Anda di halaman 1dari 19

I.

JENIS KASUS
1. Pengertian STEMI
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG
(Carpenito, 2010).
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi - oksigen dan mati. Infark miokard akut (IMA)
merupakan salah satu diagnosa rawat inap terserang di Negara maju.
IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum koroner akut
yang terdiri atas angka pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST dan IMA
dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak setelah oklusi thrombus pada
plak arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya.
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya timbul
sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan
nekrosis inversibel otot jantung. (Huon H Gray,dkk,2015,136).
Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh
kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2010).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih dari
30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan kematian
otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price&Wilson, 2015).
2. Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard.
Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner
karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh
embolus atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
3. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya  pada lokasi rupture
plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi
fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada
protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat
dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit
dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi
arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital,
spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
4. Manifestasi klinis
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak mereda,
bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke  bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4) Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis  berat,
pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menyimpulkan pengalaman nyeri)
5. Komplikasi
1) Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan
lokasi infark.
2) Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa
dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan
S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3) Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4) Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5) Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran
setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan
manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia
yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6) Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya
kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui
dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat
berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang
berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil
oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan
tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi
hipoksia berat.
7) Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium
selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran
ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8) Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9) Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan
parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif
ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang.
Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga
menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi
aliran balik vena dan curah jantung.
10) Aneurisma ventrikel\
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik
dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11) Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar
yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12) Perikarditis
Infark transmural membuat lapisan epikardium langsung berkontak dan
menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiograf (ECG)
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q nyata,
elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan- perubahan ini
tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium yang
mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu gelombang ST dan gelombang T
akan kembali normal hanya gelombang Q tetap  bertahan sebagai bukti
elektrokardiograf adanya infark lama.
Lokasi Miokard Infark Berdasarkan Gambar EKG
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi
4 Lateral
gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-
5 Inferolateral
V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-
8 True posterior
V3. Gelombang T tegak di V1-V2
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
9 RV Infraction Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

2) Serum Cardiac Biomarker


Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari
otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan
protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat
molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat
dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk
membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut
beredar bersama sirkulasi.
3) Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
b. CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
c. LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24  jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal
d. AST (/SGOT : Meningkat  
4) Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan  bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita  penyakit jantung dan juga
untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit  jantung. Selain itu tes
treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan
irama, dan lain-lain.
5) Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra
untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai
fungsi jantung.
6) Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan
kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya  penyempitan
diarteri koroner.
7) Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ.Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.

8) Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)


Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran,
yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-
frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan
tampilan penampang (irisan) tubuh.
9) Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera  positron,
sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan
sinar gamma. (Kabo, 2008).
7. Penatalaksanaan
1) Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil
kerusakan  jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-
obatan ,pemberian O2, tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap
mempertahankan jantung. Obat-obatan dan O2 digunakan untuk
meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring digunakan untuk
mengurangi kebutuhan O2.Hilangnya nyeri merupakan indicator utama
bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan.Dan dengan
penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beben kerja jantung membatasi
luas kerusakan.
2) Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai
oksigen; Vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung,missal;NTG
(nitrogliserin). Anti koagulan Missal;heparin (untuk mempertahankan
integritas jantung) Trombolitik Streptokinase (mekanisme pembekuan dalam
tubuh). (Smeltzer & Bare,2016).

3) Keperawatan
Dalam penatalaksanaan yang dilakukan oleh perawat untuk
meningkatkan hemodinamika klien adalah dengan cara melakukan tirah
baring, memberikan posisi semi fowler, mengajarkan relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi nyeri, dan berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain dalam pemberian terapi farmakologis dan diit yang
diberikan kepada klien.

8. Pengkajian
Pengkajian Emergency
1. Primery Survey
a. Airway
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Gurgling, snoring, crowing.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronki,krekels.
4) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
5) Penggunaan obat bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah/tidak teratur.
2) Takikardi.
3) TD meningkat/menurun.
4) Edema.
5) Gelisah.
6) Akral dingin.
7) Kulit pucat atau sianosis.
8) Output urine menurun.
d. Disability
1) Penurunan kesadaran.
2) Penurunan refleks.
e. Eksposure  
1) Nyeri dada spontan dan menjalar.
2. Secondary Survey.
a. Tanda – tanda vital
1) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari
tidur sampai duduk/berdiri.
2) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
3) RR lebih dari 20 x/menit.
4) Suhu hipotermi/normal.
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
2) Nyeri dada.
3) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,
krekels, mengi), sputum.
4) Pelebaran batas jantung.
5) Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel.
6) Odem ekstremitas.
c. Pemeriksaan selanjutnya
1) Keluhan nyeri dada.
2) Obat-obat anti hipertensi.
3) Makan-makanan tinggi natrium.
4) Penyakit penyerta DM, Hipertensi
5) Riwayat alergi
3. Tersier
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) CPKMB, LDH, AST
2) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
3) Sel darah putih (10.000-20.000).
4) GDA (hipoksia).
b. Pemeriksaan Rotgen Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
jantung di duga GJK atau aneurisma ventrikuler.
c. Pemeriksaan EKG T inverted, ST elevasi, Q patologis.
d. Pemeriksaan lainnya
1) Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
koroner.
2) Pencitraan darah jantung (MVGA) Mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran
darah).

II. FOKUS ASSESMENT

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah ke jantung


Nekrosis

Sesak Nafas

Pola Nafas Tidak


Efektif
Resiko
penurunan
Seluler hipoksia
curah
jantung

Integritas membrane sel berubah

Kelemahan Kontraktilitas turun


n

COP turun Kegagalann pompa


jantung

Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung
Sumber : Wilson Price, 2015

III. MASALAH/DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas jantung
2. Nyeri akut berhubugan dengan iskemia jaringan miokardium
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau imobilisasi
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke otot
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

IV. INTERVENSI DAN RASIONALISASI

Diagnosa
N Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi Rasionalisasi
o Hasil
1 Resiko NOC : NIC :
penurunan curah   Cardiac Pump Cardiac Care
jantung effectiveness Evaluasi adanya nyeri dada Mengetahui tingkat nyeri
berhubungan    Circulation Status (intensitas,lokasi, durasi)
denga    Vital Sign Status  
kontraktlitas Monitor status Mengetahui status fungsi
jantung Kriteria Hasil: kardiovaskuler jantung
   Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 Monitor status pernafasan Mengetahui status
jam diharapkan pasien yang menandakan gagal pernafasan pasien
tidak mengalami jantung
penurunan curah jantung Mengetahui indikator
dengan kriteria hasil : Monitor abdomen sebagai penurunan perfusi
1. Tanda Vital dalam indicator penurunan perfusi
rentang normal Aktivitas yang berat
(Tekanan darah, Nadi, Atur periode latihan dan mengakibatkan kerja
respirasi) istirahat untuk menghindari jantung bertambah
2. Dapat mentoleransi kelelahan sehingga tubuh mudah
aktivitas, tidak ada lelah
kelelahan
3. Tidak ada edema
paru, perifer, dan Mengetahui aktivitas apa
tidak ada asites Monitor toleransi aktivitas saja yang dapat
4. Tidak ada penurunan pasien dilakukan
kesadaran
Monitor adanya dyspneu, Menghindari adanya
5. Gambaran EKG fatigue, tekipneu dan penurunan pernafasan
dalam bentuk normal ortopneu pasien

Stress dapat
Anjurkan untuk menurunkan meningkatkan kerja
stress jantung

Vital Sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu, dan Mengetahui status
RR kesehatan
Monitor TD, nadi, RR, Menghindari sianosis
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 
Monitor suhu, warna, dan Menanggulangi untuk
kelembaban kulit tidak terjadi lagi
  perubahan tanda tanda
Identifikasi penyebab dari vital
perubahan vital sign
2 Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan
Pain level Pain Management
dengan iskemia
jaringan Pain control Lakukan pengkajian nyeri Mengatahui secara
miokardium secara komperhensif komperhensif nyeri yang
Comfort level dialami
termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
Setelah dilakukan presipitasi
tindakan keperawatan Mengatuhui sumber
selama 3x24 jam Kaji tipe dan sumber nyeri nyeri
diharapkan pasien tidak untuk menentukan intervensi
mengalami nyeri akut
Pilih dan lakukan
dengan kriteria hasil : Menentukan kegiatan
penanganan nyeri
manajemen nyeri
1. Mampu mengontrol (farmakologi, non
nyeri (tahu penyebab farmakologi, dan
nyeri, mampu interpersonal)
menggunakan teknik
Analgesic Administration
nonfarmakologi Mengetahui obat yang
untuk mengurangi Cek intruksi dokter tentang diberikan
nyeri, mencari jenis obat, dosis, dan
bantuan) frekuensi Mengetahui adanya
2. Melaporkan bahwa
Cek riwayat alergi alergi pada obat
nyeri berkurang Mengetahui perubahan
dengan tanda – tanda vital
menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali
nyeri (skala, Mengetahui tingkat
intensitas, frekuensi, keberhasilan obat
dan tanda nyeri)
Monitor vital sign sebelum
4. Menyatakan rasa
dan sesudah pemberian
nyaman setelah nyeri
analgesik pertama kali
berkurang
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala

3. Intoleransi NOC : NIC :


aktivitas Energy conservation Activity Therapy
berhubungan Activity tolerance Kolaborasikan dengan Menerapkan terapi yang
dengan tirah Self Care : ASLs Tenaga Rehabilitas Medik tepat untuk kondisi tubuh
baring atau dalam merencanakan
imobilisasi Kriteria Hasil : program terapi yang tepat
Setelah dilakukan
.
tindakan keperawatan Bantu aktivitas klien untuk Mengetahui aktivitas
selama 3x24 jam mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan
diharapkan pasien tidak yang mampu dilakukan
mengalami intoleransi
aktivitas dengan kriteria Bantu pasien untuk Membangun motivasi
hasil : mengembangkan motivasi dapat meningkatkan
diri dan penguatan kekuatan tubuh
1. Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
Monitor respon fisik, emosi, Mengetahui tingkat
disertai peningkatan
social dan spiritual intoleransi aktivitas
tekanan darah, nadi,
dan RR
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara mandiri
3. Tanda tanda vital
normal
4. Energy psikomotor
5. Level Kelemahan
6. Mampu berpindah :
dengan atau tanpa
bantuan alat
7. Status
kardiopulmunari
adekuat
8. Sirkulasi status baik
9. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
4. Gangguan perfusi NOC : NIC :
jaringan tidak    Circulation status Peripheral Sensation
efektif    Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
berhubungan sensasi perifer)
dengan Kriteria Hasil : Monitor adanya daerah
penurunan suplai Setelah dilakukan tindakan tertentu yang hanya peka Mengetahui tingkat
oksigen ke otot keperawatan selama 3x24 terhadap sensori tubuh
jam diharapkan pasien panas/dingin/tajam/tumpul
tidak mengalami gangguan
perfusi jaringan dengan Instruksikan keluarga untuk Mengetahui adakah
kriteria hasil : mengobservasi kulit jika ada odem atau tidak
1. Mendemonstrasikan lsi atau laserasi
status sirkulasi
2. Tekanan systole Gunakan sarun tangan untuk Mencegah terjadinya
dandiastole dalam proteksi infeksi nosokomial
rentang yang Kepala, leher dan
diharapkan punggung bagian yang
3. Tidak ada dekat dengan jantung
ortostatikhipertensi
4. Tidak ada tanda tanda Batasi gerakan pada kepala, Aktivitas mengejan saat
peningkatan tekanan leher dan punggung BAB mempengaruhi
intrakranial (tidak lebih kerja jantung
dari 15 mmHg)
5. Mendemonstrasikan Monitor kemampuan BAB Meredakan nyeri
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
a. Berkomunikasi Kolaborasi pemberian Menghindari terjadi
dengan jelas dan analgetik pembengkakan vena
sesuai dengan
kemampuan Monitor adanya
b. menunjukkan tromboplebitis
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. memproses
informasi
d. membuat
keputusan dengan
benar
6. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

5. Pola nafas tidak NOC : NIC :


efektif Respiratory status : Airway Management
berhubungan Ventilation
dengan Respiratory status : Kaji frekuensi, Kecepatan biasannya
hiperventilasi Airway patency kedalaman pernafasan meningkat
Aspiration Control dan ekspansi dada

Kriteria hasil : Auskultasi bunyi nafas Dospneadan terjadi


Setelah dilakukan tindakan dan catan adanya bunyi peningkatan kerja napas
keperawatan selama 3x24 mengi
jam diharapkan pola napas
pasien kembali normal Anjurkan pasien Bunyi napas
dengan kriteria hasil : melakukan nafas dalam. menurun/tidak ada bila
1. Mende jalan napas obstruksi
monstrasikan batuk sekunder
efektif dan suara
nafas yang bersih, Kolaborasi pemberian Dapat meningkatkan pola
tidak ada sianosis tambahan oksigen. nafas dan
dan dyspneu (mampu memaksimalkan
mengeluarkan bernapas dengan
sputum, mampu meningkatkan masukan
bernafas dengan oksigen.
mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan
dalam rentang
normal, tidak ada
suara nafas
abnormal)
3. Mamp
u
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

V. SUMBER

Carpenito, L.J. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar,
editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.

Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson. (2012). Lecture notes
cardiology Edisi 4. Jakarta : Erlangga Medical Series

Price, Wilson. 2015. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Rokhaeni, H. (2013). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama. Jakarta:


Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan
Kita.
Suyono, S et al. (2011). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Tambayong. J.(2017). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep. Jakarta:


EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK DI


RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

RSUD AMBARAWA

Disusun oleh:

KURNILAM NUR CIPTANINGSIH

(P1337420616016)

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2020

Anda mungkin juga menyukai