Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan
suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek - aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa
belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran menurut teori Behaviorisme adalah bahwa
proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas
respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak pada
stimulus respon (S-R).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
(Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon.
B. Ringksan Artikel
1. Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
a. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon (Slavin, 2000).
b. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku.
Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum
dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana
sampai yang komplek (Paul, 1997)
c. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori
dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang
bila dikenai hukuman.
3. Penerapan Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Pada
Anak Sekolah Dasar
A. pengertian teori belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
B. Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi anak Sekolah Dasar
Salah satu tujuan utama pengajaran bahasa adalah mempersiapkan siswa untuk melakukan
interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat bermakna bagi siswa,
perlu didesain secara mendalam program pembelajaran bahasa Indonesia. Desain yang bertumpu
pada kontekstual, konstruktif, komunikatif, intergratif, dan kuantum yang didasari oleh kompetensi
dasar siswa.
Kemampuan berbahasa Indonesia berarti siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia
sebagai alat komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis dalam bahasa Indonesia. Menghayati bahasa dan sastra Indonesia berarti siswa memiliki
pengetahuan bahasa dan sastra Indonesia, dan memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komentar Dari Artikel
1. Artikel Pertama
Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Pada artikel ini membahas tentang analisis dan aplikasi yang mempengaruhi dalam proses
pembelajaran
1. Analisis tengtang teori behavioristi
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-
respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar
yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau
belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat
menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang
relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan
respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan
yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang ber
pengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan
teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan
penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa
alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum)
bila hukuman berlangsung lama.
3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum
melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
2. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai
hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat,
reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori
behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini
tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti
kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai
Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan
reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa.Fungsi mind atau pikiran
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan
oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang
sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam
proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar
siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagi aktivitas "mimetic", yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila siswa menjawab secara "benar" sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan
bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
2. Artikel Kedua
Teori Belajar Behavioristik
3. Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu
sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan
akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep "manusia mesin" (Homo
Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan
hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini
sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang
menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap
lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku.
Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum
dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana
sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat
menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang
relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan
respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan
yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan
atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan
peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi
proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin
kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan
semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and
Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4)
Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of
Responses (Gage, Berliner, 1984).
Prinsip-prinsip teori behaviorisme
o Obyek psikologi adalah tingkah laku
o semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
o mementingkan pembentukan kebiasaan
H.G. Tarigan (1989:18) menyatakan bahwa "Metodologi adalah ilmu mengenai metode, dan
istilah metode ini mencakup: silabus, pendekatan, strategi/teknik, materi, dan gaya guru. Jadi dalam
setiap pengajaran diperlukan suatu metode untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut".
2. Aplikasi Teknik Pengajaran Bahasa Indonesia di SD
Bahasa Indonesia diajarkan pada setiap jenjang sekolah mulai dari jenjang sekolah dasar,
menengah, sampai ke perguruan tinggi. Walaupun pengajaran bahasa Indonesia sudah dilaksanakan
secara ekstensif dalam lembaga pendidikan formal, hasilnya belum memuaskan. Kemampuan
berbahasa Indonesia para siswa lulusan SD, SMP, ataupun SMA belum memadai. Bahkan para
dosen pembimbing skripsi di perguruan tinggi pun sering mengeluh karena kemampuan berbahasa
mahasiswanya kurang memuaskan.
Ahli pengajaran bahasa yang terkenal.
Macky,1972 dalam Djago Tarigan (1995: 21) menyatakan sebagai berikut:
metode bersifat netral, tidak ada metode yang baik dan dan tidak ada metode yang jelek . Baik atau
buruknya sesuatu metode ditentukan oleh guru yang menggunakan metode tersebut. Bila guru dapat
menggunakan metode tersebut maka maka metode itu menjadi baik. Sebaliknya, bila guru
menggunakan metode itu secara tidak tepat maka metode itu pun menjadi tidak baik.
3. Teknik Pengajaran Menyimak
Guru bahasa Indonesia di SD harus berupaya agar pengajaran menyimak disenangi oleh siswa. Hal
ini dapat terlaksana apabila guru benar-benar menguasai materi dan cara atau metode pengajaran
menyimak. Khusus dalam metode pengajaran menyimak tersebut guru harus mengenal, memahami,
menghayati, serta dapat mempraktikkan berbagai cara pengajaran menyimak. Teknik pengajaran
menyimak yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, antara
lain:
1. Teknik Pengajaran Berbicara
2. Teknik Pengajaran Membaca
3. Teknik Pengajaran Menulis
4. Teknik Pengajaran Apresiasi Sastra
5. Teknik Pengajaran Kebahasaan
4. Penerapan Teori Behavioristik Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Bagi Anak Sekolah
Dasar
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi
mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses
berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami
oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
teori behavioristik ini lebih menekankan pada hasil yang dicapai dan proses yang dilakukan.
Maka proses untuk pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia bagi anak sekolah dasar itu
sendiri lebih cocok pada metode pembelajaran yang lebih mementingkan hasil yang dicapai. Seperti
post test dan evaluasi hasil belajar yang bisa juga disebut ulangan atau ujian. Selain itu juga dengan
wawancara juga mampu mengetahui hasil berbicara siswa. Namun juga tidak dapat menghilangkan
pendekatan, metode, serta teknik pengajaran guru terhadap murid. Karena hal tersebut sangat
diperlukan untuk memberi pengetahuan atau stimulus pada murid unruk belajar dan mendapat ilmu
pengathuan yang baru dan murid juga akan berusaha belajar dengan sendirinya.
Selain itu yang harus diperhatikan adalah hasil dari ujian itu sendiri harus memenuhi aspek
kelulusan murid ata peserta didik, antara lain berbicara, menyimak, menulis, membaca, dan
kebahasaannya. Menurut penulis yang lebih cocok teknik pengajaran dalam bahasa Indonesia anak
sekolah dasar itu adalah dengan teknik pengajaran menulis. Karena kebanyakan pada era masa kini
dalam proses ujian adalah teknik menulis.
Adapun uraian teknik pengajaran menulis antara lain dijelaskan dibawah ini.
a. Teknik Menggambar Garis
b. Teknik Menyalin Huruf
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respons.
b. Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi banyak faktor, salah satu diantaranya adalah proses
pelaksanaan. Pelaksanaan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh perencanaan yang baik pula.
c. Suatu perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang harus dilakukan. Dalam perencanaan
pembelajaran, guru harus menentukan skenario atau strategi atau biasa disebut langkah-langkah
pembelajaran dengan baik sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan bagi para siswa.
d. Dalam pembelajaran, guru perlu memahami kondisi siswa dengan memberikan bimbingan dan
menyediakan lingkungan belajar yang tepat bagi siswa. Agar seorang guru dapat memberikan
perlakuan mendidik yang diharapkan, digunakan beberapa prinsip dalam pengajaran. Prinsip
pengajaran yang diberikan biasanya mengacu pada teori-teori belajar atau konsep psikologi tertentu.
e. Dalam perencanaan program pengajaran, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
pelaksanaan pengajaran dapat berjalan lebih lancar dan hasilnya dapat lebih baik, yaitu : Kurikulum,
kondisi sekolah, kemampuan dan perkembangan siswa serta keadaan guru. Apabila hal-hal tersebut
diperhatikan dan dilaksanakan maka diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan.
?
Makalah Teori Belajar Sosial Albert Bandura
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Syukur alhamdulillah ke hadirat Allah subhanahu Wata'ala atas segala rahmat dan karuniaNya,
sebab hanya berkat izin dan ridhoNya kami dapat menyusun makalah dengan judul "Teori Belajar
Sosial Albert Bandura " yang sederhana ini. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan pada Program Pasca Sarjana MTP UIA Jakarta.
Sholawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Rosululloh SAW, beserta keluarga
dan sahabatnya serta kepada seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami sadar bahwa tersusunnya makalah ini tidak lepas dari adanya petunjuk, arahan serta
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkan kami untuk mengucapkan terimakasih yang
setulus-tulusnya kepada yang terhormat:
1. Ibu Dr. Hj Rugaiyah, M.Pd
2. Rekan-rekan mahasiswa program Pasca Sarjana MTP UIA yang selalu bersemangat dan kepada
semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan penuh pada pembuatan makalah ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini kami susun dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan segala kemampuan yang
kami miliki, namun kami sadar bahwa makalah ini masih banyak memiliki kelemahan dan
kekurangan, Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik, saran serta
masukan-masukan berharga dari semua pihak, terutama dari Ibu Dosen, teman-teman mahasiswa
pasca sarjana MTP UIA Jakarta serta pihak-pihak lain yang terkait, demi perbaikan dan kelengkapan
makalah ini di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis serta para pembaca pada
umumnya. Hanya kepada Allah kami mohon petunjuk dan ridhoNya, amin ya robbal alamin
Wassalamu'alaikum.
Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR………………………………………………………i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……….……….……………………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 2
C. Tujuan Perumusan Masalah……….…………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………. 4
A. Latar Belakang Tokoh ………………………………………………… 4
B. Teori Pembelajaran Sosial……………………………………………... 4
C. Teori Peniruan ( Modeling )…………………………………………… 6
D. Unsur Utama Dalam Peniruan……………………………………….... 8
E. Ciri - ciri Teori Pemodelan Bandura…………………………………. 9
F. Eksperimen Albert Bandura…………………………………………… 11
G. Jenis - jenis Peniruan ( Modelling )…………………………………… 12
H. Kelemahan Teori Albert Bandura……………………………………… 14
I. Kelebihan Teori Albert Bandura………………………………………. 14
J. Implementasi Teori Bandura dalam Pembelajaran……………………. 15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 17
BAB I
PENDAHULUAN
diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika
menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itutidak berhasil. Menurut Bandura (1994),
individu yang memiliki efikasi diriyang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan.
Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan
dirinya. Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepatmenghadapi masalah dan mampu bangkit
dari kegagalan yang ia alami.
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model
merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi
timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi
lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya,
seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk
memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan :
1. Bagaimana Latar Belakang Tokoh ?
2. Bagaimana Teori Pembelajaran Sosial ?
3. Bagaimana Teori Peniruan ( Modeling ) ?
4. Apa Unsur Utama Dalam Peniruan ?
5. Apa Ciri - ciri Teori Pemodelan Bandura ?
6. Bagaimana Eksperimen Albert Bandura?
7. Apa saja jenis - jenis Peniruan ?
8. Bagaimana Kelemahan dan Kelebihan Teori Albert Bandura ?
9. Bagaimana Implementasi Teori Albert Bandura dalam pembelajaran ?
C. Tujuan Perumusan Masalah
1. Untuk mengetahui Latar belakang Tokoh
2. Untuk mengetahui Teori Pembelajaran Sosial
3. Untuk mengetahui Teori Peniruan ( modeling )
4. Untuk mengetahui Unsur Utama dalam Peniruan
5. Untuk mengetahui Ciri - cirri Teori Pemodelan Bandura
6. Untuk mengetahui Eksperimen Albert Bandura
7. Untuk mengetahui Jenis - jenis Peniruan
8. Untuk mengetahui Kelemahan dan Kelebihan Teori Albert Bandura
9. Untuk mengetahui Implementasi Teori Bandura dalam Pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
Kelompok B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung besar
Bobo
Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku anak - anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah hasil dari penguatan.
1. Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert Bandura. Ciri
khas pembelajaran ini adalah adanya modelling , yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan
atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru
tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi
yang disukai.
3. Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan
langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai
daripada buku yang dibacanya.
5. Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Hal lain yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip - prinsip
sebagai berikut :
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan
lebih baik dengan cara perilaku yang ditiru dituangkan dalam kata - kata, tanda atau gambar
daripada hanya melihat saja. Sebagai contoh : Belajar gerakan tari dari pelatih memerlukan
pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan seterusnya ditiru oleh para pelajar pada
masa yang sama, kemudian proses meniru akan efisien jika gerakan tari tadi juga didukung dengan
penayangan video, gambar, atau kaedah yang ditulis dalam buku panduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai serta
perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan
penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi tingkah laku. Proses belajar masih
berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Sebagai contoh : Penerapan teori belajar sosial dalam iklan sabun ditelevisi. Iklan selalu
menampilkan bintang - bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong
konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para "bintang ".
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan
karakteristik modelnya. Ciri - ciri model seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan
kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak - anak lebih senang meniru model
seusianya daripada model dewasa. Anak - anak juga cenderung meniru model yang sama
prestasinya dalam jangkauannya. Anak - anak yang sangat dependen cenderung imitasi model yang
dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan
observernya.
BAB III
KESIMPULAN
? Teori Belajar Sosial , Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang ahli psikologi
pendidikan dari Stanford University,USA. Teori pembelajaran ini dikembangkan untuk menjelaskan
bagaimana seseorang mengalami pembelajaran dalam lingkungan sekitarnya.
? Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku lingkungan dan kejadian - kejadian
internal pada pembelajaran yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan hubungan yang
saling berpengaruh.
? Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan,
faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif belajar.
? Komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi terhadap model
dan proses-proses kognitif pembelajar.
? Hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau
tidak (retrievel).
? Dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran
komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan "sense of efficacy" dan self regulatory"
pembelajar.
? Dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk latihan
secara mental sebelum latihan fisik, dan "reinforcement" dan hindari punishment yang tidak perlu.
? Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks atas stimulus (S-R bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif
manusia itu sendiri.
? Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning(pembiasaan
merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar sosial menekankan pentingnya
penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses
yang menjelaskan perkembangan anak, faktor sosial dan kognitif.
?
Teori-teori Belajar
Adapun yang dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam
Udin S. Winataputra (2008) dalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Sedangkan menurut UU
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar.
Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan. Jadi dapat pengertian Teori belajar merupakan upaya untuk
mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua
memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Selain itupengertian Teori
Belajar dapat pula diartikan sebagai teori yang mempelajari perkembangan
intelektual (mental) siswa.
Hasil pembelajaran yang diamati dalam pengembangan teori preskriptif adalah hasil
pembelajaran yang diinginkan (desired outcomes) yang telah ditetapkan lebih dulu,
sedangkan dalam pengembangan teori deskriptif, yang diamati adalah hasil
pembelajaran yang nyata (actual outcomes), hasil pembelajaran yang mungkin
muncul, dan bisa jadi bukan merupakan hasil pembelajaran yang diinginkan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa teori pembelajaran preskriptif berisi
seperangkat preskripsi guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan di
bawah kondisi tettentu, sedangkan teori pembelajarn deskriptif berisi deskripsi
mengenai hasil pembelajaran yang muncul sebagai akibat dari digunakannya
metode tertentu di bawah kondisi tertentu.
Jika seorang guru akan menerapkan suatu teori belajar dalam proses
belajar mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk teori belajar
tersebut sehingga selanjutnya dapat merancang dengan baik bentuk
proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar atau disebut
dengan Teori Belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual
(mental) siswa.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa
stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang
tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus
dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang
dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting
untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga
dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan
dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respon.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon.
Dan perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud
konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati.
Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun
ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia
tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu
penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar
atau belum karena tidak dapat diamati.
3. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu,
teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia,
sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam
bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun
ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan
atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar
respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
5. Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu
mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya.
Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat
menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurutnya,
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam
lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang
apabila jarang atau tidak dilatih.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.
Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,
melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya
seperti dalam classical conditioning.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan
praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena
aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini
tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini,
seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan
cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering
dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata
telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai
aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan
dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada
hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar
menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir
abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Adapun beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, adalah sebagai berikut:
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu
konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Teori ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam,
pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif
membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan
berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila
pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau
fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan
harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-
menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan
perrkembangan pengetahuannya.
2) Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru
sebagai fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau
pembentukan pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif,
refleksi serta interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3) Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan
agar berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada
siswa tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap
siswa dalam belajar.
4) Sarana belajar
Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah
diperoleh agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar,
sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi
asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori
humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri,
pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.
3) Habermas
Menurut Habernas, belajar baru akan tejadi jika ada interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a. Belajar teknis (technical learning)
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya
secara benar.
b. Belajar praktis (practical learning)
Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik.
c. Belajar emansipatoris (emancipatory learning)
Yaitu belajar yang menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu
pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi
budaya dengan lingkungan sosialnya.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah
belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan
pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai
tujuannya. Meskipun teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam
konteks yang lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori
kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit
diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun
sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi
tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk
memahami hakikat kejiwaan manusia.
Dalam praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar.
Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini adalah bahwa pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan
merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi
terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal
individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan
kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)
motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali;
(6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
Tahap sebernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana proses
belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi
yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi, pemikir,
dan pencipta. Berdasarkan itu, maka diasumsikan bahwa manusia merupakan
makhluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang
psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori
Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan
pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini. Dilihat dari
asal usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya,
pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri
terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan social. Ia mengkonstruksi
pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial.
Di samping itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan interaksi antara
siswa dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi
antara siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang
lebih dewasa. Pembenaran terhadap teori ini jika diterapkan dalam kegiatan
pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-
sosiokultural yang sedang diupayakan saat ini.
c. Mediasi
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif. Mediasi
metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan
regulasi diri, meliputi self planning, self-monitoring, self-checking, dan self-
evaluating. Sedangkan mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-
domain problem serta berkaitan pula dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan
konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang
kemudian berkembang ke dalam aliran konstruktivistik juga masih dirasakan
kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat
menimbulkan implikasi kontraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih
mencerminkan ideologi
Pada dasarnya semua orang memilki semua macam kecerdasan di atas, namun
tentu saja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkatan yang
sama, sehingga tidak dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya satu
kecerdasan lebih menonjol/kuat dari pada yang lain. Tetapi tidak berarti bahwa hal
itu bersifat permanen/tetap. Di dalam diri manusia tersedia kemampuan untuk
mengaktifkan semua kecerdasan tersebut.
Para pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan tehadap
kecerdasan hanya terbatas pada aspek kognitif, sehingga manusia telah tereduksi
menjadi sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yang berbeda, ia
memandang manusia tidak hanya sekedar komponen kognitif namun suatu
keseluruhan. Melalui kecerdasan ganda (multiple intelligence) ia berusaha
menghindari adanya penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang
kecerdasan. Tidak ada manusia yang sangat cerdas dan tidak cerdas untuk seluruh
aspek yang da pada dirinya. Yang ada adalah ada manusia yang memilki
kecerdasan tinggi pada salah satu kecerdasan yang dimilikinya.
Strategi pembelajaran kecerdasan ganda betujuan agar semua potensi anak dapat
berkembang. Strategi dasar pembelajarannya dapat dimulai dengan:
1. Membangunkan/memicu kecerdasan (awakening intelligence)
Yaitu upaya untuk mengaktifkan indra dan menghidupkan kerja otak
2. Memperkuat kecerdasan (amplifying intelligence)
Yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan
kecerdasan
3. Mengajarkan dengan/untuk kecerdasan (teaching for with intelligence)
Yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada
penggunaan kecerdasan manusia
4. Mentransfer kecerdasan (transferring intelligence)
Yaitu usaha untuk memanfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan di kelas untuk
memahami realitas di luar kelas atau pada lingkunga nyata
Sedangkan kegiatan-kegiatannya dapat dilakukan dengan cara menyediakan studi
tour, biografi, pembelajaran teprogram, eksperimen, majalah dinding, serta
membaca buku-buku guna untuk mengembangkan kecerdasan ganda. Upaya untuk
mengembangakan siswa sendiri dapat berupa self monitoring dan konseling atau
tutor sebaya akan sangat efektif untuk mengembangkan kecerdasan ganda.
Baik anak-anak maupun orang dewasa belajar banyak hal dari pengamatan
dan imitasi (peniruan) ini. Anak muda belajar bahasa, keterampilan sosial,
kebiasaan, ketakutan, dan banyak perilaku lain dengan mengamati orang
tuanya atau anak yang lebih dewasa. Banyak orang belajar akademik, atletik,
dan keterampilan musik dengan mengamati dan kemudian menirukan
gueunya. Menurut psikolog Amerika Serikat kelahiran Kanada Albert Bandura,
pelopor dalam studi tentang belajar melalui pengamatan, tipe belajar ini memainkan
peran yang penting dalam perkembangan kepribadian anak.
Bandura menemukan bukti bahwa belajar sifat-sifat seperti keindustrian,
keramahan, pengendalian diri, keagresivan, dan ketidak sabaran sebagian dari
meniru orang tua, anggota keluarga lain, dan teman-temannya.
d) Tahap Deduksi
Pada tingkat ini (1) siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif,
yakni menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, (2) siswa
mampu memahami pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-
aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai
mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini
siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis
dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.
Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau
problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan
dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum
dapat menjawab pertanyaan: “mengapa sesuatu itu perlu disajikan dalam
bentuk teorema atau dalil?”
Menurut van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih
rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang
berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu
dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui
hafalan saja bukan melalui pengertian. Adapun fase-fase pembelajaran yang
menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam
mencapai tujuan itu. Fase-fase pembelajaran tersebut adalah: 1) fase
informasi, 2) fase orientasi, 3) fase eksplisitasi, 4) fase orientasi bebas,
dan 5) fase integrasi.
Berdasar hasil penelitian di beberapa negara, tingkatan dari van Hiele
berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari
SD sampai Perguruan Tinggi.
Van de Walle (1990:270) membuat deskripsi aktivitas yang lebih sederhana
dibandingkan dengan deskripsi yang dibuat Crowley. Menurut Van de Walle
aktivitas pembelajaran untuk masing-masing tiga tahap pertama adalah:
a. Aktivitas tahap 0 (visualisasi)
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1) Melibatkan penggunaan model fisik yang dapat digunakan untuk memanipulasi.
2) Melibatkan berbagai contoh bangun-bangun yang bervariasi dan berbeda
sehingga sifat yang tidak relevan dapat diabaikan.
3) Melibatkan kegiatan memilih, mengidentifikasi dan mendeskripsikan berbagai
bangun, dan
4) Menyediakan kesempatan untuk membentuk, membuat, menggambar, menyusun
atau menggunting bangun.