Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

LANDASAN TEORI

1. KONSEP DASAR THALASEMIA


1.1 pengertian Thalasemia
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan
pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara
1925-1927. Kata Thalasemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit
tersebut dengan penduduk mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa berarti
berarti laut. (Bambang dkk, 2012)
Thalassemia adakah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan
secara produksi rantai globin pada hemoglobin (Suriadi dan Rita, 2010).
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehinga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono,
2012).
1.2 Klasifikasi Thalasemia
Secara garis besar, thalassemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu
thalassemia alpha dan thalassemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya
produksi rantai polipeptida.
a. Thalassemia Alpha
Thalasemia alpha disebabkan oleh delesi (penghapusan) gen. secara
normal terdapat empat buah gen globin alpha, oleh sebab itu beratnya
penyakit secara klinis dapat digolongkan menurut jumlah gen yang tidak
ada atau tidak aktif. Thalasemia dibagi menjadi :
1) Silent Carrier State (gangguan pada satu rantai globin alpha)
Kelainan yang disebabkan oleh kurangnya protein alpha. Tetapi
kekurangnnya hanya dalam tahap rendah. Akibatnya fungsi
hemoglobin dalam eritrosit tampak normal dan tidak terjadi gejala
klinis yang signifikan. Silent Carrier baru terdeteksi ketika memiliki
keturunan yang mengalami kelainan hemoglobin atau timbul
Thalasemia alpha (Wijaya, S Andra dkk, 2013).
2) Thalassemia alpha Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha)
Thalassemia alpha trait sering tidak bersamaan dengan anemia,
tapi volume eritrosit rata-rata (MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata
(MCH), dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (MCHC)
semuanya rendah dn perhitungan sel darah merah diatas 5,5 x 1012/L.
elektroforesis hemoglobin normal tetapi kadang-kadang benda
hemoglobin H dapat diamati dalam sel darah merah yang diisolasi
pada sediaan retikulosit dan pemeriksaan ratio sintesis rantai α/β
norma 1:1 dan ini berkurang pada Thalasemia alpha. Klien hanya
mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang
tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer)
(Wijaya, S Andra dkk, 2013).
3) Hemoglobin H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha)
Delesi tiga gen alpha menyebabkan anemia mikrositik hipokrom
yang cukup berat (hemoglobin 7-11 g/dL) disertai pembesaran limpa
(splenomegali). Keadaan ini dikenal sebagai penyakit hemoglobin H
karena hemoglobin H dapat dideteksi dalam eritrosit klien melalui
pemeriksaan elektoforesis atau persediaan retikulosit. Gambaran klinis
dari klien dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga
anemia yang berat yang disertai dengan splenomegali (Wijaya, S
Andra dkk, 2013).
4) Thalasemia alpha major (gangguan pada 4 rantai globin alpha)
Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang oalling berbahaya
pada thalassemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin
yang dibentuk sehingga tidak ada hemoglobin adult atua hemoglobin
fetal yang diproduksi. Pada awal kehamilan janin yang menderita
thalassemia alpha majot mengalami anemia, membengkak karena
kelebihan cairan (hydrop fetalis), pembesaran hati dan limpa. Janin
yang menderita kelainan ini umunya mengalami keguguran atua
meninggal tidak lama setelah dilahirkan (Wijaya, S Andra dkk, 2013).
b. Thalasemia Beta
Thalasemia beta merupakan kelainan yang disebabkan oleh kurangnya
produksi protein beta, thalassemia beta terjadi jika terjadi mutasi pada satu
atau dua rantai globin yang ada. Thalassemia beta dibagi menjadi :
1) Thalassemia Beta Trait (Minor)
Thalassemia beta trait (minor) merupakan kelainan yang
diakibatkan kekurangan protein beta. Namun, kekurangannya tidak
terlalu signifikan sehingga fungsi tubuh dapat normal. Gejala
terparahnya hanya berupa anemia ringan sehingga dokter sering kali
salah mendiagnosis. Klien thalassemia minor sering didiagnosis
mengalami kekurangan zat besi. Individu yang emiliki gejala seperti
ini akan membawa kelainan genetiknya tersebut untuk diturunkan
pada keturunannya kelak. Klien thalassemia trait (minor) merupakan
carrie pada thalassemia beta (Wijaya, S Andra dkk, 2013).
2) Thalasemia Intermedia
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa
memproduksi sedikit rantai beta globin. Klien mengalami anemia yang
derajatnya tergantung dari mutasi gen yang terjadi. Anemia,
pengapuran, dan pembesaran pembuluh darah merupakan gejala yang
ditimbulkan oleh kekurangan protein beta dalam jumlah yang cukup
signifikan. Rentang gejala thalassemia Intermedia dengan thalassemia
mayor hamper sehingga klien sering memperoleh kerancuan diagnosis,
indicator yang sering menjadi acuan adalah jumlah tranfusi darah yang
diberikan pada klien. Semakin sering klien menerima darah tranfusi,
maka dapat dikategorikan sebagai thalassemia mayor, tranfusi darah
pada klien thalassemia untermedia ditujukan untuk memperbaiki
kualiltas hidup, n=bkan mempertahankan hidup (Wijaya, S Andra dkk,
2013).
3) Thalassemia major (Cooley’s anemia)
Kelainan serius yang disebabkan Karea tubuh sangat sedikir
memproduksi protein beta sehingga hemoglobin yang terbentuk akan
cacat atau abnormal. Klien akan merasakan gejala anemia akut
sehingga selalu membutuhkan tranfusi darah dan perawatan kesehatan
secara rutin dan terus menerus. Frekuensi pemberian tranfusi darah
sebaiknya sekitar 2-3 minggu. Namun, seringnya tranfusi akan
menyebabkan gagl organ. Oleh karena itu, klien Thalasemia mayor
juga harus menjalani terapi. Pada kondisi ini kedua gen mengalami
mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantau beta globin. Gejala
muncul pada bayi berumur 3 bulan berupa anemia yang berat (Wijaya,
S Andra dkk, 2013). Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat,
perkembannga fisik tidak sesuai dengan umur, dan berat badan kurang.
Pada anak yang besar sering dijumpai gizi buruk, perut membuncit
karena adanya pembesaran hati dan limpa. Gejala lain (khas) ialah
bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan
karena ada gangguan tulang muka dan tengkorak. (Ngastiyah, 2012).
1.3 Etiologi Thalasemia
Penyebab Thalasemia menurut Kimberly (2011) dan Ngastiyah (2012)
adalah gangguan resesif autosomial yang diturunkan, gangguan sturktur
pembentukan hemoglobin dan gangguan jumlah (salah satu atau beberapa)
rantai globin sehingga hemoglobin tidak normal atau hemoglobinopatia yang
menyebabkan kerusakan sel darah merah.
Thalassemia alfa disebabkan oleh delesi gen atau terhapus oleh
kecelakaan genetic yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada
thalassemia beta karena adanya mutasi gen tersebut. Individu normal yang
mempunyai 2 gen alfa yaitu alfa thal 2 dan alfa thal 1 terletak pada tiap bagian
pendek kromosom 16 (aa/aa). Gen yang memproduksi rantai beta terletak
disisi pendek kromosom 11. Pada thalassemia beta mutasi gen disertai
berkurangnya produksi mRNA dan berkurangnya sintesis globin dengan
struktur normal.
1.4 Patofisiologi Thalasemia
Patofisiologi thalassemia menurut Wijaya dkk (2013) dan Suriadi dkk
(2010) adalah normal hemoglobin adalah terdiri dari hemoglobin adult dengan
dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada klien thalassemia
mengalami kelainan genetic pada pembentukan hemoglobin yaitu tidak
adanya atau kurangnya rantai beta atau alfa dalam molekul hemoglobin yang
mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantau alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defectif. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Terjadinya hemosiderosis
merupakan hasil kombinasi antara tranfsui berulang, peningkatan absorbs besi
dalam usus karena eritropoesis yang tidak efekti, anemia kronis, serta proses
hemolisis.
 Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dua polipeptida rantai
alfa dan dua rantai beta
 Pada beta Thalasemia yaitu tidak adnya kurangnya rantai beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit
membawa oksigen
 Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi
rantai beta memproduksi secara terus menerus dalam rantai alpha,
ettapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan Hb defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disentebrasi. Hal ini menyebabkan
sel darah merah menjadi hemolysis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
 Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada thalassemia beta dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada thalassemia alpha.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpha dan beta, atua terdiri dari Hb tak stabii
badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan meyebabkan hemolisis.
 Reduksi dalam Hb menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC di luar menjadi eritropitik aktif. Kompensator produksi
RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan
bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah dan rapuh.
1.5 Pathway Thalasemia

1.6 Penatalaksanaan Thalasemia


Penatalaksanaan Thalasemia Penatalaksanaan thalasemia menurut Herdata
(2008), Suriadi dan Rita (2010), Wijaya (2013), Bambang dkk (2012) dan
Wong (2009) yaitu:
1. Suportif
Tranfusi Darah. Keputusan untuk memulai program tranfusi
didasarkan pada kadar hemoglobin < 6 g/dl dalam interval 1 bulan selama
3 bulan berturut turut. Tranfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk
mempertahankan hemoglobin klien diatas 10 g/dl setiap saat.. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan klien. Pemberian darah dalam bentuk
PRC (packed red cell), 3 ml/kg berat badan untuk setiap kenaikan
hemoglobin 1 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang
disebut hemosiderosis Pada anak-anak, 50 ml darah pertama harus
diinfuskan lebih dari 30 menit. Bila tidak ada reaksi terjadi, kecepatan
aliran ditingkatkan dengan sesuai untuk menginfuskan sisa 275 ml lebih
dari periode 2 jam. Dosis untuk anak-anak bervariasi menurut umur dan
berat badan (hitung dosis dalam milliliter per kilogram berat badan).
Tinjau kembali riwayat tranfusi anak. Macam-macam komponen darah
yang ditranfusikan adalah darah lengkap (whole blood), packed red blood
cells (RBCS), white blood cells (WBC atau leukosit, leukosit-poor red
blood cells, platelet/trombosit, fresh frozen plasma (FFP). Pada klien
thalasemia tranfusi darah jenis packed red blood cells karena sesuai
dengan indikasi dari transfusi tersebut yaitu klien dengan kadar
hemoglobin rendah, klien dengan masa sel darah merah rendah.
2. Medikamentosa
a. Pemberian Deferoxamine (Desferal) yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (fron chelating agent)
Deferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai
1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Deferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari.
Deferoxamine diberikan melalui intravena atau subkutan.
Deferoxamine yang sering diberikan dirumah dengan menggunakan
pompa infus portabel dalam waktu 8-24 jam (biasanya selama waktu
tidur) selama 5 hingga 7 hari dalam seminggu. Lokasi umumnya di
daerah abdomen, namun daerah deltoid maupun paha lateral menjadi
alternatif bagi klien. Deferoxamine juga diberikan secara intravena
selama periode 4 jam pada saat dilakukan tranfusi darah. Adapun
efek samping dari pemakaian deferoxamine jarang terjadi apabila
digunakan pada dosis tepat. Toksisitas yang mungkin abisa berupa
toksisitas retina, pendengaran,gangguan tulang dan pertumbuhan,
reaksi lokal dan infeksi.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian deferoxamine, untuk
membantu kerja obat deferoxamine dalam mengurangi zat besi dalam
tubuh.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk membantu pematangan sel darah.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan.
e. Bedah atau Splenektomi a Splenektomi perlu dilakukan untuk
mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda sampai
klien berusia lebih dari 6 tahun karena tingginya risiko infeksi paska
splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan indikasi:
1) Limpa yang terlalu besar, sehingga mebatasi gerak klien,
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya
terjadi ruptur.
2) Hiperspenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan tranfusi
darah atau kebutuhan supensi eritrosit melebihi 250 mg/kg berat
badan dalam satu tahun. Pada anak-anak yang menjalani
splenektomi sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan
splenektomi, klien sebaiknya di vaksinasi dengan vaksin
pneumococcal dan haemophlus influenza type B dan sehari
setelah operasi diberi penisilin profilaksis. Bila anak alergi,
penisilin dapat diganti dengan eritromisin.
1.7 Komplikasi Thalasemia
Komplikasi thalassemia menurut Suriadi dan Rita (2010), Ngastiyah
(2012), Bambang dkk(2012) yaitu :
1. Fraktur patologi, hepatosplenomegali, gangguan tumbuh kembang,
disfungsi organ
2. Gagal jantung akibat anemia yang berat dan lama
3. Tranfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar zat besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung dna lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah rupture
akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang thalassemia disertai
tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan tromositopenia. Kematian
terytama disebabkan oleh nfeksi dan gagal jantung.
4. Virus hepatitis dan infeksi Yersinia, spleknektomi dan kelebihan besi.
Virus hepatitis dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering pada
klien thalassemia diatas 15 tahun. Kerusakan hepar yang disebabkan
besi, yang berhubungan dengan komplikasi sekunder dari tranfusi dan
infeksi virus hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis pada
anak dengan Thalasemia.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN THALASEMIA YANG AKAN


DILAKUKAN PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN DAN PEMERIKSAAN
INDEKS SEL DARAH MERAH (MCV, MCH, MCHC)

2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : An. H
TTL : Jombang, Mei 2003
Usia : 11 tahun
Nama Orang tua
Ayah : Tn. S
Ibu : Ny.M
Pekerjaan :swasta
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Jombang
Tanggal Masuk Rumah sakit : 7 April 2015
Tanggal pengkajian : 7 April 2015
II. Keluhan Utama
Ny. M mengatakan muka anaknya pucat, dan badanmya terasa lemah, tidak
bisa beraktifitas dengan normal.
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. M mengatakan bahwa klien pucat. Ny.M mengatakan klien tampak
pucat tanggal 4 April 2015 ketika sore setelah bermain dengan temannya.
Klien mengeluh lelah dan badannya terasa lemas. Klien segera beristirahat
tidur. Ny. M mengetahui keadaan klien kemudian keesokan harinya klien
dan Ny. M ke Suarabaya untuk mendapatkan pengobatan transfuse darah.
Ny.M sampai di Surabaya minggu malam dan menginap dirumah eyang
klien Senin pagi pukul 8.30 klien dibawa ke poli hematologi. Untuk
diperiksakan dan mendapatkan pengobatan transfusi darah. Ny. M
mengatakan ketika klien merasa lemas, kelelahan dan tampak pucat klien
segera dibawa ke RSUD Dr. Soetomo karena Ny. M menginginkan
keadaan anaknya semakin parah. Selama menunggu jadwal transfusi klien
lemas dank lien berusaha tidak melakukan aktifitas yang berat. Setelah
dicek hemoglobin dan diperiksa oleh dokter klien mendapatkan program
transfuse darah 3 hari mulai Selasa hingga Kamis. Pada senin tanggal 26
Agustus klien datang ke ruang one day care hematologi dengan keadaan
pucat, anemis, dan lemas
IV. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Ny. M mengatakan pada waktu umur 3 tahun klien mengalami pucat, perut
semakin membesar, lemas, dan sesak nafas. Klien segera dibawa k IGD RS
Jombang dan diberikan penanganan sampai dirawat inap selama 4 hari.
Karena hasil hemoglobin tetap 2 mg/ dL. Klien dirujuk ke RSUD Dr,
Soetomo, dan dirawat inap diruang Bona 2. Sampai sekarang klien terus
berobat unutk mendapatkan transfusi darah. Ketika klien merasa lelah dan
mengalami pucat.
V. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas
Ny. M mengatakan kegiatan sehari hari klien yakni mengaji, menonton
tv, dan bermain sepak bola bersama teman temannya.Ny.M mengatakan
sering merasa kelelahan jika klien melakukan aktivitas yang berat. Kline
segera beristirahat dan menghentikan aktivitas, yang dilakukan karena
klien merasa semakin lemas.
2) Pola Kebutuhan Nutrisi
Sebelum masuk rumah sakit Ny.M mengatakan klien makan 3 kali
sehari, makan apa yang di masak neneknya dengan komposisi sayur sop,
tahu tempe, ayam goring. Klien jarang makan buah buahan. Pada
transfusi 3 hari klien makan nasi bebek pada hari pertama, makan nasi
ayam penyet pada hari kedua tidak makan siang pada hari ketiga klien
mendapatkan As. Folat dan vitamin C.
VI. Pemeriksaan Fisik
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Denyut Nadi : 120x/menit
Suhu : 36,6 ˚ C
RR : 20x/menit
Keadaan Umum : Pucat, Anemis
Kesadaran : Compos Mentis
1) Mata : Sklera Uterus, Konjungtiva anemis
2) Mulut : Membran Mukosa bibir pucat,
3) Ekstremitas : Turgir Kulit cukup, kulit bewarna coklat akral dingin,
basah, pucat, CRT 3 detik
VII. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 4,7 g/dL (12,9 – 15,9)
MCV 77,2 fL (81,1-96,0)
MCH 25,7 pg (27,0-31,2)
MCHC 33,3 9/dL (31,8-35,4)
Hapusan Darah Tepi
Anisositosis Positif (negatif)
Hipokromia Positif (negatif)
Polikromasi Positif (negatif)

VIII. Terapi
1) Tranfusi Darah
2) Cairan NaCl 0,9 % 250 cc
IX. ANALISIS DATA

Pengelompokkan Data Penyebab Masalah Keperawatan


DS : Ny. M mengatakan Thalasemia Ketidak efektifan perfusi
Klien Pucat jaringan perifer b.d
DO : Akral kulit dingin, konsentrasi hemoglobin
basah, pucat, CRT 3 detik Aktifitas Berat d.d warna kulit pucat
membrane mukosa bibir
pucat.
TD : 110/60 mmHg Komponen seluler berkurang
Nadi : 120x/menit
Hb : 4,7/ dL
Afinitas Hb terhadap Oksigen
tidak ade kuat

Perfusi jaringan menurun

Ketidak efektifan perfusi jaringan


perifer
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Ditemukan Masalah Masalah Teratasi


. Keperawatan/Masalah Tanggal Paraf Tanggal Paraf
Kolaboratif
1. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan
penurunan konsentrasi
hemoglobin dibuktikan
dengan warna kulit
pucat.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan
No Keperawatan Tujuan & Tindakan Rasionalisasi
Kriteria Hasil Keperawatan
1. Ketidak efektifan Tujuan : 1. Kolaborasi 1. Mengidentifikasi
perfusi jaringan Setelah diberikan
pemeriksaan deefisiensi dan kebutuhan
perifer b.d asuhan
konsentrasi keperawatan 3x24 hemoglobin pengobatan atau respon
hemoglobin d.d jam diharapkan
sebelum dan terhadap terapi.
warna kulit pucat masalah ketidak
efektifan perkusi sesudah transfusi 2. Meningkatkan jumlah sel
jaringan perifer
darah pembawa oksigen,
teratasi
Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dalam memperbaiki defisiensi
1. Hemoglobin
pemberian transfusi untuk menurunkan resiko
lebih dari 10
dalam pemberian perdarahan.
g/dL
transfusi washed 3. Memberikan jalan masuk
2. CRT kurang
erythrocyte 150 cc untuk pemberian transfus
dari 2 detik
hari pertama, 200 darah ke dalam tubuh dan
3. Klien tidak
cc mencegah terjadinya
tampak pucat
3. Berikan cairan hemolisis.
4. Akral kulit
NaCl 0,9% 4. Meningkatkan ekspansi
hangat kering
sebelum dan paru dan memaksimalkan
merah
sesudah transfusi. oksigenasi untuk
5. Membran
4. Anjurkan keluarga kebutuhan seluler.
mukosa bibir
memberikan posisi 5. Memberikan informasi
merah muda
semi fowler atau tentang derajat atau
6. Tekanan darah
meninggikan posisi keadekuatan perfusi
110/70 mmHg
kepala jika klien jaringan dan membantu
7. Nadi 70-
mengalami sesak. menentukan kebutuhan
120x/menit
5. Observasi perencanaan selanjutnya.
keefektifan perfusi
jaringan : CRT,
akral kulit,
membran mukosa
bibir, tekanan
darah, nadi
sebelum dan
sesudah transfusi
darah.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Tanda Tangan/
Paraf
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan Selasa, 8 April 2015
perifer b.d konsentrasi hemoglobin d.d Pukul : 10.00
warna kulit pucat 1. Mengobservasi keefektifan
perfusi jaringan CRT, akral
kulit, membran mukosa bibir,
tekanan darah, dan nadi (pada
saat pengkajian)
Hasil :
- CRT : 3 detik
- Akral kulit dingin, basah
pucat
- Membran mukosa bibir
pucat
- TD : 110/60 mmHg
- Nadi : 120x/menit
Pukul 10.30
2. Melakukan pemasangan infus
dan memberikan cairan NaCl
0,9 % sebelum transfusi.
Hasil : infus terpasang dengan
baik di tangan sebelah kiri,
NaCl (±100cc) lancar
Pukul 10.45
3. Memberikan transfusi washed
erythrocyte 150 cc, mengawasi
komplikasi transfusi.
Hasil : Transfusi WE diberikan
150 cc berjalan dengan lancar,
tidak rekasi komplikasi dalam
pemberian transfusi.
Pukul 10.50
4. Menganjurkan kepada keluarga
klien untuk meberikan posisi
semi fowler atau meninggikan
posisi kepala jika klien
mengalami sesak.
Respon : Ny. M memahami
dengan baik.
Pukul 11.55
5. Membilas transfusi dengan
NaCl 0,9 %
Hasil :
NaCL 0,9 % ± 150 cc
diberikan
Pukul 12.15
6. Mengobservasi kefektifan
perfusi jaringan, CRT, akral
kulit, membran mukosa bibir,
tekanan darah, dan nadi.
Respon :
Ny.M mengatakan pucat klien
berkurang
- CRT 2 detik
- Akral kulit hangat Kering
pucat
- Membran mukosa bibir
pucat
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 126x/menit

Rabu , 9 April 2015


Pukul 09.00
1. Mengobservasi kefektifan
perfusi jaringan CRT, akral
kulit, membran mukosa bibir,
tekanan darah, dan nadi.
Hasil :
- CRT 2 detik
- Akral kulit hangat kering
pucat, membran mukosa
bibir pucat
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi : 102 x/menit
Pukul 09.10
2. memberikan cairan NaCl 0,9 %
sebelum transfusi.
Hasil :
- NaCl (±100 cc) lancar
Pukul 09.25
3. Memberikan transfusi WE 200
cc
Hasil :
Transfusi WE berjalan dengan
lancar tanpa reaksi komplikasi
dalam pemberian transfusi.
Pukul 10.30
4. Membilas transfusi dengan
NaCl 0,9 %
Hasil : NaCl 0,9 % (±150cc)
diberikan
5. Mengobservasi kefektifan
perfusi jaringan, CRT, akral
kulit, membran mukosa bibir,
tekanan darah, dan nadi.
Respon :
Ny.M mengatakan klien tidak
tamapak pucat
- CRT< 2 detik
- Akral kulit hangat Kering
merah
Membran mukosa bibir merah
mudah
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 12x/menit

Kamis, 10 April 2015


Pukul 08.30
1. Mengobservasi keefektifan
perfusi jaringan
Hasil :
- CRT < 2 detik
- Akral kulit hangat kering
merah, membrann mukosa
bibir merah muda
- TD 120/80 mmHg.
- Nadi 110x/menit
Pukul 08.50
2. Melakukan pemasangan infus
dan memberikan cairan NaCl
0,9 % sebelum transfusi
Hasil :
- Infus terpasang dengan baik
di tangan kanan
- NaCl(± 100 cc) lancar
3. Memberikan transfusi WE 250
cc
Pukul 10.25
4. Membilas transfusi dengan
NaCl 0,9%
Hasil : NaCl 0,9% (±150 cc)
diberikan.
Pukul 10.50
5. Mengobservasi kefektifan
perfusi jaringan, CRT, akral
kulit, membran mukosa bibir,
tekanan darah, dan nadi.
Respon :
Ny.M mengatakan klien tidak
tampak pucat
- CRT <2 detik
- Akral kulit hangat Kering
merah
- Membran mukosa bibir
merah muda
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 118x/menit

E. EVALUASI
 Hemoglobin (Hb) (darah)
Nilai Rujukan :
- Dewasa : Pria : 13, 4-17 g/dL. Wanita 12 – 15 g/dL
- Bayi baru Lahir : 14 -24 g/dL .
- Bayi : 10-17 g/dL.
- Anak : 11-16 g/dL
 Indeks sel darah merah (MCH, MCHC)
Nilai rujukan

 MCH (pg [konvensional dan satuan SI])


- Dewasa : 27-31
- Bayi baru lahir :32-34
- Anak : 27-31
 MCHC (% atau g/dl [konvensional] :
- Dewasa : 32%-36%
- Bayi baru lahir : 32%-33%
- Anak : 32%-36%
BAB III
PEMERIKSAAN
3.1 HEMOGLOBIN (HB) (DARAH)
A. Nilai Rujukan
DEWASA: Pria: 13,5-17 g/dl. Wanita: 12-15 g/dl.
ANAK: Bayi Baru Lahir. 14-24 g/dl. Bayi: 10-17 g/dl. Anak: 11-16 g/dl.
B. Deskripsi
Hemoglobin ( Hb ) merupakan zat protein yang ditemukan dalam
sel darah merah (SDM) yang memberi warna merah pada darah.
Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa oksigen.
Kadar hemoglobin yang tinggi abnormal teriadi karena keadaan
hemokonsentrasi akibat dari dehidrasi (kehilangan cairan). Kadar
hemoglobin yang rendah berkaitan dengan berbagai masalah klinis.

Jumlah SDM dan kadar hemoglobin tidak selalu meningkat atau


menurun bersamaan. Sebagai contoh, penurunan jumlah SDM disertai
kadar hemoglobin yang sedikit meningkat atau normal terjadi pada kasus
anemia pernisiosa, serta kadar SDM yang sedikit meningkat atau normal
disertai dengan kadar hemoglobin yang menurun, terjadi pada anemia
defisiensi zat besi (mikrositik).

C. Tujuan

1. Untuk memantau kadar hemoglobin dalam SDM.


2. Untuk membantu mendiagnosis anemia.
3. Untuk menentukan defisit cairan tubuh akibat peningkatan kadar
hemoglobin.

D. Masalah Klinis

PENURUNAN KADAR: Anemia (defisiensi zat besi, aplastik,


hemolitik), perdarahan hebat, sirosis hati, leukemia, penyakit Hodgkin,
sarkoidosis, kelebihan cairan IV, kanker (usus besar dan usus halus, rektum,
hati, tulang), talasemia mayor, kehamilan, penyakit ginjal. Pengaruh Obat:
Antibiotik (kloramfenikol [Chloromycetin], penisilin, tetrasiklin), aspirin,
obat antineoplastik, doksapram (Dopram), derivat hidantoin, hidralazin
(Apresoline), indometasin (Indocin), inhibitor MAO, primakuin, rifampin,
sulfonamid, trimetadion (Tridione), vitamin A (dosis besar)
PENINGKATAN KADAR: Dehidrasi/hemokonsentrasi, polisitemia,
daerah daratan tinggi, PPOM, CHF, luka bakar yang parah. Pengaruh Obat:
Gentamisin, metildopa (Aldomet).

E. Prosedur

1. Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau minuman.


2. Jangan mengambil sampel darah dari tangan atau lengan yang menerima
cairan IV. Turniket yang lerpasang harus kurang dari satu menit.
DARAH VENA: Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dalam tabung
bertutup lembayung. Hindari terjadinya hemolisis.
DARAH KAPILER: Tindik area daun telinga, jari, atau tumit yang sudah
dibersihkan dengan lanset steril. Jangan memeras area tusukan dengan
keras pada saat mengumpulkan cairan serosa dan darah. Bersihkan tetesan
darah yang pertama. Ambil tetesan darah dengan cepat menggunakan
mikropipet dengan karet pengisap kecil di atasnya atau tabung
mikrohematokrit. Masukkan darah ke dalam tabung dengan pelarut yang
telah disiapkan.

F. Faktor Yang Memengaruhi Temuan Laboratorium

1. Obat dapat meningkatkan atau menurunkan kadar hemoglobin (lihat


pengaruh Obat).
2. Mengambil darah dari tangan atau lengan yang terpasang cairan IV dapat
melarutkan sampel darah.
3. Membiarkan turniket terpasang lebih dari satu menit akan menyebabkan
hemostasis, yang dapat menyebabkan temuan palsu kadar hemoglobin.
4. Tinggal di dataran tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar
hemoglobin.
5. Penurunan asupan cairan atau kehilangan cairan akan meningkatkan
kadar hemoglobin akibat hemokonsentrasi, dan kelebihan asupan cairan
akan mengurangi kadar hemoglobin akibat hemodilusi.

G. Implikasi Keperawatan Dan Rasional

 Jelaskan prosedur kepada klien.

- PENURUNAN KADAR
1. Kenali masalah klinis dan obat yang dapat menyebabkan penurunan
kadar hemoglobin (lihat Masalah Klinis). Anemia merupakan penyebab
yang umum, tetapi biasanya klien tidak dinyatakan anemik sampai kadar
hemoglobin <10,5 g/dl. Perdarahan dapat menyebabkan rendahnya kadar
hemoglobin jika darah tidak segera diganti; namun demikian kadar
hemoglobin tidak menurun dengan cepat. Kadar tersebut akan tetap
normal selama beberapa jam, atau bahkan beberapa hari.
2. Pantau klien untuk menemukan tanda dan gejala anemia (misalnya
pusing takikardia, kelemahan, dispnea saat istirahat). Gejala tersebut
bergantung pada seberapa rendah kadar hemoglobin tersebut (anemia
berat).
3. Periksa kadar hematokrit jika kadar hemoglobin rendah.
- PENINGKATAN KADAR
1. Kenali masalah klinis dan obat yang dapat menyebabkan peningkatan
kadar hemoglobin (lihat Masalah Klinis). Dehidrasi merupakan penyebab
utama sementara dari peningkatan kadar. Setelah klien diberikan
penggantian cairan, kadar hemoglobin harus kembali ke rentang normal.
2. Pantau adanya tanda dan gejala dehidrasi (misalnya rasa haus yang khas
turgor kulit buruk, membran mukosa kering, dan gejala seperti syok
[takikardia, takipnea, dan akhirnya, penurunan tekanan darah]).

- PENYULUHAN KLIEN

 Jelaskan kepada klien untuk mempertahankan asupan cairan yang adekuat.


Sering kali lansia cenderung kurang minum.

3.2 INDEKS SEL DARAH MERAH (MCH, MCHC) (DARAH)


A. Nilai rujukan
 MCV (µm3 [konvensional] atau fl [satuan SI]
- Dewasa : 80-98
- Bayi baru lahir : 96-108
- Anak :82-92
 MCH (pg [konvensional dan satuan SI])
- Dewasa : 27-31
- Bayi baru lahir :32-34
- Anak : 27-31
 MCHC (% atau g/dl [konvensional] :
- Dewasa : 32%-36%
- Bayi baru lahir : 32%-33%
- Anak : 32%-36%

B. Deskripsi

Indeks sel darah merah meliputi hitung SDM, ukuran SDM (MCV: mean corpuscular
volume [volume korpuskular rerata]), berat (MCH: mean corpuscular hemoglobin
[hemoglobin korpuskular rerata]), konsentrasi hemoglobin (MCHC: mean
corpuscular hemoglobin concentration lkonsentrasi hemoglobin korpuskular reratal),
dan perbedaan ukuran (RDW: RBC distribution width [luas distribusi SDM]). Istilah
lairn untuk indeks SDM adalah indeks eritrosit serta indeks korpuskular. Untuk
mengindentifikasi jenis anemia, pemberi layanan kesehatan memerlukan data uji
indeks SDM berikut ini.

 MCV : MCV mengindikasikan ukuran SDM: mikrositik (ukuran kecil),


normositik (ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). Penurunan MCV,
atau mikrosit, dapat menjadi indikasi terjadinya anemia defisiensi zat besi dan
talasemia. Contoh kasus hasil MCV meningkat atau makrositosis adalah
anemia pernisiosa dan anemia asam folat. Kadar MCV dapat dihitung jika
hitung SDM dan hematokrit (Ht) diketahui.

Ht x 10
MCH=
Hitung SDM

 MCH : mengindikasikan berat hemoglobin didalam SDM, tanpa


memperhatikan ukurannya. Pada anemia makrositik nilai MCH meningkat
dan pada anemia hipokromik nilainya menurun. Nilai MCH diperoleh dengan
cara mengalikan Hb sebanyak 10 kali lalu membagikan dalam hitung SDM.

Hb x 10
MCH =
Hitung SDM

 MCHC: MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume


SDM. Penurunan nilai MCHC dapat mengindikasikan adanya anemia
hipokromik. Nilai MCHC dapat dihitung dari nilai MCH dan nilai MCV atau
dari hemoglobin dan hematokrit.

Hb x 100 MCH x 100


MCHC= atau MCH=
Ht MCV

C. Masalah klinis

Indeks Penurunan Nilai Peningkatan Nilai


MCV Anemia mikrostik : defisiensi Anemia makrositik :
zat besi aplastic, hemolitik,
Malignansi pernisosa
Artritis reumatid penyakit hati kronis
Hemoglobinopati hipotiroidisme
Thalasemia (miksedema)
pengaruh obat
defisiensi vitamin B12
MCH Anemia mikrostik, Anemia makrostik
hipokromik
MCHC Anemia hipokromik, Anemia
defisiensi zat besi,
Thalasemia
D. Prosedur

 Kumpulkan 3 sampai 5 ml darah vena dengan tabung bertutup lem


bayung. Cegah terjadinya hemolisis. Jangan biarkan turniket terpasang
terlalu lama.
 Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau cairan.
 Biasanya digunakan alat penghitung partikel yang akan memberikan hasl
scluruh hitung sel darah lengkap, beserta seluruh nilai indeks tersebut.

E. Faktor yang mempengaruhi temuan Laboratorium

 Obat (lihat Masalah Klinis).

F. Implikasi Keperawatan dan Rasional

 Penurunan kadar
- Hubungkan penyebab penurunan hitung MCV, MCH, MCHC dengan masalah
klinis.
- Kaji penyebab penurunan hitung SDM. Periksa apakah terdapat kehilangan
darah dan kaji riwayat anemia, insufisiensi ginjal, infeksi kronis, atau
leukemia. Tentukan apakah klien mendapatkan cairan yang berlebihan.
- Pantau untuk menemukan tanda dan geiala anemia defisiensi zat besi tahap
lanjut (keletihan, pucat, dispnea pada saat latihan fisik, takikardia, serta sakit
kepala). Gejala kronis meliputi retak di sudut bibir, lidah halus, disfagia, dan
rasa baal dan kesemulan pada ekstremitas. Pada defisiensi ringan zat besi,
klien biasanya tanpa gejala.
 Penyuluhan Klien
- Anjurkan klien memaluhi program pengobatan, seperti terapi suplemen zat
besi dan diet tinggi zal besi.
- Beri tahu klien untuk mengonsumsi makanan yang mengandung banyak zat
besi (mis., hati, daging merah, sayuran hijau, dan roti yang diforsifi- kasi
dengan zat besi).
- Jelaskan kepada klien yang mendapat suplemen zat besi bahwa feses biasanya
akan berwarna gelap (seperti ter). Beri tahu klien untuk mengonsumsi obat
yang mengandung zat besi bersama dengan makanan. Susu dan antasida dapat
memengaruhi absorpsi zat besi.
 PENINGKATAN KADAR
- Hubungkan antara peningkatan hitung MCV, MCH, MCHC dengan masalah
klinis serta obat.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, H Amin dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA. Yogyakarta :Mediaction.

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi danAnak (untuk Perawat dan
Bidan). Jakarta : Salemba Medika

Ngastiyah. 2012. Perawatan Anak Sakit Edisi 2; Edisi revisi. Jakarta : Rineka
Cipta

Wijaya, A Sarefi dkk, 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta. Nuha


Medika

Anda mungkin juga menyukai