Anda di halaman 1dari 2

Fungsi Akad

Kedudukan dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau
tidaknya muamalah dan menjadi tujuan akhir dari muamalah, kedudukan,
fungsi dan pengaruh aib dalam akd adalah sebagai berikut :
1.      Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina,
tidak harus ditepati.
2.      Tidak sah akad yang disertai dengan syarat. Misalnya dalam akad
jual beli aqid berkata: “Aku jual barang ini seratus dengan syarat dengan
syarat kamu menjual rumahmu padaku sekian…,” atau “aku jual rumah barang
ini kepadamu tunai dengan harga sekian atau kredit dengan harga sekian”,
atau “aku beli barang ini sekian asalakan kamu membeli dariku sampai
dengan jangka waktu tertentu sekian”.
3.      Akad yang dapat dipengaruhi Aib adalah akad akad-akad yang
mengandung unsur pertukaran seperti jual beli atau sewa.
4.      Cacat yang karenanya barang dagangan bisa dikembalikan adalah
cacat yang bisa mengurangi harga/nilai barang dagangan, dan cacat harus
ada sebelum jual beli menurut kesepakatan ulama. Turunnya harga karena
perbedaan harga pasar, tidak termasuk cacat dalam jual beli.
5.      Akad yang tidak dimaksudkan untuk pertukaran seperti hibah tanpa
imbalan, dan sedekah, tak ada sedikitpun pengaruh aib di dalamnya.
6.      Akad tidak akan rusak/ batal sebab mati atau gilanya aqid kecuali
dalam aqad pernikahan.
7.      Nikah tidak dikembalikan (ditolak) lantaran adanya setiap cacat
yang karenanya jual beli dikembalikan, menurut ijma’ kaum musllimin, selain
cacat seperti gila,kusta, baros, terputus dzakarnya, imptoten, fataq (cacat
kelamin wanita berupa terbukanya vagina sampai lubang kencing atau Ada
juga yang mengatakan sampai lubang anus (cloaca). Kebalikan dari fatq
adalah rataq, yaitu tertutupnya vagina oelh daging tumbuh), qarn (tertutupnya
vagina oleh tulang), dan adlal, tidak ada ketetapan khiyar tanpa diketahui
adanya khilaf diantara ahlul ilmi. Dan disyaratkan bagi penetapa khiyar bagi
suami tidak mengetahuinya pada saat akad dan tidak rela dengan cacat itu
setelah akad. Apabila ia tahu cacat itu setelah akad atau sesudahnya tetapi
rela, maka ia tidak mempunyai hak khiyar. Dan tidak ada khilaf bahwa tidak
adanya keselamatan suami dari cacat, tidak membatalkan nikah, tapi hak
khiyar tetap bagi si perempuan, bukan bagi para walinya.
8.      Dalam hal pernikahan Jika ada cacat dalam mahar maka boleh
dikembalikan dan akadnya tetap sah dengan konsekuensi harus diganti.

Rukun-rukun akad
1. ‘Aqid, adalah orang yang berakad terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang,
terkadang terdiri dari beberapa beberapa orang.

2. Ma’qud alaih, ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang dijual dalam akad
jual beli, dalam akad hibah (pemberian), gadai, utang yang dijamin seseorang dalam akad
kafalah.

3. Maudhu’ al-‘aqd, yaitu tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad maka
berbedalah tujuan pokok akad.

4. Shighat al-aqd, ialah ijab Kabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang
yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad. Kabul ialah perkataam
yang keluar dari pihak yang berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab.

Syarat-syarat akad
1. Syarat-syarat ang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam
berbagai akad:

1. · Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka akad orang tidak cakap
(orang gila, orang yang berada dibawah pengampuan (mahjur) karena boros dan lainnya
akadnya tidak sah.
2. · Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
3. · Akad itu diijinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya,
walaupun dia bukan akid yang memiliki barang.
4. · Akad bukan jenis akad yang dilarang.
5. · Akad dapat memberi faedah.
6. · Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab tersebut dibatalkan sebelum
adanya qobul.
7. · Ijab dan qobul harus bersambung, jika seseorang melakukan ijab dan berpisah sebelum
terjadinya qobul, maka ijab yang demikian dianggap tidak sah.

2. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam
sebagian akad. Syarat khusus ini juga disebut dengan idhofi (tambahan) yang harus ada
disamping syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.

[1]Abdul Rahman Ghazaly, fiqh muamalat, KENCANA, Jakarta, 2008, hal 50


[2] Akhmad Azhar Basyir, Asas-asas hukum muamalat, UII pers, Yogyakarta, 1982, hal 65
[3]Ibid, hal; 99-100
[4] Hendi suhendi, fiqh muamalah, PT. Raja Grafindo, Jakarta, hal. 48-49
[5] Qomarul huda,fiqih muamalah, teras, Jogjakarta, 2011, hal 32

Anda mungkin juga menyukai