Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KHUSUS

PEMANTAUAN TERAPI OBAT


PADA PASIEN HEPATITIS A DI RUANG MELATI
RSUD dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA

Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Fungsinya
adalah pengamatan obat pilihan dokter terhadap kondisi diagnosanya, pengamatan
pemakaian obat, jaminan ketepatan dosis (jumlah, frekuensi, rute dan bentuk
sediaan obat), pengenalan respon terapi obat saat itu cukup atau kurang,
penilaian adverse effect potensial yang terjadi, alternatif atau perubahan yang
direkomendasikan dalam terapi apabila situasi tertentu mengharuskan. Sasaran
yang ingin dicapai mengoptimalkan terapi obat dengan memastikan secara efektif,
efisien, efikasi terapi dan meminimalkan toksisitas, memberikan solusi masalah
yang merusak atau mengurangi akses seorang pasien patuh pada suatu regimen
terapi obat tertentu.
Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi
secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi
dapat diketahui. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan
terapi yaitu derajat keparahan penyakit dan sifat penyakit (akutataukronis). Pilihan
terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan berdasarkan efikasi, keamanan,
biaya dan regimen yang mudah dipatuhi. Tujuan utama pemberian terapi obat
adalah peningkatan kualitas hidup pasien, antaralain :
1. Menyembuhkan penyakit.
2. Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien.
3. Menghambat progresivitas penyakit.
4. Mencegah kondisi yang tidak diinginkan.
Kegiatan pemantauan terapi obat, meliputi :
1. Pengumpulan data pasien dan mengatur data kedalam suatu format masalah.
2. Hubungkan terapi obat dengan masalah tertentu atau status penyakit untuk
menetapkan ketetapan terapi tertentu.
3. Mengembangkan sasaran terapi tertentu.
4. Mendesain rencana pemantauan terapi obat mencakup pengembangan
parameter pemantauan tertentu, penetapan tittik akhir farmakoterapi dan
pemantauan frekuensi pemantauan.
5. Identifikasi masalah (dosis, kontraindikasi, keslahan pemberian obat,
interaksi, toksisitas) dan kemungkinan reaksi obat merugikan (ROM).
6. Pengembangan alternatif atau solusi masalah (proses pengambilan
keputusan).
7. Pendekatan untuk intervensi dan tidaknlanjut (format SOAP meliputi
Subjective, Objective, Assessment, Plan atau PAM/Problem, Action,
Monitoring).
8. Mengkomunikasikan temuan dan rekomendasi.
Hepatitis A

1. Konsep Dasar Penyakit


1.1 ETIOLOGI
Hepatitis A disebabkan oleh virus HAV. Virus hepatitis A merupakan virus
RNA dalam famili Picornaviridae. Virus hepatitis A (HAV) menginfeksi hati,
infeksi ini dapat menyebabkan ikterik maupun non-ikterik. Ada tidaknya tanda
klinis ikterik tergantung oleh usia pasien yang mengalami hepatitis A. Pada anak
berusia kurang dari 6 tahun, lebih dari 90 % yang menderita infeksi HAV bersifat
asimtomatik. Kontrasnya, lebih dari dua pertiga anak yang lebih besar dan orang
dewasa mengalami tanda klinis ikterik setelah infeksi HAV (Committee on
Infectious Disease Pediatrics, 2007).
Beberapa karakteristik HAV diantaranya:
 RNA virus
 Dikenal sebagai enterovirus 72, namun sekarang digolongkan menjadi
heptovirus
 Hanya memiliki 1 serotif
 Susah dikultur
 Empat genotif
 Transmisi melalui Close personal contact, kontaminasi air dan makanan
(fecal oral), darah (jarang)
(Committee on Infectious Disease Pediatrics, 2007).

1.2 FAKTOR RESIKO & PATOGENESIS


Faktor resiko penularan HAV yaitu:
- Sanitasi yang buruk
- Daerah padat seperti poliknik dan rumah sakit jiwa
- Jasa boga terinfeksi
- Pekerja layanan kesehatan
- Wisatawan internasional
- Pengguna obat
- Hubungan seksual dengan orang terinfeksi
- Daerah endemis (seperti suku bangsa Indian Amerika atau pedesaan asli
Alaska) beresiko tinggi
(Price&Wilson, 2006).
Transmisi HAV terbanyak melalui fecal oral. Pada anak-anak penyebaran
virus yang banyak terjadi lewat close contact dan kontaminasi makanan dan
minuman yang mengandung HAV. Virus ini merupakan RNA virus. Feses dari
anak yang terinfeksi hepatitis A virus sangat infeksius dari 14-21 sebelum dan 8
hari setelah munculnya ikterus (Committee on Infectious Disease Pediatrics,
2007).
Masa inkubasi hepatitis A berkisar antara 15-45 hari, atau rata-rata 30 hari.
Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera setelah timbulnya
ikterus (Price& Wilson, 2006).
1.3 MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
- Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase
ini pada hepatitis A berkisar antara 15-50 hari (rata-rata: 30 hari), dan berbeda-
beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis
inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin
pendek fase inkubasi ini.
- Fase Prodromal (Pra Ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise umum, mialgia,
atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas, dan anoreksia. Mual, muntah dan
anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau
konstipasi dapat terjadi. Demam derajat rendah umumnya terjadi pada hepatitis A
akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan
kolesistitis.
- Fase Ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru terjadi perbaikan
klinis yang nyata.
- Fase Konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan
abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3
minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam
9 minggu dan 16 minggu untuk hepatitis B. pada 5-10% kasus perjalanan
klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan
(Sudoyo, 2006).
HAV resisten terhadap asam, sehingga memungkinkan virus ini untuk bisa
melewati lambung dan masuk ke dalam usus halus. Setelah masa inkubasi selama
28 hari (antara 15-50 hari), orang yang terinfeksi dapat mengalami vague dan
gejala-gejala non-spesifik. Salah satu gejala awal yang sering menjadi perhatian
medis yaitu terlihatnya urine yang berwarna gelap, yang biasanya didahului oleh
penyakit prodromal ringan selama 1-7 hari, yaitu meliputi anoreksia, malaise,
demam, mual, dan muntah. Dalam beberapa hari setelah onset bilirubinemia, feses
mulai clay colored, dan sklera, kulit, serta membran mukosa mulai menjadi
jaundice (kuning). Hepatomegali dapat ditemukan dalam pemeriksaan fisik. Tidak
adanya pewarnaan feses dapat kembali normal dalam 2 hingga 3 minggu, yang
sering mengindikasikan adanya perbaikan dari penyakit. Pruritus jarang terjadi.
Durasi penyakit bervariasi, tetapi sebagian besar pasien secara signifikan
membaik dalam 3 hingga 4 minggu, termasuk perbaikan dari meningkantnya
konsentrasi enzim-enzim hepatoseluler (Committee on Infectious Disease
Pediatrics, 2007).
Efek patologik hepatitis A terhadap hati terbatas. Saat HAV bereplikasi
dalam sel-sel hati, virions dilepaskan ke dalam sinusoid hepatik dan kanalikuli
bilier, kemudian menuju ke usus dan diekskresikan ke dalam feses. Puncak
infektivitas terjadi selama 2 minggu sebelum onset jaundice atau peningkatan
kadar enzim-enzim hepar dalam serum. Viremia terjadi segera setelah infeksi
terjadi dan muncul selama periode meningkatnya konsentrasi enzim hepatoseluler,
tetapi konsentrasi virus dalam darah lebih sedikit dibandingkan yang berada
dalam feses (Committee on Infectious Disease Pediatrics, 2007).
Infeksi Hepatitis A selama masa kanak-kanak sebagian besar
asimptomatik dan menimbulkan imunitas seumur hidup, sedangkan infeksi setelah
masa kanak-kanak akan disertai dengan peningkatan keparahan dari gejala dan
dapat menimbulkan kematian (Committee on Infectious Disease Pediatrics, 2007).
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes Serologi untuk mengetahui kadar immunoglobulin M Hepatitis-A Virus
(IgM HAV) dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi virus hepatitis A
serta untuk menentukan apakah infeksi terjadi akut atau tidak. Tes Serologi ini
penting untuk screening anak-anak yang rentan terkena penyakit ini. Para penulis
jurnal menyatakan biaya vaksinasi dengan screening 3 kali lebih murah
dibandingkan biaya vaksinasi tanpa adanya screening dan menyarankan pula
bahwa screening sebelum vaksinasi lebih murah, aman, dan rasional (Roohi,
2010).
Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Tes darah ini mencari dua
jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG . Pertama, dicari
antibodi IgM, yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari
sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari
antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi
terhadap infeksi HAV.
 Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita
kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya
mempertimbangkan untuk divaksinasi terhadap HAV.
 Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negative untuk IgG,
kita kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem
kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.
 Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk
antibodi IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya,
atau kita sudah divaksinasikan terhadap HAV. Kita sekarang kebal
terhadap HAV.
Peneliti menyatakan screening infeksi HAV secara dini pada anak-anak
(adopsi) memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi anak dengan IgM HAV
positif sehingga status kekebalan dari anggota keluarganya dan adanya kontak
langsung lainnya dapat diketahui. Jika anak dinyatakan IgM HAV positif,
anggota keluarga yang tanpa riwayat imunisasi sebelumnya harus di vaksinasi.
Akan terdapat beberapa anak tidak melakukan test IgM, karena anak tersebut
dalam masa periode inkubasi sehingga belum menampakan hasil test IgM yang
positif (Roohi, 2010).
1.5 TERAPI
Tidak ada terapi yang spesifik yang dapat meringankan penyakit pada
hepatitis A. Bed rest atau tirah baring mungkin dapat membantu meringankan.
Jika pasien mengalami vomiting yang frekuent, perlu diperhatikan bila ada gejala
dehidrasi (Fantry, 2001).
Pasien harus menghindari alcohol dan obat-obatan yang dimetabolisme di
hepar atau dapat memperparah hepar. Untuk itu, aspirin dapat digunakan sebagai
alternative untuk demam daripada acetamenofen, tetapi aspirin tidak dapat
diberikan pada anak kurang dari 18 tahun yang beresiko terkena reye syndrome
(Fantry, 2001)
1.6 PENCEGAHAN
Vaksin Hepatitis A
Vaksin Hepatitis A yang dilisensi di Amerika Serikat tidak aktif, whole-cell
virus vaccine yang diproduksi dari virus hepatitis A tumbuh dalam human diploid
fibroblast cells. Terdapat 2 single-antigen vaccines, Vaqta dan Havrix, dan a
combined hepatitis A/hepatitis B vaccine, Twinrix (GlaxoSmithKline) (Committee
on Infectious Disease Pediatrics, 2007).
 Efikasi & Efektivitas
Dua penelitian besar telah dilakukan untuk mengevaluasi efikasi dari vaksin
hepatitis A pada anak-anak. Satu penelitian, yang dilaksanakan di Thailand,
melibatkan 38.000 anak berumur 1 sampai 16 tahun yang secara acak dipilih
untuk menerima 2 dosis dengan jarak 1 bulan baik dengan vaksin hepatitis A
atau vaksin hepatitis B. Efikasinya telah dikalkulasi dimana terjadi
peningkatan antibodi hepatitis A lebih dari 21 hari setelah menerima vaksin.
97% anak mengalami titer protektif dalam 1 bulan selama imunisasi, dan
efikasinya melebihi periode 1 tahun observasi setelah imunisasi terhitung
94%. Penelitian lain telah dilakukan pada 1037 anak berusia 2 sampai 16
tahun yang tinggal di area New York dengan sejarah adanya high rates
transmisi hepatitis A. Partisipasi penelitian yang diimunisasi dengan 1 dosis
Vaqta, dan selama periode observasi, efikasi vaksin dikalkulasi sebesar
100%. Walaupun penilaian jangka panjang terhadap efikasi vaksin
diperlukan, mathematical models telah memprediksikan bahwa konsentrasi
protektif antibodi akan tetap ada lebih dari 25 tahun setelah melengkapi
rekomendasi serial 2 dosis (Committee on Infectious Disease Pediatrics,
2007).
 Keamanan
Vaksin Hepatitis A telah terbukti sangat aman. Pada clinical trials terhadap
vaksin Havrix dan Vaqta, efek samping tidak umum terjadi dan ringan jika
ada, dengan perbaikan terjadi kurang dari 1 hari. Efek samping yang paling
umum terjadi, dilaporkan pada 10-15% subjek, yaitu nyeri, kemerahan dan
bengkak pada tempat injeksi (Committee on Infectious Disease Pediatrics,
2007).
2. Pemantaun Terapi Obat

2.1 Deskripsi Pasien

1. NamaPasien : M. Hasanudin Abdul


2. Umur : 6 tahun
3. JenisKelamin : Laki-laki
4. Masuk RS :16 desember 2019
5. Keluar RS :23 desember 2019
6. NO. RM :1698xxxx
7. Ruang : Melati Lt.5
8. Dokter : dr. H
9. JenisPasien : UMUM

2.2 RiwayatPenyakit

1. Keluhan utama: Nyeri ulu hati


2. Riwayat penyakit sekarang: pasien datang dengan keluhan Nyeri ulu hati,
Lemas, Mual, Muntah, Demam, Mata kuning
Penyakit yang pernah dialami: -
3. Riwayat keluarga :-
2.3 Pemeriksaan Yang Dilakukan
1. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Urine rutin dan sedimen
Warna Kuning tua Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
pH 6,5 4,8-7,4
Berat jenis 1.015 1.015-1.025
Protein NEGATIF NEGATIF
Glukosa NEGATIF NEGATIF
Urobilinogen POSITIF 1 NORMAL
Bilirubin POSITIF 1 NEGATIF
Benda keton NEGATIF NEGATIF
Nitrit NEGATIF NEGATIF
Leukosit POSITIF 1 NEGATIF
Darah NEGATIF NEGATIF
Leukosit 3-5 1-4
Eritrosit 0-1 0-1
Epitel gepeng 0-2 5-15
Epitel renal NEGATIF NEGATIF
Kristal NEGATIF NEGATIF
Silinder NEGATIF NEGATIF
Bakteri NEGATIF <2
Jamur NEGATIF NEGATIF

Pemeriksaan Nilai Normal Tgl 16-12-19 Tgl 17-12-19

Anti HAV IgM Non-Reaktif

HbSag Rapid Non-Reaktif

Bilirubin total 0.2 – 1,0 4,62

Bilirubin direk < 20 3,68


Trombosit 150.000-350.000 378.000

SGPT 9-40 784

SGOT 10-38 777

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaa Nilai 16/1 17/1 18/1 19/1 20/1 21/1
n normal 2 2 2 2 2 2

60-80x 85x
Nadi
/mnt /mnt

20x/m
Pernafasan 20x/mnt nt

o 34,8o 37,0o 36,7o 36,7o 36,2o


Suhu 36,6oC 34,8 C
C C C C C

2.4 Diagnosa Penyakit


Hasil diagnosa dokter menyatakan pasien mengalami Hepatitis A (HAV)

2.5 Terapi Obat


Terapi obat yang digunakan pasien M.Hasanudin perawatan di Ruang
Melati Lt.5 RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya
Pengobatan yang Dilakukan
Tanggal
Nama Obat Rute Regimen 16/1 17/ 18/ 19/ 20/ 21/ 22/1
2 19 12 12 12 12 2
Infus D5% IV 5 tpm       
Ondansetron 
IV 3 x 2mg      
inj
Curcuma Oral 3 x 1 cth       
Paracetmol syr Oral 3 x 1 cth 
Hepamax Oral 1 x 1 cth       
Urdohex Oral 2 x 150mg       
Cefixime Oral 2 x 75mg      

2.5 Uraian Obat Yang Diberikan

1. Infus D5%
a. Komposisi : Dextrose 5%
b. Golongan : Glukosa
c. Indikasi : Menangani hipoglikemia, mengatasi kekurangan
cairan
d. Digunakan : Dewasa dan Anak-anak
e. Pemberian : Cairan suntik atau infus
2. Ondansetron
a. Komposisi : Ondansetron
b. Indikasi : Mual dan muntah akibat kemoterapi, pencegahan
mual dan muntah pasca oprasi
c. Dosis : Dosis anak : Pencegahan dan pengobatan mual
muntah kemoterapi dan radioterapi: (6-18 tahun) infus iv lebih dari 15
menit. 5mg/m2 segera menjelang terapi atau oral 150mcg/kgBB segera
menjelang terapi(maksimal dosis 8mg diulang setiap 4 jam untuk 2 dosis
berikutnya, kemudian dilanjutkan oral untuk berat badan <10kg setiap 4 jam
sampai 5 hari (maksimal dosis perhari 32mg)
d. Efek samping : sangat umum: sakit kepala; umum: sensasi hangat
atau kemerahan, konstipasi, reaksi lokasi injeksi; tidak umum: kejang,
gangguan gerakan, aritmia, nyeri dada dengan atau tanpa depresi segmen
ST, cegukan.
e. Kontra Indikasi : Hipersensitivitas, sindroma perpanjangan interval
QT bawaan
f. Interaksi Obat :Phenytoin, carbamazepin dan rifamfisin
meningkatkan metabolisme ondansetron. Ondansetron menurunkan efek
tramadol
3. Paracetamol
a. Komposisi : Paracetamol
b. Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang, demam
c. Dosis : Anak <12 tahun : 10mg/kgBB/kali(bila ikterik:
5mg/kgBB/kali) diberikan tiap 4-6 jam. Maksimum 4 dosis per hari
d. Kontra Indikasi : Hipersensitif, gangguan hati
e. Efek Samping :Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau
urtikaria, kelainan darah, hipotensi, kerusakan hati.
f. Interaksi Obat : Kolestramin menurukan absorpsi paracetamol

4. Urdohex
a. Komposisi : Asam ursodeoksikolat
b. Indikasi :Melarutkan batu empedu kolesterol dengan
diameter <10mm
c. Dosis : Dewasa: 6-12mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal
atau 2-3 dosis terbagi, selama 6-24 bulan. Pengobatan dianjurkan setelah
batu empedu tidak terlihat secara radiologis.
d. Kontra Indikasi :batu kolesterol yang mengalami kalsifikasi, batu
radiolusen, pigmen empedu; kolestitis akut yang tidak mengalami remisi,
kolangitis, obstruksi biliar, batu pankreas atau vistula biliar
gastreoestostinal; kehamilan
e. Interaksi Obat : Obat estrogenik meningkatkan kolesterol empedu.
Obat yang mengikat asam empedu. Contoh : antasid, kolestramin
5. Cefixime
a. Komposisi : Cefixime
b. Indikasi :Infesksi yang disebebkan oleh patogen yang
sensitif terhadap cefixime pada penyakit ISK tanpa komplikasi, infeksi
saluran nafas atas, infeski saluran nafas bawah.
c. Dosis : Anak BB < 30kg ; 2 x 1,5 – 3mg/kgBB/hari
selama 2 pekan
d. Efek Samping :Gangguan saluran cerna, gangguan SSP, gangguan
hematologi
e. Kontra Indikasi :Hipersensitifitas terhadap chepalosporin

Perbandingan Dosis yang Digunakan dengan Dosis Dalam Literatur


Dosis yang
No NamaObat Dosis literature Keterangan
digunakan
Dosis yang

1 Ondansetron 3x2mg Maksimal dosis 8mg digunakan


sesuai

Dosis yang
1 cth diminum 3 kali
2 Curcuma 3x1 cth digunakan
sehari
sesuai
Paracetamol Dosis yang
3 (120mg/5m 3x1 cth 10mg/kgBB/kali digunakan
L) sesuai
4 Hepamax 1x1 cap 1-2 x sehari 1 kapsul Dosis yang
(Sylimarin) digunakan
sesuai
Dosis yang
Dewasa: 6-
5 Urdohex 2x150 mg digunakan
12mg/kgBB/hari
sesuai
Dosis yang
2x1,5-3mg/kgBB/hari
6 Cefixime 2x75mg digunakan
selama 2 pekan
sesuai

2.7 Analisis Pemantauan Terapi Obat

1. Subjektif: pasien datang dengan keluhan mual, muntah, demam, mata


kuning

2. Objectif

Tanda-tanda vital pasien pada hari pertama masuk

Pemeriks 20/1 21/ 22/ 23/


Nilai 16/12 17/12 18/12 19/12
aan 2 12 12 12
normal
85x
Nadi 60-80x
/mnt
/mnt
Pernafasa
20x/mnt
n 20x/mnt

36,
o
36,4o o
36,7o
Suhu 34,8 C 37,0 C 2o
36,6oC 37oC C C
C

3. Assesment :Kesesuaian dosis yang digunakan dapat dilihat pada tabel

No Jenis DRPs Penilaian Keterangan


.

1. Ada Indikasi Tidak Diobati -

Pemberian Obat Tanpa


2. Ada
Indikasi

3. Dos is Rendah -

4. Dosis Tinggi -

5. Efek Samping -

6. Interaksi Obat -

7. Ketidak patuhan Pengobatan Patuh

8. Pemilihan Obat Tidak Tepat -

4. Plans :
a. Memberi informasi kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya, tujuan
pengobatan, memotivasi agar pasien mengusahakan minum dan makan
dalam kuantitas yang cukup meskipun biasanya minat makan menurun.
b. Diet lemak atau protein dan disarankan untuk banyak makan sayuran atau
buah untuk mencegah sembelit.
c. Memberitahukan kepada keluarga untuk banyak istirahat (Bedrest)
d. Banyak minum air putih.
e. Monitoring kadar SGOT SGPT
Daftar Pustaka

Buti, et all. 2008. Prevalence of Hepatitis E Virus Infection in Children in the


Northeast of Spain. Vol. 15, No.4. DOI:10.1128/CVI.00014-08/Clinical and
Vaccine immunology, Apr.2008,p.732-734. American Society For Microbiology.

Committee on Infectious Disease Pediatrics. 2007. Hepatitis A Vaccine


Recommendations, DOI: 10.1542/peds.2007-1088 2007; 120; 189-199.
Pediatrics, Official Journal of the American Academy of Pediatrics. Available at:
http://pediatrics.aappublications.org/cgi/reprint/120/1/189 [Accessed on
November, 12, 2019]

Fantry, Lory. 2001. Hepatitis A. The Health Care of Homeless Persons. Available
at: www.nhchc.org/HepatitisA.pdf. Accessed at: November 02 2019.

Price & Wilson, 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Volume 2, Edisi 6. Jakarta : EGC.

Roohi Y. Abdulla, Marilyn A. Rice, Stephanie Donauer, Kelly R. Hicks, Dustin


Poore and Mary Allen Staat. 2010. Hepatitis A in Internationally Adopted
Children: Screening for Acute and Previous Infections. 2010;126;e1039-e1044;
originally published online 12, 2019; www.pediatric.org

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku
Ajar: Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai