Anda di halaman 1dari 22

MODUL 6

INFUS INTRAVENA GLUKOSA

1. TUJUAN
Dapat mengetahui cara pembuatan infus intravena glukosa cara umum dan
dapat menentukan formula yang cocok untuk pembuatan sediaan infus intravena
glukosa.

2. PRINSIP
Berdasarkan cara pembuatan dengan metode sterilisasi aseptik
menggunakan zat pembawa dan zat tambahan yang sesuai dengan karakteristik
glukosa.

3. TEORI
3.1. Definisi sediaan infus
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995:10 larutan intravena
volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL. Menurut FI Edisi
III,1979: 12, infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi,
bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume relatif banyak. Kecuali
dinyatakan lain, infus intravena tidak diperbolehkan mengandung
bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan
praktis bebas partikel.
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 mL
yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan
yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan
minuman dan dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi
gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan air dan elektrolit (Anief , 1997).
Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian
langsung ke dalam pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan

1
2

darah, dikemas dalam wadah tunggal berukuran 100 ml - 2000 ml. Tubuh
manusia mengandung 60 air dan terdiri atas cairan intraseluler (di dalam
sel), 40 yang mengandung ion-ion K+, Mg+, sulfat, fosfat, protein serta
senyawa organik asam fosfat seperti ATP, heksosa, monofosfat dan lain-
lain. Air mengandung cairan ekstraseluler (di luar sel) 20 yang kurang lebih
mengandung 3 liter air dan terbagi atas cairan intersesier (diantara kapiler)
15 dan plasma darah 5 dalam sistem peredaran darah serta mengandung
beberapa ion seperti Na+, klorida dan bikarbonat (Anief , 2008).
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman
dan di keluarkan dalam jumlah yang relatife sama. Rasionya dalam tubuh
adalah 57, lemak 20,8, protein 17,0, serta mineral dan glikogen. Infus berisi
larutan glukosa atau dekskrosa yang cocok untuk donor kalori (FI Edisi
III,1979:12).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk infus harus dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap wadah
akhir infus harus diamati secara fisik dan tiap wadah yang menunjukkan
pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus di tolak. Air yang
digunakan untuk infus biasanya Aqua Pro Injection, A.P.I. ini dibuat dengan
menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah
logam yang cocok dengan label. Hasil sulingan pertama dibuang dan
sulingan selanjutnya di tampung dan segera digunakan.
Dalam pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk
dosis tunggal dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta
bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volume yang besar, pengawet tidak
pernah digunakan dalam infus intravena biasanya mengandung zat-zat
amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena
yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk menetralisir trauma pada
pembuluh darah. Namun cairan Hipotonis maupun Hipertonis dapat
digunakan untuk meminimalisir pembuluh darah, larutan hipertonis
diberikan dalam kecepatan yang lambat (Anief, 1993).
3

3.2. Syarat-syarat sediaan infus


A. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis
B. Jernih, berarti tidak ada partikel padat
C. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna
D. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan
cairan tubuh lain yakni 7,4.
E. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis
yang sama dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan
osmosis cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan lumbai dengan
tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 %.
F. Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas
dari mikroorganisme hidup dan patogen maupun non patogen, baik
dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif
(spora).
G. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat
menimbulkan demam. Pirogen adalah senyawa kompleks
polisakarida dimana mengandung radikal yang ada unsur N, dan P.
Selama radikal masih terikat, selama itu dapat menimbulkan
demam dan pirogen bersifat termostabil.

3.3. Keuntungan dan kerugian sediaan infus


3.3.1. Keuntungan sediaan infus :
A. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat
B. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
C. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat
dihindarkan
D. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam
keadaan koma
E. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat
dihindarkan (Syamsuni,2006).
4

3.3.2. Kerugian sediaan infus :


A. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan
berulang kali
B. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut
suntik
C. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin
diperbaiki terutama sesudah pemberian intravena
D. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit
atau ditempat praktek dokter oleh perawat yang kompeten
E. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan
ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi yaitu steril, bebas
pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel (Syamsuni,2006).

3.4. Tujuan pemberian sediaan infus


A. Dasar nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien dirumah sakit harus
disuplai via intravena. Intravena seperti protein dan karbohidrat
B. Keseimbangan elektrolit digunakan pada pasien yang shock, diare,
mual, muntah, membutuhkann cairan inrravenous
C. Pengganti cairan tubuh seperti dehidrasi
D. Pembawa obat obat. Contohnya seperti antibiotik (Anief, 1991).

3.5. Pengujian evaluasi akhir berupa evaluasi fisik terhadap sediaan


infus
3.5.1. Penetapan Volume Infus dalam Wadah (FI IV,1995: 1044)
Tujuanya yaitu untuk menetapkan volume injeksi yang
dimasukkan dalam wadah agar volume injeksi yang digunakan
tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan (Kelebihan volume
yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV). Prinsipnya yakni
berdasarkan penentuan volume dilakukan dengan cara mengambil
samperl dengan alat suntik hipodermik dan memasukkannya ke dalam
gelas ukur yang sesuai. Hasilnya yaitu volume tidak kurang dari volume
yang tertera pada wadah bila diuji satu persatu.
5

3.5.2. Pemeriksaan Bahan Partikulat dalam Infus (FI IV, 1995:981-


982)
Tujuannya yaitu untuk memastikan larutan injeksi, termasuk
larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan
parenteral, bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan
secara visual. Prinsipnya yakni berdasarkan sejumlah tertentu sediaan
uji difiltrasi menggunakan membran, lalu membran tersebut diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Jumlah partikel dengan
dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama atau lebih besar dari
25 μm dihitung. Hasilnya berupa injeksi volume besar untuk infus dosis
tunggal memenuhi syarat uji jika mengandung tidak lebih dari 50
partikel per mL yang setara atau lebih besar dari 10 μm dan tidak lebih
dari 5 partikel per mL yang setara atau lebih besar dari 25 μm dalam
dimensi linier efektif.
3.5.3. Penetapan pH (FI IV, 1995:1039)
Alat yang digunakan : pH meter dengan tujuan mengetahui pH
sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Prinsipnya
yakni berdasarkanpengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter
yang telah dikalibrasi. Penafsiran hasil yaitu pH sesuai dengan
spesifikasi formulasi sediaan.
3.5.4. Uji Kejernihan (FI IV, 1995:998)
Tujuan uji ini yaitu untuk memastikan larutan terbebas dari
pengotor. Prinsipnya yakni berdasarkan dengan membandingkan
kejernihan larutan uji dengan suspensi padanan, dilakukan di bawah
cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung dengan latar
belakang hitam. Penafsiran hasil yaitu sesuatu cairan dikatakan jernih
jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan bila
diamati di bawah kondisi seperti tersebut di atas atau jika opalesensinya
tidak lebih nyata dari suspensi padanan I. Persyaratan untuk derajat
oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II, dan III.
6

3.5.5. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, 2008:191-192)


Tujuan uji ini yaitu unuk memeriksa keutuhan kemasan u/
menjaga sterilitas&volume serta kstabilan sediaan. Prinsipnya yaitu
untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang
masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen
biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di
dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna
biru. Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik,
wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika
terjjadi kebocoran, maka kertasa saring atau kapas akan basah. Hasilnya
yaitu apabila sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak
menjadi biru (prosedur a) dan kertas saringa atau kapas tidak basah
(prosedur b).
3.5.6. Uji Kejernihan dan Warna (Goeswin Agoes, 2008: 201-203)
Tujuan uji ini yaitu untuk memastikan bahwa setiap larutan obat
suntik jernih dan bebas pengotor. Prinsinya yaitu wadah-wadah
kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari
samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor
berwarna putih dan latar belakang putih untuk menyelidiki pengotor
berwarna. Hasilnya apabila sediaan memenuhi syarat bila tidak
ditemukan pengotor dalam larutan.

3.6. Monografi zat aktif


glucosum (glukosa)
7

Gambar 3.1. Struktur glukosa


Rumus molekul : C6H12O6H2O
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran
putih, tidak berbau, rasa manis. (Farmakope
Indonesia III, 1979:268).
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95 %)
P (Farmakope Indonesia III, 1979:268).
Titik leleh : 146-150oC (FI IV, 1979:268)
Dosis lazim : 20-50ml (FI IV, 1995:943)
Daftar obat : keras sediaan infus
pH sediaan injeksi : 3,5-5,5 (Formularium Nasional , 1978:32)
OTT : cyanocobalamin,kanamycin SO4, novabiocin Na,
Na warfarin.

3.7. Monografi zat tambahan


3.7.1. Natrii klorida
a. Rumus Molekul : NaCl
b. BM : 58,44
c. Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, rasa asin.
d. Kelarutan : Mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah
larut dalam air mendidih, larut dalam
gliserin, sukar larut dalam etanol.
e. pH : 6,7-7,3
f. Titik lebur : 804◦C
g. Kegunaan : Sumber ion klorida dan ion natrium,
tonisitas
h. Inkompatibilitas : dengan besi bereaksi membentuk endapan
dengan garam perak, timbal, dan merkuri,
dengan oksidator kuat dapat membebaskan
klorin dari larutan natrium klorida
i. Kompatibilitas : 1,20 g / cm3 untuk larutan berair (densitas)
8

j. Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil


dapat menyebabkan pengguratan partikel
dari tipe gelas (Farmakope Indonesia ed
V,2014: 917).

3.7.2. Karbon adsorben


Arang Jerap adalah arang yang dibuat dari bahan tumbuh-
tumbuhan tertentu telah diaktifkan untuk mempertinggi daya jerap.
a. Pemerian : Serbuk hitam tidak berbau,tidak berasa ;hitam
b. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa
c. Stabilitas : Stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara
d. Kegunaan : Menyerap pirogen
e. Konsentrasi : 0,1%
f. pH :5–8
g. Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat
h. Literatur : Martindale The Exra Pharmacopoeia 28 hal 50
dan -FI ed.IV hal. 1169.
3.7.3. Aqua pro injeksi

a. Pemerian : cairan, jernih, tidak berwarna, tidak berbau


b. Kegunaan : air untuk injeksi (pembawa/pelarut)
c. Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal, botol kaca atau
plastik, tidak lebih besar dari 1 liter
(Farmakope Indonesia IV, 1995: 112).

3.8. Aspek farmakologi


3.8.1. Indikasi
Untuk pencegahan dan pengobatan dehidrasi karena penyakit
diare akut, sumber karbohidrat pilihan dalam rejimen nutrisi
parenteral, dan mengembalikan keseimbangan elektrolit (Martindale
edisi 36, 2009 : 1946).
9

3.8.2. Kontra Indikasi


Hiperglikemia, hiperdehidrasi, asidosis, hypokalemia, diabetes
mellitus, sindrom malabsorbsi glukosa galaktosa.
3.8.3. Efek Farmakologi
Di dalam sel glukosa dioksidasi menjadi karbondioksida dan air
dengan menghasilkan energi. Jaringan otot dan lemak menyerap
glukosa bila diperlukan, karena kebutuhan energi dapat pula dicapai
dengan jalan oksidasi asam lemak. Glukosa yang diserap di otot
ditimbun sebagai glikogen atau dirombak menjadi asam laktat, yang
dibawa oleh darah diangkut ke hati dan menjadi bahan pangkal untuk
gluconeogenesis (Martindale edisi 36, 2009 : 1946).
3.8.4. Efek samping
Tromboflebitis (pada pH larutan rendah 3,5 – 5), panas, iritasi,
infeksi pada tempat penyuntikan, thrombosis atau flebilitas vena yang
meluas dari tempat penyuntikan & ekstravasasi. Beberapa reaksi ini
mungkin karena produk degradasi hadir setelah autoklaf atau teknik
buruk dalam memberikan solusinya. Infus intravena dapat
menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit termasuk hipokalemia,
hypomagnesaemia, dan hypophosphataemia. Pembesaran volume iso-
osmotik dalam jumlah panjang atau cepat dapat menyebabkan edema
atau intoksikasi air; Sebaliknya, penggunaan solusi hipermotik yang
berkepanjangan atau cepat dapat menyebabkan dehidrasi sebagai
konsekuensi hiperglikemia yang disebabkan (Martindale edisi 36,
2009 : 1946).
3.8.5. Dosis
Dosis glukosa bervariasi dan bergantung pada kebutuhan pasien
secara individu; Konsentrasi serum glukosa mungkin perlu dimonitor
secara hati-hati. Tingkat maksimum penggunaan glukosa diperkirakan
sekitar 500 sampai 800 mg/kg/jam (Martindale edisi 36, 2009 : 1946).
3.8.6. Penyimpanan
Disimpan dalam suhu kamar (25-30oC).
10

3.9. Aspek farmakokinetik


3.9.1. Absorpsi
Langsung masuk peredaran darah (sisitemik) (Carbohydrates :
Metabolism of sugar. In Ecyclopedia of Food Sciences & Nutrition, 2nd
Edition : 2003).
3.9.2. Distribusi
Glukosa dapat menjadi alternatif utama karena pembakaran
glukosa memiliki potensial kimia yang tinggi, sekitar 2,840 kJ/mol.
Sekitar 3 kali lipat dari pembakaran gas metan. Selain itu, glukosa
mudah disimpan di jaringan tubuh dalam bentuk polimernya, yaitu
glikogen. Glukosa juga mudah didistribusikan ke semua sel tubuh
melalui aliran darah, karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan
relatif netral. Glukosa selain di distribusikan melaui darah juga melalui
sistem limfatik dengan kadar normal 120-140 mg/dL setelah makan
berat dan 80-100 mg/dL (Carbohydrates : Metabolism of sugar. In
Ecyclopedia of Food Sciences & Nutrition, 2nd Edition : 2003).
3.9.3. Metabolisme
Glukosa menjadi energi di dalam tubuh akan berlangsung secara anaerobik
melalui proses yang dinamakan Glikolisis (Glycolysis). Proses ini berlangsung
dengan mengunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi sebagai
katalis di dalam sitoplasma (cytoplasm) yang terdapat pada sel eukaryotik
(eukaryotic cells) (Carbohydrates : Metabolism of sugar. In Ecyclopedia
of Food Sciences & Nutrition, 2nd Edition : 2003).
3.9.4. Eksresi
Glukosa di ekskresikan melalui urin (Carbohydrates :
Metabolism of sugar. In Ecyclopedia of Food Sciences & Nutrition, 2nd
Edition : 2003).
11

4. BAHAN DAN ALAT PERCOBAAN


4.1. Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu magnetic stirrer, beaker glass 500 ml,
pipet tetes, labu eleyenmeyer, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 10 ml, botol
100 ml, dan corong gelas.

4.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu Glukosa, NaCl, Karbo adsorben,
Aqua untuk injeksi, kertas saring, perkamen dan spatel.

5. PROSEDUR
5.1. Pembuatan sediaan
Disiapkan semua alat dan bahan, dan ditimbang tiap bahan seperti
Glukosa, NaCl dan Karbo adsorben. Aqua pro injeksi ditambahkan karbon
aktif sebanyak 0,1% b/v (0,104 g). Kemudian dipanaskan pada suhu 60-70˚
selama 15 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Glukosa
dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi hingga larut. NaCl dilarutkan
dalam sebagian aqua pro injeksi hingga larut, kedua larutan ini. Kemudian
kedua larutan tersebut dicampur hingga homogeny, lalu di genapkan hingga
104 ml dan disaring kembali. Dimasukkan ke dalam botol infus sebanyak
104 ml, ditutup dengan plastik wrap dan alumunium foil lalu disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

5.2. Evaluasi sediaan akhir


5.2.1 Uji kejernihan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan dengan
cara memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya
yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar
belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu
aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat
dilihat dengan mata (Lachman, 1994 :1355).
12

6. DATA PERCOBAAN, PERHITUNGAN


6.1. Formulasi
R/ Glukosa 5%
NaCl 0,035 %
Karbo Adsorben 0,1 %
Aqua Pro Injeksi ad 100 ml

6.2. Penimbangan Bahan


Tabel. 6.1. Penimbangan Bahan
Jumlah
Nama Bahan Kegunaan dalam Jumlah untuk 1
No.
Baku Formula per 1 unit batch
(104 ml)
1. Glukosa Sumber Kalorigenik 5 g 5,2 g
2. NaCl Zat Pengisotonis 0,035 g 0,0364 g
3. Karbo Adsorben Pengikat Pyrogen 0,1 g 0,104 g
4. Aqua Pro Zat Pembawa Ad 100 Ad 104 ml
Injeksi ml

6.3. Hasil Evaluasi Sediaan


Tabel 6.2. Hasil Evaluasi
Jenis Evaluasi Hasil
Kejernihan Jernih
Penampilan fisik wadah Baik
Jumlah Sediaan 1 botol

7. PEMBAHASAN
Pada praktikum steril kali ini dilakukan pembuatan sediaan infus dengan
bahan aktif glukosa. Sediaan infus adalah sediaan steril mengandung obat yang
dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih. Glukosa merupakan monosakarida yang
dapat diberikan secara peroral maupun infus intravena sebagai pengobatan dalam
deplesi cairan dan karbohidrat. Dosis glukosa yang dapat digunakan adalah 2,5%
sampai 11,5%, tetapi pada umumnya digunakan dosis sebesar 5%.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung osmolaritas dari
glukosa. Osmolaritas yaitu konsentrasi larutan atau partikel terlarut perliter
larutan. Osmolaritas ditentukan oleh jumlah partikel terlarut per kilogram air.
13

Dengan demikian, osmolaritas menghasilkan tekanan osmotik yang akan


mempengaruhi pergerakan cairan. Osmolaritas yang didapat dari glukosa adalah
253,31 mol/L dan osmolaritas yang didapat dari NaCl adalah 11,965% mol/L.
Tonisitas merupakan osmolaritas yang menyebabkan pergerakan air dari
kompartemen satu ke kompartemen lain.
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menghitung tonisitas larutan
infus glukosa dengan menggunakan rumus penurunan titik beku, didapatkan hasil
tonisitas larutan yaitu 252,31 Mosmo/L diketahui bahwa larutan bersifat sedikit
hipotonis. Sediaan infus yang bersifat sedikit hipotonis bila masuk kedalam
peredaran darah sel darah merah akan mengalami pembengkakan secara perlahan
sehingga menyebabkan hemolysis (pecahnya sel darah merah). Sehingga pada
formula ditambahkan Natrium Cloridum (NaCl) karena syarat sediaan infus itu
harus mutlak isotonis yang artinya larutan infus tersebut harus sama tekanan
osmotiknya dengan tekanan osmotik dalam cairan tubuh yang kadarnya sama
dengan 0,9 % NaCl. Pemberian glukosa secara intravena dapat menyebabkan
iritasi vena. Trombophlebitis dapat terjadi jika larutan infus glukosa memiliki pH
yang rendah karena suhu tinggi selama pemanasan, Tromboflebitis adalah
inflamasi atau pembengkakan pada vena (pembuluh darah balik). Inflamasi ini
disebabkan oleh penggumpalan darah yang terjadi dalam vena. Umumnya terjadi
pada vena di kaki dan kondisi ini bisa menyerang vena pada tangan atau leher.
Kemudian dilakukan penimbangan bahan-bahan yang akan digunakan
dengan menggunakan kaca arloji. Hal ini bertujuan untuk mencegah hilangnya
volume bahan pada saat pembuatan dan juga untuk tidak adanya penempelan atau
sisa bahan bila ditimbang selain diatas kaca arloji. Pada pengerjaannya, pertama
karbon aktif dipanaskan dengan aqua pro injeksi (API) pada suhu 60-70°C selama
15 menit. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan CO2 dari API tersebut karena
CO2 dalam suatu sediaan dapat bereaksi dengan salah satu zat dan dapat
membentuk endapan. API yang digunakan harus terbebas dari pirogen sehingga
ditambahkan karbon aktif saat didihkan. Pirogen menyebabkan kenaikan suhu
tubuh yang nyata, seperti demam, sakit badan, dan sebagainya. Karbon aktif
berfungsi untuk membebaskan sediaan dari senyawa pirogen. Sebelum digunakan,
API yang sudah didihkan bersama karbon aktif disaring menggunakan kertas
14

saring. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan partikel yang terdapat dalam aqua
pro injeksi (API).
Kemudian dalam wadah yang berbeda, NaCl dilarutkan dengan aqua pro
injeksi (API) yang sudah ditambah karbon aktif. Kemudian larutan NaCl tersebut
dicampurkan untuk membantu kelarutan glukosa. NaCl berfungsi sebagai zat
pengisotonis. Tambahkan aqua pro injeksi sampai 104 mL. Kemudian campuran
larutan tersebut dicek pHnya. Sifat glukosa yang stabil ada pada pH 3,5-6,5. Jika
glukosa berada pada kondisi basa, glukosa akan terurai menjadi 5-hidroksi metil
furfural yang berwarna coklat. Sediaan infus glukosa yang dibuat menunjukkan
pH 6. Hal ini sesuai dengan literature stabilitas sediaan infus glukosa yang
memiliki rentang pH 3,5-6,5, larutan kemudian dimasukkan kedalam botol
sebanyak 104 ml. Sediaan ini hanya digunakan untuk sekali pemakaian sehingga
tidak diperlukan penambahan pengawet pada pembuatannya. Selain itu,
penambahan pengawet juga dapat menimbulkan efek toksis karena jumlah
pengawet yang dibutuhkan besar karena volume infus yang besar. Glukosa tidak
stabil pada pemanasan suhu tinggi karena dapat terjadi penurunan pH dan
karamelisasi sehingga sterilisasi dilakukan dengan cara panas basah yaitu metode
sterilisasi akhir.
Tujuan sterilisasi adalah menjamin sterilitas produk maupun karakteristik
kualitasnya, termasuk stabilitas produk. Sterilisasi dilakukan dengan
menggunakan uap air bertekanan yaitu autoklaf pada suhu 115- 116⁰C selama 30
menit untuk membunuh mikroorganisme yang mungkin terdapat dalam larutan
infus. Proses pemusnahan mikroba menggunakan autoklaf yaitu melalui proses
pendidihan air yang akan menghasilkan uap air terkondensasi dan melepaskan
panas 400 kkal dan akhirnya membunuh mikroba yang mungkin terkandung
dalam sediaan. Panas tersebut menembus wadah sehingga membuat larutan infus
mendidih dan menghasilkan uap air. Karena berhubungan langsung dengan darah
atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing
tidak selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal yaitu serangkaian organ
muskular berongga yang dilapisi oleh membran mukosa (selaput lendir).
Diharapkan dengan kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam
hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu
15

steril dan tidak steril. Dan sediaan infus merupakan sediaan yang perlu disterilkan.
Setelah sediaan infus glukosa disterilisasi, kemudian dilakukan evaluasi pada
sediaan yaitu kejernihan dan penampilan fisik wadah. Didapatkan hasil bahwa
kejrnihan pada sediaan memenuhi syarat yaitu jernih, dan penampilan fisik wadah
pada sediaan baik.

8. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa formula sediaan infus glukosa tonisitas
larutannya sedikit hipotonis yaitu 253,31 sehingga perlu penambahan NaCl.
Metode sterilisasi yang digunakan sterilisasi akhir menggunakan autoklaf pada
suhu 121⁰C selama 15 menit. Dan sediaan infus ini telah memenuhi syarat
kejernihan dan penampilan fisik wadah baik.
16

DAFTAR PUSTAKA

Anief. 1991. Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press.

Anief. 2008. Ilmu meracik obat. Yogyakarta: UGM Press

Department Of Pharmaceutical Science. 1982. Martindale The Complete Drug


Reference. Edisi 28. United Kingdom: Pharmaceutical Press.

Department Of Pharmaceutical Science. 2009. Martindale The Complete Drug


Reference. Edisi 36. United Kingdom: Pharmaceutical Press.

Dirjen POM. 1978. Formularium Nasional. Edisi kedua. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.
Goeswin, Agoes. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB Press.

IAI. 2010. Informasi Spesialit Obat. Volume 45. Jakarta: PT. ISFI.

Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi.
Jakarta: UI Press.
Mac Donald, I. 2003. Carbohydrates : Metabolism of sugar. In Ecyclopedia of
Food Sciences & Nutrition, 2nd Edition. Caballero, B. Trugo, L.C., & Finglas,
P.M.,Eds,. Academic Press.

Raymond Rowe, C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6thed, USA:


Pharmaceutical Press.

Syamsuni, A. 2006. Ilmu resep. Jakarta : Buku kedokteran EGC.


17

LEMBAR DISTRIBUSI

1. Tujuan, prinsip, teori ,dapus dan editor : Piolani Putri N


2. Alat & bahan, prosedur, perhitungan dan kemasan : Sri Nurlatipah
3. Pembahasan, kesimpulan dan editor : Yuliyanti Souraya
18

LAMPIRAN

1. Perhitungan Tonisitas

2. Perhitungan Osmolaritas

Osmolaritas

Glukosa

NaCl

3. Kekuatan Ion
NaCl Na+ + Cl-

a. Na+

Eq

b. Cl-

Eq

4. Perhitungan Volume Larutan yang dibuat


V = n x c + 2 ml
= 1 x 102 + 2 ml
= 104 ml

5. Perhitungan Bahan
Untuk Jumlah per unit
19

1. Glukosa 5 % = 5 gram

2. NaCl

3. Karbo Adsorben 0,1 gram

4. Aqua pro injeksi ad 100 ml

Untuk jumlah dalam batch (104 ml)

1. Natrii Thiosulfat 5,2 gram

2. Na2HPO4 0,0364 gram

3. NaH2PO4 0,104 gram

4. Aqua pro injeksi ad 104 ml

6. Kemasan Primer (Label)

7. Brosur
20

8. Kemasan Sekunder (Dus)


21

9. Keterangan
Pada kemasan obat terdapat :
a. No. Registrasi : DKL 1701100149A1
Keterangan :
D : menunjukan nama dagang
K : menunjukan golongan obat yaitu obat K
L : menunjukan obat jadi yang diprduksi secara lokal
17: menunjukan tahun pendaftaran obat dan disetujui pada tahun 2017
011 : menunjukan nomor urut pabrik
22

001 : menunjukan nomor urut obat jadi yang disetujui oleh masing-
masing pabrik
49 : menunjukan bentuk sediaan obat jadi yaitu infus
A : menunjukan kekuatan sediaan obat jadi pertama yang disetujui
1 : menunjukan kemasan utama
b. No. Batch : A 060417
Batch/bets : Sejumlah obat yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam
yang dihasilkan dalam satu siklus pembuatan atas suatu perintah pembuatan
tertentu. Penandaan yang terdiri dari angka dan huruf atau gabungan
keduanya, yang merupakan tanda pengenal suatu bets, yang memungkinkan
untuk penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan bets tersebut,
termasuk seluruh tahap produksi, pengawasan dan distribusi.
c. Logo

(Obat Keras)
Untuk obat yang dapat hanya ibeli dengan resep dokter dan dapat dijual
hanya oleh pihak yang berhak menjual obat tersebut, mempunyai tanda
khusus berupa lingkaran bulat hitam dengan dasar merah yang didalamnya
terdapat huruf K yang menyenth garis tepi.
d. Exp. Date : November 2020
Waktu yang tertera pada kemasan yang menunjukan batas waktu
diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi, karena diharapkan memenuhi
spesifikasi yang diterapkan.
e. Produsen
PT. Ana Pharmaceutical
Bandung-Indonesia

Anda mungkin juga menyukai