Anda di halaman 1dari 12

Mata Kuliah : Perencanaan Pengembangan WP3K

Dosen Mata Kuliah : Ir. Jufriadi, M.SP

“ FILOSOFI RUANG PESISIR DAN KEPULAUAN, PENTINGNYA


PENATAAN RUAG PESISIR DAN PULAU KECIL ”

BRIYAN YUDHA OCTA PRATAMA

4518042081

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2020
PENDAHUALAN
Wilayah Pesisir dan kepulauan, merupakan wilayah yang kaya akan potensi
sumber daya sehingga perlu di kelola serta dikendalikan, agar sumber daya yang
terkandung di dalamnya dapat di manfaatkan dengan sebaik mungkin demi
kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir pada khususnya dan wilayah upland
pada umumnya. Khususnya di Indonesia, dengan letaknya yang sangat strategis
yaitu terletak di daerah tropis. Sekitar 75 % dari luas wilayah nusantara
merupakan lautan dengan 81.000 Km2 panjang garis pantai Indonesia atau sekitar
14 % dari panjang garis pantai dunia dengan luas lautan sekitar 5,8 juta Km2.
Memiliki sekitar 17.000 pulau yang terdiri dari sekitar 1.000 pulau yang
berpenghuni dan sekitar 16.000 buah pulau yang tidak berpenghuni (DKP, 2002).
Begitu kaya Indonesia akan pulau dan wilayah pesisir memberikan gambaran
bahwa sumber daya yang terkandung di dalamnya sangat melimpah. Sehingga
perlunya penataan ruang pesisir dan kepulauan di wilayah pesisir sehingga
tercipta tata ruang yang serasi, selaras dan seimbang dalam pengembangan serta
mengatur hubungan antar fungsi ruang guna tercapainya tata ruang yang
berkualitas. Studi kasus di Kota Makassar, pesisir Kota Makassar merupakan
wilayah pertumbuhan awal terbentuk dan berkembangnya Kota Makassar,
Sulawesi Selatan. Beberapa pendekatan dalam Makalah ini coba diuraikan
berdasarkan studi kasus dengan membahas beberapa langkah-langkah tentang
penataan wilayah pesisir, mulai dari rencana, zonasi, manajemen serta rencana
tindak atau design. Seperti yang diamanatkan oleh UU No. 27 tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir, Pulau-pulau Kecil, Permen No. 16 Tahun 2008
Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan
Kepemen No. 34 Tahun 2002 Tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil.

LATAR BELAKANG
Kawasan pesisir pesisir merupakan wilayah perairan laut yang terkait dengan
kegiatan budidaya dan wilayah daratan yang berada di belakang garis sempadan
pesisir yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan sosial ekonomi di wilayah
sempadan pesisir dan perairan laut.
Berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir
dan Pulau-pulau kecil, bahwa daerah pesisir di hitung ke daerah darat yaitu dari
garis pantai sampai batas administrasi, sedangkan ke laut dihitung dari garis
pantai sepanjang 12 mil ke arah pantai. Sehingga kawasan pesisir merupakan
daerah atau kawasan yang kaya akan potensi baik dari sis ekonomi, Wisata,
Sumber daya serta potensi besar bencana.
Penataan ruang wilayah pesisir dan laut relatif lebih dinamis dibandingkan dengan
penataan ruang wilayah daratan. Dari ketiga aspek yang mempengaruhi penataan
ruang, yaitu aspek fisik, sosial dan ekonomi, ketiganya relatif lebih dinamis pada
penataan ruang wilayah pesisir.
Aspek fisik pada penataan ruang wilayah daratan hampir tidak berubah selama
berlakunya rencana tata ruang, kecuali jika terjadi bencana alam yang merubah
secara drastis rupa bumi wilayah perencanaan. Sebaliknya penataan ruang pada
wilayah pesisir, perubahan aspek fisik harus diperhatikan secara khusus, karena
wilayah pesisir merupakan bentang alam yang senantiasa berubah akibat
intensifnya gaya-gaya di daratan dan di lautan. Di samping akibat gaya-gaya yang
bersifat alamiah tersebut, wilayah pesisir dapat pula berubah akibat perbuatan
manusia, proses reklamasi dan lagunisasi merupakan dua contoh yang mulai
banyak terjadi di Indonesia.

Dilihat dari aspek ekonomi, wilayah pesisir juga mengakibatkan perubahan yang
sangat cepat pada nilai atau opportunity cost dari lahan pesisir. Kebutuhan
pengembangan pelabuhan akibat membengkaknya arus perdagangan, kebutuhan
lahan untuk pengembangan Water Front City akibat bertambahnya jumlah
penduduk yang berpendapatan menengah ke atas yang menuntut adanya lokasi
permukiman yang lebih berkualitas, pengembangan tambak akibat kenaikan
permintaan ikan/udang di pasar dunia, eksploitasi lahan pesisir menjadi tambang
galian C akibat berbagai kepentingan dalam kebijakan peningkatan pendapatan,
merupakan empat contoh klasik dari dinamika perekonomian yang memiliki
dampak yang cukup besar terhadap penataan ruang wilayah pesisir.

Dilihat dari aspek pariwisata, kawasan pesisir merupakan kawasanyang sangat


potensial sebagai daerah wisata dengan vista (water body) yang cantik, tipologi
daerah yang menarik, serta udara dan pemandangan (view) yang sangat
mendukung. Begitupun dengan aspek sumberdaya, 12 mil ke arah perairan
merupakan daerah tangkapan ikan atau sumber daya perikanan serta rumput laut
yang sangat melimpah. Terumbu karang juga sebagai objek wisata pesisir yang
sangat langka dan sangat menarik secara internasional.

Dilihat secara potensi bencana, daerah pesisir Indonesia 70 % dapat dikatakan


seluruhnya adalah daerah rawan bencana tsunami, serta rawan gempa. Hal ini
disebabkan pesisir Indonesia diapit oleh 3 lempeng besar yaitu lempeng Eurasia,
Hindia-Australia, dan Lempeng Pasifik, sehingga ketika salah satu lempeng
dengan lempeng bersentuhan atau saling bergeser maka akan terjadi gempa bawah
laut yang membuat terjadinya Tsunami. Bencana lainnya dapat berupa abrasi air
laut yang dapat menghancurkan tepi pantai. SLR (sea Level Rise) atau kenaikan
muka air laut akibat Global Warming.

Dalam konteks ini, penataan ruangwilayah pesisir agar kawasan pesisir dan
kepulauan dapat menjadi kawasan yang sangat strategis serta kawasan yang
mampu memberikan pendapatan di daerah belakangnya. Khususnya di Kota
Makassar, perkembangan Kota Makassar berawal dari pesisir Kota Makassar,
sehingga perlu pengelolaan serta pengendalian secara prinsip yang mampu
mempertahankan nilai historis, nilai fisik lahan, nilai wisata, nilai ekonomi, serta
nilai social yang terkandung di dalam kawasan pesisir Kota Makassar.

ISU – ISU DAN PERMASLAHAN

A. Pengertian Ruang Pesisir


Wilayah pesisir menurut UU 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan
pulau-pulau kecil pasal 1 mengantakan bahwa Wilayah Pesisir adalah daerah
peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut. Wilayah pesisir menurut UU ini bahwa dari garis pantai sampai
batas administrasi, sedangkan ke laut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil
ke arah pantai. Wilayah pesisir sebagai wilayah homogen adalah wilayah yang
memiliki sumber daya yang memproduksi ikan, namun juga bias dikatakan
sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduknya yang tergolong di garis
kemiskinan, sebagai wilayah Nodal, wilayah pesisir seringkali sebagai wilayah
belakang, sedangkan daerah perkotaan intinya (Sugeng, 2005).

Kawasan pesisir meliputi wilayah daratan yang terkait pada wilayah perairan
maupun wilayah laut berppengaruh terhada wilayah daratan dan tata guna tanah.
Di luar dari batas dari kawasan pesisir dan laut yang dimaksud itu mungkin saja
mencerminkan interaksi antara pesisir dan laut, tetapi dapat pula tidak terjadi
interaksi pesisir dan laut. Pada kawasan pesisir terdapat banyak penduduk dan
pusat-pusat transportasi, tempat pendaratan ikan, kegiatan pertanian yang penting,
industry (usaha) di bidang perikanan dan pariwisata, serta menempatkan kawasan
tersebut merupakan struktur lahan yang penting untuk lkasi barbagai fasilitas
(prasarana dan sarana) pelayanan umum (ekonomi dan sosial).

1. Batasan kawasan pantai (pesisir) dan perairan laut


Kawasan pesisir meliputi wilayah daratan yang terkait pada wilayah perairan
maupun wilayah laut berpengaruh terhadap wilayah daratan dan tata guna tanah.
Di luar dari batas dari kawasan pesisir dan laut yang dimaksud itu mungkin saja
mencerminkan interaksi antara pesisir dan laut, tetapi dapat pula tidak terjadi
interaksi pesisir dan laut. Pada kawasan pesisir terdapat banyak penduduk dan
pusat-pusat transportasi, tempat pendaratan ikan, kegiatan pertanian yang penting,
industry (usaha) di bidang perikanan dan pariwisata, serta menempatkan kawasan
tersebut merupakan struktur lahan yang penting untuk berbagai fasilitas (prasarana
dan sarana) pelayanan umum (ekonomi dan sosial).

Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan sumber daya alam. Pesisir
pantai dan habitat (hutan bakau, estuary, daerah tambak, terumbu karang, rumput
laut, delta dan lainnya) merupakan daerah yang produktif secara bilogi tetapi
mudah mengalami degradasi karena peristiwa alamiah. Kawasan pesisir telah
mensupport sebagian besar penduduk dunia karena peranannya di bidang ekonmi
dan budaya, kawasan pesisir diharapkan akan menampung pertumbuhan
penduduk pada masa depan. Beban peningkatan jumlah penduduk mendorong
peningkatan pembangunan yang membawa dampak peningkatan polusi,
berkurangnya habitat (jenis ikan dan satwa,) erosi pesisir/pantai, intrusi air
asin/laut, dan dampaknya terhadap peningkatan permukaan laut.

Pendekatan System untuk Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil


Pengelolaan kawasan pesisir dan lautan dilakukan secara terpadu, meliputi
kawasan daratan dan kawasan lautan, mencakup berbagai sector yang berbeda,
menyangkut interaksi pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan
serta kegiatan dan perilaku sumberdaya manusia, yang mempunyai berbaga aspek
(Phisik, biologi, kimia, ekonomi-sosial, kelembagaan dan lainnya) dan seringkali
menyangkut kepentingan dari wilayah administrasi yang berbeda.

Dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan diperlukan partisipasi pakar-pakar


dari berbagai bidang ilmu (marine scientist, ecologist, social scientist, lawyer,
engineer, economist, agronomist, architect, dan lainnya) yang masing-masing
mempunyai pendekatan yang berbeda, masing-masing berupaya untuk
mempertahankan kedaulatan intelektualnya. Suatu system general kerangka dasar
teori dapat melunakkan hambatan-hambatan tersebut. Pendekatan yang
dikembangkan adalah inter-disciplinary approach.

Dalam suatu pendekatan multi-disiplin, suatu persoalan diinvestigasi dan


dianalisis dengan cara membagi kedalam persoalan-persoalan disiplin dan profesi
masing-masing dan pemecahannya secara independen. Solusi akhir merupakan
agregat dari solusi-solusi secara terpisah. Pada umumnya perencanaan multi-
disiplin sangat kurang memuaskan.

Dalam suatu pendekatan inter-disiplin, suatu persoalan dipecahkan secara


menyeluruh oleh disiplin-disiplin yang berbeda-beda yang dilakukan dengan
bekerja bersama-sama. Cara ini menghasilkan sistesis pengetahuan dalam ilmu,
teknologi dan humaniora. Integrasi disipin-disiplin menghasilkan sintesis metoda
dan pengetahuan yang lebih luas dan hasilnya biasanya lebih sempurna dan
merupakan solusi yang dapat dikerjakan (workabel).
Perencanaan kawasan pesisir dikerjakan oleh departemen-departemen pemerintah
secara nasional (dapat pula) dibantu oleh international agencies dan pemerintah
daerah setempat. Metode ilmiah yang paling resen adalah “pendekatan sistem”.
Dalam pemecahan masalah dimaklumi pentingnya analisis isu-isu secara terpisah,
namun menekankan suatu pandangan yang sempurna dari semua isu atau system
terlibat. Dengan perkataan lain, pendekatan system digunakan untuk
melihat/meneliti hal-hal secar bersama-sama melalui sintesis. Ackoff (1974)
mengatakan bahwa kita berada dalam permulaan Abad Sistem. Aplikasi
pendekatan system untuk perencanaan sebenarnya bukan hal baru. Peter (1976)
menyatakan bahwa dari sejarah manusia telah mengerjakan observasinya (ke)
dalam system.

Dalam konteks kawasan pesisir dan lautan, planning, design, dan management
process adalah penting. Planning, design dan management process adalah
interactive dan independent
• Planning : adalah suatu proses yang berurusan dengan suatu system persoalan-
persoalan, yang dilihat dari perspektif “holistik” atau total, dengan maksud
menentukan solusi secara rasional terhadap persoalan-persoalan tersebut. Suatu
contoh perencanaan adalah pengembangan suatu strategi untuk mensurvei suatu
daerah dengan maksud memiliki lokasi taman laut atau pengembangan rencana
pengawasan.

• Designe : adalah suatu proses yang diturunkan (berasal) dari planning dalam
mana solusi solusi-solusi diuji dan /atau diimplementasikan secara kreatif.
Contohnya adalah desain arsitektural dari suatu pusat taman regional untuk
mengatur kunjungan para pengunjung.

• Management : adalah suatu proses untuk mengontrol dan mengarahkan solusi


yang telah dirancang. Contohnya adalah implementasi program pengawasan untuk
monitor, mengatur atau mengontrol untuk menunjang pencapaian sasaran
planning dan design.
Unsur penting lainnya dalam proses planning adalah penggunaan peralatan
perencanaan yang dapat dipakai. Beberapa dari banyak peralatan dan teknik yang
dapat dipakai untuk marine park (taman laut) misalnya, meliputi : mapping (yang
digambar denag tangan atau metode komputer), remote sensing (pengindaraan
jarak jauh) melalui satelit dan interpretasinya, cross-section dan skeetchees,
interpretasi bawah air, photodan film, kamera televise bawah air, sonar, dan
electronic display sceens.

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir dan laut telah


mendapat perhatian yang semakin penting oleh sebagian besar Negara-negara
yang mempunyai pantai luas/panjang. Terdapat kecenderungan bahwa wilayah
pantai mengalami kerusakan karena factor dalam (abrasi) atau akibat dari ulah
manusia yang sengaja atau tidak sengaja merusak lingkungan.
Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir dan laut
menyangkut pendekatan multi-disiplin dan inter-disiplin, melibatkan pakar-pakar
dari berbagai idang ilmu. Dalam konteks kawasan pesisir laut itu, planning,
design, dan management adalah bersifat interactive dan interdependent.

Indonesia sebagai negara maritime yang terbesar di dunia yang berarti memiliki
pantai/pesisir terpanjang, merupakan tuntutan dan kebutuhan untuk
menyempurnakan pengelolaan kawasan pesisirnya, dengan demikian diharapkan
pemanfaatan sumberdayanya dapat terlaksana lebih efektif dan efesiens, dapat
secara produktif dan optimal dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan,
yang berwawasan lingkungan perlu dukungan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan para perencana pembangunan dan perumus/pembuat kebijakan
pembangunan serta diperlukan pula dana dan kesadaran masyarakat menjaga
kelestarian lingkungan terutama pada kawasan pesisir dan laut disamping
peraturan perundang-undangan untuk mengurangi/membatasi dilakukannya
tindakan-tindakan yang negative terhadap kelestarian lingungan.

Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Kota Makassar


Pesisir Kota Makassar merupakan kawasan awal pertama kali tumbuh serta
berkembangnya pesatnya Kota Makassar. Hal ini dikarenakan pelabuhan dan
benteng Fort Rotterdam yang menjadi kunci pertumbuhan perdagangan,
perekonomian, dll. Wilayah Kota Makassar dengan luas 175,77 km2, dengan
Pertumbuhan wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil di Kota Makassar seiring
dengan pertumbuhan ekonomi maritime Kota Makassar, namun lambat laun
akibat pergeseran aktivitas, kebutuhan ruang, serta ekspansi masyarakat sehingga
daerah pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar ditinggalkan sehingga
sekarang menjadi daerah kumuh, terbelakang, pinggiran, Pheri-pheri dan menjadi
buangan kotoran atau limbah masyarakat kota ke wilayah pesisir dan Pulau Kecil
di Makassar.

a. Kondisi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kota Makasar


Kedalaman perairan pantai Kota Makassar disekitar dermaga Soekarno-Hatta
menunjukan kedalaman yang bervariasi antara 9 – 17 m yang secara umum di
bagian utara cenderung menjadi lebih dalam, dengan garis kontour sejajar garis
dermaga. Daerah laut yang terdalam terdapat pada jarak 650 m dari dermaga
dengan kedalaman hingga 17 m.
Disekitar sungai Janeberang secara umum memperlihatkan topografi yang landai
dengan kemiringan lereng 0 – 15° dengan kedalaman 0 – 20 m sepanjang 750 m
ke arah laut. Perairan yang tepat berada di depan muara sungai Janeberang
mempunyai kemiringan lereng 30 – 40° dengan kedalaman 0 – 20 m.

Penelitian mengenai tipe pasang surut dipesisir kota Makassar dilakukan di tiga
tempat, yaitu di Pantai Tanjung Alam, Pantai Barombong dan di muara Sungai
Jeneberang. Tipe pasang surut di Pantai Tanjung Alam adalah campuran condong
ke harian tunggal, dengan bentuk topografi dasar laut landai, pasang surut yang
ditemukan di Pantai Barombong adalah tipe campuran mendekati semidiurnal dan
juga dikategorikan sebagai pantai landai, sedangkan tipe pasang surut di muara
Sungai Jeneberang yaitu tunggal.

Data meteorologi mengenai arah angin pembangkit ombak dan arus bertiup dari
arah Barat Daya, Barat, Barat Laut dan Utara. Kecepatan angin yang dominan
terjadi adalah 8,0 – 10,7 m/detik (64 %). Arus yang terjadi cenderung bergerak ke
utara menyusur pantai. Kecepatan rerata arus permukaan 0,058 m/s. Kecepatan
rerata arus estimasi 0,94 m/detik maksimum pada musim barat. Di pantai Tanjung
Alam memiliki perairan tenang hingga berombak terukur 0,14 – 0,25 m dengan
periode rata-rata 4,5 – 5,3 detik, hasil estimasi ombak menunjukkan bahwa tinggi
ombak bervariasi antara 0,44 – 2,24 m dengan periode antara 2,57 – 6,67 detik
dan maksimum pada musim barat. Adapun kecepatan arus di pulau Barrang
Lompo serta perairan di sekitarnya berkisar antara 0,01 – 0,33 ± 0,05 m/detik.

Sebaran sedimen yang lain datang dari sungai Tallo dengan debit alir 143,07 liter/
detik. Kecepatan sedimentasi sungai Tallo yang bermuara di pelabuhan Paotere
berkisar antara 29,6 hingga 76,1 cm dengan rata-rata kecepatan sedimentasi 52,85
cm/tahun. Lambatnya kecepatan aliran sungai Tallo dengan laju sedimentasi yang
cukup tinggi, menimbulkan kecen-derungan mengalami perubahan alur
membentuk meander. Ditambah dengan kondisi kemiringan yang landai
(1/10.000) dan pasang surut air laut yang dapat menjalar hingga jarak 20 km,
maka kecepatan sedimentasi seperti ini menjadi rawan bagi daerah pelabuhan
Paotere, pemukiman termasuk Kawasan Industri Makassar.

Pada pantai Kota Makassar khusus-nya pantai Losari sudah didapati kandungan
limbah yang berasal dari terurainya bahan-bahan organik yang berasal dari limbah
rumah sakit, rumah tangga, perhotelan, dan pedagang kaki lima. Hal ini
menurunkan kualitas air yang secara fisik ditandai dengan perubahan warna air
laut dan bau yang tak sedap.

Pada kawasan pesisir pantai Kota Makassar, dapat diidentifikasikan tiga


komponen ekosistem, yaitu ekosistem estuari, mangrove, dan terumbu karang.
Ekosistem estuari berada di muara sungai Janeberang dan aliran pasut. Sifat khas
ekosistem ini adalah suatu ekosistem yang merupakan pertemuan dan
pencampuran antara perairan air tawar dengan perairan laut. Sifat khas lainnya
senantiasa berasosiasi dengan bentuk-bentuk lahan pesisir seperti delta, mangrove,
dan lainnya. Dari kedua ekosistem estuari yang ada, yaitu estuari Janeberang lebih
banyak dipengaruhi oleh suplai material sedimen dan air tawar, sedangkan pada
saluran pasut Tallo, media ekosistemnya memanfaatkan hampir sepanjang saluran
tersebut. Kawasan-kawasan genangan Tallo semakin menjauh dari muaranya dan
semakin banyak ditumbuhi oleh vegetasi nipah hingga kawasan-kawasan
pengaruhnya.

Ekosistem mangrove banyak dipengaruhi oleh ekosistem estuari sehingga


keberadaannya di pantai Kota Makassar berasosiasi dengan ekosistem tersebut.
Lokasinya di delta dan muara sungai Janeberang serta saluran pasut Tallo.
Keberadaannya tidak tergantung semata terhadap suplai air tawar semata, tetapi
juga oleh air laut yang dijumpai sepanjang garis pantai kecamatan Biringkanaya
dan spit Tanjung Bunga. Pada tahun 80-an masih sering dijumpai ekosistem
mangrove yang lebat dan subur.

Ekosistem terumbu karang pada umumnya terdapat si sekitar gugus pulau


Sangkarang, yaitu pulau Baranglompo, Samalona, Gusung, Kodingareng, Lae-lae,
Kahyangan, dan lainnya. Selain itu juga didapati pada perairan dangkal di gusung
Tuara, Lara, Trambanusa, Panyoa, Boni, dan lainnya. Ekosistem terumbu karang
yang hidup relatif dekat dengan daratan Kota Makassar adalah pulau Lae-lae,
Kahyangan, gusung Panyoa, Trambanusa, dan Boni. Sebagai ekosistem, karang
merupakan organisme utama pembentuk struktur dasar terumbu, ikan dan
sejenisnya dalam jumlah dan spesies yang beragam merupakan organisme besar
dan mencolok serta organisme lain yang berasosiasi dengan terumbu karang
membentuk suatu ekosistem yang
paling beraneka warna ragam hayati di lautan.

b. Potensi Tsunami di Sekitar Selat Makassar


Wilayah pantai timur Sulawesi Selatan atau selat Makassar salah satu wilayah
yang kaya akan potensi sumber daya laut, wisata, namun juga potensi akan
Gelombang Pasang Tsunami (Agus Hendratno, 2005). Selat Makassar masuk
dalam Zona D Sesismotektonik dengan 9 kali kejadian Tsunami dalam kurun
waktu 400 tahun belakangan (Latief et al, 2000). Di Sulawesi Selatan, bencana
Tsunami pernah melanda Kabupaten Majene (1964), Kota Makassar dan
Kabupaten Bulukumba (1904), serta Kabupaten Selayar (1964 dan 1992). Kota
Makassar merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar di
sebelah timur dan masuk dalam Zona D dengan periode ulang Tsunami antara 15-
20 Tahun (Subandono, 2007)

PEMBAHASAN DAN SOLUSI

1. Konsep Penataan Ruang dan Pengelolaan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kota Makassar

Berdasarkan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


Pulau-pulau Kecil dan Permen No. 16 Tahun 2008 Tentang Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dengan bagan strategi
Perencanaan berhirarki seperti gambar di bawah ini
a. Renstra (Rencana Strategis)
Menurut UU 27 Tahun 2007, Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah
kebijakan lintas sektor untuk Kawasan perencanaan pembangunan melalui
penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan
indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. Dalam hal ini
Rencana Strategis muatannya adalah
a. Arah kebijakan
b. Isu yang berkembang
c. Kelembagaan
d. Kordinasi
e. Target Kinerja

Sehingga dalam hal ini perencanaan wilayah pesisir secara nasional dapat diambil
kebijakan bahwa di suatu wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah ditentukan
kebijakan, kelembagaan serta rencana strategis apa yang dapat diterapkan. Kota
Makassar dalam masuk dalam struktur pola ruang Pulau Sulawesi sebagai
Kawasan Andalan Makassar dan Sekitarnya dan Pelabuhan Soekarno Hatta di
Kota Makassar dalam Struktur Ruang Pulau Sulawesi Sebagai Pelabuhan Utama
Primer.

b. Zonasi Wilayah Pesisir


Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan
batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta
proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem
pesisir (UU No 27 Thn 2007). Rencana Zonasi membuat suatu jaringan/kisi-kisi
spasial diatas lingkungan pesisir dan laut.

Rencana ini memisahkan pemanfaatan sumberdaya yang saling bertentangan dan


menentukan yang mana kegiatan-kegiatan dilarang dan diijinkan untuk setiap
zona peruntukan. Suatu upaya untuk menciptakan suatu keseimbangan antara
kebutuhan-kebutuhan pembangunan dan konservasi (Subandono, Renzon, 2008)
Tujuan Zonasi wilayah pesisir untuk mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya,
serta untuk memandu pemanfaatan jangka panjang, pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya didalam rencana wilayah rencana

Prinsip Zonasi menurut Subandono (2008)


• Skema zonasi hendaknya mudah difahami dan dilaksanakan sesuai dengan
ketersediaan dana, aspek tehnik, dan sumberdaya manusia
• Sesuai dengan tujuan pembangunan daerah
• Semaksimal mungkin mempertahankan existing kegiatan yang sudah ada apabila
dianggap sudah rasional dan kompatibel
• Berdasar pada konflik & prioritas yg akan ditangani
• Perlu adanya kawasan kontigensi untuk kepentingan dimasa mendatang
Zonasi menurut Kepmen 34 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penataan
Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yaitu zonasi atau pemintakan wilayah atau
kawasan yang berisi :
a. Kawasan lindung
b. Kawasan budidaya
c. Kawasan berikat (maritime berikat)
d. Kawasan pemanfaatan
e. Kawasan tertentu
f. Alur pelayaran

Kota Makassar dapat dibedakan beberapa zona, mulai dari zona pemanfaatan
untuk Kawasan perlindungan setempat baik alami maupun buatan, Ekonomi,
wisata, pelabuhan internasional, Perdagangan, estuaria di daerah muara
Jeneberang dan zonasi daerah terumbu karang di gugus pulau kecil di sekitar Kota
Makassar.

c. Rencana Detail/Aksi (Action Plan)


Di Kota Makassar yang padat akan penduduk, bangunan, serta aktivitas
memungkinkan kita untuk merencanakan secara detail daerah pesisir dan pulau-
pulau kecil di Kota Makassar. Berdasarkan Kepmen 34 Tahun 2002 tentang
Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, detail Plan
memuat massa bangunan/kegiatan dan sarana prasarana dengan tingkat kedalaman
peta rencana 1:1000.

Pada detail plan rumusan atau kajian berdasarkan empat variable yaitu Secara
teknis aspek yang harus dikaji adalah sebagai berikut:
a. Tata Ruang
Menyangkut pengembangan ruang yang lebih operasional teru¬tama fisik dalam
rangka menunjang terbentuknya struktur dan pola penggunaan ruang. Kajiannya
akan didasarkan pada kemampuan teknis fisik dasar maupun teknis artifisial.

b. Infrastruktur
Menyangkut penilaian terhadap jaringan, pola dan kebu¬tuhan pengembangan
dari prasarana jaringan jalan dan utilitas. Infrastruktur ini akan banyak
mempengaruhi kualitas lingkungan, baik lingkungan perumahan maupun
lingkungan fungsional lainnya. Khususnya infrastruktur di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil untuk mendukung kegiatan atau aktivitas sekitar.

c. Kerekayasaan
Menyangkut penilaian terhadap kondisi fisik dasar, dalam kaitannya dengan
pengembangan infrastruktur, baik itu jaringan jalan, jaringan utilitas, maupun
bangunan dari penilaian ini diharapkan dapat menyusun pradesign dari jaringan
jalan, jaringan utilitas, maupun bangunan.

d. Estetika
Menyangkut penilaian terhadap aspek buatan manusia dan alam. Penilaian aspek
buatan manusia sebagai dasar mengenali ciri sosial budaya masyarakat,
mengidentifikasi kualitas lingkungan secara keseluruhan. Dalam
pengembangannya diharapkan dapat memanfaatkan faktor alam, seperti
pepohonan, taman-taman/ruang terbuka dan lain-lain yang disesuaikan dengan
pola tata ruang yang diren¬canakan.

D. Pengelolaan Terhadap bencana/Mitigasi Bencana


Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara
struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No. 27 Thn 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil).

Sehingga dalam perencanaan penataan ruang dalam hal ini pengelolaan wilayah
pesisir sangat menekankan pada aspek mitigasi, agar mampu mengelola sumber
daya wilayah pesisir. Penyelenggaraan mitigasi bencana Wilayah Pesisir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 UU No. 27 Thn 2007 dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek:
- sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat;
- kelestarian lingkungan hidup;
- kemanfaatan dan efektivitas; serta
- lingkup luas wilayah.
- Manajemen Bencana

Ibarat sebuah siklus, pengelolaan bencana gempa dan tsunami itu mulai dari
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi dan
rekonstruksi),

Prinsip Mitigasi di wilayah Pesisir


Menurut Subandono (2008) 3 prinsip dalam memitigasi, dalam hal ini wilayah
pesisir dan pulau kecil di Kota Makassar yaitu :

a. Prinsip Adaptasi Akomodatif


Pada prinsip ini, seluruh guna lahan yang berada di daerah pesisir beralih fungsi,
dengan lebar sempadan pantai minimal 150 – 300 meter. alih fungsi ini di
maksudkan untuk mengamankan guna lahan daerah pesisir. contoh rumah-rumah
yang di daerah pesisir yang menggunakan rumah batu biasa disyaratkan rumah
panggung 2 lantai, sawah di tepi pantai di alih fungsikan tambak, dsb.

b. Prinsip Adaptasi Protektif Alami Serta Buatan


Pada prinsip ini arahan pertahanan Fisik alami dengan penanaman pohon bakau,
hutan pantai, pohon nipah, pohon api-api serta tanaman-tanaman yang berakar
kuat yang mampu menjadi penahan gelombang Tsunami. adapun secara buatan
dengan pembuatan breakwater, seawall, sand nutrition, dll. Serta sistem
peringatan dini dengan Buoy Radar, dsb.

c. Prinsip Adaptasi Mundur


Pada prinsip ini seluruh guna lahan yang berada di daerah pesisir Makassar
dimundunkan digusur atau di relokasi minimal 150-300 meter dari garis pantai.

DAFTAR PUSTAKA
 Adisasmita, Rahardjo. 2008. Kawasan Pembangunan Semeja. Graha Ilmu :
Yogyakarta
 Adisasmita, Rahardjo. 2008. Pembangunan Kelautan dan Kewilyahan. Graha
Ilmu : Yogyakarta
 BAPPENAS, World Bank, Departemen Dalam Negeri RI, dan Departemen
Kelautan dan Perikanan RI. 2004. Bahan Sosialisasi Nasional Marginal Fishing
Community Development Pilot. Jakarta.
 Bencana Tsunami (Bahan Presentase Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil). DKP : Jakarta
 Budiharsono, Sugeng. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan. Pradnya Paramita : Jakarta
 Buku Saku Kota Makassar.2007. www.kotamakassar.go.id
 Dahuri, Rokhmin dkk. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita : Jakarta
 Departemen Kelautan dan Perikanan. 12 Buku Petunjuk Teknis Perencanaan
Wilayah Pesisir dan Laut : Jakarta
 Diposaptono, Subandono dkk. 2007. Hidup Akrab Dengan Gempa dan Tsunami.
DKP : Jakarta
 Diposaptono, Subandono dkk. 2008. Renzon Berbasis Mitigasi (Bahan
Presentase Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil). DKP : Jakarta
 Kepmen No 34 Tahun 2002 Tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
 Kusnadi. 2006. Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Humaniora:
Bandung.
 Laporan Pendahuluan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kota Lama Makassar.
PU : Sulawesi Selatan
 Latief, Hamzah dkk. 2008. Zonasi Wilayah Pesisir Berbasis Mitigasi. DKP: Jakarta
 Mulyadi.2007. Ekonomi Kelautan.PT Raja Graffindo Persada: Jakarta
 UU 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
 UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
 UU 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Anda mungkin juga menyukai