Oleh
Kelompok 5 :
1. Ali Sulaiman ( 1710069401002 )
2. Nurintan Fadilla ( 1710069401017 )
3. Sylvia Novita Sari ( 1710069401020 )
4. Uli Hartati BR Hutapea ( 1710069401024 )
5. Yeni Lestari ( 1710069401026 )
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan mengucap puji
syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu dan akal sehat sehingga
dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP
KELAINAN VISUS ”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah “KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH II ”.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa
pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu
Ns.Suryati. Sp.An Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini
penuh keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak. Allahumma Amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi ................................................................................................5
B. Macam Kelainan Pada Mata ................................................................6
C. Etiologi ................................................................................................8
D. Patofisiologi .........................................................................................9
E. Manifestasi Klinis ................................................................................10
F. Komplikasi ...........................................................................................12
G. Pemeriksaan Fisik ................................................................................12
H. Penatalaksanaa Medis ..........................................................................13
I. Jenis Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan ..........................................14
J. Asuhan Keperawatan ...........................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata adalah alat optik yang digunakan untuk melihat yang dimiliki oleh
manusia dan hewan. Mata adalah Satu-satunya alat optik yang canggih dan bukan
buatan manusia. Sifat bayangan pada mata adalah nyata, terbalik, dan dapat
diperkecil. Mata memiliki bagian-bagian yang sifat dan fungsinya berbeda-beda.
Berikut ini adalah bagian-bagian mata.
1. Kornea
Bersifat tembus pandang (bening)
Selalu dibasahi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar air mata
Berfungsi untuk melindungi lensa mata.
2. Iris (selaput pelangi)
Iris disebut dengan selaput pelangi, hal ini disebabkan karena tiap manusia
dari ras yang berbeda memiliki warna iris yang berbeda pula. Ada orang yang
memiliki iris berwarna hitam, cokelat, biru, dan hijau. Iris mata sendiri memiliki
fungsi untuk memberi warna mata
3. Pupil
Pupil adalah celah lingkaran yang terdapat di tengah-tengah iris.
Pupil berfungsi sebagai shutter, yakni tempat jalan masuk cahaya ke dalam
rongga mata.
Pupil dapat melebar dan dapat juga menyempit. Melebar dan
menyempitnya pupil tergantung pada intensitas cahaya yang masuk ke
mata.
Pupil menyempit ketika cahaya terang dan membesar ketika cahaya redup.
4. Lensa mata
Lensa mata merupakan lensa cembung. Bedanya, kalau lensa mata bersifat
lentur sehingga dapat berubah menebal atau menipis. Kemampuan
menebal dan menipisnya lensa mata disebut dengan daya akomodasi.
4
Lensa mata dapat menebal atau menipis karena adanya otot akomodasi
mata.
Lensa mata berfungsi untuk memfokuskan bayangan supaya jatuh di retina
(bintik kuning).
5. Retina
Retina mata fungsinya sebagai tempat jatuhnya bayangan hasil proyeksi
lensa mata.
Retina terdiri atas bintik kuning yang peka terhadap cahaya karena
mengandung jutaan sel saraf dan bintik buta yang tidak peka terhadap
cahaya.
6. Sel saraf
Sel saraf berfungsi menangkap sinyal visual dan mengirimkannya ke saraf
pusat penglihatan di otak. Ada dua macam sel saraf pada mata, yaitu sel batang
dan selkerucut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep teori dari kelainan visus ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien kelainan visus ?
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2 Akper jambi Yayasan telanai bhakti.
b. Tujuan khusus
Diharapkan Mahasiswa mampu :
1. Untuk mengetahui konsep teori dari kelainan visus
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawtan pada klien kelainan visus
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Ketajaman penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan bagian-bagian
detail yang kecil, baik terhadap objek maupun terhadap permukaan. Ketajaman
penglihatan juga tergantung pada pencahayaan dan tingkat kebutuhan penglihatan.
Ketajaman penglihatan juga dapat diartikan sebagai kemampuan mata untuk dapat
melihat suatu obyek secara jelas dan sangat tergantung pada kemampuan akomodasi
mata. Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina
kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat
dengan baik perlu ketajaman penglihatan.Visus adalah ketajaman atau kejernihan
penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus
retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus adalah sebuah
ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna
hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta
ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang
tersering digunakan dalam klinik.
Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam
satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain
dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak
terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan
untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk
alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak
penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap separuh dari tajam penglihatan jauh
dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus
sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus sentralis
jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya
jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat yang
merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya
membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya
6
bayangan benda tepat jatuh di retina. Visus perifer menggambarkan luasnya medan
penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk
mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi
menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut
diukur dengan menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau
sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 20/20 maka tajam
penglihatannya dikatakan normal dan jika visus <20/20 maka tajam penglihatanya
dikatakan kurang.
yang berarti tidak seimbang/sebanding, dan opsis, adalah penglihatan. Jadi ametropia
adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam
keadaan tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada
fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dibedakan menjadi 4 yaitu:
a. Ametropi oksial: Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih
dalam mata.
tidak normal.
a. Myopia
Myopia adalah mata denga daya lensa positif yang lebih kuat sehingga
sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan retina.
7
1) Menurut bentuknya myopia dibedakan menjadi 2 yaitu :
Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri.
2. Hipermetropi
jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titim fokusnya terletak dibelakang retina,
8
c. Hipermetropi total : Hipermetropi yang ukuranya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia (obat tetes mata, biasanya diberikan pada anak, pemberian
3. Afakia
Suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata tersebut
4. Astigmatisme
5. Presbiopi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dpat terjadi akibat kelemahan otot
akomodasi, lensa meta tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis
lensa.
C. Etiologi
1. Myopia
2. Hipermetropi
9
Indeks bias kurang pada sistem optik mata.
3. Afakia
4. Astigmatisme
Infeksi kornea.
Truma distrofi.
5. Presbiopi
lensa.
D. Patofisiologi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada
orangn normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata
demikian seimbang sehingga bayangan mata dibiaskan tepat di macula lutea. Mata
normal disebut emetropia mata dengan kelainan refraksi mengakibatkan sinar normal
tidak dapat terfokus pada macula. Hal ini disebabkan oleh kornea yang terlalu
mendatar atau mencembung, bola mata lebih panjang atau pendek lensa berubah
oleh elastisitas lensa yang kurang atau kelemahan otot akomodasi mengakibatkan
presbiopi.
10
Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan
atau lensa yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga fokus
terletak didepan retina dan penderita mengalami rabun jauh ( myopia )sebaliknya bila
bola mata terlalu pendek, indeks bias kurangatau kelengkungan kornea atau lensa
kurang maka pembiasan tidak cukup sehingga fokus dibelakang retina dan
tidak memiliki lensa ( Afakia ) apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi
kornea, distrofi atau pembiasan lensa berbeda maka akan mengakibatkan bayangan
ireguler (Astigmatisme).
mencembung dan pembiasan kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi terus
menerus sehingga terjadi ketegangan otot siliar yang mengakibatkan mata lelah, dan
Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat
melihat. Hal ini mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau mata juling
ke dalam dan strabismus karena bola mata bersama – sama konvergensi, serta
glaucoma sekunder karena hipertrofi otot siliar pada badan siliar mempersempit sudut
bilik mata.
kebutaan dan hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi karena
digenari macula dan retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori retina dan
degennerasi saraf optik. Hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan terjadi karena
E. Manifestasi Klinis
11
1. Myopia
Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur (rabun jauh ).
Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos
posterior fundus matamyopia yang terdapat pada daerah pupil saraf optik
2. Hipermetropi
Sakit kepala.
Silau
Sakit mata.
3. Afakia
sebenarnya.
melengkung.
Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan tepi
kabur.
12
4. Astigmatisme
5. Presbiopi
Kelelahan mata.
Mata berair.
F. Komplikasi
1. Strabismus.
6. Kebutaan
G. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen caranya :
Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen dengan mata
tertutup satu
Pasien diminta membaca huruf yang terdapat pada kartu, mulai dari
Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ) maka
13
Jika pasien tidak dapat menghitung jarak dari 6 m, maka jarak dapat
Jika pasien tetap tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan
dari jarak 1 m
Jika pasien tetap tidak dapat melihat lambaian tangan dilakukan uji
Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata
Caranya :
Satu mata dututup dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca
3. Pemeriksaan presbiopia.
presbiopia caranya :
prosedur diatas.
14
Diberikan lensa positif mulai +1 dinaikan perlahan 2x sampai
terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini
ditentukan.
H. Penatalaksanaan
1. Non bedah.
Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus pada retina.
Perbaikan ini dapat menggunakan sebuah lensa. jenis lensa yang digunakan
lensa ganda.
2. Bedah
8 – 16 insisi diagonal dibuat melalui 90% pada periperal kornea. contac cornea
tidak di insisi sehingga penglihatan tidak dipengaruhi insisi pada kornea yang
terfokus pada retina. Komplikasi pada pembedahan ini diantaranya luka atau
scar pada kornea jika insisi terlalu dalam dan kegagalan untuk mencapai
15
I. Jenis Pemeriksaan untuk Ketajaman Mata
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan
pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Pemeriksaan tajam penglihatan
dilakukan dikamar yang tidak terlalu terang dengan kartu senellen
Cara :
a. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu mata ditutup
.Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu,mulai dari baris
paling atas kebawah, dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca
seluruhnya dengan benar
b. Bila pasien tidak dapat membaca garis paling atas ( terbesar ) maka dilakukan uji
hitung jari dari jarak 6 meter.
c. Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter,maka jarak dapat
dikurangi 1 meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter .
d. Jika pasien tetap tidak bisa melihat , dilakukan uji lambaian tangan dari jarak 1
meter
e. Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji denga arah
sinar
f. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan
penglihatanya adalah 0 atau buta total.
1. Menggunakan 'chart' yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, biasanya 5 atau 6
meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal akan
relaksasi dan tidak berakomodasi.
a. Snellen chart
Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda dan
untuk pasien yang bisa membaca.
16
b. E chart
E chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-beda.
c. Cincin Landolt
Cincin Landolt yaitu kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah
cincin yang berbeda-beda.
2. Cara memeriksa :
17
a. Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih tinggi
atau sejajar dengan mata pasien. Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai
5/5 artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat
pada jarak 5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain
meter ada kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).
b. Pastikan cahaya harus cukup
c. Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien
diminta membaca kartu.
4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan
penglihatan dengan lambaian tangan.
a. Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa lambaian ke
kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan arah lambaian,
berarti visusnya 1/300
5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light' Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah
proyeksi :
a. Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi baik
b. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan
inferior.
c. Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi salah.
18
d. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Wawancara
ketajaman.
periperal dimana pada kondisi ini pasien akan lebih kesulitan saat
darlowvition.
Aktifitas istirahat.
membaca.
Neurosensori.
Gejala : gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas , sinar terang yang
menyebabkan silau
Gejala : Nyeri pada mata dan sekitar mata, sakit kepala, pusing
19
c.Pemeriksaan fisik
Mata berair.
Juling
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
20
mengidentifikasi dengan mengoptimalkan
menggunakanalat injuri.
21
bantu penglihatan
3. Pasien mampu
menggunakan obat –
4. Pasien mampu
memonitor penyebab
terjadinya cidera
yang ada di
lingkunganya.
5. Pasien mampu
melakukan aktifitas
adekuat.
22
Daftar Pustaka
A.M. Sugeng Budiono. 2003. Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang.
Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta. Pusdiklat Kesehatan
Depkes dan Kessos RI.
Guyton. 2004. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Dasar Penyakit. ed.3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Ilyas Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Panduan Skill's Lab Blok 3.6 FKUA http://www.mediafire.com/
Pearce, evelyn. 2008. Anatomi Fisiologi untuk para Medis. Jakarata :PT. Gramedia.
Pelatihan Pemeriksaan Tajam Penglihatan Pada Siswa Kelas 5 SD Gedongan I, Colomadu,
Karanganyar. Warta. No.1/Vol.10/Maret 2007:19-24.
Poerwanto, Purwanti, Wahyuni. 2013. “Analisa Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan
Mata Operator Di Ruang Kontrol Pt. XYZ”. e-Jurnal Teknik Industri FT USU. III.
Nomor 4 : 43-48
Prayoga, Hermawan Adi. 2014. “Hubungan antara Intensitas Pencahayaan dan Kelainan
Refraksi Mata dengan Kelelahan Mata pada Tenaga Para Medis di Bagian Rawat
Inap Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”. Unnes Journal of Public
Health. III Nomor 4 81-87
Saifudin. 2006. Anatomi fisiologi. Jakarta : ECG.
Septi, Nova. 2012. “Perbedaan Jarak Pandang Pekerja Canting Batik pada Beberapa Waktu
Kerja di Kampung Batik Semarang” Jurnal Kesehatan Masyarakat. I. Nomor : 2
816-827.
Suma’mur P.K. 1996. Hygiene Perusahaan & Keselamatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung.
Widiowati, Evi. 2009. “Pengaruh Intensitas Pencahayaan Lokal”. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. V. Nomor : I 64-69
23