Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN POST OPERASI GLAUCOMA

A. Konsep Dasar Penyakit

I. Definisi

Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau

lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan

dan kebutaan. Galukoma adalah adanya kesamaan kenaikan tekanan intra okuler

yang berakhir dengan kebutaan. Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata

yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler.

Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan

tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau

pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan

lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata

meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan

penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009).

II. Etiologi

I. Glaukoma primer

a. Akut: dapat disebabkan karena trauma.

b. Kronik : dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti:

diabetes mellitus, arterisklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka

panjang, myopia tiggi dan progresif.


II. Glaukoma Sekunder

a. Disebabkan penyakit mata lain, seperti: katarak, perubahan lensa

kelainan uvea pembedahan.

III. Patofisiologi

Rongga anterior mata berada didepan dan sedikit kesamping dari

lensa, terdapat/ bermuara aqueous humor, merupakan caira bening yang

menunjukan lympha. Aqueous humor diproduksi secara terus-menerus dalam

badan silianis yang terdapat dibagian posterior irisdan mengalir melewatipupil

kedalam cameraokuli anterior. Aqueous humordisalurkan melalui canal

Schlemm disekitar mata dan berada pada bagian sudut camera okuli anterior

dimana terjadi pertemuan iris perifer dan kornea dalam keadaan normal terjadi

keseimbangan antara produksi dan penyerapanaqueous humor, akan

menyebabkan atau menjadikan tekanan intra okuli relative konstan. TIO

berkisar 10-20mmHg dan rata-rata 16mmHg. Tekanan intra okuler beavariasi

dan naik sampai 5mmHg. Glaukoma terjadi dimana adanya peningkatan TIO

yang dapat menimbulkan kerusakan dari saraf-saraf optic. Peningkatan

tekanan disebabkan abstruksi/sumbatan dari penyerapan aqueous humor.

IV. Manifestasi Klinis

1. Glaukoma primer

1) Glaukoma sudut terbuka

1. Kerusakan visus yang serius


2. Lapang pandang mengecil dengan maca-macam skottoma yang

khas

3. Perjalanan penyakit progresif lambat

2) Glaukoma sudut tertutup

1. Nyeri hebat didalam dan sekitar mata

2. Timbulnya halo/pelangi disekitar cahaya

3. Pandangan kabur

4. Sakit kepala

5. Mual, muntah

6. Kedinginan

7. Demam baahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang

sangat sedemikian kuatnya keluhan mata (gangguan penglihatan,

fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien.

2. Glaukoma sekunder

1) Pembesaran bola mata

2) Gangguan lapang pandang

3) Nyeri didalam mata

3. Glaukoma kongential

1) Gangguan penglihatan

V. Klasifikasi

Klasifikasi dari glaukoma dalah sebagai berikut:

1. Glaukoma Primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut

yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan

yang sempit pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan

dalam keluarga, DM Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka

panjang, miopia tinggi dan progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis

dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Glaukoma sudut terbuka / simplek (kronis)

Glaukoma sudut terbuka Merupakan sebagian besar dari glaukoma

( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan

berkembang Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai

pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan

degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg

berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejalaawal biasanya

tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang

anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri

mata yang timbul

2) Glaukoma sudut tertutup / sudut semut (akut)

Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena

ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke

depan, menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos

mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena

peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau

lensa yang mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari penutupan
yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat,

penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil, tidak

segera ditangni akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma Sekunder

Adalah glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit mata lain atau

trauma didalam bola mata, yang menyebabkan penyempitan sudut

/peningkatan volume cairan dari dalam mata. Misalnya glaukoma sekunder

oleh karena hifema, laksasi/sub laksasi lensa, katarak instrumen, oklusio

pupil, pasca bedah intra okuler.

3. Glaukoma Kongenital

Adalah perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi

sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang (0,05%) manifestasi klinik

biasanya adanya pembesaran mata (bulfamos), lakrimasi.

4. Glaukoma absolut

Merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/ terbuka) dimana sudah

terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi

lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil

atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa

sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh

darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris,

keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma

hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta

pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola

mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

VI. Pemeriksaan Penunjang

1. Glaukoma Akut

1) Pengukuran dengan tonometrischiotz menunjukkan

peningkatan tekanan, parimetri genioskopi dan tonografi

dilakukan setelah edema kornea menghilang.

2. Glaukoma Kronik

1) Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonomebri

menunjukkan peningkatan, nilai dianggap mencurigakan bila

berkisar antara 21 – 25 mmHg dan dianggap patologik bila

berada diatas 25 mmHg.

2) Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih

lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat

dan terdapat perdarahan pada pupil.

3) Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang

menyempit, depresi bagian nasal, tangga rone, atau stroma

busur.

4) Uji provokasi minum air, uji variasi diurnal dan ujian

provokasi steroid dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan.

5) Pengukuran tekanan intraocular (dengan tonometer),

pemeriksaan keadaan sudut bola mata dengan genioskopi.


Sedangkan pemeriksaan lapang pandangan mata dengan alat

perimetri.

6) Pengecekan terhadap kondisi syaraf mata digunakan alat

Heidelberg Retinal Tomography (HRT) atau Optical

Coherence Tomography (OCT).

Pemberian obat tetes mata yang dilanjutkan pemberian obat

tablet.

Fungsi obat-obatan tersebut untuk menurunkan produksi atau

meningkatkan keluarnya cairan akuos humor. Cara ini

diharapkan dapat menurunkan tekanan bagi bola mata sehingga

dicapai tekanan yang diinginkan. Agar efektif pemberian obat

dilakukan secara terus menerus dan teratur.

7) Pemasangan keran Ahmed Valve, untuk mengatasi glaukoma


yang kondisinya relatif parah, dokter akan memasang keran
buatan yang populer disebut ahmed valve. Nama ini berasal
dari nama penemunya, yakni Ahmed, warga Amerika Serikat
(AS) asal Timur Tengah yang pertama kali menciptakan klep
tersebut sekitar 10 tahun silam. Alat ini terbuat dari bahan
polymethyl methacrylate (PMMA), yakni bahan dasar lensa
tanam. Ahmed valve ditanamkan pada bola mata dengan cara
operasi. Bila tekanan bola mata berada pada 18 mmHg maka
klep tersebut akan terbuka sehingga cairan yang tersumbat bisa
keluar, sehingga tekanan bola mata otomatis akan turun.
Sebaliknya, klep akan tertutup kembali bila tekanan sudah
berada di bawah 18 mmHg.
VII. Penatalaksanaan Medis

1. Glaukoma Sudut Terbuka / Simplek / Kronik


2. Obat-obat miotik
3. Golongan kolinergik (pilokarpin 1 – 4 % 5 kali / hari), karbakol (0,75–
3 %)
4. Golongan anti kolineoterase (demekarium bromid, hurmosal 0,25 %)
5. Obat-obat penghambat sekresi aquor humor (Adrenergik)
6. Timolol (tetes 0,25 dan 0,5 % 2x / hari)
7. Epinerprin 0,5 – 2 % 1 – 2 x / hari
8. Carbonucan hidrase intibitor
9. Asetazolamid (diamol 125 – 250 mg 4 x / hari)
10. Diklorfenamid (metazolamid)
11. Laser trabeculoplasty dimana suatu laser zat organ disorotkan
langsung kejaringan trabekuler untuk merubah susunan jaringan dan
membuka aliran dari humor Aguos dan iridektomi.
12. Tindakan bedah trabeculectomy.
VIII. Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata pada
kebutan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi
dengan ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras seperti batu
dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat.
Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan dengan memberikan sinar beta
pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar
atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa
berfungsi dan memberikan rasa sakit.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identifikasi Klien

Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl

MRS, diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.

2. Keluhan Utama

Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri

hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan

bengkak.

3. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai

terjadi nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata

merah dan bengkak.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah

terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis

vertikal atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.

4. Pola – pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang

penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan

juga adanya perubahan dalam pemeliharaan kesehatan.

2) Pola nutrisi dan metabolic

Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan.

Pada pola nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji pola

makan dan komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum dan

berapa banyak jumlahnya.

3) Pola eliminasi

Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi

tetap dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.

4) Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur

karena nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.

5) Pola aktivitas

Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan

klien mengalami penurunan.

6) Pola persepsi konsep diri

Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas

terhadap penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep

diri.

7) Pola sensori dan kognitif


Pada klien ini akan menjadi /  mengalami gangguan pada fungsi

penglihatan dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan.

 Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar

sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).

Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.

Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea

berawan.Peningkatan air mata.

8) Pola hubungan dan peran

Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien

dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena

penyakit yang dideritanya.

9) Pola reproduksi

Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.

10) Pola penanggulangan stress

Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan fungsi

penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak

efektif.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Biasanya klien tidak mengalami gangguan.

5. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta

pemeriksaan TTV.
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher

Meliputi kebersihan mulut, rambut, klien menyeringai nyeri hebat pada

kepala, mata merah, edema kornea, mata terasa kabur.

3) Pemeriksaan Integumen

Meliputi warna kulit, turgor kulit.

4) Pemeriksaan Sistem Respirasi

Meliputi frekwensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.

5) Pemeriksaan Kardiovaskular

Meliputi irama dan suara jantung.

6) Pemeriksaan Sistem  Gastrointestinal

Pada klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.

7) Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal

Meliputi pergerakan ekstermitas.

8) Pemeriksaan Sistem Endokrin

Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem

endokrin.

9) Pemeriksaan Genitouria

Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.

6. Pemeriksaan Diagnostik

1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan

sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,


lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf

atau penglihatan ke retina atau jalan optik.

2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor

pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.

3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25

mmHg)

4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari

sudut tertutup glaukoma.

5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO

normal atau hanya meningkat ringan.

6) Pemeriksaan oftalmoskopi: Mengkaji struktur internal okuler, mencatat

atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan

mikroaneurisma.

7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.

8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan

aterosklerosis.

9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan gangguan penglihatan
ditandai dengan respons tidak sesuai, distorsi sensori
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
gelisah, sulit tidur
3. Resiko infeksi berhubungan efek prosedur invasive
4. Hipertermi berhubungan dengan respon trauma ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai
dengan mengeluh sulit tidur
6. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi

C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan a.         
1. Kaji tanda-tanda vital
sensori persepsi tindakan keperawatan
berhubungan diharapkan Penglihatan klien sesuai program
dengan gangguan kembali normal dengan
dan keadaan klien.
penglihatan Kriteria hasil:
2. Observasi ketajaman
ditandai dengan 1. Respon terhadap
respons tidak stimulus penglihatan penglihatan, dan kajia
sesuai, distorsi normal
danya masalah dalam
sensori 2. Klien tidak
penglihatan klien.
mengeluh pusing
3. Orientasikan klien

tehadap lingkungan

yang mudah dikenal

dengan tujuan

mempermudah klien

belajar beraktivitas

4. Observasi tanda-tanda

disorientasi seperti

mata kabur dll.


5. Anjurkan klien

menggunakan

kacamata katarak

yang tujuannya

memperbesar kurang

lebih 25 persen,

pelihatan perifer

hilang dan buta titik

mungkin ada.

6. Anjurkan pada

keeluarga untuk

membantu klien

dalam beraktivitas

d
a

2 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan


berhubungan tindakan keperwatan pengkajian nyeri
dengan agen diharapkan Nyeri dapat secara
pencedera fisik berkurang dengan menyeluruh
ditandai dengan kriteria hasil : meliputi lokasi,
gelisah, sulit 1. Melaporkan durasi, kualitas,
tidur nyeri berkurang keparahan nyeri
atau hilang dan faktor
2. Frekuensi nyeri pencetus nyeri.
berkurang 3. 2. Observasi
Lamanya nyeri ketidaknyamanan
berlangsung non verbal.
3. ajarkan untuk
teknik
nonfarmakologi
misal relaksasi,
guide imajeri,
terapi musik,
distraksi.
4. Kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
misal suhu,
lingkungan,
cahaya,
kegaduhan.
5. Kolaborasi:
pemberian
Analgetik sesuai
indikasi
e
.

3 Resiko infeksi Setelah diberikan a


berhubungan asuhan keperawatan 1. Bersihkan
efek prosedur selama ...x 24 jam lingkungan setelah
invasive diharapkan pasien dapat dipakai klien lain
terhindar dari risiko 2. Instruksikan
infeksi, dengan criteria pengunjung untuk
hasil : mencuci tangan
1. Tidak ada tanda- saat berkunjung
tanda infeksi dan setelah
2. menunjukkan berkunjung
terjadinya proses 3. Gunakan sabun
penyembuhan anti mikroba untuk
cuci tangan
4. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
5. Gunakan
universal
precaution dan
gunakan sarung
tangan selma
kontak dengan
kulit yang tidak
utuh
6. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu

e.   
4 Hipertermi Setelah dilakukan 1. observasi TTV
2. Berkan pasien minum
berhubungan tindakan keperawatan
3. Anjurkan pasien
dengan respon selama …x24 jam menggunakan
pakaian yg tipis
trauma ditandai diharapkan suhu tubuh
4. Berikan kompres
dengan suhu pasien menurun dengan hangat
5. Kolaborasi pemberian
tubuh diatas nilai kriteria hasil:
obat
normal 1. suhu tubuh dalam a.
.
rentang normal
(36,5-37,5)

5 Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Pantau keadaan umum


tidur tindakan keperawatan pasien dan TTV
berhubungan selama …x24 jam 2. Kaji Pola Tidur.
dengan kurang diharapkan pola tidur 3. Kaji fungsi
kontrol tidur dalam batas normal. pernapasan: bunyi
ditandai dengan Denga kriteria hasil: napas, kecepatan,
mengeluh sulit 1. Klien tampak rileks irama
tidur dan segar 4. Kaji faktor yang
2. TTV dalam atas menyebabkan
normal gangguan tidur (nyeri,
takut, stress, ansietas,
imobilitas, gangguan
eliminasi seperti sering
berkemih, gangguan
metabolisme,
gangguan transportasi,
lingkungan yang asing,
temperature, aktivitas
yang tidak adekuat).
5. Catat tindakan
kemampuan untuk
mengurangi
kegelisahan.
6. Ciptakan suasana
nyaman, Kurangi atau
hilangkan distraksi
lingkungan dan
gangguan tidur.
7. Batasi pengunjung
selama periode
istirahat yang optimal
(mis; setelah
makan).

e.    
6 Resiko cedera Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan
berhubungan tindakan keperawatan
lapang pandang klien
dengan selama …x24 jam
dan resiko terhadap
perubahan diharapkan menurukan
sensasi resiko jatuh denga cedera serta
kriteria hasil:
kemampuan klien
1. Mengidentifikasi
dalam beraktivitas
bahaya lingkugan
yang dapat 2. Diskusikan apa yang
meingkatkan terjadi tentang kondisi
kemugkinan cedera
pasca operasi, nyeri,
2. Mengidentifikasi
pembatasan aktifitas,
tidakan preventif
atas bahaya penampilan, balutan
tertentu
mata.

3. Berikan posisi yang

nyaman pada passion

misalnya: posisi

bersandar, kepala

tinggi, atau miring ke

sisi yang tak sakit

sesuai keinginan.

4. Batasi aktifitas seperti

menggerakan kepala

tiba-tiba, menggaruk

mata, membongkok.

5. Ambulasi dengan

bantuan dengan cara

anjurkan pada

keluarga untuk

membantu dalam

pemenuhan activity
daily living klien

seperti ke

kamarmadii, duduk,

makan dll.Berikan

tempat tidu yang

nyaman pada pasien

dan pasang pengaman

pada tempat tidur

seperti guling disisi

kanan dan kiri klien

atau pagar pembatas

bed.

6. Pertahankan

perlindungan mata

sesuai indikasi.

D. Impelentasi

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari

masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan

Anda mungkin juga menyukai