2470 7215 1 PB
2470 7215 1 PB
ABSTRAK
Wayang beber adalah produk budaya asli Nusantara yang berasal dari Jawa, namun
keberadaannya saat ini kurang mendapat tempat di hati masyarakat , oleh karena itu perlu
adanya upaya untuk mempopulerkan kembali wayang beber, yaitu dengan memanfaatkan
gambar wayang beber yang di aplikasikan pada produk-produk kreatif seperti t-shirt, tote bag, dan
sepatu. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah menumbuhkan serta meningkatkan kecintaan
masyarakat terhadap produk kreatif lokal dan budaya lokal (wayang beber). Sedangkan target
khusus yang ingin dicapai yaitu mempopulerkan kembali gambar wayang beber dengan cara
mengaplikasikannya pada produk kreatif berupa t-shirt, tote bag, dan sepatu.
Metode yang digunakan untuk mencapai target tersebut adalah dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif diskriptif, gambar-gambar wayang beber sebagai obyek kajiannya,
lewat studi pustaka, observasi serta wawancara, gambar-gambar tersebut dipelajari, diamati dan
diolah sedemikian rupa lalu di aplikasikan pada produk-produk kreatif tersebut di atas dengan
teknik lukis, sablon, dan digital printing.
Dengan menambahkan elemen hias berupa wayang beber pada produk kreatif tersebut
diharapkan menambah nilai jual produk tersebut, juga akan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat bahwa kita sebenarnya memiliki budaya asli yang unik dan tidak kalah dengan
budaya bangsa lain, dan juga mendorong masyarakat untuk mencintai produk dan budaya lokal
sendiri.
ABSTRACT
Keywords: content, formatting, article.
dua faktor yang mendasarinya yaitu faktor yang berkepribadian dalam kebudayaan”.
eksternal dan internal dalam diri masyarakat Wayang beber sebagai produk budaya
pendukungnya. Perubahan sosial akan merupakan cermin kepribadian bangsa
mempengaruhi perilaku kehidupan Indonesia. Mengingat kesenian ini telah ada
masyarakatnya salah satunya dalam hal sejak zaman Majapahit, yang merupakan
berkesenian. Wayang beber sebagai bagian kesenian asli Nusantara. Gambar wayang beber
dari perilaku sosial budaya masyarakat sendiri memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri
tentunya akan mengalami perubahan seiring dan tiada duanya. Seperti halnya pada jenis
dengan perkembangan zamannya. Hanya wayang lainnya. bentuk manusia, binatang,
kesenian yang adaptif-lah yang dirasa mampu dan tumbuhan sangat khas bentuknya, Gambar
bertahan dan berkembang menyesuaikan diri. tersebut dibuat dengan teknik pewarnaan
Dalam masa terjadinya perubahan sosial, sungging dan dalam pembuatannya seringkali
akan timbul berbagai inovasi sebagai dampak digayakan (stilasi). Gambar tokoh cerita di
introduksi nilai, sistem, komoditi, dan teknologi buat lebih besar ukurannya dibandingkan
baru. dengan figur bukan tokoh, bentuk muka dibuat
Wayang beber dari waktu ke waktu setengah miring, dan ukuran tubuhnya di buat
hingga dewasa ini keberadaannya semakin lebih panjang (distorsi) (Bagyo, 2005: 47).
langka dan mengalami perkembangan surut
Mengangkat kembali keberadaan
menuju kepunahan. Kepunahan suatu produk
wayang beber di tengah-tengah masyarakat dari
budaya adalah sesuatu yang memprihatinkan
kaca mata seni rupa dapat di lihat dari hadirnya
mengingat punahnya suatu produk budaya
karya-karya lukis wayang beber yang terlihat
tertentu merupakan punahnya jati diri/
menghiasi ruang-ruang di beberapa hotel,
kepribadian budaya suatu bangsa. Beberapa
resort, galeri, artshop dsb. Itupun jumlahnya
keunikan yang melekat pada wayang beber
tidak banyak, dan hanya terdapat di tempat-
seperti yang telah di singgung di atas rupanya
tempat tertentu saja, ini artinya bahwa hanya
belum mampu menarik minat masyarakat
masyarakat tertentu saja yang mempunyai
terhadap kesenian ini secara maksimal. Upaya
akses untuk dapat melihat karya tersebut.
pengembangan lewat sisi pertunjukannya
Sehingga dirasa masih belum cukup untuk
rupanya tidak dapat dilakukan secara maksimal
mempopulerkan gambar wayang beber kepada
pula, masyarakat beralasan bahwa pertunjukan
masyarakat saat ini. Di butuhkan strategi untuk
wayang beber itu terlihat kuno, dalang hanya
dapat lebih mempopulerkan gambar-gambar
bercerita lewat gambar-gambar yang diam,
wayang beber di tengah-tengah masyarakat.
sehingga terkesan monoton karena tidak dapat
Gambar wayang beber yang telah disebutkan
berinteraksi dengan penontonnya. Hal ini makin
oleh para peneliti barat sebagai gambar yang
diperparah dengan masih adanya anggapan
unik, menarik, serta memiliki nilai artistik
di sebagian masyarakat yang percaya bahwa
yang tinggi memacu pengusul untuk dapat
wayang beber merupakan benda pusaka
ikut andil dalam upaya-upaya pelestarian dan
yang di sakralkan sehingga orang enggan
pengembangan wayang beber. Jika orang-
menyentuhnya.
orang luar telah menyatakan kekagumannya
Langkah-langkah untuk mempopulerkan pada gambar-gambar wayang beber, kenapa
kembali wayang beber adalah langkah mulia, kita sebagai anak bangsa yang merupakan
hal ini sejalan dengan misi Pembangunan pewaris produk budaya asli Indonesia
Nasional tahun 2015-2019 khususnya butir ke- justru tidak tergerak untuk melestarikan dan
tujuh yang berbunyi “Mewujudkan masyarakat mengembangkannya.
Gambar 1.
24 Jagong/adegan wayang beber karya Tugiman
Hadi Suwarno
(Foto: Bening Tri Suwasono)
Proses berikutnya yaitu afdruk/ proses kaos. Tinta yang dipakai yaitu tinta khusus atau
pembuatan film. Proses pembuatan film ini bisa disebut tinta tekstil yang bisa langsung
tergantung pada sinar matahari, hanya saja diaplikasikan ke kaos. Dan DTG sendiri adalah
jika kondisi cuaca tidak memungkinkan, perpaduan antara teknik sablon manual dan
pembuatan film ini bisa menggunakan bantuan digital sehingga hasilnya lebih bagus.
cahaya lampu dengan daya/watt yang cukup
besar, karena dapat menghasilkan daya panas
yang cukup.
Penutup KEPUSTAKAAN
Penelitian ini merupakan penelitian awal,
Bagyo Suharyono, Wayang Beber Wonosari,
masih sangat memungkinkan untuk dilanjutkan
Wonogiri: Bina Citra Pustaka, 2005
dan dikembangkan. Wayang beber sebagai
sumber ide kreatif sangat menarik untuk Bennedict ROG. Anderson, The Last Picture
angkat, jangan sampai itu dianggap sebagai Show, Wisconsin: Converence on
benda pusaka, yang tak boleh dilihat, dibuka, Modern Indonesia Literature, 1974.
apalagi disentuh. Tugas kita sebagai generasi
pewaris kebudayaan adalah melestarikan, C.A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan,
dan mengembangkan. Ide gagasan yang Yogyakarta: Yayasan Kanisius dan BPK,
inovatif harus selalu melekat dalam diri kita. Gunung Mulia: 1967.
Perkembangan produk kreatif dimasyarakat Claire Holt, Art in Indonesia Continuities and
harus mampu kita manfaatkan, bagaimana Change, New York: Cornel University
produk kreatif yang ada kita kemas agar tidak Press, 1967.
lepas dari sentuhan nilai-nilai budaya bangsa.
Ketiga produk kreatif (sepatu, kaos, dan tote G.A.J. Hazeu, Bijdrage tot de Kennis van het
bag) adalah salah satu contoh produk aplikatif Javaasche Toneel, Leiden: E.J. Brill,
. Masih banyak produk-produk kreatif lainnya 1897.
yang bisa dijadikan produk aplikasi dengan
HB. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif,
wayang beber
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press, 2006