Anda di halaman 1dari 16

PAPER TENTANG PEMERIKSAAN FISIK SISTEM ENDOKRIN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar II

Dosen Pengajar : Feri Ekaprasetia, S.Kep.,Ns.,M.Kep

DI SUSUN OEH :

NAMA : Anita Fatimatuz Zahro

NIM :19010012

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

Jl. dr. Soebandi No.99 Jember Tahun 2019/2020


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless)
yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah
untuk memengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai “pembawa
pesan” dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang
selanjutnya akan menerjemahkan “pesan” tersebut menjadi suatu tindakan.
Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah,
kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin
Dalam melakukan pengkajian pada sistem endokrin ini agak sedikit
sulit
dikarenakan gambaran klinis atau tanda gejalanya sangat bervariasi. Perlu
pemahaman fisiologis dari setiap Hormon untuk bisa melakukan pemeriksaan
pada sistem endokrin ini, data pengkajian itu sendiri bisa didapat melalui
anamnesa dan pemeriksaan Fisik.
Adapun dalam makalah ini akan membahas pengkajian pada sistem
endokrin secara umum serta tanda dan gejala yang bisa ditemui pada
gangguan sistem endokrin. Penulis mengambil judul "Pengkajian Umum dan
Prosedur Diagnostik" guna untuk memenuhi tugas yang dosen berikan.

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujauan kami menulis makalah ini adalah untuk:
1. Dapat mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik pada gangguan sistem
endokrin.
2. Dapat melakukan asuhan keperawatan setelah melakukan pemeriksaan fisik.
3. Sebagai bentuk menginformasikan kepada public tentang pemeriksaan
fisik pada sistem endokrin.
4. Untuk memenuhi tugas yang dosen telah berikan.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan
fisik pada gangguan sistem endokrin?
2. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik pada gangguan sistem
endokrin?


BAB II
PEMBAHASAN
Pemeriksaan diagnostik sistem endokrin agak sedikit sulit dilakukan
karena gambaran klinisatau tanda gejalanya bervariasi. Untuk itu perlu
pemahaman fisiologis dari setiap hormon. Data itu bisa didapat melalui
anamnesa dan pemeriksaan Fisik

A. Anamnesa
1. Data Demografi
a. Identitas klien
b. Identitas penanggung
c. Usia klien
d. Jenis kelamin
e. Tempat tinggal klien (alamat)
f. Tanggal masuk rumah sakit.
2. Riwayat kesehatan keluarga.
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien/pasien atau gangguan secara langsung dengan
gangguan hormonal :
a. Obesitas : dicurigai karena hipotiroid
b. Gangguan Tumbang : dicurigai adanya gangguan GH, Kel.
Tiroid, dan kelenjar gonad
3. Riwayat Kesehatan dahulu :
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh Keluarga diluar gangguan yang
dirasakan
sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama
karena tidak mengganggu aktivitas, kondisi ini tidak dikeluhkan, seperti :
a. Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang : amenore, bulu
rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang bagi
perempuan.
b. BB yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun
banyak makan
c. Gangguan psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan
tidak mudah berkonsentrasi
d. Penggunaan obat-obatan yang dapat merangsang aktivitas hormonal :
hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral dan obat
antihipertensi.
4. Riwayat Diet :
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat
mencerminkan gangguan endokrin tertentu, pola dan kebiasaan makan yang
salah dapat menjadi faktor penyebab. Oleh karena itu kondisi berikut perlu
dikaji :
a. Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen.
b. Penurunan atau penambahan BB yg drastis
c. Selera makan yg menurun atau bahkan berlebihan.
d. Pola makan dan minum sehari-hari.
e. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yg dapat menggangu fungsi endokrin
seperti makanan yg bersift goitrogenik thd tiroid.
5. Masalah kesehatan sekarang
Pengembangan dari keluhan utama. Fokuskan pertanyaan yang
menyebabkan keluarga/pasien meminta bantuan pelayanan, seperti :
a. Apa yg dirasakan pasien saat ini
b. Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau
perlahan-lahan dan sejak kapan dirasakan
c. Bagaimana gejala tersebut mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
d. Bagaimana pola eliminasi : urine
e. Bagaimana fungsi seksual dan reproduksi
f. Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat menggangu pasien
6. Tingkat Energi :
Perubahan kekuatan fisik dihubangkan dengan sejumlah gangguan
hormonal khusunya disfungsi kelenjar tiroid dan adrenal. Kaji kemampuan
klien/pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
7. Pola Eliminasi dan keseimbangan cairan
Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokrin secara
langsung oleh ADH, aldosteron, dan kortisol.
8. Pertumbuhan dan Perkembangan
Secara langsung tumbang dibawah pengaruh GH, Kelenjar tiroid dan
kelenjar gonad. Gangguan tumbang dapat terjadi semenjak dalam kandungan,
itu terjadi pada ibu hamil hipertiroid. Kaji gangguan tumbang yang dialami
semenjak lahir atau terjadi selama proses pertumbuhan.
Kaji secara lengkap dari penambahan ukuran tubuh dan fungsinya:
Tingkat intelegensi, kemampuan berkomunikasi dan rasa tanggung jawab. Kaji
juga perubahan fisik dan dampaknya terhadap kejiwaan.
9. Seks dan reproduksi
Pada wanita kaji siklus menstruasi (lamanya), volume, frekuensi dan
perubahan fisik terutama sensasi nyeri atau kram abdomen. Jika bersuami kaji :
a. Apakah pernah hamil
b. Abortus
c. Melahirkan
d. Pada Pria kaji apakah mampu ereksi dan orgasme dan kaji juga apakah
terjadi perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Ada 2 aspek utama yang dapat digambarkan, yaitu :
1. Kondisi kelenjar endokrin : testis dan tiroid
2. Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari gangguan endokrin
2. Inspeksi :
1. Disfungsi sistem endokrin :
Menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap tumbang,
keseimbangan cairan dan elektrolit, seks dan reproduksi, metabolisme dan
energi.
2. Hal-hal yg harus diamati :
Penampilan umum : Apakah pasien tampak kelemahannya :berat, sedang
dan ringan
3. Amati bentuk dan proporsi tubuh :
Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
4. Pemeriksaan Wajah :
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti
dahi, rahang dan bibir
5. Pada Mata :
Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi wajah
tampak datar atau tumpul.
6. Pada Daerah Leher :
Amati bentuk leher apakah tampak membesar, asimetris, warna kulit sekitar
leher apakah terjadi hiper/hipopigmentasi dan amati apakah itu merata.
7. Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut :
Biasanya dijumpai pada orang yang mengalami gangguan kelenjar. Adrenal
8. Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit :
Biasanya tampak pada orang yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal
sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun.
9. Amati adanya penumpukan massa otot berlebihan pada leher bagian
belakang atau disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau : Terjadi pada
K hiperfungsi adrenokortikal.
10. Amati keadaan rambut axilla dan dada :
Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut
hirsutisme dan amati juga adanya striae pada buah dada atau abdomen
biasanya dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.
3. Palpasi
Hanya kelenjar tiroid dan testis yg dapat diperiksa secara palpasi
a. Auskultasi :
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "
bruit". Bunyi
yg dihasilkan karena turbulensi pada Pembuluh darah tiroidea.
b. Pengkajian Psikososial
Mengkaji kemampuan koping klien/pasien, dukungan Keluarga serta
keyakinan klien/pasien tentang sehat dan sakit. Perubahan-perubahan fisik,
fungsi seksual dan reproduksi serta perubahan-perubahan lainnya yang
disebabkan oleh gangguan sistem endokrin akan berpengaruh terhadap
konsep diri klien.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar hipofise.
a)  Foto tengkorak (cranium).
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor
atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus,
namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah
penting.
b)      Foto tulang (osteo).
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Poada klien dengan
giganisme akan dijumpai ukuran tulang yang bertambah besar dari
ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai
tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannya ke samping.
Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan
diperlukan.
c)        CT scan otak.
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise
atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik
secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam
tidak bergerak selama prosedur.

d)         Pemeriksaan darah dan urine


·         Kadar Growth Hormon
Nilai normal 10 µg ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada
bayi di bulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat
kadarnya. Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5cc.
·         Kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. dilakukan untuk menentukan apakah
gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dilakukan darah
lebih kurang 5 cc.
         Kadar Adenokartiko Tropik (ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason.
Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc
dan urine 24 jam. Hasil normal bila:
     ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah
kurang dari 5 ml/dl.
     17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24
jam kurang dari 2,5 mg.

2. Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar tiroid


a)          Up take Radioaktif (RAI)
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar
tiroid dalam menangkap iodida.
         Normal: 10-35%
         Kurang dari: 10% disebut menurun, dapat terjadi pada
hipotiroidisme
         Lebih dari: 35% disebut meninggi, dapat terjadi pada
tirotoxikosis atau pada defisiensi iodium yang sudah lama dan
pada pengobatan lama hipertiroidisme.
b)       T3 dan T4 serum
Persiapan fisik secara khuus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan
adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.
           Nilai normal pada orang dewasa:
Jodium bebas: 0,1-0,6 mg/dl
T4 6-12 mg/dl
           Nilai normal pada bayi/anak
T3 : 180-240 mg/dl
c)        Up take T3 Resin
Bertujuan mengukuran jumlah hormone tiroid (T3) atau tiroid
binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormone
tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada
hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Dibutukan
specimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
           Nilai normal pada :
Dewasa : 25-35% uptake oleh resin
Anak : pada umumnya tidak ada
d)       Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma.
Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Specimen yang
dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan
sebelum pemeriksaan 6-8 jam.
e)       Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen
yang dibutuhkan tubuh dibawah kondisi basal selama beberapa
waktu.
f)       Scanning Tyroid
Dapat digunakan beberapa teknik antara lain :
Radio lodine scanning. Digunakan untuk menentukan apakah
nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin
(berfungsi atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan
hipersekresi jarang bersifat ganas. Sedangkan nodul dingin nodul
dingin (20%) adalah ganas.
Up take lodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium
dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.

3.  Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar paratiroid


a)       Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam
urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan reangens sulkowitch
bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium
plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white
cloud) menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila
endapan banyak, kadar kalsium tinggi.
Pembacaan hasil secara kwantitatif:
         Negative (-): tidak terjadi kekeruhan
         Positif (+): terjadi kekeruhan haslus
         Positif (+ +): kekeruhan sedang
         Positif (+ + +): kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang
dari 20 detik
         Positif (+ + + +): kekurangan hebat terjadi seketika
b)        Percobaan Elworth-Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis posfor yang dipengaruhi oleh
parathormon.
c)        Percobaan Kalsium intravena
Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya
kadar serum kalsium akan menekan pembentukan parathormon.
Normal bila pospor serum dan pospor diuresis berkurang. Pada
hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak
berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak
mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
d)        Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
klasifikasi tulang, penipisan, dan osteoporosis. Pada hipotiroid,
dapat dijumpai klasifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas
tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang
menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
e)       Pemeriksaan Electrocardiogram (ECG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menidentifikasi kelainan
gambaran EKG akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap
otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q-T
yang memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q-T
mungkin normal.
f)       Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan
kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium.

4.    Pemeriksaan fungsi korteks adrenal


a) Pemeriksaan hematologi
    

           Kadar kortisol, pengukuran dilakukan pada saat tertentu


misalnya pada pagi atau sore hari, untuk menilai fungsi kortek
adrenal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari antara jam
6.00 – 8.00 dan menurun pada malam hari. Nilai normal pada

jam 8.00 : 5-23  g/dl pada jam 16.00 : 3-13  g/dl.


           Aldosteron, untuk mendiagnosa hiperadosteronisme, banyak
faktor yang memeperngaruhi kadar aldesteron yaitu intake
potassium, pembatasan sodium dan posisi berdiri atau
berbaring/terlentang serta kehamilan, nilai normal posisi
terlentang _ 3-10 ng/dl dan posisi berdiri, duduk lebih dari 2 jam
: 50 ng/dl.
·           Serum ACTH, untuk mengetahui fungsi pituitari anterior. Nilai
normal pada pagi hari kurang dari 80 pg/ml dan sore hari kurang
dari 50 pg/ml.
·           Serum renin assay, untuk membantu mendiagnosa adanya
hiperaldosteronisme primer atau sekunder. Pemeriksaan ini
untuk mengukur renin yang diproduksi di apparatus
juxtaglomerulus sebagai respon menurunnya aliran darah ke
ginjal. Nilai normal dengan pembatasan sodium usia 20-30
tahun ; 2,9 – 24 ng/dl/jam, usia lebih dari 40 tahun : 2,9-10,8
ng/ml/jam. Pada diet normal sodium nilsi normal pada usia 20-
30 tahun : 0,1-4,3 ng/ml/jam dan usia lebih dari 40 tahun : 0,1-3
ng/ml/jam.
b) Pemeriksaan urin
           Pemeriksaan aldosteron urin, nilai normal 2-26 pg/24 jam
           Pemeriksaan kortisol urin, mengukur kadar kortisol dan fungsi
korteks adrenal. Kadar kortisol dan fungsi stress, aktivitas dan

obat-obatan. Nilai normal : <100  g/ 24 jam.


           17 hidroksi kortikosteroid (17-OHCS), mengukur metabolisme
kortisol (17-OHCS) pada 24 jam. Nilai normal pada laki-laki :
3-10 mg/24 jam, wanita : 2-8 mg/dl
           17 - Ketosteroid, untuk mengukur fungsi kortek adrenal,
khususnya berhubungan dengan fungsi androgen.

5. Pemeriksaan fungsi medulla adrenal


Pemeriksaan darah: peningkatan serum katekolamin, pengukuran
hormon metanepharine. Pemeriksaan uin asam vanillylmandelic, unuk
mengukur hasil metabolisme katekolamin yang dilakukan melalui urin.
Test supresi klonidin (Catapres), yaitu dengan memberikan obat dosis
tunggal klonidin per oral. Normal apabila setelah 2 samapi 3 jam terjadi
penurunan kadar total katekolamin plasma sedikitnya 40%.
6.  Pemeriksaan fungsi hormon pancreas
a) Pemeriksaan hematologi
    

           Pemriksaan gula adarah puasa atau fasting Blood Sugar (FBS),


untuk menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa. Pasien
tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.00
pagi samapi 20.00, minum boleh. Nilai normal : 80-120
mg/100ml serum
           Pemeriksaan gula darah postprandial, untuk menentukan kadar
gula darah sesuah makan. Pasien diberi makan kira-kira 100 gr
karbohidrat, dua jam kemudian diambil darah venanya. Nilai
normal : kurang dari 120 mg/100 ml serum.
           Pemeriksaan toleransi glukosa oral/Oral glukosa tolerance
test (TTGO), pemriksaan ini bertujuan menentukan toleransi
tehadapa respons pemberian glukosa. Pasien tidak makan 12 jam
sebelum test dan selama test, boleh minum air putih, tidak
merokok, ngopi atau minum teh selama pemriksaan (untuk
mengukur respon tubuhh tehadap karbohidrat), sedikit aktivitas,
kurangi stress 9keadaan banyak aktivitas dan stres menstruasi
epinefrin dan kortisol dan berpengaruh tehadap peningkatan
gula darah melalui peningkatan glukoneogenesis. Normal
puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan
kembali normal 2 atau 3 jam kemudian.
           Essei hemoglobin glikolisat, test ini mengukur prosentasi
glukosa yang melekat pada hemoglobin. Pada pasien DM tejadi
peningkatan (N:5-6 %)
           Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat
meningkat karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.
b)      Pemeriksaan glukosa urin
           Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini
banyak dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-
obatan seperti aspirin, vitamin C dan beberapa antibiotik,
adanya kelainan ginjal dan pada lansia dimana ambang ginjal
meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang
ginjal tehadap glukosa teganggu.
           Pemeriksaan ketone urin
           Badan keton merupakan produk sampingan proses pemecahan
lemak, dan ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah
keton yang besar pada urin akan merubah pereaksi pada strip
menjadi keunguan. Adanya ketonuria menunjukan adanya
ketoasidosis.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pemeriksaan diagnostik sistem endokrin akan lebih mudah jika telah


terdapat data. Data itu bisa didapat melalui anamnesa dan pemeriksaan Fisik.

Anda mungkin juga menyukai