KD Kel 4 Shofi
KD Kel 4 Shofi
KEPERAWATAN DASAR
PEMBERIAN OBAT
Dosen pengampu : Ibu Sri Hartini, S.Kep., Ns., M.Kes
Disusun oleh:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1. Reaksi Obat
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh obat akan bekerja sesuai
proses kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh
yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi
pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh
Ada 2 efek obat yakni efek teurapeutik dan efek samping.efek terapeutik adalah obat
memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya seperti paliatif
( berefek untuk mengurangi gejala), kuratif ( memiliki efek pengobatan) dan lain-lain.
Sedangkan efek samping adalah dampak yang tidak diharapkan, tidak bias diramal, dan bahkan
kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya alerg, toksisitas ( keracunan), penyakit
iatrogenic, kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.
Dokter, Perawat dan ahli Farmasi menggunakan standar obat untuk memastikan klien
menerima obat yang alami dalam dosis yang aman dan efektif. Standar yang diterima masyarakat
harus memenuhi kriteria berikut :
a) Kemurnian. Pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain
yang diperbolehkan dalam produksi obat.
b) Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi obat.
c) Bioavailability. Kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut, diabsorbsi ,
dan diangkut tubuh ketempat kerjanya disebut bioavailability.
d) Kemanjuran. Pemeriksaan laboratorium yang terinci dapat membantu menentukan efektivitas
obat.
e) Keamanan. Semua obat harus terus dievaluasi untuk menentukan efek samping obat tersebut.
1.Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur,
gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak
sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk.
Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus
dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus
selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2.Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang
kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi
apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat
kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat
membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan
dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca,
isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat
perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan
kerjanya.
3.Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien.
Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik
ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4
mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus
tetap hati-hati dan teliti.
4.Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan
peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
a. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis,
paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau
bukal) seperti tablet ISDN.
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai
atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan,
untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam
pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat
sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat
itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus
dicatat alasannya dan dilaporkan.
D. Perhitungan Obat
Dosis adalah takaran atau jumlah, dosis obat adalah takaran obat yang bila dikelompokkan
bisa dibagi :
1. Dosis Terapi (Therapeutical Dose), yaitu dosis obat yang dapat digunakan untuk terapi atau
pengobatan untuk penyembuhan penyakit.
2. Dosis Maksimum (Maximalis Dose), yaitu dosis maksimal obat atau batas jumlah obat
maksimum yang masih dapat digunakan untuk penyembuhan. Dalam buku buku standar seperti
Farmakope atau Ekstra Farmakope Dosis Maksimum (DM) tercantum diperuntukkan orang
dewasa
3. Dosis Lethalis (Lethal Dose), yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan bila
dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan over dosis (OD)
Cara Menghitung Dosis Maksimum Obat Dalam Resepa. DM tercantum berlaku untuk
orang dewasa, bila resep mengandung obat yang ber-DM, tanyakan umurnya. Bila ada zat yang
bekerja searah, harus dihitung DM searah (dosis ganda). Urutan melihat daftar DM berdasarkan
Farmakope Indonesia edisi terakhir (FI. Ed.III, Ekstra Farmakope, FI. Ed.I, Pharm. Internasional,
Ph. Ned. Ed. V, CMN dan lain-lain). Setelah diketahui umur pasien, kalau dewasa langsung
dihitung, yaitu untuk sekali minum : jumlah dalam satu takaran dibagi dosis sekali dikali 100%.
Begitu juga untuk sehari minum : jumlah sehari dibagi dosis sehari dikali 100%. Dosis
Maksimum (DM) searah : dihitung untuk sekali dan sehari.
Kesalahan dosis/overdosis
F. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui oral, sublingual dan bukal
Pilihan rute pemberian obat bergantung pada kandungan obat dan efek yang diinginkan
juga kondisi fisik dan mental klien. Perawat sering terlibat dalam menentukan rute pemberian
obat yang terbaik dengan berkolaborasi dengan dokter.
1. Pemberian Oral
a. Paling mudah dan paling umum digunakan.
b. Obat diberikan melalui mulut dan ditelan.
c. Lebih murah.
2. Pemberian Sublingual
a. Dirancang supaya, setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian larut, mudah di absorpsi
b. Obat yang diberikan dibawah lidah tidak boleh ditelan
c. Bila ditelan, efek yang diharapkan tidak akan dicapai
d. Klien tidak boleh minum sampai seluruh obat larut.
3. Pemberian Bukal
a. Rute bukal dilakukan dengan menempatkan obat padat di membrane mukosa pipi sampai obat
larut
b. Klien harus diajarkan untuk menempatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan dan kiri
supaya mukosa tidak iritasi
c. Klien juga diperingatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama
obat
d. Obat bukal bereaksi secara local pada mukosa atau secara sistemik ketika obat ditelan dalam
saliva.
4. Keuntungan Pemberian Obat Rute Oral, Bukal, Sublingual
a. Rute ini cocok dan nyaman bagi klien
b. Ekonomis
c. Dapat menimbulkan efek local atau sistemik
d. Jarang membuat klien cemas
5. Kerugian atau kontraindikasi
a. Rute ini dihindari bila klien mengalami perubahan fungsi saluran cerna, motilitas menurun dan
reaksi bedah bagian saluran cerna
b. Beberapa obat dihancurkan oleh sekresi lambung
c. Rute oral dikontraindikasikan pada klien yang tidak mampu menelan (mis, klien yang
mengalami gangguan neuromuscular, striktur (penyempitan) esophagus, lesi pada mulut.
d. Obat oral tidak dapat diberikan kepada klien yang terpasang pengisap lambung dan
dikontraindikasikan pada klien yang akan menjalani pembedahan atau tes tertentu\
e. Klien tidak sadar atau bingung, sehingga tidak mampu menelan atau mempertahankan
dibawah lidah
f. Obat oral dapat mengiritasi lapisan saluran cerna, mengubah warna gigi atau mengecup rasa
yang tidak enak.
G. Menyiapkan Obat Dari Ampul dan Vial
1. Menyiapkan obat dari Ampul
a. Persiapan alat:
1. Catatan pemberian obat atau kartu obat
2. Ampul obat sesuai resep
3. Spuit dan jarum yang sesuai
4. Kapas alcohol
5. Kasa steril
6. Baki obat
7. Gergaji ampul (jika perlu)
8. Label obat
9. Bak spuit
10. Bengkok
b. Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Priksa label ampul dengan catatan obat atau kartu obat sesuai prinsif “lima benar”
4. Lakukan penghitungan dosis sesuai kebutuhan.
5. Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan cara menjentikan jari tangan
pada leher ampul beberapa kali atau dengan cara memutar ampul dengan tangan searah jarum
jam.
6. Letakan kasa steril di antara ibu jari tangan anda dengan ampul kemudian patahkan keleher
ampul kearah menjauhi anda dan orang disekitar.
7. Buang leher ampul pada tempat khusus
8. Tempatkan ampul pada permukaan yang datar
9. Buka penutup jarum sepuit kemudian masukan jarum kedalam ampul tepat pada bagian tengah
ampul.
10. Aspirasi sejumlah cairan dari ampul sesuai dosis yang dibutuhkan.
11. Keluarkan jarum dari ampul, tutup kembali jarum sepuit dengan teknik yang benar.
12. Jika terdapat gelembung udara pada spuit:
a. Pegang sepuit secara vertical dengan jarum menghadap ke atas.
b. Tarik pelunger kebawah dan jentikan spuit dengan jari.
c. Dorong pelunger perlahan keatas untuk mengeluarkan udara, tetapi jaga agar tidak
mengeluarkan larutan.
2. Menyiapkan obat dari Vial
a. Persiapan alat:
1. Catatan pemberian obat atau kartu obat
2. Vial obat sesuai resep
3. Spuit dan jarum yang sesuai
4. Kapas alcohol
5. Kasa steril
6. Baki obat
7. Label obat
8. Bak spuit
9. Bengkok
b. Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Periksa label vial dengan catatan obat atau kartu obat sesuai prinsif “lima benar”
4. Lakukan penghitungan dosis sesuai kebutuhan. Periksa kembali jumlah larutan.
5. Hitung dosis yang diperlukan. Jika perlu, rotasikan cairan yang ada dalam vial dengan
menggunakan tangan agar tercampur sempurna. Tidak boleh mengocok larutan dalam vial
karena dapat menyebabkan larutan menjadi berbuih.
6. Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian karetnya.
7. Usap bagian karet tersebut dengan kapas alcohol.
8. Buka tutup jarum.
9. Masukan udara kedalam sepuit sesuai dengan jumlah obat yang dibutuhkan.
10. Dengan hati-hati, masukan jarum secara tegak lurus tepat ditengah-tengah karet darai vial.
11. Injeksi udara ke dalam vial, jaga agar ujung jarum spuit berada di atas permukaan cairan obat.
12. Aspirasi sejumlah cairan dari ampul sesuai dosis yang dibutuhkan.
13. Keluarkan jarum dari vial, tutup kembali jarum sepuit dengan teknik yang benar.
14. Jika terdapat gelembung udara pada spuit:
a. Pegang sepuit secara vertical dengan jarum menghadap ke atas.
b. Tarik pelunger kebawah dan jentikan spuit dengan jari.
c. Dorong pelunger perlahan keatas untuk mengeluarkan udara, tetapi jaga agar tidak
mengeluarkan larutan.
H. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Melalui Selang IV, IC, SC, dan IM
1. Pemberian Obat Intravena melalui selang IV
b. Prosedur kerja
Pemberian obat yang dilakukan dengan cara memasukan obat kedalam jaringan kulit
yang dilakukan untuk tes alergi terhadap obat yang akan diberikan. Pada umumnya diberikan
pada pasien yang akan diberikan obat antibiotik. Pemberian intrakutan pada dasarnya di bawah
kulit atau di bawah dermis/epidermis. Secara umum pada daerah lengan tangan dan daerah
ventral.
Prosedur kerja
Larutan jernih disebut juga sebgai insulin reaksi cepat. (insulin reguler). Larutan keruh
terjadi karena adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorpsi obat atau juga
termasuk tipe lambat. Oleh karena itu, apabila pemberian insulin dengan campuran kedua bentuk
larutan tersebut, perlu diperhatikan cara mencampurnya. Insulin reguler dapat dicampur dengan
semua jenis insulin lain, sedangkan insulin lente tidak dapat disampur dengan tipe lain kecuali
insulin reguler. Saat pencampuran upayakan dalam mengambil larutan, jarum tidak tidak
menyentuh jenis larutan yang dicampur.
Prosedur kerja
Pemberian Obat denagn memasukan obat kedalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan
pada daerah paha (vastus lateralis), ventrogluteal (pasien harus berbaring miring), dorsogluteal
(pasien harus telungkup), dan lengan atas (delroid). Tujuan pemberian obat melalui intra
muscular agar absorpsi obat lebih cepat oleh karena vaskularitas otot.
Prosedur kerja
I. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Secara Topical (Kulit,Mata,Telinga,Dan Hidung)
1. Pada kulit
Pemberian obat yang dilakukan pada kulit dengan tujuan mempertahankan hidrasi lapisan
kulit, melindungi permukaan kulit, atau mengatasi infeksi kulit. Pemberian obat kulit dapat
dilakukan dengan banyak preparat, seperti krim, losion, aerosol, sprei, atau bubuk.
Prosedur kerja
2. Pada Mata
Pemberian obat pada mata dengan memberikan tetes mata atau salep mata. Prosedur ini
dapat digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan cara mendilatasi
pupil; pengukuran refraksi dengan cara melemahkan otot lensa, juga digunakan untuk
menghilangkan iritasi mata, dll.
Prosedur kerja
3. Pada Telinga
Pemberian obat yang dilakukan pada telinga dengan cara memberikan tetes telinga. Obat
tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi telinga, khususnya pada telinga
tengah (otitis eksterna). Obat yang diberika dapat berupa antibiotic (tetes atau salep).
Prosedur kerja
4. Pada Hidung
Pemberian obat pada hidung dengan cara memberikan tetes hidung. Prosedur ini
dilakukan pada inflamasi hisung (rhinitis).
Prosedur Kerja
J. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Melalui Anus/ Rectum & Vagina
Pemberian obat yang dilakukan melalui anus atau rectum dengan tujuan memberikan efek
local dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut juga pemberian obat supositorium. Contoh
pemberian obat yang memiliki efek local seperti pada obat dulkokal supositoria yang berfungsi
secara local untuk meningkatkan defeksi. Contoh efek sistemik adalah pemberian obat aminofilin
supositoria dengan fungsi mendilatasi bronchial. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat
pada dinding mukosa rectal yang melewati sfingter anus interna. Kontraindikasi pada pasoen
yang mengalami pembedahan rectal.
Prosedur kerja
Pemberin obat yang dilakukan melalui vagina yang tersedia dalam bentuk krim dan
supositoria untuk mengobati infeksi local.
Prosedur kerja
Tindakan ini merupakan prosedur memberikan obat dengan menambahkan obat kedalam
wadah cairan intra vena. tujuannya untuk meminimalkan efek sampan dan mempertahankan
kadar terapetik obat dalam darah.
Alat dan bahan
Prosedur kerja
A. KESIMPUAN
1. Prinsip benar obat : benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara/rute, benar waktu,
benar dokumentasi.
2. Rute pemberian obat: enteral, parenteral, lain-lain.
B. SARAN
Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan
kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA