa Abraham diperintahkan untuk mengorbankan Ishak (Kej 22:1-14). Di sini dilukiskan dengan sederhana tapi sangat
menggugah hati, ketegangan antara kasih terhadap keluarga dengan ketaatan kepada Allah. Dan dengan kuasa roh kenabian
disajikan pelajaran tentang sifat batiniah dari pengorbanan yg sungguh.
Sumber Ulangan D(U), dalam penelitian Pentateukh secara kasar sesuai dengan Kitab Ul. Yg termasuk intisari teori naskah
sumber ialah pandangan bahwa kitab Taurat yg ditemukan raja Yosia (2 Raj 22:3-23:25) merupakan, paling sedikit, bagian
Kitab Ul. Hal-hal yg selaras pada D(U) dan pembaharuan Yosia yg layak diperhatikan ialah: ibadah Israel berpusat di
Yerusalem (2 Raj 23:4 dab; Ul 12:1-7); kegiatan-kegiatan ibadah palsu dilarang secara khusus (2 Raj 23:4-11, 24; Ul 16:21-
22; 17:3; 18:10-11). D(U) memberi penekanan kuat pada kasih Allah terhadap Israel dan pada tanggung jawab moral Israel
untuk menanggapinya, pada suatu filsafat sejarah yg menerangkan syarat-syarat berkat atau hukuman Allah, dan pada
perlunya rasa keadilan sosial yg kokoh dalam kerangka perjanjian dengan Allah. D(U) lebih merupakan kumpulan khotbah
daripada kumpulan cerita, suatu tumpukan bahan yg bersifat hukum, teguran dan nasihat, yg dirampai selama kebutuhan
yg mendesak pada pemerintahan Manasye dan yg digabungkan dengan YE sesudah zaman Yosia.
Dalam sumber Imamat P(I) terkumpul hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan dari berbagai kurun sejarah Israel, disusun
sedemikian rupa seperti mengorganisir struktur hukumiah dari Yudaisme sesudah zaman pembuangan. Memang terdapat
beberapa cerita dalam P(I), tapi itu lebih mengutamakan silsilah dan asal mula praktik upacara-upacara dan praktik hukum
pada zaman Bapak-bapak leluhur. Bagian-bagian formal seperti kesepuluh 'keturunan' dalam Kitab Kej dan perjanjian
dengan Adam, Nuh, Abraham dan Musa umumnya dianggap berasal dari P(I). Kerumitan struktur hukum dan upacara P(I)
biasanya ditafsirkan sebagai tanda sesudah pembuangan, terutama waktu P(I) (ump Kel 25-31; 35-40; Im; hukum-hukum
dlm Bil) dibandingkan dengan rumpun upacara sederhana pada Hak dan 1 Sam.
Sebagai dokumen sastra P(I) tak dapat dibandingkan dengan naskah sumber yg terdahulu, karena lebih mengutamakan
rincian-rincian yg menyulitkan (ump silsilah dan keterangan-keterangan yg begitu rinci ttg Kemah Suci) sehingga cenderung
mematahkan semangat kreatif sastra. Kegairahan gerakan keimaman akan kekudusan dan sifat transenden Allah jelas
terdapat dalam P(I); di situ kultus keagamaan sebagai keseluruhan, dianggap suatu alat dari kasih karunia Allah, yg
menjembatani jurang yg memisahkan diriNya dari Israel.
c. Kritik Pentateukh sesudah thn 1900 M
Analisis naskah sumber tidak berhenti pada penelitian-penelitian Wellhausen. Rudolf Smend, yg memperluas ide Karl Budde
dalam thn 883, berusaha membagi sumber Yahwis menjadi J1 dan J2 (Y2, dan Y2) dalam seluruh Heksateukh (Die Erzahlung
des Hexateuch auf, ihre Quellen untersucht, 1912). Apa yg disebut Smend J1 (Y1), disebut Otto Eissfeldt sebagai Sumber-
Awam L(SA), sebab bertentangan langsung dengan sumber Imamat dan memberi penekanan pada cita-cita hidup
pengembaraan, yg bertentangan dengan cara hidup bangsa Kanaan.
Sumber Keni (SK), buah pena Julian Morgenstern, membicarakan riwayat hidup Musa dan hubungan bangsa Israel dengan
bangsa *Keni (1 Sam 27:10; Yos 15:56; S[Selatan Seir]) dari R. H Pfeiffer tentang Kej yg sedikit banyak selaras dengan L
menurut Eissfeldt (ZAW, 48, 1930, hlm 66-73), juga dengan bagian IA dan IB dari sumber Imamat menurut Gerhard von Rad
(Die Priesterschrift im Hexateuch, 1934); semuanya itu merupakan penyerpihan yg dilakukan oleh ahli-ahli kritik naskah
sumber, yg telah mencapai puncaknya dalam analisa P(I) menjadi bagian-bagian kecil dalam karya B Baentsch tentang Kitab
Im (1900), dan di situ 'ditemui' tujuh sumber dengan dijumpainya seorang redaktur atau lebih. Kecenderungan untuk
memisah-misahkan sampai sekecil-kecilnya juga kelihatan dalam kerja C. A Simpson (terutama The Early Traditions ofIsrael:
a Critical Analysis of the Pre-Deuteronomic Narrative of the Hexateuch, 1948).
d. Reaksi terhadap teori Graf-Wellhausen
Golongan konservatif yg sadar bahwa ajaran pengilhaman Alkitab dan seluruh teologi dibangun di atasnya, diancam oleh
kritik naskah sumber, segera bangkit menentang analisis kritik naskah sumber itu. Tokoh konservatif antara lain adalah E.
W Hengstenberg (Dissertations on the Genuineness of the Pentateuch, 1847) dan C. F Keil. Sesudah sintese Wellhausen yg
berpengaruh itu muncul, perlawanan dilanjutkan oleh W. H Green (The Higher Criticism of the Pentateuch, 1895) dan James
Orr (The Problem of the OT, 1906); penelitian cermat mengenai teori naskah sumber menemukan bahwa teori itu alpa
dalam dua hal, yaitu bukti kesusastraan dan pra-dalil teologis. Pola yg dikemukakan oleh ahli-ahli ini dilanjutkan dalam
penelitian R. D Wilson (A Scientific Investigation of the Old Testament, 1926, cetak ulang 1959), G. Ch Aalders (A Short
Introduction to the Pentateuch, 1949), 03 Allis (The Five Books of Moses, 1943) dan E. J Young (Introduction to the Old
Testament, 1949). Serangan kaum konservatif terhadap teori Wellhausen mengikuti garis-garis sebagai berikut:
(i) Pemakaian nama-nama Allah. Pemakaian nama-nama Allah sebagai patokan untuk memisah-misah naskah sumber
dipertanyakan atas empat alasan pokok: (1) Sesudah naskah-naskah diperiksa maka terbukti, terutama dari Pentateukh
LXX, bahwa ada lebih sedikit keseragaman dan ada lebih banyak keberagaman dalam naskah-naskah terdahulu Sari
Pentateukh ketimbang dalam Naskah Masoret (NM), yg justru dipakai sebagai dasar untuk teori naskah sumber (walaupun
kitab J Skinner The Divine Names in Genesis, 1914, telah mengurangi kekuatan dalil ini).
(2) Penelitian R. D Wilson mengenai nama-nama Allah dalam Alquran (PTR 17, 1919, hlm 644-650) menunjukkan bahwa
beberapa sura mengutamakan istilah Allah (4; 9; 24; 33; 48; dst), tepat seperti bagian tertentu Kej mengutamakan Elohim
(ump Kej 1:1-2:3; 6:9-22; 17:2 dab, 20, dst) dan bagian lainnya memakai Yahweh (ump Kej 4; 7:1-5; 11:1-9; 15; 18:1-
19:28 dst). Karena jelas bahwa Alquran tidak boleh dibagi menjadi serpihan atas dasar penggunaan nama bagi Allah, maka
sama halnya dengan Kej.
(3) Pemakaian nama Tuhan Allah (Yahweh Elohim) Kej 2:4-3:24; bnd Kel 9:30) menimbulkan masalah khusus bagi teori
Wellhausen, karena bentuk ini menggabungkan nama-nama, yg justru dianggap menjadi kunci untuk memisahkan naskah
sumber; LXX kelihatannya mengandung lebih banyak contoh penggabungan ini (ump Kej 4:6, 9; 5:29; 6:3, 5). Untuk nama
gabungan bagi para ilah terdapat banyak bukti dalam sastra Ugarit, Mesir dan Yunani (bnd C. H Gordon dlm Christianity
Today, 23 Nov. 1959).
(4) Agaknya penggantian nama Yahweh dan Elohim dalam Pentateukh merupakan usaha penulis untuk menekankan pikiran
yg terkait dengan tiap-tiap nama itu (bnd I Engnell, Gamla Testamentet, 1, 1945, hlm 194 dst). Masalah ini dan masalah
serupa berkaitan dengan nama-nama Allah, sudah lama memaksa ahli kritik meremehkan pentingnya soal, yg dulu adalah
titik tolak seluruh proses kritiknya.
(ii) Gaya ungkapan dan gaya bahasa. Perbedaan gaya ungkapan dan gaya bahasa, yakni unsur-unsur penting yg mendukung
teori Wellhausen, sangat diragukan oleh beberapa ahli konservatif. Mereka mengatakan bahwa cerita-cerita Pentateukh
terlalu fragmentaris untuk memberikan pengetahuan yg wajar perihal perbendaharaan kata seorang penulis; kadang-kadang
teori Wellhausen tidak menyadari bahwa jenis sastra yg berbeda-beda menuntut kosa kata yg berbeda-beda. Kata-kata yg
begitu khas menonjol pada suatu naskah (dokumen) bila juga ditemukan pada naskah lain, maka dikatakan redaktur kedua
naskah itu adalah satu orang. Kebiasaan menganggap 'seorang redaktur' terlalu sering digunakan oleh para ahli teori kritik
mengatasi kelemahan dan kesukaran mereka, bila kenyataan-kenyataan menimbulkan beberapa pertanyaan atas ketepatan
dan kebenaran teori kritik itu. Mengenai soal gaya bahasa, ahli-ahli baik konservatif dan ahli-ahli lainnya sudah berulang-
ulang menunjukkan kesubyektifan pertimbangan-pertimbangan teori kritik, dan amat sukar untuk menilai pendapat-
pendapat seperti itu secara ilmiah. Jadi apa yg bagi seorang kritik nampak sebagai suatu cerita yg hidup dan menggetarkan
hati, bisa nampak tumpul atau hampa bagi orang lain. Beberapa kesukaran yg dihadapi oleh kritik sastra telah disoroti oleh
W. J Martin dalam karyanya Stylistic Criteria and the Analysis of the Pentateuch, 1955, walaupun kita harus hati-hati dalam
memakai persamaan-persamaan antara kritik sastra Barat untuk meneliti sastra Timur.
(iii) Cerita-cerita kembar. Adanya cerita-cerita kembar (yg kadang-kadang disebut dublet) telah dianggap sebagai bukti
utama mengenai adanya sumber yg bermacam-macam. Aalders (hlm 43-53) dan Allis (hlm 94-110, 118-123) telah menyelidiki
beberapa ulangan ini (ump Kej 1:1-2:4a; 2:4b-25; 6:1-8, 9-13; 12:10-20; 20; 26:6-11) dan menandaskan bahwa adanya cerita
ulangan tidak perlu ditafsirkan sebagai bukti jamaknya sumber-sumber. Sebaliknya, pengulangan dalam prosa Ibrani bisa
saja dihubungkan dengan sifat khas bh Ibrani (dan memang demikian semua bh Semit), yaitu memakai ulangan guna
menekankan sesuatu. Gagasan dalam sastra Ibrani ditekankan bukan pada hubungannya yg logis dengan gagasan-gagasan
lain, tapi dengan pengulangan supaya merangsang pikiran dan minat pembaca. (Bnd J Muilenburg, 'A Study in Hebrew
Rhetoric: Repetition and Style', VT Supp 1, 1953, hlm 97-111; J Pederson, Israel, 1-2; 1926, hlm 123). Penggunaan nas-nas
dari Pentateukh dalam liturgi dapat juga dianggap satu sebab pengulangan.
Mengenai Kej, ada sumbangan dari P. J Wiseman dalam karyanya New Discoveries in Babylonia about Genesis, 1936; edisi
baru, Clues to Creation in Genesis, 1977. Menurut dia, bagian-bagian toledot (yaitu bg yg mulai atau berakhir dgn ungkapan
'Demikianlah riwayat...', mis Kej 2:4a) menandakan berbagai sumber yg tersedia bagi Musa untuk merampai cerita-cerita
yg sudah ada. Cara pendekatan ini dipopulerkan oleh J Stafford Wright dalam karyanya How Moses Compiled Genesis: A
Suggestion, 1946. Tentang jawaban terhadap teori Wellhausen mengenai perkembangan susunan imamat, *IMAM-IMAM DAN
GOLONGAN LEWI.
Aliran konservatif selalu serta merta menggunakan kesimpulan-kesimpulan ahli-ahli lain, bila kesimpulan-kesimpulan itu
cenderung meragukan teori naskah sumber. Serangan B. D Eerdmans melawan teori-teori pengikut Wellhausen adalah salah
satu contoh tentang itu. Walaupun Eerdmans menyangkal Musa sebagai penulis Pentateukh, namun dengan kokoh ia
membela keaslian cerita-cerita tentang Bapak-bapak leluhur, dan ia mengungkapkan keyakinannya akan kedinian dari tata
cara keagamaan dalam P(I).
T Oestreicher dan A. C Welch berusaha mematahkan teori naskah sumber dengan membongkar batu pijaknya, yaitu bahwa
D(U) sama dengan kitab Taurat yg ditemukan pada pemerintahan Yosia. E Robertson (The OT Problem, 1950) memandang
Kitab Ul dirampai karena pengaruh Samuel, sebagai kitab undang-undang bagi 'seluruh Israel'; kitab ini tidak digunakan
tatkala perpecahan bangsa itu membuat penerapannya tidak mungkin, tapi ditemukan kembali pada pemerintahan raja
Yosia, tepat pada waktunya ada kemungkinan lagi untuk menata 'seluruh Israel' sebagai satu kesatuan agamawi.
Kesepuluh Hukum dan Kitab Perjanjian yg bersama-sama dengan orang Ibrani memasuki tanah Kanaan, pada awal
pemukiman disimpan di beberapa tempat suci setempat. Di situ pula dikumpulkan naskah bermacam-macam kelompok
hukum dan tradisi yg berpusat pada kedua kitab di atas, yg walaupun beraneka ragam, tapi tetap terkait dengan kedua
kitab itu. Awal pembangunan kembali persatuan nasional pada zaman Samuel menuntut suatu kitab himpunan undang-
undang untuk pemerintah pusat atas dasar bahan-bahan tersebut. Beberapa segi tertentu dari teori ini, yg berlandaskan
bahan-bahan di atas, diperluas oleh R Brinker dalam karyanya The Influence of Sanctuaries in Early Israel, 1946. Dengan
memakai patokan ilmu bahasa dan gaya bahasa, kesatuan Kej dipertahankan oleh U Casutto (La Questione della Genesi,
1934), dan kesatuan sastra dari seluruh Pentateukh dibela oleh F Dornseiff (ZA W 5253, 1934-1935); bnd karyanya Antike
and Alter Orient, 1956.
Dari sudut lain kita diperingatkan oleh AR Johnson, supaya awas terhadap apa 'yg kelihatan sebagai bahaya yg sungguh-
sungguh dalam penelitian PL yaitu: lapisan-lapisan (strata) pikiran yg mungkin berbeda tapi sezaman, disalahtafsirkan
sebagai tangga-tangga (stages) pikiran, yg kemudian diatur menurut penanggalan waktu supaya cocok dengan suatu teori
tentang evolusi yg terlalu disederhanakan, atau dengan suatu teori pernyataan progresif yg serupa dengan itu' (The Vitality
of the Individual in the Thought of Ancient Israel, 1949, hlm 3).
(iv) Kritik bentuk. Walaupun tidak melepaskan teori sumber, perintis kritik bentuk, H Gunkel dan H Gressmann, memberi
tekanan baik pada kualitas sastranya maupun pada panjangnya proses tradisi lisan (cerita) yg membentuk cerita-cerita yg
beraneka ragam itu menjadi karya yg sangat indah. Kritik bentuk disambut baik karena bebas dari pendekatan yg dingin
dan bersifat mengurai gaya para kritik naskah sumber, yg menggunting-gunting Pentateukh menjadi serpihan-serpihan
sehingga cenderung menyangkal kekuasaan dan keindahan cerita. Upaya kritik bentuk merintis jalan bagi sekelompok ahli
Skandinavia mengadakan penelitian dengan membuang pendekatan berdasarkan naskah sumber dan menggantinya dengan
menekankan tradisi lisan.
Mengikuti petunjuk J Pederson, yg terus-terang menolak teori sumber pada thn 1931 (ZAW 49, 1931, hlm 161-181), I Engnell
(Gamla Testamentet, 1, 1945) mengokohkan bahwa Pentateukh sama sekali bukan hasil rampaian dari naskah sumber
tertulis, tapi campuran dari tradisi-tradisi lisan yg dapat dipercaya, yg dikumpul dan dibentuk dalam dua kelompok tradisi
utama, yaitu: kelompok P(I) yg bertanggung jawab tentang Tetrateukh, dan kelompok D(U) yg merumuskan Ul, Yos, Hak,
Sam, dan Raj. Penulisan kitab-kitab itu dikaitkan pada masa pembuangan atau sesudahnya. Unsur-unsur utama dalam
perkembangan aliran tradisi dan sejarah ini, ialah pengetahuan yg sudah lebih maju tentang psikologi Ibrani dan pemahaman
yg berkembang dan mendalam tentang sastra Asia Barat kuno. Menurut Engnell, para ahli aliran Wellhausen cenderung
menafsirkan PL dengan patokan-patokan metode sastra Eropa dan logika barat. Untuk ringkasan pandangan aliran
Skandinavia, lih Eduard Nielsen, Oral Tradition, 1954.
Pandangan H Gunkel tentang kelompok-kelompok sastra yg beraneka ragam itu (yg dapat ditentukan dgn mengamati bentuk
sastra dlm Pentateukh) menunjukkan semacam bentuk kembali ke pendekatan secara fragmentaris yg diikuti oleh Geddes,
Vater dan De Wette. Melihat ini, P Volz (dan sampai batas tertentu W Rudolph juga), menghimbau supaya menghidupkan
kembali teori suplemen dengan memperkecil makna 'penulis Elohis' sekecil-kecilnya, yg menurut pandangan Volz, di
kemudian hari merupakan redaktur utama dari penulis agung Kej, yaitu Yahwis. Demikianlah dengan cara yg kira-kira sama
ditekankan pula oleh G von Rad (Das formgeschichtliche Problem des Hexateuchs, 1938) peranan unggul yg dimainkan
Yahwis, baik sebagai pengumpul maupun sebagai penulis dari bahan Pentateukh, yg menjelma melalui jangka waktu yg
panjang dengan sejarah tradisi yg kaya di belakangnya. Tanggal-tanggal dari sumber-sumber itu yg umum diterima, masih
merupakan dugaan menurut von Rad, dan menggambarkan langkah-langkah terakhir dalam merampai bahan-bahan itu.
Penerapan teori-teori von Rad mengenai Pentateukh pada ilmu teologi, dapat dibaca dalam bukunya Old Testament
Theology 1, 1962. Teorinya bahwa pengakuan seperti Ul 26:5 dst merupakan titik tolak bagi perkembangan Pentateukh,
baru-baru ini dibalikkan oleh J. A Soggin (IOT, E. T. 1976, hlm 93) yg berpendapat bahwa pengakuan tersebut bukan titik
tolak tapi ringkasan Pentateukh.
M Noth (Uberlieferungsgeschichte des Pentateuch, 1948) mendekati beberapa hasil dari aliran Uppsala, yg dipimpin Engnell
dll, tidak melepaskan pendekatan atas dasar naskah sumber. Ia sangat memperhatikan sejarah tradisi lisan yg ada di
belakang sumber-sumber itu, tapi tetap dipertahankannya pendekatan kepada J(Y), E, dan P(I) yg sudah amat lazim.
Penyimpangannya dari tradisi Wellhausen yg paling terang dapat dilihat dalam penolakannya untuk mengakui adanya
'Heksateukh' dan dalam menyingkirkan kebanyakan isi Ul dari cengkeraman kritik Pentateukh.
Seperti kelihatan dalam buku-buku Pengantar ke dalam PL modern, ahli-ahli masa kini lebih memperhatikan bentuk-bentuk
bahan cerita, liturgi, perjanjian atau hukum ketimbang sumber naskah (kalau ada) Pentateukh yg didalilkan teori
Wellhausen. Misalnya karya 0 Kaiser, IOT, E. T. 1975, memakai judul judul sbb: Macam Sastra Cerita Israel, Macam Sastra
Hukum Israel, Perkembangan Cerita-cerita Pentateukh sebelum ditulis, dsb; lih juga karya J. A Soggin. Hubungan persis
antara kritik bentuk dengan kritik naskah sumber masih belum jelas. Tapi ada suatu hal yg jelas, yakni: para ahli seharusnya
memperhatikan kritik redaksional (= penelitian makna dari kelima Kitab Pentateukh baik masing-masing atau
keseluruhannya), apa saja pendapat mereka tentang proses pengumpulan bahan-bahan kitab-kitab itu.
(v) Bukti arkeologi. Perkembangan arkeologi modern memberikan sumbangannya untuk menilai ulang teori naskah sumber.
Bahwa cerita-cerita Alkitab pada dasarnya dapat dipercayai berdasarkan sejarah, sudah berulangkali dikokohkan, terutama
cerita tentang zaman Bapak-bapak leluhur. (Lih H. H Rowley, 'Recent Discov ry and the Patriarchal Age' dlm The Servant of
the Lord 1965.) Rekonstruksi berdasarkan teori evolusi atas sejarah dan agama Israel makin diragukan oleh ahli-ahli
arkeologi yg paling menonjol, seperti W. F Albright (ump From the Stone Age to Christianity, 1957, hlm 88 dsb, 282) dan C.
H Gordon (ump Ugaritic Literature, 1949, hlm 5-7; 'Higher Critics and Forbidden Fruit', Christianity Today, 23 Nov. 1959).
Versi baru yg berbeda sekali dari teori naskah sumber dari titik pendirian agama Israel terdapat dalam penelitian Yehezkel
Kaufmann, yg mengokohkan sifat kekunoan P(I) dan bahwa P(I) lebih dulu dari D(U). Tambahan lagi, dipisahkannya Kitab
Kej dari sisa Pentateukh, sambil mempertahankan bahwa Kej merupakan 'suatu lapisan tersendiri yg bahan-bahannya pada
keseluruhannya sudah sangat tua' (The Religion of Israel, 1960, hlm 208).
e. Keadaan sekarang ini
Pengertian yg diperoleh dari kecaman teori Graf-Wellhausen bersama penelitian yg berjalan terus oleh pihak pendukungnya,
telah menghasilkan perubahan besar dalam teori itu. Pandangan evolusi tentang sejarah dan agama Israel dikesampingkan.
Keaslian asasi cerita-cerita Bapak-bapak leluhur diakui oleh banyak ahli setelah sinar arkeologi menerangi dunia cerita itu.
Pengaruh atau milieu Mesir dalam lingkaran hidup Yusuf dan cerita Keluaran sudah dibuktikan oleh pertimbangan arkeologi,
sastra dan ilmu bahasa (bnd A. S Yahuda, The Language of the Pentateuch in its Relation to Egyptian, 1931; C. H. Gordon,
The World of the OT, 1958, hlm 139). Peranan *Musa sebagai pemberi hukum dan tokoh agama Israel dikokohkan kembali.
Walaupun tidak dibuang, namun teori naskah sumber diubah dan diperbaiki oleh ahli-ahli sekarang ini. Perkembangan setiap
sumber sangat rumit dan umumnya sekarang dipandang sebagai hasil kerja satu aliran daripada hasil kerja seorang penulis
saja. Pertumbuhan sumber-sumber yg beraneka ragam itu bukanlah susul-menyusul tapi berdampingan, karena dalam tiap
sumber didapati unsur-unsur kuno, seperti yg ditunjukkan oleh unsur-unsur Pentateukh yg dipakai oleh nabi-nabi (bnd
Aalders, hlm 111-138). Pencincangan ay-ay dan usaha menentukan secara positif termasuk pada naskah sumber mana
potongan-potongan itu, pada umumnya tidak dipedomani lagi. Perubahan-perubahan dalam teori naskah sumber ini
sebaiknya dipandang sebagai perubahan saja, janganlah sebagai berita kematian. Teori Wellhausen masih tetap hidup kuat
dan menjadi tantangan yg terus-menerus bagi ahli-ahli ortodoks, yg kadang-kadang merasa puas hanya dengan bereaksi
terhadap teori itu, tanpa menghasilkan pendahuluan (Pengantar) yg jitu bagi Pentateukh. Pengantar positif akan
memberikan bukti bagi kesatuan asasi hukum Taurat, sambil mempertimbangkan sungguh-sungguh ciri-ciri keberagaman,
yg merupakan dasar bagi teori naskah sumber.
Penelitian-penelitian Aalders merupakan terobosan baru yg membuka jalan bagi perkembangan selanjutnya. Sumbangannya
yg paling menolong ialah pengamatannya akan adanya dalam Pentateukh unsur-unsur sesudah Musa dan yg bukan dari Musa
(ump Kej 14:14; 36:31; Kel 11:3; 16:35; Bil 12:3; 21:14-15; 32:34 dab; Ul 2:12; 34:1-12) dan kesadarannya bahwa baik PL
dan PB tidak mempertanggungjawabkan muasal seluruh kerja itu kepada Musa, walaupun keduanya menganggap bagian-
bagian inti berasal dari Musa. Ump kumpulan undang-undang yg agung khususnya dianggap berasal dari Musa (ump Kel 20:2-
23:33; 34:11-26; Ul 5-26; bnd Ul 31:9, 24), sama seperti cerita perjalanan Israel yg disebut dalam Bil 33:2.
Mengenai cerita-cerita Kej mungkin Musa yg merampainya dari sumber-sumber tulisan atau lisan tapi mungkin juga tidak.
Bukti-bukti mengenai penyusunan Pentateukh sesudah zaman Musa terdapat dalam ay-ay di atas, terutama pada sumber-
sumber kuno seperti 'Kitab Peperangan TUHAN' (Bil 21:14). Sukar untuk menentukan tanggal penyusunan Pentateukh. Saran
Aalders bahwa penyusunan itu terjadi pada pemerintahan raja Saul dan Daud bisa diterima, walaupun di kemudian hari
kosakata dan gaya bahasanya mungkin sudah 'dimodernisasikan'.
III. Amanat Pentateukh
'Pentateukh harus diakui sebagai suatu sumber yg memberikan kepada Israel makna dan apa yg menyebabkan hidup Israel
itu. Di sini dinyatakan melalui cerita, syair, nubuat dan hukum apa yg dikehendaki Allah mengenai tugas Israel di dunia ini'
(A Bentzen, Introduction to the Old Testament2, 1952, 2, hlm 77). Sebagai laporan pernyataan dan jawab, Pentateukh
memberi kesaksian mengenai tindakan-tindakan penyelamatan oleh Allah, Tuhan yg berdaulat atas sejarah dan alam
semesta. Tindakan utama Allah dalam Pentateukh (dan dlm PL) ialah keluarnya Israel dari tanah Mesir. Di sini Allah
mendobrak pintu kesadaran Israel dan menyatakan diriNya sebagai Allah yg melepaskan. Pengertian-pengertian yg didapati
dari penyataan ini memungkinkan mereka dengan pimpinan Musa untuk menilai ulang tradisi-tradisi leluhur mereka, dan
melihat di dalamnya tindak kebijakan kasih Allah terhadap mereka bagaikan putik bunga, yg mulai mekar demikian indahnya
dalam penyelamatan dari tanah Mesir. Sesudah membuktikan diriNya dengan penuh kekuasaan dan secara terbuka sebagai
Tuhan dalam Keluaran, dibimbing-Nya Israel untuk menyadari realitas, bahwa Dia-lah Pencipta dan Pemelihara alam
semesta dan Raja atas sejarah. Urutan di sini sangat penting: pengenalan akan Allah yg menyatakan kasih karunia,
mendorong orang untuk mengerti akan Allah alam semesta. Bahwa Allah menunjukkan diriNya sebagai Penguasa alam
semesta dalam tulah-tulah yg terjadi di Mesir, dan Pemelihara dalam perjalanan di padang gurun, tentu bisa mempengaruhi
bangsa Israel untuk memandang Allah sebagai Tuhan alam semesta maupun sebagai Tuhan sejarah.
Kasih karunia Allah tidak hanya dinyatakan dalam penyelamatan dan pimpinan-Nya, tapi juga dalam pemberian hukum
Taurat dan dalam memprakarsai perjanjian itu. Janji ketaatan Israel, dan sumpah setianya kepada Allah dan kehendak-
Nya, itulah jawaban Israel. Tapi jawaban itu sendiri pun adalah pemberian kasih karunia Allah. Sebab Dia, walaupun bebas
dari kewajiban, yg menentukan kata-kata dari perjanjian dan menetapkan sistem korban-korban itu sebagai alat untuk
menjembatani jurang yg memisahkan Dia dari umat-Nya. Kasih karunia Allah menuntut supaya Israel mutlak mengakui ke-
Tuhan-an-Nya, dan supaya taat seutuhnya kepada kehendak-Nya dalam setiap segi kehidupan ini. Tuntutan ini penuh kasih
karunia sebab mencakup apa yg baik untuk Israel, apa yg membantunya untuk menyadari kemungkinan apa sebetulnya yg
sungguh terbuka baginya, dan apa yg tidak mungkin ditemuinya tanpa penyataan dari Allah.
Dari mana pun asalnya Pentateukh, kitab ini ada di hadapan kita sebagai dokumen, yg di dalamnya terdapat kesatuan
batiniah yg kaya. Pentateukh mencatat bahwa Allah menyatakan diriNya dalam sejarah, dan bahwa Dia-lah merajai sejarah.
Pentateukh memberi kesaksian tentang respons Israel dan kegagalannya dalam memberikan respons itu. Kitab ini
menyaksikan kekudusan Allah, yg memisahkan Dia dari manusia, dan tentang kasih-Nya yg penuh belas-kasihan, yg mengikat
Dia kepada manusia berdasarkan ketentuan-Nya sendiri. (*KEJADIAN; *KELUARAN; *IMAMAT; *BILANGAN; *ULANGAN.)
KEPUSTAKAAN. A. T Chapman, An Introduction to the Pentateuch, 1911; G. Ch Aalders, A Short Introduction to t Pentateuch,
1949; O. T Allis, The Five Books of Moses, 1949; A Bentzen, Introduction to the Old Testament, 2, 1952, hlm 9-80; B. D
Eerdmans, Alttestamentliche Studien, 1-4, 1908-1912; H. F Hahn, The Old Testament in Modern Research, 1956; Y
Kaufmann, The Religion of Israel, 1960, hlm 153-211; W. J Martin, Stylistic Criteria and the Analysis of the Pentateuch,
1955; J. A Motyer, The Revelation of the Divine Name, 1959; A Noordtzy, 'The Old Testament Problem', BS, 1940-1941; C.
R North, 'Pentateuchal Criticism', OTMS, hlm 48-83; N. H Ridderbos, 'Reversals of Old Testament Criticism', dalam Revelation
and the Bible, red. C. F. H Henry, 1958; H. H Rowley, 'Moses and the Decalogue', BJRL 34, 1951, hlm 81-118; The Biblical
Doctrine of Election, 1950; W Rudolph, Der 'Elohist'von Exodus bis Josua, BZA W 68,1938; P Volz dan W Rudolph, Der Elohist
als Erzahler: ein Irrweg der Pentateuchkritik?, BZA W 63, 1933; J Wellhausen, Prolegomena to the History ofAncient Israel,
ET 1885, cetak ulang 1957; G. E Wright, The God Who Acts, 1952; The Old Testament against its Environment, 1950; P. J
Wiseman, Clues to Creation in Genesis, 1972; J. S Wright, How Moses Compiled Genesis: A Suggestion, 1946; E Robertson,
The Old Testament Problem, 1950; R Brinker, The Influence of Sanctuaries in Early Israel, 1946; U Cassuto, The Documentary
Hypothesis and the Composition of the Pentateuch, -1961; 1 Engnell, Critical Essays on the OT, 1970; K Koch, The Growth
of the Biblical Tradition, 1969; M Noth, A History of Pentateuchal Traditions, 1972; R de Vaux, The Bible and the Ancient
Near East, 1971. DAH/MHS/HAO

Anda mungkin juga menyukai