PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada ibu dengan perdarahan
postpartum.
1.3.2 Tujuan Khusus
Memahami definisi tentang perdarahan postpartum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang berpotensi mengancam jiwa
dengan komplikasi yang dapat terjadi setelah masa kelahiran, baik kelahiran pervaginam
atau SC. Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih besar dari
500 mL setelah kelahiran pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah kelahiran sesar.
Kehilangan darah yang terjadi dalam 24 jam setelah lahir disebut perdarahan postpartum
dini; kehilangan darah yang terjadi 24 jam hingga 6 minggu setelah kelahiran disebut
pendarahan postpartum terlambat. Namun definisi ini tidak sangat dijadikan patokan,
karena perkiraan kehilangan darah saat lahir bersifat subyektif dan umumnya tidak akurat
(Susan Scott Ricci, 2009).
Definisi saat ini termasuk darah kehilangan lebih dari 500 mL setelah kelahiran
pervaginam atau 1000 mL setelah sesar lahir, penurunan hematokrit 10% atau lebih sejak
masuk atau membutuhkan untuk transfusi darah dan terus berdarah bahkan dengan
“perawatan biasa”. Perkiraan kehilangan darah seringkali hanya sekitar setengahnya
jumlah aktual (Gary F. Cunningham, 2010).
Perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) biasanya terjadi pada
24 jam pertama setelah melahirkan dan paling sering disebabkan oleh atonia uteri, trauma
ke jalan lahir selama persalinan dan kelahiran, hematoma (koleksi darah terlokalisasi
dalam ruang atau jaringan), retensi fragmen plasenta, dan kelainan koagulasi adalah
penyebab lainnya (Gary F. Cunningham, 2010).
Penyebab paling umum dari pendarahan postpartum lanjut (late postpartum
hemorrhage) adalah subinvolusi (keterlambatan pengembalian uterus ke ukuran tidak
hamil dan konsistensi) dan fragmen plasenta yang tetap melekat pada miometrium saat
plasenta dilahirkan. Gumpalan terbentuk di sekitar fragmen yang tertahan, dan
pendarahan yang berlebihan dapat terjadi ketika gumpalan terkelupas beberapa hari
setelah melahirkan. Infeksi rahim juga bisa menjadi penyebab. Perdarahan postpartum
yang terlambat disebabkan oleh fragmen plasenta yang tertahan umumnya dapat dicegah.
Ketika plasenta dilahirkan, penyedia layanan kesehatan dengan cermat memeriksanya
untuk menentukan apakah plasenta utuh. Jika sebagian plasenta hilang, penyedia secara
manual menjelajahi rahim, menemukan fragmen yang hilang, dan mengangkatnya (Susan
Scott Ricci, 2009).
Perdarahan postpartum lanjut, juga disebut postpartum sekunder hemoragi,
didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah
kelahiran. Ini biasanya terjadi setelahnya keluar rumah sakit dan bisa berbahaya bagi ibu
yang tidak curiga. Wanita harus diajarkan bagaimana menilai fundus dan karakteristik
normal dan durasi aliran lokia. Mereka harus diinstruksikan untuk memberi tahu
penyedia layanan kesehatan jika perdarahan berlanjut atau menjadi sangat berat (Repke,
2011).
2.2. Etiologi Herpes Simpleks pada Ibu Hamil
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T
(Tone dimished, Trauma, Tissue, Thrombin) :
Atonia uteri adalah suatu keadaan di mana uterus tidak mampu untuk berkontraksi
dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum
secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang
berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan
plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada
perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia
uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat
uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama
perdarahan postpartum. Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya atonia
uteri:
General anestesi (pada persalinan dengan operasi) atau anestesi yang dalam
2. Tissue
Retensio plasenta
Sisa plasenta
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama
sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari
dinding uterus karena:
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus
desidva sampai miometrium sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-
perkreta)
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan
kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal
merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum (Fransisca, 2012).
3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir
akibat:
Ruptur uterus
Inversi uterus
Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya,
dan persalinan dengan induksi oksitosin. Reptur uterus sering terjadi akibat
jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus,
serviks, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi
ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan
vacuum atau forcep, walaupun begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang
persalinan. Laserasi pembuluh darah di bawah mukosa vagina dan vulva akan
menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa
menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai
arteri atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara
episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan
episitomi. Perdarahan yang terus terjadi (terutama merah menyala) dan kontraksi
uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi.
Ketika laserasi serviks atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka
repair adalah solusi terbaik.
Pada inversi uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga
tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi
tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri dapat
dibagi menjadi:
Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut
Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina
Tindakan yang dapat menyebabkan inversi uteri ialah perasat crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan
plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok
perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III
atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor
yang lunak di atas serviks uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15-70 %). Reposisi
secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita
(Fransisca, 2012).
4. Thrombin: Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
Hipofibrinogenemia
Trombocitopeni
HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count)
Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit
sudah rusak (Fransisca, 2012).
2.3. Patofisiologi Perdarahan Postpartum
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis di tempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan
retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan serviks, vagina, dan perineum.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada
tempat implementasinya yang akan menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi
otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan.
Perdarahan plasenta dapat diterangkan dalam mekanisme yang sama di mana akan terjadi
gangguan pembentukan trombus di ujung pembuluh darah, sehingga menghambat
terjadinya perdarahan. Pembentukan epitel akan terganggu sehingga akan menimbulkan
perdarahan berkepanjangan (Manuaba, 2007).
2.4. Tanda dan Gejala Perdarahan Postpartum
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari
volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada
kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang
terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-
tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
Adapun gambaran klinis perdarahan postpartum, yaitu sebagai berikut:
(B-Lynch, 2006)
2.5. Faktor Risiko Perdarahan Postpartum
Umur
Ibu yang hamil berumur < 20 tahun dan > 35 tahun lebih beresiko mengalami
perdarahan pasca persalinan. Menurut Depkes (2007) yaitu usia ibu hamil kurang
dari 20 tahun lebih berisiko karena rahim dan panggul ibu belum siap bereproduksi
dengan baik, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang
sulit dan keracunan kehamilan yang bisa berakibat terjadinya komplikasi persalinan.
Sebaliknya jika terjadi kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun kurang siap untuk
menghadapi kehamilan dan persalinan cenderung mengalami perdarahan, hipertensi,
obesitas, diabetes, mioma uterus persalinan lama dan penyakit-penyakit lainnya
(Megasari, 2013).
IMT
Ibu dengan IMB >40 memiliki risiko terjadinya PPH, sebab obesitas bisa
menyebabkan kontraktilitas uterus melemah, sehingga berhubungan dengan proses
persalinan yang panjang dan dapat meningkatkan risiko PPH (Blomberg, 2011).
Ibu dengan paritas tinggi
Cunningham (2010) mengatakan bahwa paritas tinggi merupakan salah satu faktor
risiko untuk terjadinya perdarahan postpartum. Paritas lebih dari 4 mempunyai risiko
lebih besar untuk terjadinya perdarahan postpartum karena otot uterus lebih sering
meregang sehingga dindingnya menipis dan kontraksinya menjadi lebih lemah (Yekti
Satriyandari, 2017).
Ibu dengan peregangan uterus yang berlebihan
Penyebab peregangan uterus yang berlebihan antara lain kehamilan ganda dan
macrosomia janin (janin besar). Peregangan tersebut dapat mengakibatkan uterus
tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir sehingga sering menyebabkan
PPH (Yekti Satriyandari, 2017).
Ibu dengan riwayat obstreti buruk pada kehamilan dan persalinan
Ibu dengan riwayat obstreti buruk seperti riwayat IUFD, kelahiran prematur, dan
riwayat PPH terdahulu berisiko terjadinya PPH, maka petugas harus waspada
terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan (Dina, 2013).
Perpanjangan pemberian oksitosin
Pemberian okstiosin berkepanjangan atauu dengan dosis tinggi dapat menyebabkan
tetania uteri terjadi trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan
(Yekti Satriyandari, 2017).
Ibu dengan Anemia
Risiko perdarahan postpartum meningkat pada ibu dengan anemia berat, di mana
uterus kekurangan oksigen, glukosa dan nutrisi esensial, cenderung bekerja tidak
efisien pada semua persalinan, hal inilah yang dapat menyebabkan perdarahan
postpartum semakin meningkat (Yekti Satriyandari, 2017).
Ibu dengan partus lama
Partus lama dapat menyebabkan terjadinya inersia uteri karena kelelahan pada otot-
otot uterus sehingga rahim berkontraksi lemah setelah bayi lahir dan dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum (Yekti Satriyandari, 2017).
2.6. Pemeriksaan Penunjang Ibu dengan Perdarahan Postpartum
Onset perdarahan postpartum biasanya sangat cepat, dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau
radiologis dapat dilakukan.
Pengkajian fokus pada perdarahan post portum (Doenges & Marilyn, 2001) sebagai
berikut :
Apa yang dirasakan saat itu ditujukan untuj mengenali tanda atau gejala yang
berkaitan dengan perdarahan post portum misalnya antonio uteri, retensio plasenta
robekan jalan lahir, vagina, perineum, adanya sisa selaput plsenta dan biasanya
ibu nampak perdarahan banyak > 500 CC.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita penyakit yang bisa
menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan psikososialnya.
Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang lain
yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau mempersulit penyambuhan.
Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung.
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang
mempunyai riwayat yang sama.
1) Aktivitas istirahat
2) Sirkulasi
3) Integritas ego
Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-kira 3hari setelah
melahirkan “post partum blues”.
4) Eliminasi
6) Persepsi sensori
Tidak ada gerakan dan sensori.
Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai
hari ke 5 post partum.
8) Seksualitas
Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari
setiap harinya.
9) Pengkajian Psikologis
a. Sirkulasi : Rembesan kontinu atau perdarahan tiba-tiba. Dapat tampak pucat, anemik.
d. Seksualitas : Tinggi fundus atau baan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
kehamilan (Subinvorusi), leukorea mungkin ada.
4. Intervensi dan Rasional (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016) (Moorhead,
Johnson, Maas, & Swanson, 2016)
Kriteria hasil :
1) Perdarahan berhenti.
2) Hb diatas normal.
Rasional : Anemi akibat kehilangan darah dapat terjadi. Terapi pengantian darah
mungkin diperlukan.
3) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedang badanya tetap
terlentang.
Rasional : Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatan aliran darah ke otak dan
organ lain.
6) Lakukan message uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakkan
diatas simpisis.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka jahitan perineum).
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria hasil :
Rasional : Untuk mengetahui derajat dan tingkat nyeri yang dialami dan untuk
dapat melakukan intervensi selanjutnya.
Kriteria hasil :
Rasional : pembalut yang terlalu basah bisa menyebabkan iritasi dan dapat
menjadi media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
6) Kolaborasi dengan tim medis dengan pemberian zat besi dan antibiotika.
Kriteria hasil :
3) Sediakan bantuan sampai klien mampu scara utuh untuk melakukan selfcare.
4) Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
Kriteria hasil :
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang
tidak diketahui.
Rasional : cemas yang berkepanjangan dapat dicagah dengan mekanisme koping yang
tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Blomberg, M. (2011). Maternal Obesity and Risk of Postpartum Hemorrhage. Obstet Gynecol,
118(3).
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) 6th Indonesian Edition. Singapura: Elsevier.
Gary F. Cunningham, K. J. (2010). William's Obstertics 23rd Edition. New York: McGraw-Hill
Medical.
IBI, M. I. (2013). Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
Kemenkes RI.
Herdman, T. H., & Kamitsuru , S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018 - 2020. Jakarta: EGC.
KemenkesRI. (2013). Angka Kematian Ibu. Jakarta: Kemenkes Republik Indonesia.
Manuaba Gde bagus Ida. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Buku Kedokteran
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Indonesian Edition. Singapura: Elsevier.
Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan 4th ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sulistyowati Sri dan Yahya Nadjibah. 2011. Pendarahan Dalam Kehamilan. P.T pustaka 3 kelana
Jakarta