LP NHL
LP NHL
LP NHL
OLEH:
115070200111010
2015
A. Pengertian
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak
terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T). (Schwartz M William, 2010)
Limfoma non Hodgkin (LMNH) adalah neoplasma yang ganas pada sistem limfatik dan
jaringan limfoid. Seperti halnya kebanyakan neoplasma anak, penyebab LMNH juga tidak
diketahui. Sejumlah faktor, seperti infeksi virus, imunodefisiensi, aberasi kromosom,
imunostimulasi kronis, dan pemajanan terhadap lingkungan memicu terjadinya limfoma maligna.
(Betz, 2009)
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem
kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini
berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan
cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit
Hodgkin.
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang
bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta
memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut
Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:
STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik
Stadium II Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas diafragma dengan
atau tanpa ekstra limfatik
Stadium III Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma atau disertai
limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Stadium IV Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa
melibatkan kelenjar limfe.
B. Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya
LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi
jaringan limfoid tidak terkendali. LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan
karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota
keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk
keluarga itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita
limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH
antara lain adalah :severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common
variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma
yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula
dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak pada semua
kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya
limfoma Burkit belum diketahui.
3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan
resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan
adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan
tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.
C. Manifestasi Klinis
Kemungkinan
Gejala Penyebab
Timbulnya Gejala
Pengumpulan cairan
Penyumbatan pembuluh darah
disekitar paru-paru (efusi 20 -30 %
getah bening didalam dada
pleura)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
b. Gula darah
c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
d. Fungsi ginjal
e. Immunoglobulin.
2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu
sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening
pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan metastase kebagian
intraabdominal.
5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media stinum, bila
perlu CT scan toraks.
6. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan
tindakan gastroskopi
7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang.
8. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)
a) Sel darah putih (SDP) Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Laju endap darah (LED) Meningkat selam tahap aktif (inflamasi, malignansi)
Test comb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative pada tahap
lanjut.
Foto toraks, vertebra, ekstremitas Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu penetapan
proksimal serta nyeru tekan pada stadium penyakit
area pelvis
CT scan dada, abdominal, tulang Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan
keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan
keterlibatan tulang.
E. Penatalaksanaan
Untuk terapi pasien LNH, tergantung tipe, stadium, usia dan kondisi kesehatan organ
lainnya. Untuk LNH indolen yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), cukup dilakukan
observasi pada pasien dan jika menunjukkan gejala (simptomatik), pada stadium I maupun II,
pilihan terapi utamanya adalah radioterapi. Untuk LNH indolen stadium III dan IV, jika
proliferasi selnya lambat, bisa diberi kemoterapi dengan obat chlorambucill
cyclophosphamid oral, jika cepat dan jangkauannya luas dapat diberikan CVP, C-MOPP atau
BACOP. Sedangkan LNH agresif, terapi yang diberikan adalah kemoterapi kombinasi dosis
tinggi. Radioterapi terkadang juga digunakan untuk penyembuhan penyakit LNH ( Santoso
M, 2004). Terapi terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas
adalah radiasi, radioterapi lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada
kasus limfoma histiositik difus. Penderita penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi
kemoterapi dan radiasi. Agen kemoterapeutik yang sering dipakai pada LNH adalah:....
Obat Toksisitas
Pemberian
Generik Dagang Akut Jangka Panjang
Agen Alkil:
Cyclophospamide Cytoxan, IV, Oral Nausea Alopesia, sistitis hemo-
Endoxan ragik, miolosupresi,
imunosupresi,
amenorea, steril pada
pria.
Antibiotik: Adriamycin IV Vesikel berat
Doxorubicin dengan Mielosupresi, Alopesia,
nekrosis Toksisitas pada jantung
jaringan, dengan dosis kumulatif
nausea
F. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.
f. Sistem respirasi
Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada benjolan.
g. Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat menelan
makanan, sehinggapasien sering mengalami penurunan BB.
h. Sistem muskuluskeletal
Pada pasien ini tidak ada masalah.
i. Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar limfe.
j. Sistem persyarafan
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang dideritanya.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati / ginjal
secara rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah
bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan stadiumnya.
c. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
( mual, muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan
dankebutuhanoksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
d. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan / Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nutrisi kurang dari Setelah 1. Lakukan 1. pasien dan
kebutuhan tubuh dilakukan pendekatan pada keluarga lebih
berhubungan dengan tindakan pasien dan kooperatif.
intake yang tidak keperawatan
keluarganya.
adekuat ( mual, selama 3 x24 2. pasien mendapat
muntah) jam Kebutuhan 2. Jelaskan pada informasi yang
nutrisi klien pasien dan tepat.
dapat terpenuhi keluarga
dengan penyebabnya dari
Kriteria rasa sakit dan cara
Hasil : mengurangi rasa 3. pasien mendapat
BB informasi yang
sakit.
meningakat tepat.
3. Jelaskan pada
Nafsu
makan pasien tentang
pasien penyakitnya dan 4. untuk
meningkat akibatnya jika ia memudahkan
Gangguan tidak makan. pasien menelan.
penelanan 4. Anjurkan pada
berkurang
kelurga untuk
Rasa sakit 5. untuk mengetahui
memberikan perkembangan
pada waktu
menelan makanan pasien
berkurang tambahan yang
ringan untuk 6. untuk menetukan
dicerna diet yang diperoleh
oleh px
5. Obervasi TTV
6. Kolaborasi dengan
tim kesehatan dan
ahli gizi
5. Membantu pasien
untuk memenuhi
kebutuhan self-
care.
Memberikan
aktivitas yang
meningkat
selama fase
penyembuhan.
6 Nyeri berhubungan Setelah 1. Tentukan 1. menentukan tindak
dengan interupsi sel dilakukan karakteristik dan
lanjut intervensi.
saraf tindakan lokasi nyeri,
keperawatan perhatikan isyarat
selama 2x24 jam verbal dan non
diharapkan verbal setiap 6 2. nyeri dapat
intensitas nyeri jam
menyebabkan
berkurang 2. Pantau tekanan
dengan kriteria darah, nadi dan gelisah serta
hasil : pernafasan tiap 6
tekanan darah
Klien jam
merasa 3. Terapkan tehnik meningkat, nadi,
nyaman distraksi
pernafasan
Skala nyeri (berbincang-
menurun bincang) meningkat
GCS 4. Ajarkan tehnik
3. mengalihkan
E4V5M6 relaksasi (nafas
Tanda- dalam) dan perhatian dari rasa
tanda vital sarankan untuk
nyeri
normal(nadi mengulangi bila
: 60-100 kali merasa nyeri 4. relaksasi
permenit, 5. Beri dan biarkan
mengurangi
suhu: 36- pasien memilih
36,7 C, posisi yang ketegangan otot-
pernafasan nyaman
otot sehingga
16-20 kali 6. Kolaborasi dalam
permenit) pemberian mengurangi
analgetika.
penekanan dan
nyeri.
5. mengurangi
keteganagan area
nyeri.
6. analgetika akan
mencapai pusat
rasa nyeri dan
menimbulkan
penghilangan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Gibson John, 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC
Handayani Wiwik, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Betz Cecily Lynn, 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Sacher, Ronald A, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC
American Joint Cancer Comitee. 2012. Comparison Guide Cancer Staging Manual. AJCC: Chicago.
www.cancerstaging.com
Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno.,. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya
Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas