Hematologi Thypoid
Hematologi Thypoid
Nama Kelompok:
Tyas Moro Widowati 16334002
Monaliza Stefiani 16334004
Farakh Shofa Adhila 16334010
Mohammad Ghani Setiawan 16334015
Dosen: Putu Rika veryanti, S.Farm.M.Farm-Klin, Apt.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan untuk kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.
Penuyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia,
baik diperkotaan maupun dipedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitanya dengan kualitas hidup
dari hygiene pribadi dan sanitiasi lingkungan seperti, hygiene perorangan dan higien penjamaah
makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan,
restoran) yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
Seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan akan menimbulkan peningkatan
kasus-kasus penyakit menular, termasuk tifoid ini.
Demam tifoid merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di daerah padat
penduduk.Hingga saat ini insiden tertinggi penyakit ini terjadi di negara berkembang, yang
umumnya memiliki kondisi sanitasi buruk. Menurut Ahmad et al., (2016)
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia dengan angka kejadian yang
masih tinggi serta merupakan salah satu penyakit menular penyebab kematian di Indonesia,
khusus pada kelompok usia anak 5–14 tahun, demam tifoid merupakan 13% penyebab kematian
pada kelompok tersebut. Menurut Elisabeth et al., (2016) diperkirakan terdapat 800 penderita per
100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakit ini tersebar di seluruh
wilayah dengan insidensi yang tidak berbeda jauh antar daerah.Memperkirakan terdapat sekitar
17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insiden 600.000 kasus kematian tiap tahun
(Maarisit et al, 2014).
Secara umum penyakit infeksi selalu dihubungkan dengan gangguan sistem imunitas,
peningkatan daya tahan tubuh dapat dilakukan dengan pengaturan respon imun.Salah satunya
dengan peningkatan kemampuan fagositosis sel-sel fagosit.
Hasil telaahan kasus di rumah sakit besar di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan jumlah kasus tifoid dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000
penduduk dan kematian diperkirakan sekitar 0,6–5%. 4 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi demam tifoid di Indonesia mencapai 1,7%. Distribusi
prevalensi tertinggi adalah pada usia 5–14 tahun (1,9%), usia 1–4 tahun (1,6%), usia 15–24 tahun
(1,5%) dan usiaTifoid dapat menurunkan produktivitas kerja, meningkatkan angka
ketidakhadiran anak sekolah, karena masa penyembuhan dan pemulihannya yang cukup lama,
dan dari aspek ekonomi, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Hasil penelitian di 5 negara Asia
(Cina, Vietnam, India, Pakistan, dan Indonesia), biaya perawatan per penderita di rumah sakit
berkisar antara USD129 di Kolkata (India) dan USD432 di Jakarta Utara (Indonesia), sedangkan
biaya non perawatan berkisar antara USD13 di Kolkata, USD67 di Hechi (Cina) dengan biaya
tertinggi di Hechi, diikuti Jakarta Utara, dan Karachi (Pakistan). Biaya semakin meningkat bila
disertai pemberian obat-obatan tambahan atau harga yang lebih mahal dan hari perawatan yang
lebih lama.Sebagian besar biaya tersebut ditanggung oleh keluarga, yang merupakan 15%
pendapatan keluarga per tahun.
Pengobatan demam typhoid sampai saat ini masih dianut tiga penatalaksanaan, salah satunya
yaitu didominasi oleh berbagai jenis antibiotik seperti kloramfenikol, amoksisilin, kotrimoksazol,
ampicillin dan tiamfenikol(Widodo, 1996).Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
farmasi, maka banyak obat-obat baru yang diproduksi, khususnya antibiotik.Penggunaan
antibiotika secara benar dan rasional memang harus diberikan. Rasional di sini maksudnya
adalah harus sesuai dengan indikasi penyakitnya, sesuai dosisnya, sesuai cara pemberiannya dan
tetap memperhatikan efek sampingnya. Sehingga diharapkan masyarakat menjadi rasional dan
tidak berlebihan dalam menggunakan antibiotika sesuai dengan badan kesehatan dunia (WHO,
2003).Lebih dari 50% obat-obatan antibiotik demam typhoid di Sukoharjo diresepkan dan
diberikan tidak sesuai terapi (Rudi, 2010).
Demam typhoid merupakan penyakit yang memerlukan pengobatan serius sehingga penderita
demam typhoid lebih memilih untuk berobat kerumah sakit.Melihat gambaran yang telah
diuraikan di atas maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui berbagai macam
antibiotik yang digunakan dan bagaimana pola pengobatan yang diberikan pada penderita
demam typhoid yang berobat ke rumah sakit, serta kesesuaiannya dengan standar terapi yang
digunakan.
Dewasa ini penyakit tifoid harus mendapatkan perhatian khusus yang serius karena
.permasalahan yang makin komplek sehingga menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahaan.
Berdasarkan kajian diatas, dirasakan sangat perlu suatu upaya terpadu dan saling memahami
pada kegiatan atau pencegahan oleh seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam pengendalian
penyakit ini.
Rumusan masalah
1. Apa penyakit demam tifod itu ?
2. Tes apa saja yang dilakukan saat demam tifoid itu ?
3. Apa saja terapi yang dilakukan untuk demam tifoid ?
Tujuan :
Tujuan pembuatan makalah ini agar mahasiswa memahami tentang upaya pencegahan,uji lab dan
pengobatan tifoid secara tepat, akurat dan berkualitas, sehingga mendatangkan angka
kesembuhan yang tinggi serta dapat menekan darajat endimisitas serendah mungkin.
BAB II
TINJAUAN PUSAKA
1. Definisi Thypoid
Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari
satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat menurunkan tingkat
kesadaran.Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut.Penyakit ini
disebabkan oleh Salmonella typhi. Gejala klinis dari demam tifoid yaitu demam berkepanjangan,
bakterimia, serta invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel-sel fagosit mononuklear dari
hati, limpa, kelenjar limfe, usus dan peyer’s patch.
Komplikasi dapat lebih sering terjadi pada individu yang tidak diobati sehingga memungkinkan
terjadinya pendarahan dan perforasi usus ataupun infeksi fecal seperti visceral abses (Naveed and
Ahmed, 2016).Salmonella typhi adalah bakteri gram negatif yang menyebabkan spektrum
sindrom klinis yang khas termasuk gastroenteritis, demam enterik, bakteremia, infeksi
endovaskular, dan infeksi fecal seperti osteomielitis atau abses (Naveed and Ahmed, 2016).
Manifestasi klinis demam tifoid dimulai dari yang ringan (demam tinggi, denyut jantung lemah,
sakit kepala) hingga berat (perut tidak nyaman, komplikasi pada hati dan limfa(Pratama dan
Lestari, 2015)
2. Etiologi Thypoid
Penyakit tifoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik gram negatif berbentuk
basil dan bersifat patogen pada manusia. Penyakit ini mudah berpindah dari satu orang ke orang
lain yang kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungannya yaitu penularan secara langsung
jika bakteri ini terdapat pada feses, urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada
orang lain dan secara tidak langsung melalui makanan atau minuman. Salmonella typhi berperan
dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat bakteri berkembang biak dan merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi
demam. Jumlah bakteri yang banyak dalam darah (bakteremia) menyebabkan demam makin
tinggi.Penyakit typoid ini mempunyai hubungan erat dengan lingkungan terutama pada
lingkungan yang penyediaan air minumnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang
buruk pada lingkungan.Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit typoid tersebar yaitu polusi
udara, sanitasi umum, kualitas air temperatur, kepadatan penduduk, kemiskinan dan lain-
lain.beberapa penelitian di seluruh dunia menemukan bahwa laki-laki lebih sering terkena
demam tifoid, karena laki-laki lebih sering bekerja dan makan di luar rumah yang tidak terjamin
kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari daya tahan tubuh, wanita lebih berpeluang untuk terkena
dampak yang lebih berat atau mendapat komplikasi dari demam tifoid. Salah satu teori yang
menunjukkan hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi masuk ke dalam sel-sel hati, maka
hormon estrogen pada wanita akan bekerja lebih berat.
3. Patofisiologi Thypoid
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat
pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1.Pengaturan suhu pada keadaan sehat
atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. Demam merupakan
bagian dari respon fase akut terhadap berbagai rangsangan infeksi, luka atau trauma, seperti
halnya letargi, berkurangnya nafsu makan dan minum yang dapat menyebabkan dehidrasi, sulit
tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan lain-lain.Berbagai laporan penelitian
memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin
pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama infeksi. Pirogen adalah
suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen.
Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap kenaikan suhu 10°C akan
meningkatkan laju metabolisme sekitar 10%).
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis yaitu pirogen eksogen
dan endogen.Pada anak dan balita, demam tinggi dapat menyebabkan kejang.Dari suatu
penelitian didapatkan bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala penyakit adalah
sebanyak 105-106 organisme, walaupun jumlah yang diperlukan untuk menimbulkan gejala
klinis pada bayi dan anak mungkin lebih kecil.Semakin besar dosis Salmonella Typhi yang
tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis, semakin pendek masa
inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang timbul.
BAB III
PEMBAHASAN
6. Tatalaksana Terapi (Farmakologi, non Farmakologi) Thypoid
1. Terapi Farmakologi:
- Perawatan di rumah dapat dilakukan apabila keadaan umum dan kesadaran pasien lumayan
baik, serta gejala dan tanda klinis tidak menunjukkan infeksi tifoid berlanjut.
- Perawatan di rumah sakit dilakukan pada keadaan tertentu dapat dilakukan di bangsal umum
maupun ICU, tergantung pada keadaan klinis pasien.
Tabel 1.Terapi antibiotik penyakit demam tifoid kecuali untuk ibu dan ibu menyusui.
Antibiotik Dosis Keterangan
Ciprofloxacin (Grouzard, et al., 2016) Tidak di rekomendasikan
(Grouzard, et al., 2016) PO 5-7 hari Dewasa: 1 pada anak - anak usia
gram/hari dalam 2 dosis dibawah 15 tahun akan tetapi
terbagi Anak – anak : 30 risiko yang mengancam jiwa
mg/kg/hari dalam 2 dosis dari tyfoid melebihi risiko
terbagi efek samping (alternatif 2,
fully sensitive multidrug
resistant
Cefixime PO 7 hari Anak – anak (lebih Dapat menjadi alternatif dari
(Grouzard, et al., 2016) dari usia 3 bulan) : 20 Ciprofloxacin bagi anak –
mg/kg/hari dalam 2 dosis anak di bawah 15 tahun
terbagi
Amoksisilin PO 14 hari Dewasa : 3 gram / Jika tidak adanya resisten
(Grouzard, et al., 2016) hari dalam 3 dosis terbagi (fully sensitive)
Anak- anak : 75-100
mg/kg/hari dalam 3 dosis
terbagi
Kloramfenikol PO 10-14 hari (tergantung Jika tidak adanya resisten
(Grouzard, et al., 2016) tingkat keparahan) Anak – (fully sensitive)
anak 1-12 tahun : 100
mg/kg/hari dalam 3 dosis
terbagi ≥ 13 tahun : 3 gram/
hari dalam 3 dosis terbagi
Tiamfenikol PO 5-6 hari 75 mg/kgBB/hari Efek samping hematologis
(Rampengan, 2013) pada penggunaan tiamfenikol
lebih jarang daripada
kloramfenikol (alternatif 1)
Azitromisin PO 6 hari 20 mg/kg/hari Azitromisin efektif dan aman
(Rampengan, 2013) diberikan pada anak-anak dan
dewasa yang menderita
demam tifoid tanpa
komplikasi
Ceftriaxone* IM/IV (3 menit) Infus (30 Salmonella typhi dengan
(Grouzard, et al., 2016) menit) 10 – 14 hari cepat berkembang resisten
(tergantung tingkat terhadap kuinolon (quinolone
keparahan) Dewasa : 2-4 resistant). Pada kasus ini
gram sehari sekali Anak – gunakan ceftriaxone
anak: 75 mg/kg sehari sekali
Tabel 2. Terapi antibiotik penyakit demam tifoid untuk ibu dan ibu menyusui
Antibiotik Dosis Keterangan
Amoksisilin PO 14 hari Dewasa : 3 Jika tidak adanya resisten
(Grouzard, et al., 2016) gram/hari dalam 3 dosis
terbagi
Ceftriaxone* IM/IV (3 menit) Infus (30 Jika adanya resisten Namun
(Grouzard, et al., 2016) menit) 10 – 14 hari jika gagal direkomendasikan
(tergantung tingkat Ciprofloxacin (umumnya
keparahan) Dewasa : 2-4 tidak direkomendasikan bagi
gram sehari sekali ibu hamil dan menyusui) P.O
5-7 hari Dewasa: 1 gram/hari
dalam 2 dosis terbagi akan
tetapi risiko yang mengancam
jiwa dari typhoid melebihi
risiko efek samping
*) Pelarut ceftriaxone untuk injeksi IM menggunakan Lidocaine (tidak boleh diberikan dengan
rute IV : untuk pemberian IV menggunakan pelarut air untuk injeksi)
BAB IV
KESIMPULAN
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia dengan angka kejadian yang
masih tinggi serta merupakan salah satu penyakit menular penyebab kematian di Indonesia,
khusus pada kelompok usia anak 5–14 tahun, demam tifoid merupakan 13% penyebab kematian
pada kelompok tersebut, dalam hal ini penyakit tifoid harus mendapatkan perhatian khusus yang
serius karena .permasalahan yang makin komplek sehingga menyulitkan upaya pengobatan dan
pencegahaan upaya pencegahan sendiri terdiri dari kesadaran masyarakat akan kebersihan
lingkungan sekitar, serta kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan dan mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan hal apapun, hal ini masih sulit di terapkan pada masyarakat,
pengobatan typoid sendiri dibagi menjadi dua bagian, yang pertama pengobatan atau isolasi
dirumah bila tidak menunjukan penambahan infeksi, kedua dilakukannya perawatan atau isolasi
dirumah sakit ketika penyakit bertambah parah, isolasi dapat di kamar perawatan umum atau
isolasi intensif (HCU,ICU,PICU,NICU), Pengobatan demam typhoid sampai saat ini masih
didominasi oleh berbagai jenis antibiotik seperti kloramfenikol, amoksisilin, kotrimoksazol,
ampicillin dan tiamfenikol.
DAFTAR PUSTAKA
Sandika, J. dan Suwandi, F.J. 2017.Sensitivitas Salmonella typhi Penyebab Demam Tifoid
terhadap Beberapa Antibiotik.Majority Jurnal Kedokteran, 6(1).
Sharma, V. and Gandhi, G. 2015.The Efficacy of Dexamethasone Treatment in Massive Enteric
Bleeding in Typhoid Fever.Journal Clinical Gastroenterology and Hepatology.
Tandi, Joni. 2017 Kajian Kerasionalan Penggunaan Obat pada Kasus Demam Tifoid di Instalasi
Rawat Inap Anutapura Palu. Jurnal Ilmiah Pharmacon, 6(4). ISSN 2302 – 2493
Naveed, A. and Ahmed, Z. 2016. Treatment of Typhoid Fever in Children: Comparison of
Efficacy of Ciprofloxacin with Ceftriaxone. European Scientific Journal, 12(6). ISSN: 1857 –
7881 (Print) e - ISSN 1857- 7431.
Katzung, G.B., Masters, B.S., dan Trevor J.A. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik, Ed.12
Vol.2.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Diagnosis of typhoid fever.Dalam : Background document : The diagnosis, treatment and
prevention of typhoid fever. World Health Organization; 2003.
Pavia AT.Salmonella, Shigela, Escherichia Coli Infection. Dalam: Rudolph AM, Rudolph CD,
penyunting. Rudolph´s Pediatrics.Edisi ke -21.Mc Graw Hill; 2003.
Christopher M, Parry MB, Tran Thin Tien, et.al.Typhoid Fever. N Engl J Med, Vol. 347, No. 22
November 28, 2002.
Prakash P, Mishra P, Singh AK, Gulati AK, Nath G. Evaluation of Nested PCR in Diagnosis of
Typhoid Fever. Jurnal of clinical microbiology, vol.43, 2005.
Soegijanto S. Demam Tifoid. Dalam: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan. Edisi
ke-1. Jakarta: Salemba Medika; 2002
Keputusan Mentri Kesehatan RI no. 364/menkes/sk/2006