Anda di halaman 1dari 6

Bab 6 TAJDID

Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah


sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi,
motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya
terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan
Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas
mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.
1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
A. Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa
sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan
disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada
motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan
pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak
dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam.
Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam
dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan
dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.
B. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam
Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah.
Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan
dalam jati diri Muahammadiyah.
C. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid
Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai
Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan
diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama
Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus
memebersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran
Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah.
TAJDID DALAM MUHAMMADIYAH
Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdîd memiliki dua
arti, yakni:
a. pemurnian;
b. peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya.
Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam
yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah. Dalam arti
“peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya”, tajdid
dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap
berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.
Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan
aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh
ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari
ajaran Islam.
B. KETENTUAN DASAR TAJDID (PEMBARUAN AGAMA) YANG BENAR
Tajdid adalah amal Islami yang disyariatkan dalam koridor pengertiannya yang benar,
namun tidak semua yang mengaku melakukan tajdid dikatakan mujaddid, karena harus
memiliki syarat-syarat mujaddid. Demikian juga usaha tajdid hanya diakui bila sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dasar yang telah digariskan para ulama, di antaranya:
· Seorang mujaddid harus dari Ahlus Sunnah wal Jamaah yang bebas dari kebid'ahan
dan berjalan di atas manhaj Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabatnya dalam seluruh urusannya. Oleh karena itu, tidak boleh menetapkan ahlu
bid'ah dan tokoh sekte sesat sebagai mujaddid, walaupun telah mencapai ketinggian
derajat dalam ilmu.
C. GERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH DI ERA MODERN
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang menekankan amar makruf nahi mungkar
telah berkiprah dalam rentang waktu satu abad.
Di saat Orde Lama berkuasa, Muhammadiyah secara perlahan mulai ikut terlibat
dalam kegiatan politik praktis. Terseretnya Muhammadiyah pada politik praktis karena
Muhammadiyah menjadi anggota istimewa dalam Partai Masyumi. Sementara di bawah
kekuasaan Orde Baru, kiprah Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan
berjalan statis.
Hal ini disebabkan kuatnya tekanan pemerintahan rezim Orde Baru yang mampu
‘mengebiri’ gerakan-gerakan organisasi masyarakat (ormas), termasuk Muhammadiyah.saat
Orde Baru tumbang pada 1998, Muhammadiyah mengambil peran yang amat vital. Gerakan
reformasi yang digagas oleh sejumlah elemen masyarakat, telah memunculkan figur
Muhammadiyah, Amien Rais, sebagai aktor reformasi.
Namun, di era reformasi yang mengusung kebebasan berpendapat, masih banyak
kalangan menilai ide-ide dan suara Muhammadiyah justru tidak tampak di permukaan.
Gerakan pembaruan dilakukan karena terjadinya krisis akidah, kemerosotan moral, kelemahan
politik dan ekonomi, serta jumud dalam pemikiran.Gerakan pembaruan yang diusung oleh
Muhammadiyah tidak terlepas dari ide, gagasan, dan pemikiran sejumlah tokoh ternama yang
menjadi pelopor gerakan kebangkitan Islam. Mereka antara lain Ibnu Taimiyah, Muhammad
bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid
Ridla.
D. PERKEMBANGAN TAJDID MUHAMMADIYAH
Makna Pentingnya Pembaharuan Dilakukan Muhammadiyah
Muhammadiyah selalu melakukan gerakan pembaruan. Muhammadiyah tanpa
pembaruan, ibarat makan sayur tanpa garam, maka rasanya hambar. Muhammadiyah harus
selalu menjadi pelopor. Sebagai pelopor, Muhammadiyah tidak boleh kehilangan
kepeloporannya.
Karena itu, pembaruan menjadi kebutuhan mutlak bagi warga pergerakan
Muhammadiyah. Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang.Dan, pembaruan
itu akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang
dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah.
Majelis Tarjih dan Tajdid itu berkutat melayani persoalan-persoalan yang muncul
khususnya masalah keagamaan internal Muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah
mendapatkan pedoman dan jawaban dalam masalah sosial keagamaan. Tidak hanya masalah
fikih tapi juga akidah, akhlak, dan masalah-masalah yang lain.
E. PENGARUH PERGERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH DALAM
ISLAM .
Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk
mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran
lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di
Indonesia, dan sejak itulah Muhammadiyah adalah satu-satunya yang berani mengadakan
pembaharuan Islam yang kuat dan tangguh. di asia tenggara.
erakan Tajdid
1. Pengertian Tajdid
Secara bahasa (etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan pelakunya
disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian istilah (terminology), tajdid
berarti pembaharuan terhadap kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk pemikiran ataupun
gerakan, sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal maupun eksternal yang
menyangkut keyakinan dan sosial umat (Ibnu Salim dkk: 1998:1).
Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan kembali
ajaran al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk kembali kepadanya.
Adapun yang masih merupakan rumpun tajdid dalam perspektif Muhammadiyah adalah
seperti diurakan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah sebagai berikut: Pertama, K.H. Azhar
basyir menyebutkan bahwa Muhammadiyah bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan
Sunnah dari praktek-praktek takhayul, bid’ah dan khurafat yang dianggap syirik.
dengan pembebasan kaum tertindas. (Q.S. Al-Anfal: 24) (Sukrianto AR 1990: 43)
2. Prinsip Dasar Tajdid
Secara garis besar, prinsip dasar pembaharuan Islam termasuk Muhammadiyah
setidaknya terdapat dua unsur yang saling berkaitan. Pertama, seruan terhadap skriptualisme
(al-Qur'an dan Sunnah) dengan menekankan otoritas mutlak teks suci dengan menemukan
substansi ajaran baik yang bersifat aqidah maupun dengan penerapan praksisnya. Kedua,
upaya untuk mereinterpretasi ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan pemahamanpemahaman
baru seiring dengan tuntutan zaman yang kontemporer.
.
Kedekatan pada Tuhan yang trans-historis, trans-historis, dan trans religious dibagi dengan
rasa empati dan simpati kepada orang lain secara elegan dan setara. Termasuk di dalamnya
kepekaan terhadap problem-problem kemanusiaan, pengembangan budaya dan peradaban
yang disinari oleh pancaran fitrah illahiyah.
Ketiga pendekatan itu, dirumuskan Muhammadiyah guna lebih mengembangkan
pola gerakan tajdid yang lebih dinamis dan peka zaman. Ketiga pendekatan di atas memiliki
hubungan yang erat, sehingga tidak bisa digunakan salah satunya dengan tidak yang lainnya.
Hubungan ini bisa membentuk lingkaran dialogis yang melingkar (sirkular-dialektika).
Memahami teks (bayani) tidak terlepas dari pemahaman konteks, tidak terlepas dari
pemahaman teks itu sendiri. Sementara pemahaman makna terdalam (‘irfani) memerlukan
pemahaman terhadap teks dan konteks sekaligus.
Bab 7
Muhammadiyah sebagai Gerakan Sosial
A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan dilahirkan di daerah Kauman kota Yogyakarta dengan nama
Muhammad Darwis pada tahun 1869, sumber lain mengatakan tahun 1868. Memang
kelahiran Ahmad Dahlan agak gelap tanggal pastinyapun tidak terlacak. Okelah kita tidak
mempermasalahkan kelahirannya melainkan karyanya. Organisasi yang dia dirikan yaitu
Muhammadiyah sekarang menjadi maju dan menjadi organisasi massa Islam terbesar di
Indonesia bahkan di dunia dari segi anggotanya. Ahmad Dahlan adalah anak seorang kyai
tradisional yaitu K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan di kota
itu. Ibunya Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang penghulu. Ahmad Dahlan adalah
anak keempat dari tujuh bersaudara.
Sebagaimana anak seorang kyai pada masa itu pemuda Darwis juga menimba ilmu ke
banyak kyai. Ia belajar ilmu fikih kepada KH Muhammad Shaleh, ilmu Nahwu-Sharaf (tata
bahasa) kepada KH Muhsin, ilmu falak (astronomi) kepada KH Raden Dahlan, ilmu hadis
kepada kyai Mahfud dan Syekh KH Ayyat, ilmu Al Qur-an kepada Syekh Amin dan Sayid
Bakri Satock, dan ilmu pengobatan dan racun binatang kepada Syekh Hasan. Ketika berumur
21 tahun (1890), KH Ahmad Dahlan pergi ke tanah suci Mekkah untuk naik haji dan
menuntut ilmu di sana. Ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syekh
Ahmad Khatib Al Minangkabawi.
Dahlan satu guru satu ilmu lagi dengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU). Ia juga satu
Perubahan-perubahan ini, walaupun bagi kita sekarang sangat kecil artinya,
memperlihatkan kesadaran Dahlan tentang perlunya membuang kebiasaan-kebiasaan yang
tidak baik dan yang menurut pendapatnya memang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Jadi ia
ingin membersihkan Islam dan umat Islam baik secara fisik (dengan membuat higienis
kampungnya) maupun mental spiritual (dengan memberantas tradisi yang bercampur dengan
ajaran Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan kebatinan).
Pada akhir usianya, ketika beliau sakit nampak sedang dakam sifat raja’ yaitu
mengharap–harap rahmat tuhan. K.H.Ahmad Dahlan seperti salah satunya tentara yang tahu
mempergunakan bermacam–macam senjata menurut mestinya. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan
itu mendapat berkah dari Allah SWT. Berguna bagi umat Islam Indonesia dan perkumpulan
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan yang maksudnya untuk patuh
mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW mendapat karunia dan dapat hidup dengan suburnya.
B. Tujuan Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan
dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
C. Ajaran K.H. Ahmad Dahlan
1. Pelajaran Pertama
Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan
mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan
ulama :
Artinya: “Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama,
yaitu orang–orang yang berilmu. Dan ulama–ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka
yang beramal. Dan mereka yang ikhlas dan bersih”.
Tiap–tiap manusia masing–masing tertarik dan merasakan hal–hal yang sedang
meliputi dirinya dan disitulah mereka mempunyai kepentingan sendiri sendiri. Hingga mereka
lupa tidak ingat akan nasibnya di kemudian hari. Kebanyakan manusia tidak memikirkan
nasibnya sesudah mati karena tergila-gila merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan
kesusahan.
2. Pelajaran Kedua
Disini teranglah bahwa tiap – tiap golongan melemparkan kecelakaan kepada lainnya.
Pernyataanfatwa K.H. Ahmad Dahlan : “Manusia satu sama lain selalu melemparkan pisau
cukur, mempunyai anggapan pasti tepat dia melemparkan celaka kepada orang lain”.
K.H. Ahmad Dahlan heran, mengapa pemimpin – pemimpin agama dan tidak
beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan
pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar fikiran memperbincangkan mana yang benar
dan mana yang salah? Hanya anggapan-anggapan, disepakatkan dengan isterinya,
disepakatkan dengan muridnya, disepakatkan dengan teman gurunya sendiri. Tentu saja
dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar
golongan
masing – masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar itu?
“Semua golongan bersukaria dengan barang yang ada dalam golongannya” mereka
merasa sudah benar tidak memerlukan lagi untuk mengetahui keadaan golongan lain,
tidak memerlukan bermusyawarah dengan golongan lain dan mengabaikan terhadap hujjah
atau alasan golongan lain. Sudah teguh pendiriannya sengaja tidak mau membanding –
banding atau menimbang. Tetapi kenyataanya satu sama lain selalu bertengkar, berselisih dan
bermusuhan. Padahal sudah menjadi kepastian bahwa barang yang diperselisihkan itu kalau
sudah diselidiki, tentu akan terdapat mana yang benar
dan mana yang salah. Hanya satu yang benar diantara yang banyak itu.
Tersebut dalam Al Qur’an : “Maka tidak ada sesudahnya yang benar, kecuali yang
salah”. Hanya sekali hidup di bumi untuk bertaruh. K.H. Ahmad Dahlan membacakan surat
Al ‘araf : 99 :
“Tidaklah khawatir akan siksa Allah, kecuali mereka golongan yang rugi”.
3. Pelajaran Ketiga
Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang – ulang
maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan
yang dicintai itu sukar untuk di robah. Sudah menjadi tabi’at, bahwa kebanyakan manusia
membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik pun dari sudut keyakinan atau I’tiqad,
perasaan kehendak mau pun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merobah, sanggup
membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan bahwa apa yang
dimiliki adalah benar.
Hati atau nafsu manusia itulah ada ibarat sebuah botol yang tidak berisi. Mula – mula
lahir di dunia suci-bersih, kemudian orang tuanya diberi tuntunan, dari pergaulannya
mendapat pendidikan dan pelajaran, baikpun dari teman, guru atau pun dari orang – orang tua
di kampong halamannya. Dengan demikian masuklah beberapa pengetahuan yang
mempengaruhi kepada akal fikiran, perasaan, kehendak dan perbuatannya, tercetak dalam
nafsunya hingga menjadi kesenangan dan kepuasan dan menjadi keteguhan kemudian
menganggap hanya itu yang benar. Bilamana apa berbeda dengan dirinya dianggapnya itu
salah. “Manusia itu semua benci kepada yang yang tidak diketahui.”
4. Pelajaran Keempat
Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama – sama
mempergunakan akal fikirannya untuk berfikir, bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan
manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? hidup di dunia harus mengerjakan apa? dan
mencari apa? dan apa yang dituju?
Manusia harus mempergunakan akal fikirannya untuk mengoreksi soal I’tikad dan
kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati, karena
kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan celaka dan sengsara selama
– lamanya. “Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia, suka
mendengarkan atau memikir– mikir? Mau mencari ilmu yang benar?
5. Pelajaran Kelima
Setelah manusia mendengarkan pelajaran–pelajaran fatwa yang bermacam–macam
membaca beberapa tumpuk buku dan sesudah memperbincangkan, memikir–mikir,
menimbang, membanding– banding kesana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh
keputusan, memperoleh
barang yang benar yang sesungguh–sungguhnya.
Fatwa K.H. Ahmad Dahlan: “Mula–mula agama islam itu cemerlang,
kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah
manusianya bukanlah agamanya.” Agama adalah bukan barang yang kasar, yang harus
dimasukan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinya ajaran yang
mencocoki kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir yang dapat dilihat.
Amal yang kelihatan itu hanyalah manifestasi dan daya dari ruh agama. Sesungguhnya agama
itu ialah:
“ Condongnya nafsu ruhani naik kepada kesempurnaan tertinggi yang suci dan luhur, bersih
dari pengaruh kebendaan.” Jadi orang menetapi agama ialah orang yang condong kepda
kesucian iman kepada Allah bersih dari pengaruh yang bermacam– macam.
Keterangan :
1. Manusia asal mulanya suci
2. Kemudian manusia kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya
mengandung penyakit
3. Kemudian menolak ajaran – ajaran yang baik yang suci dan yang benar
4. Manusia harus mengadakan kebersihan diri dari kotoran – kotoran yang ada dalam
hati. Setelah hatinya jernih, baru dapat menerima ajaran – ajaran para rasul,
kemudian baru dapat meningkat naik ke alam kesucian
6. Pelajaran Keenam
Kebanyakan pemimpin–pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda
dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin–
pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh– bodoh dan
lemah.
7. Pelajaran Ketujuh
Pelajaran terbagi kepada dua bagian :
1. Belajar Ilmu (pengetahuan dan teori)
2. Belajar amal (mengerjakan, memperaktekan)

Anda mungkin juga menyukai