Anda di halaman 1dari 30

1

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS


2.1.1 Pengertian
Keperawatan Kesehatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan, dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
keperawatan. (Pradley, 1985; Logan dan Dawkin, 1987).

2.1.2 Asumsi Dan Kepercayaan Terhadap Perawatan Kesehatan Komunitas


Menurut ANA (American Nurses Association)

1. Asumsi
Sistem pemeliharaan yang kompleks.
1) Komponen sistem pemeliharaan kesehatan primer, sekunder dan tersier.
2) Perawatan subsistem pemeliharaan kesehatan dan produk pendidikan dasar
praktek penelitian.
3) Pemeliharaan kesehatan primer lebih menonjol dari sekunder dan tersier.
4) Perawatan kesehatan menyangkut setting pemeliharaan kesehatan primer.

2. Kepercayaan
1) Pemeliharaan kesehatan harus memadai dan diterima semua orang.
2) Orang yang menerima asuhan harus dilibatkan.
3) Perawat sebagai pemberi dan klien sebagai konsumen pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan berdampak terhadap kesehatan populasi dan individu.
5) Pencegahan penyakit bagian esensial dari peningkatan kesehatan.
6) Kesehatan sebagai proses menyangkut kehidupan dalam jangka waktu yang
lama.
7) Klien hanya anggota tetap dari tim pemeliharaan kesehatan.
2

8) Individu dalam sistem kesehatan masyarakat bertanggung jawab secara mandiri


dan aktif berpartisipasi dalam pemeliharaan kesehatan.

3. Falsafah Keperawatan Komunitas


Berdasarkan pada asumsi dasar dan keyakinan yang mendasar tersebut, maka
dapat dikembangkan falsafah keperawatan komunitas sebagai landasan praktik
keperawatan komunitas. Dalam falsafah keperawatan komunitas, keperawatan
komunitas merupakan pelayanan yang memberikan perhatian terhadap pengaruh
lingkungan (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) terhadap kesehatan komunitas dan
membrikan prioritas pada strategi pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas mengacu kepada paradigma
keperawatan yang terdiri dari 4 hal penting, yaitu: manusia, kesehatan, lingkungan dan
keperawatan sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah pekerjaan yang luhur dan
manusiawi yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2) Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya berdasarkan kemanusiaan
untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bagi terwujudnya manusia
yang sehat khususnya dan masyarakat yang sehat pada umumnya.
3) Pelayanan perawatan kesehatan masyarakat harus terjangkau dan dapat diterima
oleh semua orang dan merupakan bagian integral dari upaya kesehatan.
4) Upaya preventif dan promotif merupakan upaya pokok tanpa mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif.
5) Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat yang diberikan berlangsung secara
berkesinambungan.
6) Perawatan kesehatan masyarakat sebagai provider dan klien sebagai consumer
pelayanan keperawatan dan kesehatan, menjamin suatu hubungan yang saling
mendukung dan mempengaruhi perubahan dalam kebijaksanaan dan pelayanan
kesehatan ke arah peningkatan status kesehatan masyarakat.
7) Pengembangan tenaga keperawatan kesehatan masyarakat direncanakan secara
berkesinambungan dan terus-menerus.
8) Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggung jawab atas kesehatannya, ia
harus ikut dalam upaya mendorong, mendidik dan berpartisipasi aktif dalam
pelayanan kesehatan mereka sendiri.
3

4. Tujuan Keperawatan Kesehatan Komunitas


1) Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat
kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupan sesuai dengan
kapasitas yang mereka miliki.
2) Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan berbagai kemampuan individu, keluarga, kelompok khusus
dan masyarakat dalam hal:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi.
2) Menetapkan masalah kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah.
3) Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah kesehatan/ keperawatan.
4) Menanggulangi masalah kesehatan/keperawatan yang mereka hadapi.
5) Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah kesehatan/ keperawatan.
6) Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan
kesehatan/keperawatan.
7) Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri (self
care).
8) Menanamkan perilaku sehat melalui upaya pendidikan kesehatan.
9) Menunjang fungsi puskesmas dalam menurunkan angka kematian bayi, ibu dan
balita serta diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
10) Tertanganinya kelompok-kelompok resiko tinggi yang rawan terhadap masalah
kesehatan.

5. Sasaran
Sasaran perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang mempunyai masalah
kesehatan/perawatan.

1) Individu
Individu adalah bagian dati anggota keluarga. Apabila individu tersebut mempunyai
masalah kesehatan/keperawatan karena ketidakmampuan merawat diri sendiri oleh
suatu hal dan sebab, maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik
secara fisik, mental maupun sosial.
4

2) Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga,
anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga karena
pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya saling
tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai
masalah kesehatan/keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga
lainnya dan keluarga-keluarga yang aada di sekitarnya.

3) Kelompok Khusus
Kelompok hkusus adalah kumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis
kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang sangat rawan terhadap
masalah kesehatan. Termasuk diantaranya adalah:
1. Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat perkembangan
dan pertumbuhannya, seperti;
 Ibu hamil
 Bayi baru lahir
 Balita
 Anak usia sekolah
 Usia lanjut
2. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan
bimbingan serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah:
 Penderita penyakit menular, seperti TBC, lepra, AIDS, penyakit kelamin lainnya.
 Penderita dengan penynakit tak menular, seperti: penyakit diabetes mellitus,
jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental dan lain sebagainya.

4) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya:


1. Wanita tuna susila
2. Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
3. Kelompok-kelompok pekerja tertentu, dan lain-lain.

5) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:


1. Panti wredha
2. Panti asuhan
5

3. Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)


4. Penitipan balita

6) Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan bekerjasama cukup
lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka
sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah ditetapkan dengan jelas.
Masyarakat merupakan kelompok individu yang saling berinteraksi, saling
tergantung dan bekerjasama untuk mencapai tujuan. Dalan berinteraksi sesama
anggota masyarakat akan muncul banyak permasalahan, baik permasalahan sosial,
kebudayaan, perekonomian, politik maupun kesehatan khususnya.

6. Strategi
Strategi intervensi keperawatan komunitas meliputi :
1) Proses kelompok.
2) Pendidikan kesehatan.
3) Kerja sama (partnership).

7. Ruang Lingkup Perawatan Komunitas


Ruang lingkup praktik keperawatan komunitas meliputi: upaya-upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan
pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta
memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke
lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi). Dalam memberikan asuhan
keperawatan komunitas, kegiatan yang ditekankan adalah upaya preventif dan promotif
dengan tidak mengabaikan upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.

1. Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan:
1) Penyuluhan kesehatan masyarakat
2) Peningkatan gizi
3) Pemeliharaan kesehatan perseorangan
4) Pemeliharaan kesehatan lingkungan
6

5) Olahraga secara teratur


6) Rekreasi
7) Pendidikan seks.

2. Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan
terhadap kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui kegiatan:
1) Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil
2) Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas maupun
kunjungan rumah
3) Pemberian vitamin A dan yodium melalui posyandu, puskesmas ataupun di
rumah.
4) Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui.

3. Upaya Kuratif
Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-anggota
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menderita penyakit atau masalah
kesehatan, melalui kegiatan:
1) Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)
2) Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari puskesmas dan
rumah sakit
3) Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin dan nifas
4) Perawatan payudara
5) Perawatan tali pusat bayi baru lahir.

4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-
penderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu
yang menderita penyakit yang sama, misalnya kusta, TBC, cacat fisik dan lainnya.,
dilakukan melalui kegiatan:
1) Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik seperti penderita kusta, patah
tulang maupun kelainan bawaan
7

2) Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit tertentu,


misalnya TBC, latihan nafas dan batuk, penderita stroke: fisioterapi manual
yang mungkin dilakukan oleh perawat.

5. Upaya Resosialitatif
Upaya resosialitatif adalah upaya mengembalikan individu, keluarga dan
kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya adalah kelompok-
kelompok yang diasingkan oleh masyarakat karena menderita suatu penyakit,
misalnya kusta, AIDS, atau kelompok-kelompok masyarakat khusus seperti Wanita
Tuna Susila (WTS), tuna wisma dan lain-lain. Di samping itu, upaya resosialisasi
meyakinkan masyarakat untuk dapat menerima kembali kelompok yang mempunyai
masalah kesehatan tersebut dan menjelaskan secara benar masalah kesehatan yang
mereka derita. Hal ini tentunya membutuhkan penjelasan dengan pengertian atau
batasan-batasan yang jelas dan dapat dimengerti.

2.2 Konsep Keperawatan Kelompok Khusus


2.2.1 Kelompok khusus
Sekelompok masyarakat atau individu yang karena keadaan fisik, mental maupun
social budaya dan ekonominya perlu mendapatkan bantuan, bimbingan dan pelayanan
kesehatan dan asuhan keperawatan, karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka
dalam memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya sendiri.

2.2.2 Perawatan kelompok khusus


Upaya di bidang keperawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada
kelompok – kelompok individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin, umur,
permasalahan kesehatan dan kesehatan serta rawan terhadap masalah tersebut yang
dilaksanakan secara terorganisir dengan tujuan meningkatkan kemampuan kelompok
dan derajat kesehatannya, mengutamakan upaya promotif dan preventif dengan tidak
melupakan upaya kuratif dan rehabilitative yang ditujukan kepada mereka yang tinggal
dipanti dan kepada kelompok – kelompok yang ada dimasyarakat, diberikan oleh tenaga
keperawatan dengan pendekatan pemecahan masalah melalui proses keperawatan.

2.2.3 Tujuan
8

1) Tujuan umum
Meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat menolong
diri mereka sendiri (self care) dan tidak terlalu tergantung kepada pihak lain.

2) Tujuan khusus
Agar kelompok khusus dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam hal:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan kelompok khusus sesuai
dengan macam, jenis dan tipe kelompok.
2) Menyusun perencanaan asuhan keperawatan/kesehatan yang mereka hadapi
berdasarkan permasalahan yang terdapat pada kelompok.
3) Penanggulangan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi
berdasarkan rencana yang telah mereka susun bersama.
4) Meningkatkan kemampuan kelompok khusus dalam memelihara kesehatan
mereka sendiri.
5) Mengurangi ketergantungan kelompok khusus dari pihak lain dalam
pemeliharaan dan perawatan diri sendiri.
6) Meningkatkan produktivitas kelompok khusus untuk lebih banyak berbuat dalam
rangka meningkatkan kemampuan diri mereka sendiri.
7) Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan dan keperawatan dalam menunjang
fungsi puskesmas dalam rangka pengembangan pelayanan kesehatan mayarakat.

2.2.4 Sasaran
Ada dua sasaran pokok pembinaan yaitu melalui institusi – institusi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap kelompok khusus dan pelayanan
kelompok khusus dimasyarakat yang telah terorganisir secara baik atau melalui melalui
posyandu yang ditujukan untuk ibu hamil, bayi dan anak balita atau terhadap kelompok
– kelompok khusus dengan cirri khas tertentu misalnya kelompok usila, kelompok
penderita berpenyakit kusta dan sebagainya.

2.2.5 Pelayanan kelompok khusus di masyarakat


Dilakukan melalui kelompok – kelompok yang terorganisir dengan melibatkan
peran serta aktif masyarakat, melalui pembentukan kader kesehatan diantara kelompok
tersebut yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan oleh puskesmas, selain itu
lahan pembinaan kelompok khusus masyarakat dapat dilakukan melalui posyandu
9

terhadap kelompok ibu hamil, bayi dan anak balita serta kelompok lainnya yang
mungkin dapat dilakukan.

2.2.6 Klasifikasi
Kelompok khusus dapat diklasifikasikan berdasarkan permasalahan dan
kebutuhan yang mereka hadapi, diantaranya:
1. Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus yang memerlukan pengawasan akibat
pertumbuhan dan perkembangannya misal:
1) Kelp. Ibu hamil
2) Kelp. Ibu bersalin.
3) Kelp. Ibu nifas.
4) Kelp. Bayi dan anak balita.
5) Kelp. Anak usia sekolah.
6) Kelp. Usia lanjut.
2. Kelompok khusus dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan
bimbingan, diantaranya:
1) Kelp. penderita penyakit menular (kusta, TBC, AIDS, Peny. Kelamin)
2) Kelp. Penderita penyakit tidak menular (DM, Jantung, Stroke)
3) Kelp. Cacat yang memerlukan rehabilitasi (Fisik, mental, social)
4) Kelp. Khusus yang mempunyai resika terserang penyakit (WTS, penyalahgunaan
obat & narkotika, pekerja tertentu).

2.2.7 Ruang lingkup kegiatan.


Kegiatan perawatan kelompok khusus mencakup upaya – upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabilitative dan resosialitatif melalui kegiatan – kegiatan yang
terorganisasi sebagai berikut:
1) Pelayanan kesehatan dan keperawatan.
2) Penyuluhan kesehatan.
3) Bimbingan dan pemecahan masalah terhadap anggota kelompok, kader
kesehatan dan petugas panti.
4) Penemuan kasus secara dini.
5) Melakukan rujukan medic dan kesehatan.
6) Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan masyarakat, kader dan petugas
panti atau pusat – pusat rehabilitasi kelompok khusus.
10

7) Alih tegnologi dalam bidang kesehatan dan keperawatan kepada petugas panti,
kader kesehatan.

2.2.8 Prinsip dasar


Yang menjadi prinsip dasar dalam perawatan kelompok khusus adalah:
1) Meningkatkan kemampuan dan kemandirian kelompok khusus dalam
meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
2) Menekankan kepada upaya preventif dan promotif dengan tidak melupakan
upaya kuratif dan rehabilitative.
3) Pendekatan yang menyeluruh menggunakan proses keperawatan secara konsisten
dan berkesinambungan.
4) Melibatkan peran serta aktif petugas panti, kader kesehatan dan kelompok
sebagai subyek maupun obyek pelayanan.
5) Dilakukan diinstitusi pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
kelompok khusus dimasyarakat terhadap kelompok khusus yang mempunyai
masalah yang sama.
6) Ditekankan pada pembinaan perilaku penghuni panti,petugas panti, lingkungan
panti bagi yang diinstitusi dan masyarakat yang mempunyai masalah yang sama
kearah perilaku sehat.

2.2.9 Tahap – tahap perawatan kelompok khusus


1. Tahap persiapan
1) Mengidentifikasi jumlah kelompok khusus yang ada dimasyarakat dan jumlah
panti atau pusat – pusat rehabilitasi yang ada disuatu wilayah binaan.
2) Mengadakan pendekatan sebagai penjajagan awal pembinaan kelompok khusus
terhdap institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap
kelompok khusus dan kelompok khusus yang ada di masyarakat.
3) Identifikasi masalah kelompok khusus di masyarakat dan di panti /institusi
melalui pengumpulan data.
4) Menganalisa data kelompok khusus dimasyarakat dan diinstitusi
5) Merumuskan masalah dan prioritas masalah kesehatan dan keperawatan
kelompok khusus di masyarakat dan institusi.
11

6) Mulai dari tahap mengidentifikasi masalah, analisa data, perumusan masalah dan
prioritas masalah kesehatan/keperawatan kelompok khusus melibatkan kader
kesehatan dan petugas panti

2. Tahap perencanaan
Menyusun perencanaan penanggunangan masalah kesehatan /keperawatan bersama
petugas panti (bagi yang diinstitusi) dan kader kesehatan (yang dimasyarakat). Yang
manyangkut:
1) Jadwal kegiatan (Tujuan, sasaran, jenis pelayanan, biaya, kriteria hasil).
2) Jadwal kunjungan.
3) Tenaga pelaksana pengorganisasian kegiatan.
4) Dsb.

3. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan didasarkan atas rencana kerja yang telah disepakati bersama, yang
disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Pelaksanaan kegiatan dapat berupa:
1) Pendidikan dan pelatihan kader dan petugas panti.
2) Pelayanan kesehatan dan keperawatan.
3) Penyuluhan kesehatan.
4) Imunisasi.
5) Penemuan khasus dini.
6) Rujukan bila dianggap perlu.
7) Pencatatan dan pelaporan kegiatan.

4. Tahap penilaian.
Penilaian atas keberhasilan kegiatan didasarkan atas criteria yang telah disusun.
Penilaian dapat dilakukan selama kegiatan berlangsung dan setelah kegiatan
dilaksanakan secara keseluruhan.
12

2.3 Penyakit Tidak Menular (PTM)


Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia
dan Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena
merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra 2012). Penyakit tidak
menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang,
mereka memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang secara lambat
(Riskesdas, 2013). Menurut Bustan (2007), dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular mengatakan bahwa yang tergolong ke dalam PTM antara lain adalah; Penyakit
kardiovaskuler (jantung, atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke),
diabetes melitus serta kanker

2.3.1 Diet Yang Berisiko Terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM)


1. Penyakit kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler adalah istilah untuk semua penyakit yang mempengaruhi
jantung dan pembuluh darah (British Hearth Foundation [BHF], 2014). Hal ini sependapat
dengan yang disampaikan Scottish Intercollegiate Guidelines Network [SIGN] (2007),
bahwa penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang mempengaruhi jantung dan pembuluh
darah dan yang termasuk di dalamnya ialah penyakit jantung koroner, penyakit jantung,
penyakit arteri (atherosklerosis), stroke, dan hipertensi.
Terdapat dua faktor risiko dari penyakit kardiovaskuler, antara lain ialah: Pertama,
faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti; merokok, aktivitas fisik, pola makan atau diet
yang buruk dan kedua, faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti; peningkatan
tekanan darah, obesitas, riwayat diabetes melitus dan sebagainya. Menurut Beck (2011)
mengemukakan bahwa diet yang buruk tersebut meliputi:

2. Hiperkolesterol
Hubungan antara diet dengan kenaikan kadar kolesterol serum telah terbukti secara
nyata. Faktor paling penting adalah masukan lemak hewani yang tinggi dari makanan
13

sehingga menyebabkan kenaikan kadar lipid serum. Fraksi lipoprotein kolesterol yang
berdensitas rendah atau Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan faktor yang terkait
dalam peningkatan risiko penyakit jantung (Beck, 2011).
Kandungan kolesterol dalam diet merupakan masalah penting jika jumlahnya terlalu
tinggi atau kalau seseorang memiliki kepekaan khusus terhadap substansi ini (Beck, 2011).
Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah
berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke
(Debette, 2011 dalam Jumriani, 2012)

3. Kandungan serat yang rendah


Serat dalam makanan (dietary fiber) merupakan bahan tanaman yang tidak dapat

dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan manusia. Serat makanan dapat memberikan

pengaruh protektif karena beberapa jenis serat menimbulkan efek penurunan kadar lipid

darah(Beck,2011).

Menurut Santoso (2011), dalam jurnal penelitiannya mengemukakan bahwa serat

dapat larut air dan menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat

menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Di dalam saluran

pencernaan serat dapat mengikat garam empedu (produk akhir kolesterol) kemudian

dikeluarkan bersamaan dengan feses, dan dengan demikian serat pangan mampu

mengurangi kadar kolesterol dalam plasma darah sehingga diduga akan mengurangi dan

mencegah resiko penyakit kardiovaskuler.

4. Diet tinggi garam

Menurut Manan dan Rismayanti (2012), garam merupakan hal yang sangat penting

pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh mengonsumsi garam terhadap hipertensi

melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan

diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan

hemodinamik (sistem peredaran) yang normal.


14

Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang

berpengaruh. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan

mengonsumsi garam yang minimal. Mengonsumsi garam kurang dari 3 gram tiap hari

menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika mengonsumsi garam

antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15- 20%. Pengaruh

mengonsumsi terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma,

curah jantung dan tekanan darah (Manan & Rismayanti, 2012).

5. Hiperglikemia

Menurut Kamus Kesehatan (2015), hiperglikemia adalah suatu kondisi yang terjadi

pada orang dengan diabetes bila kadar glukosa darah mereka terlalu tinggi. Menurut

Kurniati (2011), mengatakan bahwa pada penderita diabetes melitus beresiko tinggi

terhadapatherosklerosis. Hiperglikemi merupakan salah satu faktor terpenting dalam

patogenesis timbulnya komplikasi kronik, khususnya vaskuler diabetik. Metabolisme

abnormal yang menyertai diabetes menyebabkan disfungsi arteri. Abnormalitas meliputi

hiperglikemia kronis, dislipidemia dan resistensi insulin. Faktor-faktor ini membuat arteri

rentan terhadap atherosklerosis (Kurniati, 2011). Dikatakan hiperglikemia dimana ketika

kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan kadar glukosa darah 2 jam setelah

makan lebih dari 200 mg/dl (Soegondo, 2009 dalam Mashudi, 2011).

6. Konsumsi kopi

Minum kopi berbahaya bagi penderita hipertensi karena senyawa kafein bisa

menyebabkan tekanan darah meningkat tajam. Cara kerja kafein dalam tubuh dengan

mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf yang akan memicu produksi hormon

adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung dan
15

aktivitas otot, serta perangsang hati untuk melepaskan senyawa gula dalam aliran darah

untuk menghasilkan energi tinggi ekstra (Manan & Rismayanti, 2012).

Kafein mempunyai sifat antagonis endogenus adenosin, sehingga dapat menyebabkan

vasokonstriksi dan peningkatan resistensi pembuluh darah tepi. Tetapi dosis yang

digunakan dapat mempengaruhi efek peningkatan tekanan darah. Seseorang yang biasa

minum kopi dengan dosis kecil mempunyai adaptasi yang rendah terhadap efek kafein

(Manan & Rismayanti, 2012)

7. Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol

Menurut Suprihatin (2012), orang yang suka mengkonsumsi alkohol berisiko terkena

hipertensi sebanyak 1,477 kali dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol.

Kenaikan tekanan darah akibat alkohol belum jelas. Tetapi, diduga peningkatan kadar

kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam

menaikkan tekanan darah (Depkes RI, 2006 dalam Anggara, 2013).

8. Penyakit Diabetes melitus (DM)

Menurut Perhimpunan Endokrinologi Indonesia [PERKENI] (2011) dalam Martha

(2012) mengatakan bahwa diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kedua-

duanya. Definisi lain yang dimaksud dengan diabetes melitus (DM) adalah gangguan

kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula

(glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin (Bustan, 2007).

Adapun berbagai faktor risiko terjadinya diabetes melitus antara lain adalah stress,

merokok obesitas, umur, riwayat keluarga dan diet (kebiasaan makan gula dan

dislipidemia) (Martha, 2012). Diet tidak sehat tersebut seperti


16

9. Kebiasaan makan gula

Gula adalah suatu karbohidrat dan menghasilkan energi. Pada diet tinggi gula

terjadi defisiensi tiamin, riboflavin, niasin dan vitamin. Sebagai contoh, tiamin sangat

mutlak diperlukan untuk fungsi sistem saraf. Diet rendah tiamin dapat menyebabkan fatik,

iritabilitas, gangguan mental dan depresi. Gula dapat pula memperberat stress fisik dan

mental melalui efeknya pada gula darah. Bila seseorang mengkonsumsi makanan yang

mengandung gula dan sejam kemudian merasakan gejala rendahnya kadar gula darah,

maka ia akan berusaha mengkonsumsi makanan yang mengandung gula lagi untuk

menghilangkan kelaparan.

Hal ini terus berlangsung dalam lingkaran. Makanan yang banyak mengandung

gula menyebabkan kadar gula darah meningkat dengan cepat. Untuk mempertahankan

keseimbangan, tubuh melepaskan hormon dari pankreas yang disebut insulin (Swarth, 2006

dalam Martha, 2012).

10. Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan

maupun penurunan lemak dalam darah. Kelainan lemak yang utama adalah kenaikan kadar

kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Dislipidemia

pada penderita diabetes lebih meningkatkan timbulnya risiko penyakit kardiovaskuler.

11. Penyakit Kanker

Menurut Bustan (2007), dalam Buku Epidemiologi Penyakit tidak menular

mengemukakan bahwa kanker memiliki beberapa istilah seperti,


17

 Tumor : benjolan atau pembengkakan; terdiri dari tumor ganas dan tumor jinak

 Kanker = neoplasma = karsinoma = keganasan = tomor ganas

 Onkologi: Ilmu tentang kanker

Berdasarkan uraian diatas yang dimaksud dengan karsinoma adalah kanker yang

mengenai jaringan epitel, termasuk sel-sel kulit, ovarium, payudara, serviks, kolon,

pankreas dan esofagus (Bustan, 2007). Menurut Bustan (2007), bahwa terdapat prosentase

dari faktor risiko yang dapat mengakibatkan kanker, antara lain adalah merokok sebanyak

30 %, minuman beralkohol sebanyak 3-13 %, food additives 1%, pekerjaan 4%, asbes 3%,

radiasi 8%, obat-obatan 4%, polusi behavior sex 7% dan diet makanan sebesar 35-50%.

2.3.2 Kebijakan PTM

1. Meningkatkan advokasi keijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan

sosialisasi P2PTM.

2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara

komprehensif.

3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.

4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans.

5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat.

2.3.3 Strategi

1. Meningkatkan advokasi kebijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan

sosialisasi P2PTM.

1) Mendorong penguatan komitmen dari pengambil kebijakan untuk mendukung

program P2PTM terutama dalam alokasi sumber daya daerah.


18

2) Memberikan informasi dan pemahaman potensial produktitas serta potensial

ekonomi yang hilang akibat P2PTM kepada para pengambil kebijakan lintas sektor.

3) Menumbuhkan kesadaran bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab

bersama.

4) Mendorong advokasi lintas sektor untuk mewujdukan pembangunan berwawasan

kesehatan (Health in All Policy = HiAP).

2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara

komprehensif.

1) Menyebarluaskan secara masif sosialisasi pencegahan dan pengendalian faktor

risiko PTM kepada seluruh masyarakat.

2) Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui penerapan budaya perilaku

CERDIK.

3) Melakukan deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM baik di Posbindu

maupun di fasilitas pelayanan kesehatan.

4) Melakukan penguatan tata laksana kasus sesuai standar.

5) Meningkatkan program peningkatan kualitas hidup (perawatan paliatif) sesuai

ketentuan.

3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia

1) Meningkatkan kapasitas SDM sesuai jenjang fasilitas pelayanan kesehatan dan

kompetensi didukung dengan penganggaran pusat maupun secara mandiri oleh

daerah.
19

2) Mendorong ketersediaan SDM secara kualitas maupun kuantitas.

3) Mendorong pemanfaatan SDM yang ada di masyarakat baik dilingkup awam,

akademisi, pegawai pemerintah dan swasta maupun organisasi profesi.

4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans

1) Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan.

2) Mengoptimalkan dan mengintegrasikan sistem informasi yang dibangun oleh pusat

maupun yang diupayakan oleh daerah.

3) Melakukan evaluasi dan menindaklanjuti hasil pendataan secara berkala dan

dijadikan bahan pengambilan keputusan secara berjenjang untuk perbaikan

program.

4) Mendorong dilakukannya penelitian PTM yang diperlukan.

5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat

1) Melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan kelompok potensial lainnya.

2) Mengintegrasikan kegiatan program dalam pelaksanaan hari-hari besar yang

diwilayah masing-masing untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap

P2PTM terutama pencegahan terhadap faktor resiko (mis. melakukan deteksi dini

faktor resiko massal pada hari-hari besar).

3) Berkoordinasi dengan lintas program terkait untuk memastikan ketersediaan sarana

prasarana, obat dan SDM, penerapan mutu pelayanan meliputi akreditasi dan

tatalaksan kasus sesuai standar.

4) Berkoordinasi dan menguatkan kemitraan dengan pihak swasta lainnya


20

INDIKATOR DAN PROGRAM PRIORITAS

Tabel 1. Indikator program P2PTM

Indikator
SDGs

Mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular

Target Global

1. Penurunan kematian dini akibat PTM 25% tahun 2025

2. Penurunan komsumsi tembakau 30%

3. Tidak ada peningkatan diabetes/obesitas (0%)

4. Penurunan asupan garam 30% 5. Penurunan kurang aktivitas fisik 10%

6. Penurunan tekanan darah tinggi 25%

7. Cakupan pengobatan esensial dan teknologi untuk pengobatan PTM 80%

8. Cakupan terapi farmakologis dan konseling untuk mencegah serangan jantung dan

stroke 50%

9. Penurunan komsumsi alkohol 10%

10. Penurunan prevalensi kebutaan yang dapat dicegah sebesar 25% pada tahun 2020

11. Penurunan prevalensi gangguan pendengaran sebesar 90% pada tahun 2030

RPJMN 2015 - 2019

1. Penurunan prevalensi hipertensi dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 23,4% tahun

2019

2. Pengendalian obesitas usia ≥18 tahun tetap 15,4%


21

3. Penurunan Prevalensi merokok ≤ 18 tahun dari 7,2% tahun 2013 menjadi 5,4% tahun

2019

RENSTRA 2015 - 2019

1. 50% puskesmas melaksanakan pengendalian terpadu PTM (PANDU PTM)

2. 50% Desa/kelurahan melaksanakan posbindu PTM

3.50% Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini kanker serviks dan payudara pada

Perempuan usia 30-50tahun.

4. 50% kab/kota melaksanakan kebijakan KTR minimal 50% sekolah

5. 30% puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak

2.3.4. Program Deteksi Dini Faktor Risiko Ptm Di POSBINDU

1. Pengertian

Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis

masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan terpadu (Posbindu). Kegiatan

meliputi :

- Pengukuran tekanan darah.

- Pengukuran gula darah.

- Pengukuran indeks massa tubuh.

- Wawancara perilaku berisiko.

- Edukasi perilaku gaya hidup sehat.

2. Dasar Hukum / Pedoman

1) Instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.

2) Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit


22

Tidak Menular.

3) Petunjuk Teknis Posbindu PTM.

4) Buku Pintar Kader.

5) Buku Monitoring Faktor Risiko PTM.

3. Sasaran

1) Setiap warga negara berusia 15 tahun keatas di suatu desa / kelurahan / institusi.

2) Sasaran pemeriksaan gula darah adalah setiap warga negara berusia 40 tahun ke atas

atau kurang dari 40 tahun yang memiliki faktor risiko obesitas dan atau hipertensi.

4. Tahapan Kegiatan

1) Tahap Persiapan

2) Tahap Pelaksanaan

3) Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.

5. Mekanisme Pelaksanaan

Tahap Persiapan

1) Dinas Kesehatan Provinsi :

- Menetapkan jumlah target sasaran di kabupaten/kota yang harus dicakup

dalam 1 tahun.

- Melakukan integrasi kegiatan UKBM (UKK, Posyandu Lansia, UKS,

Posyandu Remaja).

- Menetapkan sasaran di wilayah Kabupaten/Kota menggunakan data yang telah

disepakati bersama dengan Kab/Kota, dan institusi.


23

2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas :

- Pengelola Program Kab/Kota menetapkan jumlah target sasaran yang harus

dicakup dalam 1 tahun. Penetapan sasaran peserta Posbindu di wilayah desa /

kelurahan / institusi menggunakan data yang telah ditetapkan secara bersama

oleh pengelola program, petugas puskesmas dan institusi.

- Pengelola Program Kab/Kota bersama Pengelola Program Puskesmas

menetapkan target dan sasaran puskesmas sesuai jumlah penduduk di

wilayahnya.

- Pengelola Program Puskesmas bersama Kader menetapkan jumlah dan target

sasaran di desa sesuai jumlah penduduk di wilayahnya.

- Kegiatan dilaksanakan paling kurang 1 kali perbulan.

- Pengelola Program Puskesmas bersama Kader menetapkan jadwal kegiatan

Posbindu.

- Kader mensosialisasikan kepada masyarakat jadwal Posbindu.

- Pengelola Program Puskesmas dan Kader memastikan ketersediaan bahan

habis pakai.

Tahap Pelaksanaan

1) Dinas Kesehatan Provinsi :

- Memfasilitasi peningkatan kapasitas kader melalui dana dekonsentrasi dan APBD.

- Melakukan koordinasi dengan lintas sektor terkait.

2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas :

- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas memastikan

kegiatan dilakukan tercatat dan dilaporkan.


24

- Kegiatan dilaksanakan oleh kader terlatih.

- Setiap sasaran/klien Posbindu memiliki buku monitor faktor risiko PTM yang diisi

pada setiap kunjungan.

- Kader melakukan rujukan ke FKTP sesuai ketentuan.

Tahap Pembinaan Dan Monev

1) Dinas Kesehatan Provinsi :

- Melakukan Monev dan Bintek berkala.

- Mengkoordinir pencatatan dan pelaporan secara berjenjang.

2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas :

- Melakukan Monev dan Bintek berkala.

- Mengkoordinir pencatatan dan pelaporan secara berjenjang.

- Pengelola Program Kab/Kota memastikan kegiatan dilakukan tercatat dan

dilaporkan.

- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program puskesmas melakukan

pembinaan, monitoring dan evaluasi secara berjenjang dan berkala.

6. Pelaksana

Kader terlatih

7. Capaian Kinerja

Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan posbindu PTM di suatu

wilayah.
25

8. Rumus Perhitungan

Jumlah Desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan posbindu PTM di

suatu wilayah dibagi jumlah seluruh desa/kelurahan di wilayah tersebut dikali

100%. Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan posbindu PTM di

suatu wilayah = Desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan posbindu PTM di

suatu wilayah x 100% Jumlah seluruh desa/kelurahan di wilayah tersebut

9. Nominator
Desa/kelurahan yang melaksanakan kegitan posbindu PTM di suatu wilayah. 10.
Denominator Jumlah seluruh desa/kelurahan di wilayahnya.

2.3.5 Program Pelayanan Terpadu (Pandu) Ptm


1. Pengertian
Kegiatan PANDU PTM adalah kegiatan penemuan dan penanganan kasus PTM dan
manajemen faktor risiko PTM di FKTP secara terpadu.

2. Kegiatan manajemen faktor risiko meliputi pemeriksaan :


perilaku merokok.
obesitas.
- TD > 120/80 mmHg.
- gula darah sewaktu > 200 mg/dL.
- kolesterol atau kolesterol rata-rata.
- wanita usia 30-50 tahun atau wanita yang pernah berhubungan seksual.

3. Penanganan
penyandang PTM dan Program Rujuk Balik (PRB)

4. Dasar Hukum / Pedoman


1) Permenkes No 71 tahun 2013 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.
2) Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Puskesmas.
26

3) Peraturan Menteri Kesehatan No.29 Tahun 2017 tentang perubahan Peraturan


Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2015 tentang penanggulangan Kanker
Payudara dan Kanker Leher Rahim
4) KMK Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis
bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No 11 tahun 2012 tentang Standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
6) Pedoman Pengendalian PTM terpadu.

5. Sasaran
Setiap warga negara yang menyandang dan memiliki faktor risiko PTM yang
berkunjung ke FKTP

6. Tahapan Kegiatan
1) Tahap Persiapan
2) Tahap Pelaksanaan
3) Tahap Pembinaan dan Monitoring Evaluasi.

7. Mekanisme Pelaksanaan
Tahap Persiapan
1) Dinas Kesehatan Provinsi :
- Menetapkan sasaran menggunakan data angka kesakitan PTM, PRB, temuan dan
rujukan faktor risiko di Kabupaten/Kota.
- Menyediakan peralatan mendukung penyelenggaraan Pandu PTM sesuai dengan
dengan Permenkes 75 tahun 2014.

2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas :


- Penetapan sasaran menggunakan data angka kesakitan PTM, PRB, temuan dan rujukan
faktor risiko di FKTP.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas memastikan
ketersedian alat kesehatan, bahan habis pakai dan obat-obatan yang mendukung.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas memastikan
ketersedian pedoman PPK 1 dan Pedoman pengendalian PTM terpadu sebagai acuan
bagi petugas di FKTP.
27

Tahap Pelaksanaan
1) Dinas Kesehatan Provinsi :
- Menyediakan peralatan mendukung penyelenggaraan Pandu PTM sesuai dengan
dengan Permenkes 75 tahun 2014.
- Memastikan pelaksanaan di Kabupaten Kota sesuai standar.
2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas :
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas memastikan kegiatan
tercatat di dalam Rekam Medis dan dilaporkan sesuai ketentuan.
- Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas memastikan rujukan
FKRTL sesuai indikasi medis dan menangani kasus rujuk balik sesuai standar.

Tahap Pembinaan Dan Monev


1) Dinas Kesehatan Provinsi : Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara
berjenjang dan berkala.
2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas : Pengelola Program Kab/Kota melakukan
pembinaan, monitoring dan evaluasi secara berjenjang dan berkala.

8. Pelaksana
1) Dokter
2) Perawat
3) Bidan

9. Capaian Kinerja
Persentase Puskesmas yang melakukan pelayanan PTM secara terpadu.

10. Rumus Perhitungan


Jumlah Puskesmas yang melakukan pelayanan PTM secara terpadu X 100% Jumlah
Puskesmas di suatu wilayah.

DAFTAR PUSTAKA
28

Anderson, E.T., and McFarlane, J.(2000). Community as partner: Theory and practice in
nursing, 3rd.ed, Philadelpia: Lippincott

Allender, J.A., and Spradley, B.W.(2001). Community health nursing : Concepts and
practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott

Clark, M.J.(1999). Nursing in the community: Dimensions of community health nursing,


Standford, Connecticut: Appleton & Lange

George B. Julia , Nursing Theories- The base for professional Nursing Practice , 3rd ed.
Norwalk, Appleton and Lange.

Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Salemba Medika :
Jakarta.

Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan Komunitas 1. Cv
Sagung Seto : Jakarta.

2019. BUKU PEDOMAN MANAJEMEN PENYAKIT TIDAK MENULAR


www.p2ptm_kemkes.go.id

Rahajeng, S. M. 2012. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
29

.
30

Anda mungkin juga menyukai