Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

“The International Society for the Study of Women's Sexual Health


Process of Care for Management of Hypoactive Sexual Desire
Disorder in Women”

DISUSUN OLEH:

Ulayya Ghina Nabilla

2015730129

KEPANITERAAN KLINIK KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER

PERIODE 30 MARET – 05 APRIL 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan resume journal
reading yang berjudul The International Society for the Study of Women's Sexual
Health Process of Care for Management of Hypoactive Sexual Desire Disorder in
Women.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada tim pengajar FKK
Universitas Muhammadiyah Jakarta dan rekan-rekan yang telah membantu
penulis dalam pembuatan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih


banyak terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan ilmiah selanjutnya.

Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi
para dokter muda yang sedang menempuh stase psikiatri.

Jakarta, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

LAMPIRAN JOURNAL........................................................................................iii

BAB I RESUME JOURNAL................................................................................1

1.1. Definisi......................................................................................................1

1.2. Manifestasi Klinis dan Epidemiologi........................................................1

1.3. Fisiologi.....................................................................................................2

1.4. Algoritma Manajemen HSDS...................................................................3

1.5. Diagnosis...................................................................................................4

1.5.1. Pemeriksaan Fisik..............................................................................5

1.5.2. Pemeriksaan Laboratorium................................................................5

1.5.3. Modifiable Factor...............................................................................6

1.6. Tatalaksana................................................................................................7

1.6.1. Lini pertama dan lini kedua terapi edukasi........................................7

1.6.2. Modifikasi factor yang berperan........................................................8

1.6.3. Lini ketiga tatalaksana pilihan terapi seks.........................................8

BAB II ANALISIS PERBANDINGAN JURNAL DENGAN PEDOMAN DI


INDONESIA............................................................................................................9

2.1. Definisi dan Prevalensi..............................................................................9

2.2. Diagnosis HSDD.......................................................................................9

2.3. Tatalaksana HSDD..................................................................................10

BAB III KESIMPULAN....................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

ii
LAMPIRAN JOURNAL

iii
BAB I
RESUME JOURNAL

I.1. Definisi
Hypoactive sexual desire disorder (HSDD) atau gangguan hasrat seksual
hipoaktif, merupakan gangguan disfungsi seksual yang paling umum pada
perempuan dan terbukti berhubungan dengan kondisi emosi negative dan masalah
psikologikal seperti depresi, dll. Seseorang dikatakan mengidap HSDD apabila
memiliki gejala salah satu dari dibawah ini dengan onset minimal 6 minggu.

 Kurangnya motivasi untuk melakukan aktivitas seksual, seperti:


menurunnya atau tidak ada sama sekali rasa atau pikiran mengenai
seks atau fantasi tentang seks.
 Kehilangan minat untuk mengajak atau ikut serta dalam aktivitas
seksual, termasuk sikap menghindari situasi yang mengarah ke
aktifitas seksual.
 Dan kombinasi dengan gejala klinis tekanan pribadi yang
signifikan seperti rasa frustasi, rasa bersalah, kesedihan yang
mendalam, ketidakmampuan, dan khawatir.

HSDD dapat bersifat dari lahir atau didapat dan general atau situasional.
Definisi ini harus dipahami dalam konteks biopsikososial dan oleh karena itu
dapat diterapkan pada skema diagnostic somatic dan psikiatrik.

I.2. Manifestasi Klinis dan Epidemiologi


Wanita dengan HSDD dapat mengalami penurunan kualitas hidup
termasuk terganggunya citra tubuh, rasa precaya diri, dan harga diri, dan
menurunnya perasaan menyambung dengan pasangan.

Prevalensi HSDD menurut studi PRESIDE di Amerika, dari 31,531,


sebanyak 37,7% memiliki keluhan rendahnya hasrat seksual sebagai keluhan
paling umum pada gangguan seksual dan sebanyak 10% terdiagnosis dengan
HSDD.

1
I.3. Fisiologi
Sexual desire diatur oleh daerah-daerah kunci di otak melalui aksi
berbagai neurotransmiter. Sistem dopamin, melanokortin, oksitosin, vasopresin,
dan norepinefrin memediasi eksitasi seksual, sedangkan sistem opioid, serotonin,
endocannabinoid, dan prolaktin memediasi penghambatan seksual. Walaupun
penyebab biologis HSDD masih belum dapat diketahui, HSDD yang
digeneralisasi cenderung melibatkan kecenderungan terhadap proses
penghambatan atau neuroadaptasi yang menghasilkan penurunan eksitasi,
peningkatan inhibisi, atau campuran keduanya.

2
I.4. Algoritma Manajemen HSDS

3
I.5. Diagnosis

Figure 1. DSDS

Rekomendasi diagnosis menggunakan the Decreased Sexual Desire


Screener (DSDS). DSDS singkat, efektif, mudah digunakan, dan dilengkapi
sendiri serta tidak memerlukan pelatihan khusus untuk mengelola / menafsirkan.
Screener mencakup 5 pertanyaan “ya / tidak” sederhana. 4 pertama
menggabungkan prasyarat untuk diagnosis HSDD yang didapat secara umum: (1)
kepuasan sebelumnya dengan keinginan / minatnya dalam seks, (2) penurunan
dari kepuasan sebelumnya, (3) terganggu oleh penurunan hasrat seksual, dan (4) )
berharap untuk peningkatan hasrat seksualnya. Dalam permintaan kelima, pasien
diminta untuk mengidentifikasi dengan jawaban “ya / tidak” yang, jika ada, dari 7
kelompok faktor yang terdaftar mungkin berlaku untuk situasinya, berpotensi
memiliki efek buruk pada hasrat / minat seksualnya.

Jika seorang wanita menjawab "tidak" untuk setidaknya 1 dari 4


pertanyaan pertama, dia tidak memenuhi kriteria untuk HSDD yang didapat secara

4
umum tetapi dapat memenuhi kriteria untuk keinginan / minat seksual rendah
situasional atau seumur hidup yang rendah. Jika pasien menjawab "ya" untuk
pertanyaan 1 hingga 4 dan "tidak" untuk semua faktor dalam pertanyaan 5, ia
telah menggeneralisasi HSDD yang didapat. Jika ada faktor-faktor dalam
pertanyaan 5 hadir, HCP harus mengevaluasi dan mempertimbangkan diagnosis
diferensial termasuk etiologi biologis keinginan rendah, serta memutuskan apakah
tanggapan terhadap pertanyaan 5 menunjukkan HSDD yang diperoleh secara
umum atau keinginan / minat seksual situasional rendah.

Kondisi komorbid seperti gairah dan gangguan orgasme tidak


mengesampingkan diagnosis bersamaan dari HSDD.

I.5.1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan terfokus, termasuk pemeriksaan panggul dengan penilaian


jaringan vulva dan vagina, mungkin sesuai jika diindikasikan.

I.5.2. Pemeriksaan Laboratorium

5
Investigasi laboratorium dan pencitraan ditentukan oleh riwayat medis
wanita dan temuan pemeriksaan fisik.

I.5.3. Modifiable Factor

Obat-obatan yang menurunkan produksi testosteron termasuk kontrasepsi


hormonal kombinasi (CHCs; oral, transvaginal, dan transdermal), 105 penindasan
ovarium kimiawi oleh analog hormon pelepas gonadotropin, dan pemberian
glukokortikoid farmakologis. Beberapa senyawa lain menunjukkan aktivitas
antiandrogen (spironolactone, cyproterone acetate, flutamide, dan finasteride).
Obat meningkatkan kadar SHBG, dan karenanya menurunkan kadar testosteron
gratis, juga termasuk estrogen oral, CHC, tamoxifen, dan tiroksin

6
I.6. Tatalaksana
I.6.1. Lini pertama dan lini kedua terapi edukasi
Pendidikan dapat disusun dalam 3 bagian. Pertama, berikan informasi
tentang fungsi seksual normal. Kedua, mendidik pasien tentang faktor-faktor yang
berasal dari riwayat seksual dan medis yang dapat mengganggu hasrat seksual.
Ketiga, HCP dapat menilai motivasi untuk pengobatan dan mendiskusikan pilihan
pengobatan. Jika pasien memiliki pasangan, melibatkan pasangan dalam
perawatan mungkin dapat membantu. Pendidikan harus berlanjut sepanjang
proses, termasuk tindak lanjut pasien.

7
I.6.2. Modifikasi factor yang berperan
Tingkat intervensi selanjutnya mencakup modifikasi faktor-faktor yang
dianggap berperan dalam HSDD.

I.6.3. Lini ketiga tatalaksana pilihan terapi seks


Terapi seks terfokus untuk HSDD tidak mungkin efektif jika masalah
hubungan berkontribusi terhadap keinginan yang rendah atau sebagai hasil dari
HSDD (yaitu, kekuatan, kontrol, kepercayaan) untuk wanita dengan pasangan,
disfungsi seksual pada pasangan, atau riwayat seksual, kekerasan fisik, atau
emosional tidak ditangani. Tiga intervensi psikologis yang sering digunakan
adalah terapi perilaku, terapi perilaku kognitif (CBT), dan terapi mindfulness.

Selain tiga intervensi psikologis diatas, terdapat beberapa pilihan obat


berupa CNS agent (Flibanserin dan Bupropion) dan terapi hormonal (injeksi
transdermal hormone testosterone).

8
BAB II
ANALISIS PERBANDINGAN JURNAL DENGAN
PEDOMAN DI INDONESIA
I.7. Definisi dan Prevalensi
Jurnal Pedoman di Indonesia
Hypoactive sexual desire disorder HSDD atau gangguan minat terhadap
(HSDD) atau gangguan hasrat
kegiatan atau fantasi seksual yang
seksual hipoaktif, merupakan
gangguan disfungsi seksual yang sangat kurang yang mestinya tidak
paling umum pada perempuan dan
diharapkan bila dilihat dari umur dan
terbukti berhubungan dengan
kondisi emosi negative dan situasi kehidupan orang yang
masalah psikologikal seperti
bersangkutan.1
depresi, dll.
Prevalensi HSDD menurut studi Prevalensi kasus HSDD masih sangat
PRESIDE di Amerika, dari 31,531, sulit ditentukan pada studi populasi.
sebanyak 37,7% memiliki keluhan Dalam suatu survei demografi yang
rendahnya hasrat seksual sebagai luas didapatkan bahwa sekitar 10%
keluhan paling umum pada wanita di Amerika Serikat didapatkan
gangguan seksual dan sebanyak menderita gangguan hasrat seksual
10% terdiagnosis dengan HSDD.2 rendah. Data dari Indonesia, terdapat
survey pada tahun 2011 66,2% di
daerah Bandar Lampung dilaporkan
mengidap HSDD.3
Berdasarkan uraian diatas untuk definisi HSDD atara jurnal dan
pedoman di Indonesia, sama. Untuk prevalensi terjadinya berdasarkan
pedoman di Indonesia HSDD masih sulit untuk ditentukan pada studi populasi
dan sama halnya pada jurnal. Pada keduanya, prevalensi lebih banyak pada
perempuan dengan factor komorbid seperti adanya gangguan mental atau
kondisi medis lainnya.
I.8. Diagnosis HSDD
Jurnal Pedoman di Indonesia
 Gejala dirasakan sekurang –  Hilangnya nafsu seksual
kurangnya 6 bulan
merupakan masalah utama
 Kurangnya motivasi untuk
melakukan aktivitas yang membuat pasien datang
seksual, seperti: ke dokter untuk
menurunnya atau tidak ada
sama sekali rasa atau memeriksakan dirinya dan
pikiran mengenai seks atau bukan merupakan gangguan

9
fantasi tentang seks. sekunder dari gangguan
 Kehilangan minat untuk
seksual lainnya (gangguan
mengajak atau ikut serta
dalam aktivitas seksual, ereksi atau dyspareunia)
termasuk sikap menghindari
 Berkurangnya nafsu seksual
situasi yang mengarah ke
aktifitas seksual. tidak menyingkirkan adanya
 Dan kombinasi dengan
kenikmatan atau bangkitan
gejala klinis tekanan pribadi
yang signifikan seperti rasa seksual, tetapi menyebabkan
frustasi, rasa bersalah, berkurangnya aktivitas
kesedihan yang mendalam,
ketidakmampuan, dan seksual termasuk frigiditas.4
khawatir.

Berdasarkan uraian diatas untuk diagnosis HSDD atara jurnal dan


pedoman di Indonesia, hampir sama. Hanya saja pada jurnal tidak dijelaskan
untuk menegakkan diagnosis HSDD harus diperjelas bahwa menurun dan
hilangnya nafsu seksual merupakan keluhan utama dan tidak ada gangguan
seksual lain sebagai penyerta. Dan pada pedoman Indonesia tidak dijelaskan
berapa lama onset keluhan menurunnya nafsu seksual hingga dapat dikatakan
sebagai HSDD.

I.9. Tatalaksana HSDD


Jurnal Pedoman di Indonesia
 Pada jurnal dijelaskan untuk  Terapi flibanserin merupakan
tatalaksana lini pertama dan
obat baru yang bersifat
lini kedua merupakan terapi
edukasi dan harus dilakukan nonhormonal yang
follow up perkembangan
diindikasikan sebagai terapi
dan lebih baik melakukan
edukasi bersama HSDD pada perempuan pre
pasangannya jika ada.
dan post menopause.
 Modifikasi factor – factor
yang berperan seperti pada  Tatalaksana psikologis:
pasien dengan kondisi
dilakukan terapi seks.
medik lain atau gangguan
mental lainnya. Diharapkan dengan terapi seks
 Lini ketiga dengan
ini dapat meningkatkan rasa
tatalaksana pilihan terapi
seks percaya diri pasien,

10
 Pilihan obat yang dapat mengajarkan kompetensi
diberikan golongan CNS seksual, memperbaiki
agent (flibanserin dan
bupoprion) dan terapi komunikasi seksual, dan
hormonal (injeksi mengurangi kecemasan akan
transdermal testosterone)
perfoma saat melakukan
aktivitas seksual.
 Tatalaksana medis: obat
oral, injeksi substansi
vasoaktif, operasi, dan
vacuum device therapy.
Berdasarkan uraian diatas untuk tatalaksana HSDD atara jurnal dan
pedoman di Indonesia, pada jurnal lini pertama dan kedua masih dilakukan
terapi edukasi yang bersifat seperti konseling. Dan untuk konselingnya
dilakukan secara rutin setiap minggu sambil dilakukan follow up mengenai
keluhan pasien serta edukasi dilakukan bersama dengan pasangannya. Untuk
terapi edukasi tidak dijelaskan pada pedoman Indonesia. Untuk terapi medis
baik pada jurnal dan pedoman Indonesia sama – sama menggunakan terapi
oral dan terapi hormone berupa injeksi transdermal. Sedangkan untuk terapi
seks baik pada jurnal dan pedoman Indonesia sama – sama telah dijelaskan
hanya saja pada jurnal terapi seks merupaka terapi lini ketiga atau berupa
terapi pilihan terakhir setelah terapi edukasi.

11
BAB III
KESIMPULAN

Jurnal ini memaparkan mengenai algoritma guideline penanganan


gangguan nafsu seksual atau pada kasus ini HSDD pada perempuan. Jurnal ini
dibuat oleh ISSW (The International Society for the Study of Women) dan
merupakan guideline yang dibuat di Amerika dengan metode mengumpulkan
guideline – guideline yang telah ada untuk dikaji ulang.

Pada jurnal ini HSDD atau gangguan nafsu seksual hipoaktif merupakan
gangguan yang paling umum terjadi pada wanita pre menopause dan post
menopause yang memiliki factor komorbid seperti kondisi medis atau kondisi
mental lainnya. HSDD ini sendiri dapat ditegakkan diagnosisnya apabila gejala
yang dirasakan selama minimal 6 bulan dan tidak bersamaan dengan gangguan
seksual lainnya.

Tujuan penulisan jurnal ini khususnya ISSW membuat algoritma untuk


mendiagnosis HSDD pada perempuan adalah untuk memberikan pedoman
berbasis bukti untuk diagnosis dan pengobatan HSDD pada wanita oleh para
profesional perawatan kesehatan.

Berdasarakan uraian jurnal dan pedoman Indonesia, didapatakan mengenai


definisi HSDD tidak ada perbedaan definisi secara garis besar dan prevalensinya
pada keduanya dijelaskan masih sangat sulit untuk melakukan studi sehingga
masih sedikit penelitian yang membahas mengenai prevalensi HSDD itu sendiri.

Diagnosis HSDD ditandai dengan menurunnya atau hilangnya nafsu


seksual atau minat untuk melakukan aktivitas seksual, keluhan dirasakan selama
minimal 6 bulan, dan tidak ditemukannya gejala atau gangguan seksual lainnya
pada pasien.

Tatalaksana pada HSDD menurut jurnal dan pedoman Indonesia dapat


disimpulkan: pertama adalah dengan melakukan edukasi dan konseling yang
dilakukan secara rutin. Kedua, dengan menyingkirkan atau menangani factor –

12
factor komorbid yang berperan menyebabkan HSDD. Ketiga, apabila pilihan
pertama dan kedua sudah dilakukan dan belum ada perbaikan dilakukan terapi
psikologis berupa terapi seksual yang bertujuan meningkatkan rasa percaya diri,
memberikan edukasi dan berkomunikasi dengan cara aktivitas seksual. Dan yang
terakhir adalah terapi medikamentosa berupa terapi oral dan terapi hormonal yang
dilakukan dengan cara injeksi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. 3rd ed. Jakarta:


Balai Penerbit FKUI; 2017.

2. Clayton AH, Goldstein I, Kim NN, Althof SE, Faubion SS,


Faught BM, et al. The International Society for the Study of
Women’s Sexual Health Process of Care for Management of
Hypoactive Sexual Desire Disorder in Women. Mayo Found
Med Educ Res. 2018;93(April):467–87.

3. PMD. Flibanserin, untuk Disfungsi Seksual pada Wanita.


2015;42(2):133–4.

4. Maslim Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas


PPDGJ-III, DSM-5, ICD-11. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK Unika Atmajaya; 2019.

14

Anda mungkin juga menyukai