Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELAINAN VISUS

Dosen Pengampu : Ns. Suryati, Sp.Kep.An

Oleh
Kelompok 5 :
1. Ali Sulaiman ( 1710069401002 )
2. Nurintan Fadilla ( 1710069401017 )
3. Sylvia Novita Sari ( 1710069401020 )
4. Uli Hartati BR Hutapea ( 1710069401024 )
5. Yeni Lestari ( 1710069401026 )

AKADEMI KEPERAWATAN JAMBI


YAYASAN TELANAI BHAKTI
TAHUN AJARAN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan mengucap puji
syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu dan akal sehat sehingga
dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP
KELAINAN VISUS ”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah “KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH II ”.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa
pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu
Ns.Suryati. Sp.An Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini
penuh keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak. Allahumma Amin.

Jambi, 24 Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................1

DAFTAR ISI...................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi ................................................................................................5
B. Macam Kelainan Pada Mata ................................................................6
C. Etiologi ................................................................................................8
D. Patofisiologi .........................................................................................9
E. Manifestasi Klinis ................................................................................10
F. Komplikasi ...........................................................................................12
G. Pemeriksaan Fisik ................................................................................12
H. Penatalaksanaa Medis ..........................................................................13
I. Jenis Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan ..........................................14
J. Asuhan Keperawatan ...........................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata adalah alat optik yang digunakan untuk melihat yang dimiliki oleh
manusia dan hewan. Mata adalah Satu-satunya alat optik yang canggih dan bukan
buatan manusia. Sifat bayangan pada mata adalah nyata, terbalik, dan dapat
diperkecil. Mata memiliki bagian-bagian yang sifat dan fungsinya berbeda-beda.
Berikut ini adalah bagian-bagian mata.
1. Kornea
 Bersifat tembus pandang (bening)
 Selalu dibasahi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar air mata
 Berfungsi untuk melindungi lensa mata.
2. Iris (selaput pelangi)
Iris disebut dengan selaput pelangi, hal ini disebabkan karena tiap manusia
dari ras yang berbeda memiliki warna iris yang berbeda pula. Ada orang yang
memiliki iris berwarna hitam, cokelat, biru, dan hijau. Iris mata sendiri memiliki
fungsi untuk memberi warna mata
3. Pupil
 Pupil adalah celah lingkaran yang terdapat di tengah-tengah iris.
 Pupil berfungsi sebagai shutter, yakni tempat jalan masuk cahaya ke dalam
rongga mata.
 Pupil dapat melebar dan dapat juga menyempit. Melebar dan
menyempitnya pupil tergantung pada intensitas cahaya yang masuk ke
mata.
 Pupil menyempit ketika cahaya terang dan membesar ketika cahaya redup.
4. Lensa mata
 Lensa mata merupakan lensa cembung. Bedanya, kalau lensa mata bersifat
lentur sehingga dapat berubah menebal atau menipis. Kemampuan
menebal dan menipisnya lensa mata disebut dengan daya akomodasi.

4
 Lensa mata dapat menebal atau menipis karena adanya otot akomodasi
mata.
 Lensa mata berfungsi untuk memfokuskan bayangan supaya jatuh di retina
(bintik kuning).
5. Retina
 Retina mata fungsinya sebagai tempat jatuhnya bayangan hasil proyeksi
lensa mata.
 Retina terdiri atas bintik kuning yang peka terhadap cahaya karena
mengandung jutaan sel saraf dan bintik buta yang tidak peka terhadap
cahaya.
6. Sel saraf
Sel saraf berfungsi menangkap sinyal visual dan mengirimkannya ke saraf
pusat penglihatan di otak. Ada dua macam sel saraf pada mata, yaitu sel batang
dan selkerucut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep teori dari kelainan visus ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien kelainan visus ?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2 Akper jambi Yayasan telanai bhakti.
b. Tujuan khusus
Diharapkan Mahasiswa mampu :
1. Untuk mengetahui konsep teori dari kelainan visus
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawtan pada klien kelainan visus
 

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi
Ketajaman penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan bagian-bagian
detail yang kecil, baik terhadap objek maupun terhadap permukaan. Ketajaman
penglihatan juga tergantung pada pencahayaan dan tingkat kebutuhan penglihatan.
Ketajaman penglihatan juga dapat diartikan sebagai kemampuan mata untuk dapat
melihat suatu obyek secara jelas dan sangat tergantung pada kemampuan akomodasi
mata. Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina
kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat
dengan baik perlu ketajaman penglihatan.Visus adalah ketajaman atau kejernihan
penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus
retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus adalah sebuah
ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna
hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta
ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang
tersering digunakan dalam klinik.
Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam
satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain
dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak
terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan
untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk
alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak
penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap separuh dari tajam penglihatan jauh
dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus
sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus sentralis
jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya
jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis dekat yang
merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya
membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya

6
bayangan benda tepat jatuh di retina. Visus perifer menggambarkan luasnya medan
penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk
mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi
menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut
diukur dengan menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau
sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 20/20 maka tajam
penglihatannya dikatakan normal dan jika visus <20/20 maka tajam penglihatanya
dikatakan kurang.

B. Macam-macam Kelainan pada Mata


1. Ametropia
Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) berasal dari bahasa Yunani; ametros,

yang berarti tidak seimbang/sebanding, dan opsis, adalah penglihatan. Jadi ametropia

adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana   mata yang dalam

keadaan tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada

fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dibedakan menjadi 4 yaitu:

a. Ametropi oksial: Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih

panjang atau pendek.

b. Ametropia refraktif: Ametropia akibat kelainan system pembiasan sinar di

dalam mata.

c. Ametropia kurvatur: Ametropia akibat kelengkungan kornea atau lensa yang

tidak normal.

d. Ametropia indeks: Ametropia karena indeks bias abnormal di dalam mata.

Ametropia dapat ditemukan empat bentuk kelainan yaitu :

a.       Myopia

Myopia adalah mata denga daya lensa positif yang lebih kuat sehingga

sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan retina.

Myopia dibedakan berdasarkan :

7
1) Menurut bentuknya myopia dibedakan menjadi 2 yaitu :

 Myopia refraktif : Bertambahnya indeks bias media penglihatan

seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi

lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

 Myopia aksial : Myopia akibat panjanganya sumbu bola mata, dengan

kelengkungan lenssa mata dan kornea yang normal.

2) Menurut derajat beratnya myopia dibedakan dalam :

 Myopia ringan dimana myopia kecil dari pada 1 – 3 dioptri.

 Myopia sedang dimana myopia lebih dari antara 3 – 6 dioptri.

 Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri.

3) Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk :

 Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa.

 Myopia progresif, myopia yang bertambah terus menerus pada usia

dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.

 Myopia maligna atau degeneratif, myopia yang dapat mengakibatkan

ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa

ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.

2. Hipermetropi

Merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar

jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titim fokusnya terletak dibelakang retina,

hipermetropi dikenal dalam bentuk :

a. Hipermetropi manifestasi : Hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan kaca

mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan yang normal.

b.   Hipermetropi laten : kelainan hipermetropi tanpa sikloplegia (atau dengan

obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.

8
c. Hipermetropi total : Hipermetropi yang ukuranya didapatkan sesudah

diberikan sikloplegia (obat tetes mata, biasanya diberikan pada anak, pemberian

diberikan selama 3 hari untuk mengetahui kelainan refraksi ).

3. Afakia

Suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata tersebut

menjadi hipermetropi tinggi. 

4. Astigmatisme

Kelainan kelengkungan kornea mata. Astigmatisme dikenal dalam bentuk:

a.   Astigmatisme reguler : Astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan

pembiasan bertambah atau berkurang perlahan – lahan secara terataur dari

satau meredian ke meredian berikutnya.

b. Astigmatisme irreguler : astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2

meredian yang tegak lurus.

5. Presbiopi

Gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dpat terjadi akibat kelemahan otot

akomodasi, lensa meta tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis

lensa.

C. Etiologi

1. Myopia

 Sumbu optik bola mata lebih panjang.

 Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.

2. Hipermetropi

 Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.

 Kelengkungan kornea atau lensa kurang.

9
 Indeks bias kurang pada sistem optik mata.

3. Afakia

 Tidak adanya lensa mata.

4. Astigmatisme

 Kelainan kelengkungan permukaan kornea.

 Kelainan pembiasan pada miridian lensa yang berbeda.

 Infeksi kornea.

 Truma distrofi.

5. Presbiopi

 Kelemahan otot akomodasi.

 Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis

lensa.

D.   Patofisiologi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada

orangn normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata

demikian seimbang sehingga bayangan mata dibiaskan tepat di macula lutea. Mata

normal disebut emetropia mata dengan kelainan refraksi mengakibatkan sinar normal

tidak dapat terfokus pada macula. Hal ini disebabkan oleh kornea yang terlalu

mendatar atau mencembung, bola mata lebih panjang atau pendek lensa berubah

kecembungannyaatau tidak ada lensa mengakibatkan Ametropi dan bila di akibatkan

oleh elastisitas lensa yang kurang atau kelemahan otot akomodasi mengakibatkan

presbiopi.

10
Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan

atau lensa yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga fokus

terletak didepan retina dan penderita mengalami rabun jauh ( myopia )sebaliknya bila

bola mata terlalu pendek, indeks bias kurangatau kelengkungan kornea atau lensa

kurang maka pembiasan tidak cukup sehingga fokus dibelakang retina dan

mengakibatkan rabun dekat ( hipermetropi ). Hipermetropi tinggi terjadi akibat mata

tidak memiliki lensa ( Afakia ) apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi

kornea, distrofi atau pembiasan lensa berbeda maka akan mengakibatkan bayangan

ireguler (Astigmatisme).

Pada presbiopi elastisitas lensa yang berkurang atau kelemahan otot

akomodasi mengakibatkan daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang

mencembung dan pembiasan kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi terus

menerus sehingga terjadi ketegangan otot siliar yang mengakibatkan mata lelah, dan

mata berair jika menekan kelenjar air mata.

Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat

melihat. Hal ini mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau mata juling

ke dalam dan strabismus karena bola mata bersama – sama konvergensi, serta

glaucoma sekunder karena hipertrofi otot siliar pada badan siliar mempersempit sudut

bilik mata.

Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan

kebutaan dan hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi karena

digenari macula dan retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori retina dan

degennerasi saraf optik. Hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan terjadi karena

neovaskularisasi sub retina akibat ruptur membran bruch

E. Manifestasi Klinis

11
1. Myopia

 Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur (rabun jauh ).

 Sakit kepala sering disertai juling

 Celah kelopak yang sempit.

 Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos

posterior fundus matamyopia yang terdapat pada daerah pupil saraf optik

akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.

 Degenerasi macula dan retina bagian perifer.

2. Hipermetropi

 Penglihatan dekat dan jauh kabur.

 Sakit kepala.

 Silau

 Diplopia atau penglihatan ganda.

 Mata mudah lelah.

 Sakit mata.

 Kelelahan setelah membaca.

 Mata terasa pedas dan tertekan.

3. Afakia

 Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibandingm ukuran

sebenarnya.

 Terdapat efek prisma lensa tebal sehingga benda terlihat seperti

melengkung.

 Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan tepi

kabur.

12
4. Astigmatisme

 Penurunan ketajaman mata baik jarak dekat maupun jauh.

 Tidak teraturnya lekukan kornea.

5. Presbiopi

 Kelelahan mata.

 Mata berair.

 Sering terasa pedas pada mata.

F. Komplikasi

1.        Strabismus.

2.        Juling atau esotropia.

3.        Perdarahan badan kaca.

4.        Ablasi retina.

5.        Glaukoma sekunder.

6.        Kebutaan

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.

Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen caranya :

 Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen dengan mata

tertutup satu

 Pasien diminta membaca huruf yang terdapat pada kartu, mulai dari

yang paling atas ke bawah dan  tentukan baris terakhir yang bisa di

baca seluruhnya dengan benar.

 Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ) maka

dilakukan uji hitung dengan uji hitung jarak 6m.

13
 Jika pasien tidak dapat menghitung jarak dari 6 m, maka jarak dapat

dikurangi 1 m sampai jarak maksimal penguji dengan pasien 1m.

 Jika pasien tetap tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan

dari jarak 1 m

 Jika pasien tetap tidak dapat melihat lambaian tangan dilakukan uji

dengan arah sinar.

 Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinarmaka

dikatakan penglihatannya adalah 0 ( nol ) buta total.

2. Pemeriksaan kelainan refraksi.

Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata

kanan kemudian mata kiri, dilakukan setelah tajam pemeriksaan diperiksa dan

diketahui adanya kelainan refraksi.

Caranya :

 Pasien duduk dengan jarak 6m dari kartu snellen.

 Satu mata dututup dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca

baris yang terkecil yang masih dapat dibaca.

 Pada mata yang terbuka diletakan lensa + 0,50 untuk menghilangkan

akomodasi pada saat pemeriksaan.

3. Pemeriksaan presbiopia.

Untuk lanjut usia dengan keluhan membaca dilanjutkan dengan pemeriksaan

presbiopia caranya :

 Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan dilakukan koreksi kelainan

refraksi bila terdapat myopia hipermetropia, atau astigmatisma sesuai

prosedur diatas.

 Pasien diminta membaca kartu pada jarak 30 – 40 cm.

14
 Diberikan lensa positif mulai +1 dinaikan perlahan 2x sampai

terbaca  huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini

ditentukan.

 Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu. 

H. Penatalaksanaan

1. Non bedah.

Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus pada retina.

Perbaikan ini dapat menggunakan sebuah lensa. jenis lensa yang digunakan

tergantung dari jenis kelainan :

 Myopia menggunakan lensa konkaf atau negatif.

 Hipermetropia menggunakan lensa konveks atau positif.

 Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika pasien tidak

dapat melihat jarak jauh, menggunakan lensa konkaf konveks atau

lensa ganda.

 Astigmatisma menggunakan lensa silinder.

2. Bedah

Pembedahan dapat mejadi alternatif tindakan untuk kelainan refraksi.

Radial keratotomy merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia sedang

8 – 16 insisi diagonal dibuat melalui 90% pada periperal kornea. contac cornea

tidak di insisi sehingga penglihatan tidak dipengaruhi insisi pada kornea yang

mana menurunkan panjang antereposterior mata dan membantu gambaran

terfokus pada retina. Komplikasi pada pembedahan ini diantaranya luka atau

scar pada kornea jika insisi terlalu dalam dan kegagalan untuk mencapai

kecukupan perbaikan jika insisi terlalu dangkal.

15
I. Jenis Pemeriksaan untuk Ketajaman Mata
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan
pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Pemeriksaan tajam penglihatan
dilakukan dikamar yang tidak terlalu terang dengan kartu senellen

Cara :
a. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu mata ditutup
.Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu,mulai dari baris
paling atas kebawah, dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca
seluruhnya dengan benar
b. Bila pasien tidak dapat membaca garis paling atas ( terbesar ) maka dilakukan uji
hitung jari dari jarak 6 meter.
c. Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter,maka jarak dapat
dikurangi 1 meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter .
d. Jika pasien tetap tidak bisa melihat , dilakukan uji lambaian tangan dari jarak 1
meter
e. Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji denga arah
sinar
f. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan
penglihatanya adalah 0 atau buta total.

Penjabaran dari cara memeriksa visus dengan beberapa tahapannya:

1. Menggunakan 'chart' yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, biasanya 5 atau 6
meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal akan
relaksasi dan tidak berakomodasi.

Kartu yang digunakan ada beberapa macam :

a. Snellen chart

Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda dan
untuk pasien yang bisa membaca.

16
b. E chart

E chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-beda.

c. Cincin Landolt
Cincin Landolt yaitu kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah
cincin yang berbeda-beda.

2. Cara memeriksa :

17
a. Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih tinggi
atau sejajar dengan mata pasien. Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai
5/5 artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat
pada jarak 5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain
meter ada kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).
b. Pastikan cahaya harus cukup
c. Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien
diminta membaca kartu.

3. Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.


a. Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5 atau 6
m.
b. Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60
c. Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m dan lakukan
penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.
d. Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3
m, sampai 1 m di depan pasien.

4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan
penglihatan dengan lambaian tangan.
a. Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa lambaian ke
kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan arah lambaian,
berarti visusnya 1/300

5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light' Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah
proyeksi :
a. Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi baik
b. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan
inferior.
c. Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi salah.
18
d. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Wawancara

 Menanyakan kepada psien tentang sejarah penyebab  dan waktu mulai

terjadinya gangguan penglihatan tersebut. Pasien dengan diabetik mokular

edema misalnya tipe tertentu mempunyai ketajaman penglihatan naik

turun. Pasien dengan mokular degenerasi mempunyai pusat masalah

ketajaman.

 Menyanyakan kepada pasien sehubungan dengan kerusakan lapang

periperal dimana pada kondisi ini pasien akan lebih kesulitan saat

mobilisasi sehingga ketergantungan aktifitas hidup sehari – hari

(Medication Segmen) menjadi sebuah kebiasaan (seperti merokok).

 Mengkaji tentang penerimaan dari keterbatasan fisik melalui penggunaan

fisual harus diidentifikasi pula mengenai pengharapan realistic

darlowvition. 

b.Data dasar pengkajian pasien.

 Aktifitas istirahat.

Gejala : perubahan aktifitas berhubungan dengan penglihatan lelah bila

membaca.

 Neurosensori.

Gejala : gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas , sinar terang yang

menyebabkan silau

   Nyeri atau kenyamanan

Gejala : Nyeri pada mata dan sekitar mata, sakit kepala, pusing

19
c.Pemeriksaan fisik

 Celah kelopak mata sempit

 Gambaran bulan sabit pada polos posterior fundus mata.

 Tidak teraturnya lekukan kornea.

 Mata berair.

 Juling

2. Diagnosa Keperawatan

 Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan adanya

perubahan penerimaan sensor.

 Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kelainan penglihatan .

3. Intervensi

DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
Gangguan persepsi Tujuan : setelah 1. Beri bantuan dalam

sensori penglihatan dilakukan tindakan pembelajaran dan

berhubungan keperawatan selama 3 x 24 penerimaan metode

dengan adanya jam diharapkan stimulus alternatif untuk menjalani

perubahan penglihatan  yang diterima hidup dengan

penerimaan sensor dapatsesuai dengan kurangnya  fungsi

kenyataanya dengan penglihatan.

kriteria hasil : 2. Manipulasi lingkungan

1. Pasien mampu sekitar pasien senyaman

mengidentifikasi diri mungkin.

sendiri. 3. Tingkatkan penglihatan

2. Pasien mampu pasien yang masih tersisa

20
mengidentifikasi dengan mengoptimalkan

orang lain. pencahayaan.

3. Pasien mampu 4. Jangan memindahkan

mengidentifikasi barang – barang di dalam

tempat saat ini. kamar pasien untuk

4. Pasien mampu mempermudah pasien

mengidentifikasi hari, menemukan barang yang

bulan, tahun, dan dibutuhkan.

musim yang benar. 5. Pastikan akses ke dan

penggunaan alat bantu

sensori seperti alat bantu

dengar dan kacamata.


Resiko tinggi cidera Tujuan : Setelah 1. Identifikasi resiko yang
berhubungan
dilakukan tindakan meningkatkan kerentanan
dengan kelainan
keperawatan selama 3x 24 terhadap cidera.
penglihatan
jam diharapkan pasien 2. Hindari kegiatan yang

dapat mengontrol factor menyebabkan cidera fisik.

cidera kare keterbatasan 3. Pantau faktor resiko

penglihatanya dengan perilaku pribadi dan

kriteria hasil : lingkungan.

1. Pasien mampu 4. Mengembangkan dan

mendeteksi penyebab mengikuti strategi

dari kerusakan pengendalian resiko.

penglihatanya. 5.   Mengubah gaya hidup

2. Pasien mampu untuk mengurangi resiko

menggunakanalat injuri.

21
bantu penglihatan

3. Pasien mampu

menggunakan obat –

obatan untuk mata

4. Pasien mampu

memonitor penyebab

terjadinya cidera

yang ada di

lingkunganya.

5. Pasien mampu

melakukan aktifitas

dengan lancar dengan

bantuan cahaya yang

adekuat.

22
Daftar Pustaka
A.M. Sugeng Budiono. 2003. Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang.
Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta. Pusdiklat Kesehatan
Depkes dan Kessos RI.
Guyton. 2004. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Dasar Penyakit. ed.3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Ilyas Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Panduan Skill's Lab Blok 3.6 FKUA http://www.mediafire.com/
Pearce, evelyn. 2008. Anatomi Fisiologi untuk para Medis. Jakarata :PT. Gramedia.
Pelatihan Pemeriksaan Tajam Penglihatan Pada Siswa Kelas 5 SD Gedongan I, Colomadu,
Karanganyar. Warta. No.1/Vol.10/Maret 2007:19-24.
Poerwanto, Purwanti, Wahyuni. 2013. “Analisa Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan
Mata Operator Di Ruang Kontrol Pt. XYZ”. e-Jurnal Teknik Industri FT USU. III.
Nomor 4 : 43-48
Prayoga, Hermawan Adi. 2014. “Hubungan antara Intensitas Pencahayaan dan Kelainan
Refraksi Mata dengan Kelelahan Mata pada Tenaga Para Medis di Bagian Rawat
Inap Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”. Unnes Journal of Public
Health. III Nomor 4 81-87
Saifudin. 2006. Anatomi fisiologi. Jakarta : ECG.
Septi, Nova. 2012. “Perbedaan Jarak Pandang Pekerja Canting Batik pada Beberapa Waktu
Kerja di Kampung Batik Semarang” Jurnal Kesehatan Masyarakat. I. Nomor : 2
816-827.
Suma’mur P.K. 1996. Hygiene Perusahaan & Keselamatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung.
Widiowati, Evi. 2009. “Pengaruh Intensitas Pencahayaan Lokal”. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. V. Nomor : I 64-69

23

Anda mungkin juga menyukai