Anda di halaman 1dari 16

Penyusutan/Amortisasi untuk Penanaman Modal Bidang Tertentu

Untuk penanaman modal di bidang tertentu atau daerah-daerah tertentu


diberikan fasilitas terhadap percepatan penyusutan dan amortisasi.
Fasilitas tersebut akan diberikan kepada wajib pajak dalam negeri
berbentuk perseroan terbatas dan koperasi. Sesuai dengan pp nomor 1
tahun 2007 amandemen pp nomor 148/2000 jenis usaha tarif penyusutan
dan amortisasi yang dipercepat.

Tarif penyusutan dan amortisasi dipercepat dapat dilihat pada tabel


berikut

Kelompok aset Masa manfaat Tarif penyusutan atau amortisasi


tetap berwujud menjadi garis lurus Saldo menurun
I. Bukan Bangunan
kelompok 1 2 tahun 50% 100%
kelompok 2 4 tahun 25% 50%
kelompok 3 6 tahun 16, 67% 33,303%
kelompok 4 8 tahun 12,5% 25%
II. Bangunan
permanen 10 tahun 10%
tidak permanen 5 tahun 20%

Amortisasi 
pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh aset tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk perpanjangan hak atas tanah yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, diamortisasi dengan
metode garis lurus atau straight line method maupun metode saldo
menurun atau declining balanced method. dalam metode saldo menurun
nilai buku aset tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus
pada akhir masa manfaatnya 

pengelompokan aset tak berwujud masa manfaat dan tarif amortisasi


dapat dilihat pada tabel berikut

Aset tak Tarif amortisasi


Manfaat
berwujud garis lurus Saldo menurun
kelompok 1 4 tahun 25% 50%
kelompok 2 8 tahun 12.5% 25%
kelompok 3 16 tahun 6.25% 12.5%
kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Pengeluaran-pengeluaran berikut ini juga akan diamortisasi sesuai dengan


ketentuan kelompok aset tak berwujud masa manfaat dan tarif amortisasi
seperti tabel di atas
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya peluang dan modal suatu
perusahaan yang dibebankan dalam tahun terjadinya pengeluaran

Jenis pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang


mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun disebut usia studi kelayakan
finansial produksi percobaan sedangkan biaya operasional yang bersifat
penting seperti pegawai kantor lainnya tidak memiliki kapitalisasi dan
sekaligus pada tahun pengeluaran.

Seperti halnya dalam penyusutan dan amortisasi aset tak berwujud dan
pengeluaran tersebut jika menggunakan metode saldo menurun nilai sisa
buku pada tahun terakhir masa manfaat akan diamortisasi sekaligus
dengan syarat dilakukan secara taat asas. Untuk aset tak berwujud yang
masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang
ada wajib pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya
masa manfaat yang sebenarnya adalah 6 tahun maka dapat
menggunakan kelompok masa manfaat 8 tahun atau 4 tahun. Sementara
itu jika masa manfaat aset tak berwujud sebenarnya adalah 5 tahun aset
tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan masa manfaat
4 tahun amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk bidang usaha tertentu diatur dalam peraturan menteri keuangan.

Contoh 1 
Pt Alviano pada tanggal 2 januari 2016 mengeluarkan uang sebesar rp200
untuk memperoleh waralaba dari kentucky fried chicken atau KFC selama
4 tahun untuk memproduksi ayam goreng KFC. Bagaimana perhitungan
amortisasi metode yang diperbolehkan ?

Metode garis lurus Metode saldo menurun


Tahu
Nilai sisa Nilai sisa
n amortisasi Amortisasi
buku buku
25% x Rp
50% x Rp
200.000.000 Rp Rp
2016 200.000.000 =
= Rp 150.000.000 100.000.000
Rp100.000.000
50.000.000
25% x Rp
50% x Rp
200.000.000 Rp Rp
2017 100.000.000 = Rp
= Rp 100.000.000 50.000.000
50.000.000
50.000.000
25% x Rp
50% x Rp
200.000.000 Rp Rp
2018 50.000.000 = Rp
= Rp 50.000.000 25.000.000
25.000.000
50.000.000
25% x Rp
Rp 25.000.000 Rp 0
200.000.000
2019 Rp 0 (= nilai sisa buku (diamortisasi
= Rp
akhir tahun 2010) sekaligus)
50.000.000
Amortisasi di Bidang Penambangan dan Gas Bumi 
Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan
minyak dan gas bumi di amerika si dengan metode satuan produksi.
Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase
amortisasi. Besarnya prosentase amortisasi setiap tahun sama dengan
persentase perbandingan antara realisasi pembangunan minyak dan gas
bumi pada tahun yang bersangkutan dan taksiran jumlah seluruh
kandungan minyak dan gas bumi yang dapat diproduksi di lokasi tersebut.
Apabila jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang
diperkirakan maka masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh
hak atau pengeluaran lain, sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan
sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Contoh 2 
Pada awal tahun 2016 PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak
pengembangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp
500.000.000. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut
adalah 200.000.000 barel realisasi produksi selama 5 tahun berturut-turut
adalah 30.000 barel 40.000 baris 60.000 baris 45.000 baris dan 25.000
barel berapa amortisasi PT X selama 5 tahun ?

Persentase
Tahun  Amortisasi  Nilai sisa buku 
amortisasi 
15% x Rp
30000 / 200000 x
2016  500.000.000 = Rp Rp 425.000.000
100% = 15% 
75.000.000 
20% x Rp
10000 / 200000 x Rp
2017  500.000.000 = Rp
100% = 20%  325.000.000 
100.000.000 
30% x Rp
60000 / 200000 x
2018  500.000.000 = Rp Rp 175.000.000
100% = 30% 
150.000.000 
22,5% x Rp
45000 / 200000 x
2019  500.000.000 = Rp Rp 62.500.000
100% = 22,5% 
112.500.000 

Amortisasi di bidang penambangan selain minyak dan gas bumi 


pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas
bumi, hak pengusahaan hutan atau hak pengusahaan sumber alam serta
hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun diamortisasi berdasarkan metode
satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% setahun. Jika dalam 1
tahun ternyata jumlah produksi mencapai lebih dari 20% dari jumlah
potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 20% dari
pengeluaran untuk memperoleh hak tersebut.

Contoh 3
PT Belanda tahun 2012 mengeluarkan uang sebesar Rp 500.000.000
untuk memperoleh hak pengusahaan hutan yang mempunyai potensi
10.000.000 ton kayu. Jumlah produksi kayu 2016 dan 2017 masing-
masing 3.000.000 ton kayu dan 2.000.000 ton kayu. Berapa amortisasi
maksimum yang diperbolehkan ?

Jumlah amortisasi
Tahu Jumlah motivasi berdasarkan persentase maksimal yang
n realisasi produksi diperbolehkan (20%)

(3.000.000 ton / 10.000.000 ton) x Rp


20% x Rp
500.000.000
2016 500.000.000 = Rp
= 30% x Rp 500.000.000
100.000.000
= Rp.150.000.000
(2.000.000 ton / 10.000.000 ton) x Rp
500.000.000 20% x Rp
2017 = 20% x Rp 500.000.000 500.000.000 = Rp
= Rp 100.000.000 100.000.000

Walaupun jumlah produksi tahun 2016 mencapai 30% dari jumlah potensi
yang tersedia, tetapi besarnya amortisasi yang menyenangkan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 20% dari
pengeluaran yaitu sebesar Rp100.000.000.
Contoh 4
PT Ananda mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan
minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.000. Taksiran
jumlah kandungan minyak di daerah tersebut sebanyak 200.000.000
barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000
barel, PT Ananda menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain
dengan harga sebesar Rp300.000.000. Penghitungan penghasilan dan
kerugian dari penjualan hak tersebut adalah:
Harga perolehan Rp500.000.000
Amortisasi yang telah dilakukan:
(100.000.000 + 200.000.000) x Rp500.000.000
Rp250.000.000 (-)
Nilai buku aset Rp250.000.000
Harga jual aset Rp300.000.000
Oleh karena itu, jumlah nilai buku aset sebesar Rp250.000.000
dibebankan sebagai kerugian dan harga jual aset sebesar Rp300.000.000
dibukukan sebagai penghasilan.

Penentuan Nilai Perolehan.


Penghitungan amortisasi dipengaruhi oleh metode, masa manfaat,
dan jumlah yang disusutkan atau harga perolehan. Penilaian dalam
hubungan istimewa dapat dihitung jika terjadi jual beli aset; tukar-
menukar; likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambil-alihan; persediaan dan pemakaian persediaan untuk
penghitungan harga pokok; pengalihan aset hibahan, bantuan atau
sumbangan, dan warisan yang memenuhi persyaratan Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan b UU PPh; pengalihan aset yang tidak memenuhi syarat Pasal
4 ayat (3) huruf a UU PPh; pengalihan aset sebagai pengganti saham atau
pengganti penyertaan modal.
jual beli secara umum, harga perolehan aset bagi pihak pembeli
adalah harga yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak
penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima. Termasuk dalam
harga perolehan adalah harga beli dan biava yang dikeluarkan dalam
rangka memperoleh aset tersebut seperti bea masuk, biaya
pengangkutan, dan biaya pemasangan.

1. Penilaian dalam Hal Jual Beli Aset

Dalam jual beli secara umum, harga perolehan aset bagi pihak
pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar dan harga
penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya
diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan
biava yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh aset tersebut
seperti bea masuk, biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan.

Apabila jual beli aset dipengaruhi hubungan istimewa, bagi pihak


pembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar
dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah jumlah yang
seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara pembeli
dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih
besar atan lebih kecil dibandingkan jika jual beli tersebut tidak
dipengaruhi hubungan istimewa. Oleh karena itu, nilai perolehan
atau nilai penjualan aset bagi pihak-pihak yang bersangkutan
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya
diterima.
2. Penilaian dalam Hal Tukar Menukar

Apabila terdapat aset yang diperoleh melalui transaksi tukar


menukar dengan aset lain, nilai perolehan atau nilai penjualannya
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan harga pasar.
Contoh:

PT A PT B
(Aset X) (Aset Y)

Nilai sisa buku Rp12.000.000 Rp10.000.000

harga pasar Rp20.000.000 Rp20.000.000

Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran aset. Walaupun tidak


terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak yang
bersangkutan, tetapi karena harga pasar aset yang dipertukarkan
adalah Rp20.000.000, maka jumlah sebesar Rp20.000.000
merupakan nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai
penjualan yang seharusnya diterima. Selisih antara harga pasar dan
nilai sisa buku aset yang dipertukarkan merupakan keuntungan
yang dikenakan pajak. Dalam pertukaran ini PT A memperoleh
keuntungan sebesar Rp10.000.000 (= Rp20.000.000 -
Rp10.000.000), dan PT B memperoleh keuntungan sebesar
Rp8.000.000 (= Rp20.000.000 – Rp12.000.000).
3. Pengalihan Aset dalam Rangka Pengembangan Usaha
Berupa Likuidasi, Penggabungan, Peleburan, Pemekaran,
Pemecahan, dan Pengambilalihan Usaha

Apabila terjadi pengalihan aset seperti di atas, nilai perolehan


atau pengalihannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan harga pasar. Selisih antara harga pasar dan nilai
sisa buku aset yang dialihkan merupakan penghasilan yang
dikenakan pajak.

Contoh:

PT Akbar dan PT Hakim melakukan peleburan usaha dan


membentuk badan baru, vaitu PT Perdana Ananda. Nilai sisa buku
dan harga pasar aset dari kedua badan tersebut adalah:

PT AKbar PT Hakım
Nilai sisa buku Rp200.000.000 Rp300.000.000
Harga pasar Rp300.000.000 Rp450.000.000

Pada dasarnya penilaian aset yang diserahkan oleh PT Akbar


dan PT Hakim dalam rangka peleburan menjadi PT Perdana Ananda
adalah harga pasar aset yang diserahkan. Dengan demikian, PT
Akbar mendapat keuntungan sebesar Rp100.000.000 (=
Rp300.000.000 - Rp200.000.000) dan PT Hakim mendapat
keuntungan sebesar Rp150.000.000 (= Rp450.000.000 -
Rp300.000.000). Sementara PT Perdana Ananda membukukan
semua aset tersebut dengan jumlah Rp750.000.000 (=
Rp300.000.000 + Rp450.000.000).
Namun, dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di
bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter, dan kebijakan lainnya,
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain
selain harga pasar, misalnya atas dasar nilai sisa buku (pooling of
interest). Dalam hal demikian, PT Perdana Ananda membukukan
penerimaan aset dari PT Akbar dan PT Hakim tersebut sebesar
Rp500.000.000 (= Rp200.000.000 + Rp300.000.000).
b. Penggunaan Nilai Buku. Menurut akuntansi komersial,
penggabungan, peleburan, pemekaran usaha akan
melibatkan pihak yang mengalihkan aset dan pihak yang
memperoleh aset, sesuai metode yang digunakan dalam
konsolidasi, yaitu:
1) penyatuan kepentingan (pooling of interest).
2) pembelian (purchase).
Dalam perpajakan digunakan metode pembelian (purchase
method) atau berdasarkan harga pasar, sedang metode penyatuan
kepentingan dapat digunakan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku
atas Pengalihan Aset dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau
Pemekaran Usaha. Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku pada
saat melakukan merger. Pengertian atau batasan merger tersebut
meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha. Hal yang perlu
dipahami terhadap Wajib Pajak yang melakukan merger atau
pemekaran usaha dalam hal menggunakan nilai buku sebagai dasar
pengalihan aset adalah:

1) Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat


menggunakan nilai buku, yaitu:

a. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan


penawaran umum perdana (initial public offering); atau
b. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh
badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran
umum perdana (initial public offering).

2) Bagi Wajib Pajak yang melakukan merger atau pemekaran


usaha dalam menggunakan nilai buku wajib memenuhi syarat:
 mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan
merger dan pemekaran usaha;
 melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha
yang terkait; dan
 memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose
test).

3) Wajib Pajak yang melakukan merger dengan menggunakan


nilai buku lidak boleh mengompensasikan kerugian atau sisa
kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri/Wajib
Pajak yang dilebur.

4) Wajib Pajak yang menerima pengalihan aset mencatat nilai


perolehan aset tersebut sesuai dengan nilai sisa buku
sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-
pihak yang mengalihkan.

5) Penyusutan atas aset yang diterima pada nomor 4 dilakukan


berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana
tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang
mengalihkan.

6) Apabila merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam Tahun


Pajak berjalan, maka jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal
25 dari pihak atau pihak-pihak yang menerima pengalihan
tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang wajib
dibayar oleh

7) Pembayaran, pernungutan, dan pemotongan Pajak


Penghasilan yang telah dilakukan oleh pihak atau pihak-pihak
yang mengalihkan sebelum dilakukannya merger atau
pemekaran usaha dapat dipindahbukukan menjadi
pembayaran, pemungutan, atau pemotongan Pajak
Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.
8) Wajíb Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang akan
menjual sahamnya di bursa efek, selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan
dari Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemekaran
usaha dengan menggunakan nilai buku, harus telah
mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas
Pasar Modal (BPPM)- Lembaga Keuangan dalam rangka
penawaran perdana (initial public offering) dan pernyataan
pendaftaran tersebut telah menjadi efektif. atau pihak-pihak
yang mengalihkan.

4. Penilaian karena Hibah, Bantuan, dan Sumbangan

Dalam hal terjadi penyerahan aset karena sumbangan atau


bantuan, hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk.
koperasi sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan, atau warisan, nilai perolehan bagi pihak yang
menerima aset adalah nilai sisa buku aset pihak yang melakukan
penyerahan. Apabila Wajib Pajak tidak menyelenggarakan
pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui, nilai perolehan
atas aset ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Jika penyerahan aset
tersebut tidak sesuai dengan syarat yang ada maka nilai perolehan
bagi pihak yang menerima aset adalah harga pasar.

5. Pengalihan Aset sebagai Pengganti Saham

Permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai


atau pengalihan aset. lika permodalan tersebut dipenuhi dengan
pengalihan aset, nilai aset yang diserahkar. sebagai penggantfi
sanam atau penyertaan mocal dinilai berdasa:kan nilai pasar aset
yang dialihkan tersebut.
Contoh:
Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yarg nilai bakunya
Rp25.000.000 kepada PT Y sehagai pengganti penyertaan
sahamnya dengan nilai nominal Rp20.000.000. Harga pasar mesin-
mesin bubut tersebut adalah Rp40.000.000. Dalam hal ini, PT Y
akan mencatat mesin bubut: tersebut sebagai aset dengan nilai
Rp40.000.000 dan sebesar nilai tersebut bukan mcrupakan
penghasilan bagi PT Y Selisih antara nilai nominal saham dan nilai
pasar aset, yaitu Rp20.000.00) (- Rp40.000.000 – Rp20.000.000)
dibukukan sebagai agio. Bagi Wajib Pajak PT X, selisih sebesar
Rp15.000.000 (= Rp40.000.000 - Rp25.000.00) merupakan Objek
Pajak.

Penilalan Persediaan dan Harga Pokok Penjualan.


Harga pokok penjualan merupakan salah satu biaya langsung yang
berkaitan dengan 1saha terutama usaha dagang dan manufaktur. Pada
usaha dagang terdapat persediaan barang dagang, sedangkan pada
usaha manufaktur terdapat tiga jenis persediaan, yaitı persediaan bahan
baku dan bahan penolong, persediaan barang jadi, dau perseliaan barang
dalam proses produksi. Persediaan perlengkapan atau bahan habis pakai
tidak termasuk dalam pembahasan ini. Penilaian persediaan barang
didasarkan pada harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk
penghitungan harga pakok penjualan hanya boleh dilakukan dua cara,
yaitu:
• metode rata-rata (average), atau
• metode masuk pertama keluar pertama ifirst in first out-FIFO)

Contoh:
1. Persediaan awal 100 unit @ Rp9 100 unit @ Rp12
2. Pembelian
3. Pembelian
4. Penjualan/dipakai
5. Penjualan/dipakai 100 unit @ Rp11,25 100 unit 100 unit
Penghitungan harga pokok penjualan dan nllai persediaan jika
digunakan metode rata-rata:
No Didapat Dibeli Dipakal/Dljual Sisa/Persediaan
.
1 100 @ Rp 9 =Rp 900
2 100 @ Rp12 = 200 @ Rp10,50 =
Rp1.200 Rp2.100
3 100 @ Rp11,25 = 300 @ Rp10,75 = Rp
Rp1.125 3.225
4 100 @ Rp10,75 = 200 @
Rp1.075 Rp10,75=Rp2.150
5 100 @ Rp10,75 = 100 @ Rp10,75 =
Rp1.075 Rp1.075*
Besarnya harga pokok penjualan dengan metode rata-rata adalah
Rp2.150.000, sedangkan nilai persediaan adalah Rp11.075.000.
Berikut ini penghitungan beban pokok penjualan dan nilai
persediaan ika e FIFO yang digunakan.

No Didapat Dibeli Dipakal/Dljual Sisa/Persediaan


.
1 100 @ Rp 9 =Rp 900
2 100 @ Rp12 = 100 @ Rp 9 =Rp 900
Rp1.200 100 @ Rp 12 =
Rp1.200
3 100 @ Rp11,25 = 100 @ Rp 9 =Rp 900
Rp1.125 100 @ Rp 12 =
Rp1.200
100 @ Rp11,25 = Rp
1.125
4 100 @ Rp 9 = Rp 900 100 @ Rp 12 =
Rp1.200
100 @ Rp11,25 = Rp
1.125
5 100 @ Rp10,75 = 100 @ Rp11,25 = Rp
Rp1.075 1.125

Besarnya harga pokok penjualan dengan metode FIFO adalah


Rp2.100.000, sedangkan nilai persediaan adalah Rp1.125.000
Wajib Pajak diperbolehkan memilih salah satu metode tersebut
sepanjang dilakukan secara taat asas, artinya sekali Wajib Pajak memilih
salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan
harga pokok penjualan, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus
digunakan cara yang sama.

Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang


(Non-Deductible Expense)
Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat
dibedakan antara pengeluaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto (deductible expenses) dan yang tidak boleh dibebankan sebagai
biaya (non-deductible expenses). Pada prinsipnya biaya yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Pembebanan tersebut dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau
selama masa manfaat pengeluaran tersebut.
Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari perghasilan bruto
(non-deductible expenses) meliputi pengeluaran yang sifatnya sebagai
pemakaian penghasilan, atau yang jumlahnya melebihi kewajaran
Pengeluaran yang diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto
diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh, dan telah dibahas pada bagian
sebelumnya. Berikut ini pengeluaran-pengeluaran yang tidak
diperkenankan dikurangkan dari penghasilan brut bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan tentuk usaha telap, sesuai Pasal 9 ayat (1) UU Nomer 36
Tahun 2008.
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun
seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan


pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali (PMK


No. 81/PMK.03/2009 dan PMK No. 219/PMK.011/2012):

a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank. dan badan


usaha lain yang menyalurkan kredi:, sewa guna usaha dengan
hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang.

b. Cadangan untuk usaha asuransi meliputi cadangan premi


tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri untuk
perusahaan asuransi kegiatan dan cadangan premi untuk
perusahaan asuransi jiwa.

c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan,


yaitu cacangan penjaminan untuklembaga yang berfungsi
menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai
kewenangannya. Besarnya cadangan penjaminan untuk
Lembaga Penjaminan Simpanan adalah 80% dari surplus yang
diperoleh Lembaga Penjaminan Simpanan sesuai peraturan
perundang-undangan mengenai Lembaga Penjaminan
Simpanan.

d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu


cadangan biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki
atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat
kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan
berdaya guna sesuai peruntukannya, Besarnya cadangan biaya
reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha
pertambangan sebenarnya dibebankan pada perkiraan
cadangan biaya reklamasi.

e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan,


yaitu cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan
yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas hutan
yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan
sistem fengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan. yang diselenggarakan secara
terpadu. Besarnya cadangan biaya penanaman kembali untuk
perusahaan yang melakukan usaha kehutanan adalah
sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya
penanaman kembali.

f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat


pembuangan limbah industri. untuk usaha pengolahan limbah
industri, yaitu cadangan biaya penutupan danpemeliharaan
bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang
mencakup kegiatan penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah, dan
penimbunan hasil pengolahan limbah industri.

Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat


pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan
cadangan biaya penutupan dan pemelilaraan tempat
pembuangan limbah.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan alau


jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi selnrnh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
Sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (3)
huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan dianggap bukan merupakan Objek Pajak. Selaras dengan
hal tersebut, dalam ketentuan ini penggantian atau imbalan dimaksud
dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dibebankan
sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun, berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan berikut ini dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan
merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya:
a. penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau
kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan
pekerjaan di daerah tersebut dalam rangka menunjang
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di
daerah terpencil;
b. pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan
keharusan dalam pelaksanaar pekerjaan sebagai sarana
keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebu
mengharuskannya seperti pakaian dan peralatan untuk
keselamatan kerja, pakaiar seragam petugas keamanan
(satpam), antar-jemput karyawan, serta penginapar untuk
awak kapal dan yang sejenisnya; dan
c. pemberian atạu penyediaan makanan dan atau minuman bagi
seluruh pegawa yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan.

7. Aset yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan


warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf
a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan
huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh badan
amilzakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonęsia,
yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

8. Pajak penghasilan
Pajak penghasilan yang dimaksud adalah Pajak Penghasilan
yang terutang oleh Wajib Pajak. Contoh, PT Perdana selama tahun
2008 telah membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp12.000.000
(dua belas juta rupiah), jumlah ini tidak bolch dikurangkan dari
penghasilan bruto tahun 2008.
9. Biaya yang dihebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi Wajib Pajak atau orang'yang menjadi
tanggungannya

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persckutuan,


firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan


kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan
dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

Peraturan Pemeriatah Nomor 138 Tahun 2000 tentang


Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak
Penghasilan dalam Tahun Berjalan mengatur pula mengenai
pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam
Negeri dan Bentuk Usaha Tetap termasuk:
1. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak;

2. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara


penghasilan yang pengenean pajaknya bersifat final;

3. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara


penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan
Khusus (perhatikan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang
PPh);

4. pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan,


kecuali pajak atas penghasilan yang dinmaksud dalam Fasal 26
ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan tapi tidak
termasukdividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut
ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan
pajak; dan

5. kerugian dari aset atau utang yang tidak dimiliki dan tidak
dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
Pajak.

Demikian halnya yang berkaitan dengan pajak Pertambahan Nilai


dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPNBM), selanjutnya
Peraturan Pemerintah mengaturhahwa Pajak Masukan yang tidak
dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN dan PPNBM)
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tapi terdapat unsur
pengecualian. Pengecualian yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto, meliputi:
1. Pajak Masukan (Pasal 9 ayat (8) huruff dan hurufg) sepanjang
tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar
telah dibayar.
2. Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak
dapat dikurangkan dalan menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang rajas. Penghasilan) Terhadap
Pajak Masukan, walaupun dapat dikurangkan dari pengnasian bruto,
tetapi perlu diperhatikan apabila hal tersebut sehubungan dengan
pengeluar e untuk memperoich aset berwujud dan/atau aset tak
berwujud serta biaya lainnya yale mempunyai masa manfaat lebih
dari ! (satu) tahun (Pasal 11 dan Pasal 11A Undang- Undang Pajak
Penghasilan) terlebih dahulu harus dikapitalisasi dengan pengeluaran/
biaya tersebut dan dibebankan melabui penyusutan dan amortisasi.

Anda mungkin juga menyukai