Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah : Hukum dan Administrasi Perencanaan

Dosen Mata Kuliah : Ir. Ilham Yahya, S.T, M.SP

“ PERMASALAHAN TATA RUANG KABUPATEN MAMUJU DENGAN


KAJIAN UU NO. 26 TAHUN 2007 ”

BRIYAN YUDHA OCTA PRATAMA

4518042081

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2020
LATAR BELAKANG

Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara


kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi
ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi,
maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya
secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada
kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga
keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial
sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Perkembangan situasi dan kondisi nasional dan
internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan,
demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan
penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila.Untuk
memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan
sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan
semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan
ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan
keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak
menimbulkan kesenjangan antardaerah.

Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang


berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan
penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif
agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan
rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi
bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan
kehidupan dan penghidupan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan
ruang sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang
baru.

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata


ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun
berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi
mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata
ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau
kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga
penetapan blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut
dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai
dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan
yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang
penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci
tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum
tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang
tersebut dilakukan pula melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian
insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang
dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap
pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin
pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin
maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana
penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan


terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik
yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk
insentif tersebut, antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan
prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan
prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan. Disinsentif dimaksudkan
sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang
antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan
penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasidan penalti.

Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian


pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
peraturan zonasi. Dalam Undang-Undang ini pengenaan sanksi tidak hanya
diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan
perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat
pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, sebagai


dasar pengaturan penataan ruang selama ini, pada dasarnya telah
memberikan andil yang cukup besar dalam mewujudkan tertib tata ruang
sehingga hampir semua pemerintah daerah telah memiliki rencana tata ruang
wilayah. Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, beberapa pertimbangan yang telah diuraikan sebelumnya, dan
dirasakan adanya penurunan kualitas ruang pada sebagian besar wilayah
menuntut perubahan pengaturan dalam Undang-Undang tersebut.

Dalam Pasal 1 sub 10 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang


Penataan Ruang dinyatakan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kota sebagai
pusat perekonomian wilayah memiliki peran yang sangat besar bagi
pembangunan, dimana konstribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan hidup
warganya melahirkan berbagai permasalahan. Jumlah penduduk yang terus
bertambah dan dikaitkan dengan implikasinya pada ruang kota, bagi para
pakar dan pemerhati lingkungan sangatlah menakutkan. Apalagi ada banyak
kejadian terutama di negara berkembang, kota-kota tersebut berkembang
tanpa pengendalian. Jumlah penduduk terus bertambah, ruang kota semakin
padat dan berkualitas rendah, lalu lintas semrawut, penghijauan sangat
kurang, terjadi banjir dan sebagainya. Kondisi kota-kota di negara
berkembang, semakin hari semakin terpuruk. Meskipun, ada gejala ekonomi
kota meningkat, padahal di balik itu tingkat stres warga sangatlah tinggi,
jumlah orang yang sakit terus saja bertambah, jumlah penduduk dengan
kualitas tinggi terus menurun, dan pada akhirnya, kota yang katanya
mengalami kemajuan ekonomi itu mengalami kemunduran dalam berbagai hal.

Jumlah penduduk yang bertambah setiap tahunnya akan berakibat pada


padatnya penduduk di suatu wilayah yang akan berimbas pada meningkatnya
kebutuhan tempat tinggal. Selain akan terjadi kepadatan dan ketidak teraturan
bangunan, akan berdampak buruk juga pada sisi lainnya, antara lain
kepadatan bangunan dengan tata letak yang tidak teratur, tidak adanya ruang
terbuka hijau sebagai daerah resapan hujan dan pengurang polusi udara,
akses jalan yang sulit dilewati oleh kendaraan besar (mobil) pada pemukiman
padat penduduk, kecilnya jalan akses menuju daerah tertentu karena banyak
dijadikan pemukiman, akses untuk mendapatkan air bersih dan air minum sulit
didapat

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa akan banyak dampak buruk yang
ditimbulkan akibat tidak adanya perencanaan penataan dalam sebuah wilayah
permukiman, terlebih lagi pada permukiman padat dengan jumlah penduduk
yang padat pula. Dalam hal ini perlu adanya intervensi dari pemerintah untuk
melakukan pengawasan dalam setiap pembangunan di wilayahnya.Meskipun
pada umumnya kota telah dilengkapi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), bahkan dengan perencanaan yang lebih detail dalam bentuk Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTR) serta perencanaannya yang kedalamannya
sudah sampai pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
dan Zoning Regulation.

Namun, pengalaman membuktikan bahwa rencana yang telah diundangkan


tidak dijadikan sebagai rujukan dalam pemanfaatan ruang berupa
pembangunan sarana gedung, perumahan maupun pembangunan sarana dan
prasana kota lainnya.
ISSU DAN TUJUAN

Perencanaan dapat berarti berbeda bagi orang yang berbeda, bisa berarti
sederhana atau kompleks. Hal ini dapat membuat perbedaan definisi
perencanaan pada tiap ahli yang tergantung dari sudut pandang, fokus
perhatian dan luasan bidang yang tercakup dalam perencanaan. Disini akan
disebutkan beberapa definisi perencanaan:

1. Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-


langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ini
merupakan pengertian perencanaan secara sederhana tanpa
memperhatikan faktor-faktor pembatas atau pengaruh lain.

2. Perencanaan berarti menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai


setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan
tersebut, memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai
tujuan tersebut. Pentingnya perencanaan adalah karena kita selalu
berhadapan dengan keterbatasan faktor-faktor produksi.

3. Perencanaan menetapkan suatu tujuan setelah memperhatikan


pembatas internal dan pengaruh eksternal, memilih serta menetapkan
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Pengertian ini
didapat karena adanya kesulitan dalam perencanaan apabila ada faktor
luar yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan.

4. Perencanaan berarti mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini,


meramalkan perkembangan berbagai faktor non-controllable yang
relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan
dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari
langkah- langkah untuk mencapai tujuan tersebut.

Definisi tersebut sudah cukup rumit akan tetapi masih belum menyentuh unsur
dasar yang diperlukan sebagai seorang geografi yaitu unsur lokasi atau
wilayah. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan menganalisis kondisi
saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor non-controllable yang
relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan
sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk
mencapai tujuan tersebut serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang
akan dilaksanakan (Robinson Tarigan, 2005). Perencanaan merupakan bagian
dari pengambilan keputusan, yaitu memilih tindakan untuk menyelesaikan
permasalahan.
Perencanaan berkaitan dengan faktor sumber daya yang terbatas untuk
dimanfaatkan hasilnya secara optimal sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Pentingnya perencanaan wilayah dikuatkan oleh beberapa faktor yang
dikemukakan sebagai berikut:

1. Potensi wilayah terbatas, kemungkinan tidak dapat diperbanyak atau


diperbaharui lagi.
2. Kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia.
3. Kesalahan perencanaan yang sudah dieksekusi di lapangan sering tidak
dapat diubah atau diperbaiki kembali. Misal: penggunaan lahan yagn tidak
terencana atau salah dalam perencanaan.
4. Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menopang kehidupannya.
Disisi lain kemampuan manusia untuk mendapatkan lahan tidak sama
sehingga penggunaan atau kepemilikan lahan tidak dapat sepenuhnya
diserahkan pada mekanisme pasar.
5. Tatanan wilayah sekaligus menggambarkan kepribadian masyarakat,
dimana kedua hal tersebut saling mempengaruhi.
6. Potensi wilayah sebagai aset yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan
rakyat secara lestari, berkelanjutan.

Tujuan dan Manfaat Perencanaan Wilayah Tujuan perencanaan wilayah adalah


menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman serta lestari dan pada tahap
akhirnya menghasilkan rencana yang menetapkan lokasi dari berbagai
kegiatan yang direncanakan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Lokasi
yang dipilih memberikan efisiensi dan kelestarian lingkungan paling maksimal
setelah memperhatikan benturan kepentingan dari berbagai pihak. Sifat
perencanaan yang sekaligus menunjukkan manfaatnya adalah:

a. Perencanaan wilayah haruslah dapat menggambarkan proyeksi berbagai


kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan pada wilayah di masa yang akan
datang. Sejak awal dapat dilihat arah lokasi yang disiapkan untuk dibangun
dan yang dijadikan sebagai wilayah penyangga. Hal ini berarti sejak awal
sudah dapat diantisipasi dampak positif dan negatif dari perubahan dan
dipikirkan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengurangi dampak negatif
dan mengoptimalkan dampak positif.

b. Panduan bagi pelaku ekonomi untuk memilih kegiatan yang perlu


dikembangkan dan lokasi yang memungkinkan di masa akan datang. Hal ini
mempercepat proses pembangunan karena investor mendapat kepastian
hukum lokasi usaha dan menghindarkan benturan kepentingan.

c. Acuan bagi pemerintah untuk mengendalikan arah pertumbuhan ekonomi


dan arah penggunaan lahan.

d. Menjamin keserasian spasial, keselarasan antar sektor, optimalisasi


investasi, terciptanya efisiensi dalam kehidupandan menjamin kelestarian
lingkungan. Perencanaan wilayah diusahakan mencapai sasaran-sasaran
tersebut secara maksimal berdasarkan hambatan dan keterbatasan yang ada.
Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah
(tertuang dalam perencanaan tata ruang wilayah) dan perencanaan aktivitas
pada ruang wilayah (tertuang dalam rencana pembangunan wilayah).
Perencanaan wilayah sebaiknya dimulai dengan penetapan visi dan misi
wilayah. Visi adalah cita-cita tentang masa depan wilayah yang diinginkan. Visi
seringkali bersifat abstrak tetapi ingin menciptakan ciri khas wilayah yang
ideal. Misi adalah kondisi antara atau suatu tahapan untuk mencapai visi
tersebut. Misi merupakan kondisi ideal setingkat dibawah visi tetapi lebih
realistik untuk mencapainya.

Dalam kondisi ideal, perencanaan wilayah sebaiknya dimulai setelah rencana


tata ruang wilayah (RTRW) tersusun, karena RTRW merupakan landasan
sekaligus sasaran perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan
pembangunan wilayah sebaiknya menggunakan dua pendekatan yaitu
pendekatan sektoral dan pendekatan regional.

Glasson (1974) menyatakan bahwa ‘perencanaan dalam artian umum adalah


menyangkut serangkaian tindakan yang ditujukan untuk memecahkan
persoalan di masa depan’. Glasson kemudian menetapkan urutan langkah-
langkah perencanaan sebagai berikut:
1. The identification of the problem.
2. The formulation of general goals and more specific and measureable
objectives relating to the problem.
3. The odentification of possible constraints.
4. Projection of the future situation.
5. The generation and evaluation of alternative cources of action, and the
production of a preffered plan, which in generic form may include any policy
statement or strategy as well as a definitive plan.

Langkah yang dikemukakan Glasson ini harus diperluas untuk kebutuhan


perencanaan di Indonesia. Perencanaan wilayah di Indonesia setidaknya
memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan. Diperlukan kegiatan


pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder.
2. Tetapkan visi, misi dan tujuan umum. Dimana hal yang tercakup
didalamnya harus merupakan kesepakatan bersama sejak awal.
3. Identifikasi pembatas dan kendala yang sudah ada saat ini maupun
diperkirakan akan muncul pada masa akan datang.
4. Proyeksikan berbagai variabel terkait, baik bersifat controllable (dapat
dikendalikan) maupun non-controllable (di luar jangkauan pengendalian pihak
perencana).
5. Tetapkan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai dalam kurun waktu
tertentu, yaitu berupa tujuan yang dapat diukur.
6. Mencari dan mengevaluasi alternatif untuk mencapai sasaran. Perlu
diperhatikan keterbatasan dan faktor produksi yang tersedia.
7. Memilih alternatif terbaik, termasuk menentukan berbagai kegiatan
pendukung.
8. Menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan.
9. Menyusun kebijakan dan strategi agar kegiatan pada tiap lokasi berjalan
sesuai yang diharapkan.

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN SOLUSI


PERMASALAHAN
Sulawesi Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian
barat Sulawesi. Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat telah diperjuangkan
sejak tahun 1960. Pada masa itu pulau Sulawesi terdapat 3 (tiga) Provinsi
yakni Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi
Sulawesi Utara. Namun, pada tahun 1963 Pemekaran Provinsi di pulau
Sulawesi oleh pemerintah pusat adalah pembentukan Provinsi Sulawesi
Tenggara. Usulan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat tidak disetujui oleh
Pemerintah Pusat.

Perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat kembali menemukan


momentumnya pada tahun 1999 pasca gerakan reformasi. Pembentukan
Provinsi Baru di Indonesia seperti Terbentuknya Provinsi Banten, Provinsi
Bangka Belitung dan Provinsi Gorontalo menjadi semangat gerakan
perjuangan pembentukan provinsi Sulawesi Barat. Perjuangan panjang
pembentukan Provinsi Sulawesi Barat akhirnya terwujud melalui upaya massif
rakyat Mandar dengan didukung oleh Anggota DPR RI melalui usulan Hak
Inisiatif Anggota DPR RI tentang Undang-Undang Pembentukan Daerah
Otonom Baru. Tanggal 5 Oktober 2004 Provinsi Sulawesi Barat Resmi
terbentuk berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004. Ibukotanya ialah Mamuju. Luas
wilayahnya sekitar 16,796.19 km². Suku-suku yang ada di provinsi ini terdiri
dari Suku Mandar (49,15%), Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%),
Makassar (1,59%) dan suku lainnya (19,15%)
Wilayah Provinsi Sulawesi Barat terdiri atas dataran tinggi dan rendah. Di
Sulawesi Barat terdapat 193 buah gunung dan yang tertinggi adalah Gunung
Gandang Dewata dengan ketinggian 3.037 meter diatas permukaan laut.
Gunung ini berdiri tegak di Kabupaten Mamasa.

Umumnya ditiap Kabupaten memiliki beberapa perbukitan dan pegunungan


yang berpotensi dijadikan cadangan untuk ekosistem guna mendukung
pembangunan berwawasan lingkungan, juga memiliki garis pantai yang
merupakan daerah dataran rendah yang berpotensi untuk pengembangan
pertanian, perkebunan dan perikanan darat dan laut seperti di Kabupaten
Mamuju, Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene.

Jumlah sungai yang mengalir di Wilayah Sulawesi Barat tercatat sekitar 8


aliran sungai, dengan jumlah aliran yang terbesar di Kabupaten polewali
Mandar, yakni 5 aliran sungai. Sungai terpanjang tercatat ada dua yaitu sungai
yakni Sungai Saddang yang mengalir meliputi Kabupaten Tana Toraja,
Enrekang, Pinrang dan polewali Mandar serta Sungai Karama di Kabupaten
Mamuju. Panjang kedua sungai tersebut masing-masing 150 km.

Pada tulisan ini studi kasus yang diambil dari beberapa wilayah di provinsi
sulawesi barat sebagai bahan pertimbangan studi masalah kasus perencanaan
keruangan

1. Permasalahan Tata Ruang Dan Lingkungan Di Kabupaten Mamuju

Dalam perkembangannya lahan sering mengalami alih fungsi, yang hendaknya


berjalan secara sistematik dan sporadik sehingga dapat memuat karakter
perencanaan dan keinginan publik sehingga luasan langkah hasil peralihan
akan lebih terkendali dan terkonsolidasi dalam perencanaan tata ruang.

Dahulu Kabupaten Mamuju merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi


Sulawesi Selatan dan setelah diadakan pemekaran, saat ini berada di wilayah
Propinsi Sulawesi Barat Berdasarkan Undang - Undang No. 26 Tahun 2004
Bersama dengan Kabupaten Polewali Mandar, Majene, Mamuju Utara dan
Kabupaten Mamasa. Dalam Undang - Undang No. 26 tersebut itu pula,
Kabupaten Mamuju ditetapkan sebagai Ibu kota Provinsi Sulawesi Barat.

Mamuju lebih dikenal sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Barat yang menyimpan
sejuta khazanah. Dimulai dari letaknya yang sangat strategis, wilayahnya yang
luas hingga kekayaan alamnya yang melimpah. Daerah ini memiliki wilayah
yang membentang dari perbatasan Kecamatan Tapalang sampai dengan
Kecamatan Karossa dengan panjang sekitar 204 Km.

Mamuju berhadapan langsung dengan Selat Makassar dan Pulau Kalimantan di


sebelah barat yang merupakan jalur ramai perdagangan nasional serta jalur
darat trans Sulawesi pesisir barat yang merupakan jalur perdagangan utama
yang menghubungkan kota-kota yang ada di pulau Sulawesi. Selain memiliki
letak yang sangat strategis, Kabupaten Mamuju memiliki pula kekayaan alam
yang melimpah meskipun hingga kini sebagian besar dari potensi yang
dimilikinya belum terkelola dengan baik.

Permasalahan :
Permasalahan tata ruang dan lingkungan yang ada di Kabupaten Mamuju
antara lain :
 Distribusi penduduk di wilayah kota/kabupaten belum merata,
sehingga berdampak pada ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi
(kesenjangan antar wilayah);
 Potensi sumberdaya alam kurang termanfaatkan secara optimal, seperti
pariwisata, industri, pertanian dan perikanan, karena keterbatasan
iptek serta sumberdaya manusia;
 Pembangunan tanpa IMB oleh masyarakat dan pasar tradisional yang
tidak beraturan;
 Maraknya kegiatan perambahan hutan;
 Degradasi lingkungan pada kawasan pesisir;
 TPA sampah yang terbatas;
 Kurang berfungsinya drainase, sehingga pada saat hujan, air tidak
mengalir;
 Pemasangan baliho dan iklan yang tidak memperhatikan estetika dan
keindahan;

Permasalahan utama lain yang kini menyeruak adalah belum selesainya


Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Padahal sejatinya, RTRW sebagai
perencanaan induk harus ada sebelum provinsi termuda ini lahir

Berlarut-larutnya penyelesaian RTRW ini diakui pemerintah dan kalangan


DPRD Provinsi Sulbar sebagai salah satu masalah yang ditinggalkan provinsi
induk karena terjadi tumpang tindih. ”Sebagai contoh, dulu jika ada proyek
pembangunan di Sulsel yang saat akan dikerjakan ternyata wilayahnya masuk
dalam kawasan hutan lindung dan harus dicarikan pengganti, dengan enteng
mereka tinggal tunjuk peta atau mengambil gantinya dari wilayah yang ada di
Sulbar. Ketika kami akan menyusun rancangan wilayah, banyak kawasan yang
disebut hutan lindung, tetapi nyatanya sudah dihuni bertahun-tahun oleh
masyarakat,”

Di tengah penyelesaian persoalan RTRW Provinsi Sulbar, kondisi tata ruang


Provinsi Sulbar diperparah dengan anomali harga tanah pasca-pemekaran,
khususnya di kota-kota besar, seperti Mamuju dan Mamuju Utara. Harga tanah
yang saat masih menjadi wilayah Sulsel hanya Rp 15.000-Rp 30.000 per meter
persegi, sejak pemekaran melonjak menjadi Rp 300.000 - Rp 1 juta per meter
persegi.
Melonjaknya aktivitas kota sejalan dengan meningkatnya kebutuhan lahan
bagi pembangunan. Tercatat, pertumbuhan penduduk di Mamuju mencapai 7
persen setiap tahun. Namun, banyaknya wilayah yang sebelumnya adalah
wilayah perkebunan mempersulit gerak maju dan perluasan kota. Akibatnya,
tak heran jika banyak ditemui kawasan pantai yang kemudian direklamasi
untuk kebutuhan lahan, seperti di pinggir pantai Mamuju yang kini tengah
dijadikan sebuah hotel bertaraf internasional.

Keberadaan sampah juga sudah menjadi salah satu masalah yang ada di Kota
Mamuju," sampah di wilayah ini, sudah cukup menganggu lingkungan karena
jumlah yang dihasilkan cukup tinggi mencapai 100 kubik per hari.

Sampah yang ada TPA di Simbuang Mamuju tersebut juga sudah sangat
banyak baunya pun mengganggu warga sekitar, tetapi hingga kini sampah-
sampah tersebut belum dikelola untuk didaur ulang. Tingginya jumlah sampah
yang dihasilkan di Mamuju ini karena pembangunan yang ada di wilayah Kota
Mamuju ini semakin pesat sehingga sampah yang dihasilkan juga banyak

Solusi Penyelesaian :
Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang di dalamnya
memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka
perlu ditempuh upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) proses utama
yang saling berkaitan satu dengan lainnya, yakni :

(a) Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata
ruang wilayah (RTRW). Di samping sebagai “guidance of future actions” RTRW
pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi
manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras,
seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta
kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development
sustainability).
(b) Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi
rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri,
(c) Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme
perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap
sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.

Selain itu upaya-upaya pengendalian dan penegakan hukum dalam


pemanfaatan ruang khususnya di kabupaten, kota melalui penerapan sanksi
dan SPM (standar pelayanan minimal), implementasi yang dituangkan dalam
peraturan perundangan dan perkuatan sistem informasi merupakan salah satu
langkah yang perlu diambil dalam pengembangan suatu wilayah.

Secara konsepsual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan


sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan
berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan
nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar
kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan
ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan
dalam wadah NKRI.

Berpijak pada pengertian di atas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya


diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial,
namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-
tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan
mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur
utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem
aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang
melingkupinya.

Upaya lain yang dilakukan, antara lain :


• Mendorong upaya penerapan sanksi yang tegas dan konsisten atas setiap
pelanggaran terhadap RTRW
• Peningkatan pemahaman dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan penataan ruang, antara lain melalui kegiatan sosialisasi,
pembentukan dan pembinaan kelompok masyarakat peduli tata ruang,
intensifikasi penayangan iklan layanan masyarakat, dsb.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Setidaknya ada dua persoalan besar terkait tata ruang di Sulbar. Selain belum
Terlaksana secara maksimalnya RTRW yang menjadi landasan perencanaan
dan pengembangan perkotaan dan pedesaan, juga persoalan penggunaan dan
peruntukan tata ruang yang tumpang tindih bagi kawasan pertanian, industri,
pariwisata, dan lainnya.

Kondisi Pemanfaatan Ruang di Sulawesi Barat masih belum sesuai dengan


harapan terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan.

Saran
Permasalahan lingkungan hendaknya dijadikan isu sentral diseluruh sektor.
Dan seluruh stake holder hendaknya mengerti dan memahami benar betapa
pentingnya pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan, dalam kapasitas
daya dukung lahan yang sesuai dengan potensi alami daerah. Rancangan
RTRW yang sudah di pusat diharapkan bisa segera disetujui. Kelemahan dan
kekurangannya bisa diperbaiki dalam proses pembangunan yang dinamis.
DAFTAR PUSTAKA
 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Pasal 1 sub 10
 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992
 http://dbmsda.bekasikota.go.id/read166-permasalahan-dan-solusi-tata-
ruang.html

 https://www.google.com/url?
sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&ved=2ahUKEwiaq4Kyk7
riAhX_7nMBHTK4DdYQjRx6BAgBEAU&url=https%3A%2F
%2Fpetatematikindo.wordpress.com
%2F2013%2F04%2F07%2Fadministrasi-provinsi-sulawesi-barat
%2F&psig=AOvVaw2WV8sw7ujGvTvIaH0jcAqj&ust=155899291882408
1

 https://petatematikindo.wordpress.com/2013/04/07/administrasi-
provinsi-sulawesi-barat/

 https://www.scribd.com/doc/182982127/Gambaran-Umum-Provinsi-
Sulawesi-Barat

 http://mediatataruang.com/mengintip-pentingnya-tata-ruang-kota/

 http://www.penataanruang.com/azas-dan-tujuan.html

 https://makassar.antaranews.com/berita/45983/anggaran-
perencanaan-tata-ruang-mamuju-rp1-miliar

 http://www.penataanruang.com/penataan-ruang.html

Anda mungkin juga menyukai