LP STEMI Benar
LP STEMI Benar
JENIS KASUS
1. Pengertian STEMI
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG
(Carpenito, 2010).
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi - oksigen dan mati. Infark miokard akut (IMA)
merupakan salah satu diagnosa rawat inap terserang di Negara maju.
IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum koroner akut
yang terdiri atas angka pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST dan IMA
dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak setelah oklusi thrombus pada
plak arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya.
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya timbul
sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan
nekrosis inversibel otot jantung. (Huon H Gray,dkk,2015,136).
Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh
kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2010).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih dari
30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan kematian
otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price&Wilson, 2015).
2. Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard.
Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner
karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh
embolus atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
3. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi rupture
plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi
fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada
protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat
dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit
dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi
arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital,
spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
4. Manifestasi klinis
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak mereda,
bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4) Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menyimpulkan pengalaman nyeri)
5. Komplikasi
1) Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan
lokasi infark.
2) Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa
dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan
S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3) Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4) Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5) Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran
setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan
manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia
yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6) Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya
kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui
dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat
berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang
berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil
oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan
tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi
hipoksia berat.
7) Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran
ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8) Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9) Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan
parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif
ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang.
Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga
menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi
aliran balik vena dan curah jantung.
10) Aneurisma ventrikel\
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik
dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11) Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar
yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12) Perikarditis
Infark transmural membuat lapisan epikardium langsung berkontak dan
menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiograf (ECG)
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q nyata,
elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan- perubahan ini
tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium yang
mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu gelombang ST dan gelombang T
akan kembali normal hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti
elektrokardiograf adanya infark lama.
Lokasi Miokard Infark Berdasarkan Gambar EKG
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi
4 Lateral
gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-
5 Inferolateral
V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-
8 True posterior
V3. Gelombang T tegak di V1-V2
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
9 RV Infraction Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.
3) Keperawatan
Dalam penatalaksanaan yang dilakukan oleh perawat untuk
meningkatkan hemodinamika klien adalah dengan cara melakukan tirah
baring, memberikan posisi semi fowler, mengajarkan relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi nyeri, dan berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain dalam pemberian terapi farmakologis dan diit yang
diberikan kepada klien.
8. Pengkajian
Pengkajian Emergency
1. Primery Survey
a. Airway
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Gurgling, snoring, crowing.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronki,krekels.
4) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
5) Penggunaan obat bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah/tidak teratur.
2) Takikardi.
3) TD meningkat/menurun.
4) Edema.
5) Gelisah.
6) Akral dingin.
7) Kulit pucat atau sianosis.
8) Output urine menurun.
d. Disability
1) Penurunan kesadaran.
2) Penurunan refleks.
e. Eksposure
1) Nyeri dada spontan dan menjalar.
2. Secondary Survey.
a. Tanda – tanda vital
1) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari
tidur sampai duduk/berdiri.
2) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
3) RR lebih dari 20 x/menit.
4) Suhu hipotermi/normal.
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
2) Nyeri dada.
3) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,
krekels, mengi), sputum.
4) Pelebaran batas jantung.
5) Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel.
6) Odem ekstremitas.
c. Pemeriksaan selanjutnya
1) Keluhan nyeri dada.
2) Obat-obat anti hipertensi.
3) Makan-makanan tinggi natrium.
4) Penyakit penyerta DM, Hipertensi
5) Riwayat alergi
3. Tersier
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) CPKMB, LDH, AST
2) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
3) Sel darah putih (10.000-20.000).
4) GDA (hipoksia).
b. Pemeriksaan Rotgen Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
jantung di duga GJK atau aneurisma ventrikuler.
c. Pemeriksaan EKG T inverted, ST elevasi, Q patologis.
d. Pemeriksaan lainnya
1) Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
koroner.
2) Pencitraan darah jantung (MVGA) Mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran
darah).
Sesak Nafas
Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung
Sumber : Wilson Price, 2015
Diagnosa
N Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi Rasionalisasi
o Hasil
1 Resiko NOC : NIC :
penurunan curah Cardiac Pump Cardiac Care
jantung effectiveness Evaluasi adanya nyeri dada Mengetahui tingkat nyeri
berhubungan Circulation Status (intensitas,lokasi, durasi)
denga Vital Sign Status
kontraktlitas Monitor status Mengetahui status fungsi
jantung Kriteria Hasil: kardiovaskuler jantung
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 Monitor status pernafasan Mengetahui status
jam diharapkan pasien yang menandakan gagal pernafasan pasien
tidak mengalami jantung
penurunan curah jantung Mengetahui indikator
dengan kriteria hasil : Monitor abdomen sebagai penurunan perfusi
1. Tanda Vital dalam indicator penurunan perfusi
rentang normal Aktivitas yang berat
(Tekanan darah, Nadi, Atur periode latihan dan mengakibatkan kerja
respirasi) istirahat untuk menghindari jantung bertambah
2. Dapat mentoleransi kelelahan sehingga tubuh mudah
aktivitas, tidak ada lelah
kelelahan
3. Tidak ada edema
paru, perifer, dan Mengetahui aktivitas apa
tidak ada asites Monitor toleransi aktivitas saja yang dapat
4. Tidak ada penurunan pasien dilakukan
kesadaran
Monitor adanya dyspneu, Menghindari adanya
5. Gambaran EKG fatigue, tekipneu dan penurunan pernafasan
dalam bentuk normal ortopneu pasien
Stress dapat
Anjurkan untuk menurunkan meningkatkan kerja
stress jantung
V. SUMBER
Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson. (2012). Lecture notes
cardiology Edisi 4. Jakarta : Erlangga Medical Series
Price, Wilson. 2015. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN
RSUD AMBARAWA
Disusun oleh:
(P1337420616016)
2020