Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Zat Warna


Dahulu kala zat-zat warna bersumber dari zat warna alami yang di ekstrak dari
tumbuhan dan produk hewani. Variasi warna dari zat alam makin sedikit, maka dibuat
berbagai zat warna sintetis yang hingga saat ini sering digunaka pada industri. Suatu
senyawa dapat dikatakan sebagai zat warna bila senyawa tidak luntur atau dapat
terikat kuat pada suatu materi yang berwarna, misalnya kain. Proses timbulnya warna
adalah akibat adanya adsorpsi radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang
tertentu pada spektrum sinar tampak oleh suatu zat (Yahdiana, 2011).
Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari alam atau tumbuhan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tradisional zat warna alami
diperoleh dengan ekstraksi atau perebusan tanaman yang ada disekitarnya.
Bagian-bagian tanaman yang dapat digunakan untuk zat warna alami antara lain
kulit, ranting, daun, akar,bunga,biji, atau getah. Zat warna alami mempunyai efek
warna yang indah dan khas, sehingga masih banyak orang yang menyukainya dan
merupakan pendukung produk-produk eksklusif dan bernilai seni tinggi, namun
pewarnaan ini melalui proses yang lama, sehingga produksinya tidak banyak
dalam kurun waktu tertentu.
Meskipun kurang praktis dan variasi warnanya terbatas, penggunaan zat
warna alam pada batik tetap dipertahankan, karena produk dengan zat warna alam
mempunyai karakteristik yang unik, etnik, eksklusif, ramah lingkungan, dan
bernilai jual tinggi. Para pengrajin batik di Indonesia telah memanfaatkan
beberapa tanaman sebagai zat warna alami seperti: daun pohon nila, kulit pohon
soga tingi, kayu tegeran, kulit kayu pohon mangga, kunyit, teh, akar mengkudu,
kulit soga jambal, kesumba, dan daun jambu biji.( Sewan Susanto, 1984)

II.1.1 Zat Warna Tekstil


Zat warna tekstil adalah semua zat berwarna yang mempunyai kemampuan
untuk diserap oleh serap tekstil dan mudah dihilangkan kembali (Winarno, 1984).

II-1
II-2

BAB II Tinjauan
Pustaka
Suatu zat dapat berlaku sebagai zat warna apabila mempunyai gugus yang dapat
menimbulkan warna (kromofor) dan dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil
Kromofor berasal dari kata Chromophore yang bersal dari bahasa Yunani yaitu
Chroma yang berarti warna dan phoros yang berarti mengemban (Fessenden,
1982).
Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2
yaitu: pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-
bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat
Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi
kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan
hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan
antrasena (Isminingsih, 1978).

II.2 Pohon Mangga

Gambar II.1.Pohon Mangga

Mangga merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak dikenal dan
ditanam di Indonesia. Tanaman mangga dapat tumbuh di hampir semua jenis
tanah.Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-300 meter di atas
permukaan laut. Kulit batang mangga dapat diolah menjadi zat warna soga karena
mengandung senyawa tanin. (Mumpuni Asih Pratiwi dan Sri Sutanti,2005).

Departemen Teknik Kimia Pembuatan Zat Pewarna Alami


Industri FV - ITS Tekstil dari Kulit Pohon
Mangga dan Getah Pohon
Pisang Sebagai Material
Fiksasi Untuk Industri Tenun
II-3

BAB II Tinjauan Pustaka

Kandungan kimia kulit kayu mangga adalah triterpenoid, limonoid, flavonoid,


saponin, terpenoid, alkaloid dan tanin.(Markham K.R, 1988).
Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Sapindales
Suku : Anacardiaceae
Marga : Mangifera
Jenis : Mangifera indica L

II.3 Tanin
Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa
tanaman. Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada tanaman
dapat resisten terhadap degradasi oleh enzim protease di dalam silo ataupun
rumen (Kondoet et al, 2004).
Tanin selain mengikat protein juga bersifat melindungi protein dari
degradasi enzim mikroba maupun enzim protease pada tanaman (Oliveira et
al 2009). Sehingga tanin sangat bermanfaat dalam menjaga kualitas silase.Tanin
merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol (Deaville
et al., 2010). Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena
tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan
molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang
besar dan komplek yaitu protein tanin.
Tanin alami larut dalam air dan memberikan warna pada air, warna
larutan tanin bervariasi dari warna terang sampai warna merah gelap atau
coklat, karena setiap tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya
(Ahadi, 2003).
Tanin pada tanaman diklasifikasikan sebagai tanin terhidrolisis dan
tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis merupakan jenis tanin yang

Departemen Teknik Kimia Pembuatan Zat Pewarna


Industri FV - ITS Alami Tekstil dari Kulit Pohon
Mangga dan Getah Pohon
Pisang Sebagai Material
Fiksasi Untuk Industri Tenun
II-4

BAB II Tinjauan
Pustaka
mempunyai struktur poliester yang mudah dihidrolisis oleh asam atau
enzim, dan sebagai hasil hidrolisisnya adalah suatu asam polifenolat dan
gula sederhana. Golongan tanin ini dapat dihidrolisis dengan asam, mineral
panas dan enzim-enzim saluran pencernaan. Sedangkan tanin terkondensasi,
yang sering disebut proantosianidin, merupakan polimer dari katekin dan
epikatekin (Maldonado, 1994).
Tanin yang tergolong tanin terkondensasi, banyak terdapat pada buah-
buahan, biji -bijian dan tanaman pangan, sementara yang tergolong tanin
terhidrolisis terdapat pada bahan non-pangan (Makkar, 1993), untuk jelasnya
struktur tanin dapat dilihat pada Gambar 2
a. Tanin Terhidrolisis b. Tanin

Terkondensasi
Gambar 2 Struktur tanin terhidrolisis (a) dan terkondensasi (b)
Sumber: (Dennis et al,, 2005)

Menurut Susanti (2000), sifat utama tanin pada tanama tergantung pada
gugus fenolik-OH yang terkandung dalam tanin. Secara garis besar sifat tanin
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.Tanin secara umum memiliki gugus fenol dan bersifat koloid.

Departemen Teknik Kimia Pembuatan Zat Pewarna Alami


Industri FV - ITS Tekstil dari Kulit Pohon
Mangga dan Getah Pohon
Pisang Sebagai Material
Fiksasi Untuk Industri Tenun
II-5

BAB II Tinjauan Pustaka

2.Semua jenis tanin dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan
bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu pula dalam
pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya.
3. Reaksi warna terjadi bila disatukan dengan garam besi. Reaksi ini
digunakan untuk menguji klasifikasi tanin. Reaksi tanin dengan garam
besi akan memberikan warna hijau dan biru kehitaman, tetapi uji ini
kurang baik karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna,
zat-zat lain juga dapat memberikan reaksi warna yang sama.
4. Tanin mulai terurai pada suhu 98,8ᵒ C
5. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim.
6. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer lainnya
terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan ikatan kovalen.
7. Tanin mempunyai berat molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi
menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin amorf (tidak berbentuk)
dan tidak mempunyai titik leleh
8. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya atau dibiarkan
di udara terbuka.
9. Tanin mempunyai sifat bakteristatik dan fungistatik

II.5 Getah Pohon Pisang


Getah pohon pisang jika menempel pada pakaian, dicuci dengan detergen
kualitas unggul pun tidak akan hilang, apalagi kalau terlanjur kering. Padahal, di
sektor kesehatan getah pohon pisang dapat digunakan sebagai pengobatan
alternatif yang telah terbukti cukup ampuh. Bila anggota tubuh terkena goresan
benda tajam dengan luka yang terlalu dalam dan berdarah, maka getah pohon
pisang dapat dioleskan dengan merata pada anggota tubuh yang terkena luka.
Permukaan kulit yan g akan terlindung getah akan mengering, sehingga tidak
kemasukan virus atau kuman dan terhindar dari infeksi. Jadi warna alami getah
pohon pisang merupakan pewarna tekstil yang aman bagi kulit tubuh.. Getah
pohon pisang mengandung tanin yang merupakan pigmen pewarna alami berupa
zat pewarna coklat. (Kwartiningsih, 2010).

Departemen Teknik Kimia Pembuatan Zat Pewarna


Industri FV - ITS Alami Tekstil dari Kulit Pohon
Mangga dan Getah Pohon
Pisang Sebagai Material
Fiksasi Untuk Industri Tenun
II-6

BAB II Tinjauan
Pustaka
Getah pisang mengandung tanin dan asam galat. Tanin merupakan pigmen
pewarna alami berupa zat pewarna coklat. Tanin disebut juga asam tanah.
(C14H10O9) merupakan kelompok senyawa nabati yang bersifat asam, aromatik,
dan memberi rasa kesat. Tanin mengendapkan alkaloid, merkuri klorida, dan
logam berat. Membentuk larutan biru tua atau hitam dengan larutan ferri,
larutannya dalam basa menyerap (bereaksi ) dengan oksigen ( Pudjatmoko, 2004 )

II.6 Proses Pewarnaan Pada Tekstil


Proses pewarnaan pada tekstil secara sederhana meliputi mordanting,
pewarnaan, fiksasi, dan pengeringan. Mordanting adalah perlakuan awal pada
kain yang akan diwarnai agar lemak, minyak, kanji, dan kotoran yang tertinggal
pada prosespenenunan dapat dihilangkan. Pada proses ini kain dimasukkan ke
dalam larutan tawas yang akan dipanaskan sampai mendidih. Proses pewarnaan
dilakukan dengan pencelupan kain pada zat warna. Proses fiksasi adalah proses
mengunci warna kain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan air atau
tawas. (Moerdoko., 1975)
a . Proses mordanting .
Bahan tekstil yang hendak diwarna harus diproses mordanting terlebih
dahulu. Proses mordanting ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik zat
warna alami terhadap tekstil serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan
ketajaman warna yang baik.
b. Pembuatan larutan fixer ( pengunci warna )
Pada pecelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses
fiksasi yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna
alam agar memiliki ketahanan luntur yang baik, ada tiga jenis larutan fixer yang
biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas (Al2(SO4)3), dan kapur tohor
(CaCO3).Untuk itu sebelum melakukan pencelupan kita perlu menyiapkan larutan
fixer terlebih dahulu dengan cara: ( Noor Fitrihana., 2007)
Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer-polimer lainnya
terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan ikatan kovalen.

Departemen Teknik Kimia Pembuatan Zat Pewarna Alami


Industri FV - ITS Tekstil dari Kulit Pohon
Mangga dan Getah Pohon
Pisang Sebagai Material
Fiksasi Untuk Industri Tenun
II-7

BAB II Tinjauan Pustaka

II.7 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen dari bahan padat maupun
cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses
pemisahan suatu bahan dari campurannya , ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Ekstraksi menggunakan pelarut berdasarkan pada kelarutan komponen terhadap
komponen lain dalam campuran. (Suyitno, 1989).
Untuk mengekstraksi zat warna digunakan berbagai macam pelarut anorganik,
karena apabila digunakan pelarut organik maka yang terekstrak bukan hanya zat warna
melainkan semua zat yang terkandung didalamnya terlebih lagi kandungan minyaknya.
Senyawa anorganik yang sering digunakan adalah air.(Vogel, 1985).
Salah satu alat ekstraksi skala laboratorium yang sering digunakan adalah
soxhlet. Dengan alat ini maka ekstraksi dapat dilakukan berulang kali, sehingga
rendemennya lebih besar. Pada proses ekstraksi, besarnya kadar solute dalam berat hasil
ekstraksi dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut. Pada keadaan
setimbang kadar solute dalam solvent relatif tetap. Setelah proses ekstraksi selesai,
dilakukan distilasi untuk memisahkan zat warna dari pelarutnya.
Ekstraksi padat-cair, yang sering disebut leaching, adalah proses pemisahan zat
yang dapat melarut (solute) dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat
larut (inert) dengan menggunakan pelarut cair. Pada ekstraksi padatcair, perpindahan
terjadi secara difusi di dalam padatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi
adalah jenis pelarut, rasio berat bahan dengan volume pelarut, suhu, pengadukan, waktu
ekstraksi, dan ukuran padatan. Operasi pengontakan bahan dengan pelarut pada ekstraksi
padat-cair terdiri dari dua langkah (Mc.Cabe, 1985) yaitu:
1. Alat dengan unggun tetap (fixed bed), di mana pelarut dilewatkan
melalui partikel padatan yang tersusun dalam suatu unggun tetap.
2. Alat dengan kontak terdispersi (dispersed contact), di mana partikel
padatan didispersikan dalam pelarut sehingga di samping terjadi
pergerakan relative antara partikel padatan dan pelarut terdapat pula
pergerakan relatif antara partikel padatan itu sendiri.
Pada ekstraksi padat-cair, transfer massa suatu zat dari dalam padatan ke dalam
cairan melalui 2 tahapan pokok (Treyball, 1981) yaitu:

Departemen Teknik Kimia Pembuatan Zat Pewarna


Industri FV - ITS Alami Tekstil dari Kulit Pohon
Mangga dan Getah Pohon
Pisang Sebagai Material
Fiksasi Untuk Industri Tenun
II-8

BAB II Tinjauan
Pustaka
1. Difusi pelarut dari permukaan padatan ke dalam padatan, lalu difusi
pelarut dan solute ke permukaan padatan. Semakin kecil ukuran
padatan, semakin dekat jarak difusi, sehingga semakin cepat proses
difusinya.
2. Transfer massa dari permukaan padatan ke cairan secara konveksi
(karena cairan diaduk terus).

Departemen Teknik Kimia Pembuatan Zat Pewarna Alami


Industri FV - ITS Tekstil dari Kulit Pohon
Mangga dan Getah Pohon
Pisang Sebagai Material
Fiksasi Untuk Industri Tenun

Anda mungkin juga menyukai