Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KESETIMBANGAN KIMIA

PENENTUAN MASSA MOLAR DENGAN PENURUNAN TITIK BEKU

Oleh:
Nama : Ali Imron Baedhowi
NIM : 171810301041
Kelompok :1

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Larutan adalah suatu sistem yang terdiri dari dua atau lebih senyawa yang tercampur
secara homogen. Sifat-sifat fisik dari larutan dapat mengalami perubahan ketika zat yang
tidak mudah menguap (non volatil) di larutkan ke dalam suatu pelarut murni. Sifat-sifat
tersebut salah satunya yaitu penurunan titik beku. Zat terlarut yang bersifat nonvolatil
nantinya akan menurunkan titik beku pelarutnya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan zat terlarut
bersifat sukar menguap, sehingga ketika suhu bernilai 0 oC ternyata larutan belum membeku
dan tekanan permukaannya lebih kecil dari 1 atm (Dogra, 1894).
Zat akan membeku apabila telah mencapai titik bekunya. Titik beku pada air sebesar
0oC. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tekanan uap air dalam bentuk cair pada temperatur
0oC sama dengan tekanan uap air dalam bentuk padat. Penurunan titik beku larutan terjadi
karena adanya kenaikan tekanan cairan dalam radiator, sehingga cairan membeku dalam suhu
lebih rendah dari pelarutnya. Penurunan titik beku pada larutan encer sebanding dengan
konsentrasi massa yang dimilikinya. Penentuan tetapan penurunan titik beku molar dilakukan
dengan menambahkan suatu zat kedalam pelarut murni, misalnya asam benzoat sebagai
pelarut murni ditambahkan asam benzoat sebagai zat terlarutnya. Perlakuan tersebut
menyebabkan adanya perubahan suhu pada pelarut murni. Selisih diantara keduanya dapat
digunakan untuk menghitung tetapan penurunan titik beku pelarut. Tetapan penurunan titik
beku pelarut tersebut digunakan dalam menentukan berat molekul suatu zat x yang memiliki
sifat non volatil dapat diketahui sehingga percobaan penentuan titik beku larutan sangat
penting dilakukan.
Sifat koligatif yaitu sifat yang hanya ditentukan oleh jumlah partikel dalam larutan dan
tidak tergantung oleh jenis partikelnya, tidak bergantung pada ukuran ataupun berat molekul
zat terlarut. Sifat koligatif larutan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sifat larutan
non elektrolit dan elektrolit. Zat terlarut dalam larutan elektrolit akan bertambah jumlahnya
dikarenakan zat terlarut akan terurai menjadi ion-ion. Zat terlarut pada larutan non elektrolit
jumlahnya selalu tetap dikarenakan tidak terurai menjadi ion-ion, sehingga sifat koligatif
larutan non elektrolit lebih rendah daripada sifat koligatif larutan elektrolit.
Salah satu aplikasi penurunan titik beku larutan dalam kehidupan sehari-hari yaitu cairan
pendingin pada radiator kendaraan bermotor. Cairan ini berfungsi untuk mentransformasikan
panas mesin ke lingkungan agar mesin dapat tetap bekerja pada suhu optimum. Cairan pada
radiator dapat membeku sehingga dapat mengakibatkan pecahnya saluran radiator serta mesin
tidak dapat dihidupkan. Hal yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu
pembuatan cairan pendingin “Radiator Coolant” yang dibuat dengan mencampurkan cairan
etilen glikol dengan aquadestelata. Etilenglikol yang digunakan sebagai anti beku pada
kendaraan bermotor yang digunakan di daerah bermusim dingin atau panas.

1.2 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum penentuan massa molar dengan penurunan titik
beku adalah
1. Mendapatkan pengetahuan tentang sifat koligatif dari larutan non-elektrolit
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades (H2O)
Akuades disebut juga Aqua Purificata (air murni) dengan rumus molekul H2O yang
dihasilkan dengan cara distilasi. Air tidak menyebabkan iritasi apabila terkena mata, terhirup,
dan tertelan. Tindakan pertolongan pertama jika terjadi kontak mata, kulit, terhirup, atau
tertelan pada air tidak berlaku karena air tidak berbahaya. Korban jika terjadi iritasi segera
dibawa ke pihak medis. Air pada umumnya tidak mudah terbakar dan meledak sehingga data
api dan ledakannya juga tidak ada. Air dapat bereaksi keras dengan beberapa spesifik bahan.
Hindari kontak dengan semua bahan sampai investigasi menunjukkan substansi kompatibel.
Akuades ini memiliki allotrop berupa es dan uap. Air dihasilkan dari pengoksidasian
hidrogen dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut bagi kebanyakan senyawa dan sumber.
Akuades merupakan cairan tidak berwarna dan tidak berbau. Derajat keasaman (pH) dari
akuades adalah netral yaitu 7,0. Titik didih dan titik lebur dari akuades berturut-turut adalah
100 oC dan 0 oC. Tekanan uap dari akuades pada suhu 20 oC adalah 17,5 mmHg. Massa jenis
dari akuades adalah 1,00 gram/cm3. Rumus molekul dari akuades adalah H2O dengan berat
molekul 18,0134 gram/mol (Labchem, 2020).

2.2 Landasan Teori


Sifat koligatif merupakan sifat yang hanya ditentukan oleh jumlah partikel dalam
larutan dan tidak tergantung oleh jenis partikelnya, tidak bergantung pada ukuran ataupun
berat molekul zat terlarut. Sifat koligatif larutan dibedakan menjadi dua macam, yaitu sifat
larutan non elektrolit dan elektrolit. Zat terlarut dalam larutan elektrolit bertambah jumlahnya
dikarenakan zat terlarut akan terurai menjadi ion-ion. Zat terlarut pada larutan non elektrolit
jumlahnya tetap dikarenakan tidak terurai menjadi ion-ion, sehingga sifat koligatif larutan
non elektrolit lebih rendah daripada sifat koligatif larutan elektrolit. Larutan adalah suatu
campuran yang homogen dan dapat berwujud padatan, ataupun cairan. Larutan yang paling
umum dijumpai yaitu larutan cair. Larutan cair merupakan suatu zat tertentu dilarutkan dalam
pelarut berwujud cairan yang sesuai hingga konsentrasi tertentu (Bird, 1993).
Larutan adalah salah satu bentuk materi yang memiliki dua jenis sifat, yaitu sifat
larutan yang tergantung pada jenis zat terlarut dan sifat larutan yang tidak bergantung pada
jenis pelarut tetapi tergantung pada konsentrasi yang dimiliki. Hubungan antara sifat larutan
dengan konsentrasi yang dimiliki yaitu berbanding lurus. Konsentrasi yang ditambahkan
dalam larutan yang semakin besar, maka sifat larutan seperti penurunan titik beku akan
semakin besar. Larutan yang memiliki konsentrasi yang sama akan memberikan sifat yang
sama (Purba, 1987).
Sifat koligatif larutan dapat ditentukan dengan jumlah partikel yang terdapat dalam
larutan dan tidak tergantung jenis partikelnya. Sifat-sifat koligatif larutan pada zat terlarut
yang sukar menguap adalah penurunan tekanan uap pelarut, penurunan titik beku larutan,
kenaikan titik didih larutan, dan tekanan osmosis larutan. Penurunan tekanan uap merupakan
kondisi dimana penambahan zat terlarut non volatil dapat menyebabkan perubahan tekanan
uap larutn akibat hanya partikel pelarut saja yang dapat berubah menjadi gas dan membentuk
tekanan uap larutan. Kenaikan titik didih, terjadi apabila kehadiran zat terlarut non volatilme
menyebabkan suhu untuk mendidihkan larutan mengalami peninngkatan. Penurunan titik
beku, terjadi apabila pelarut murni akan membeku apabila tekanan uapnya sama dengan
tekanan uap pelarut murni padat, sehingga kurva larutan harus bertemu dengan kurva pelarut
murni padat dan titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut murni. Tekanan
osmosis, merupakan tekanan yang diperlukan untuk menghentikan proses osmosis
(Petrucci, 1987).
Perubahan wujud zat ditentukan oleh suhu dan tekanan. Hal tersebut berlaku pada air,
yang memiliki tekanan 1 atm memiliki titik beku 0ºC. Titik beku tersebut akan berubah
apabila ditambahkan dengan zat terlarut yang sukar menguap seperti gula. Titik beku setelah
proses penambahan akan menjadi lebih kecil dari titik beku semula sehingga titik beku
larutan lebih rendah dari pada titik beku air murni. Perbedaan titik beku tersebut yang
menyebabkan terjadinya penurunan titik beku larutan (ΔT f) yang besarnya bergantung pada
konsentrasi yang dimiliki oleh zat terlarut. Zat yang tidak mudah menguap apabila dilarutkan
akan menyebabkan penurunan tenaga bebas. Penurunan tenaga bebas tersebut mengikuti
persamaan Nernst.
Gº1 - Gº = RT ln...........................................................................(2.1)
Gº1 - Gº = Penurunan tenaga bebas pelarut................................(2.2)
R merupakan tetapan gas murni umum, T adalah suhu mutlak dan x yaitu penurunan tenaga
bebas (Syukri, 1999).
Kemampuan yang dimiliki zat pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya mengalami
penurunan dikarenakan adanya penurunan tenaga bebas. Penurunan tenaga bebas nantinya
membuat tekanan uap pelarut dalam larutan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap
pelarut yang sama dalam keadaan murni. Diagram fasa yang digunakan dapat membantu
dalam memahami pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan. Titik beku
larutan Tf memiliki nilai yang lebih rendah daripada titik beku pelarut murni T 0f, sehingga
besarnya penurunan titik beku larutan adalah:
ΔTf = Tof – Tf ………………………………………..….(2.3)
Nilai penurunan titik beku besarnya tergantung pada fraksi mol pelarut. Fraksi mol zat
terlarut dinyatakan dengan X1 yang diperoleh dari sebuah persamaan X = 1-X1. Penurunan
titik beku apabila dinyatakan sebagai X1 adalah sebagai berikut:
ΔTf = (R(Tof )2/ΔHf) X1 ………………………………...(2.4)
Berdasarkan persamaan di atas, dapat diketahui bahwa ΔHf adalah panas pencairan pelarut.
Fraksi mol dapat diubah ke dalam bentuk molalitas ketika akan dimauskkan dalam persamaan
tersebut. Molalitas larutan (m) dapat diperoleh dengan cara pencampuran m/mL zat terlarut
ke dalam 1000 gram zat terlarut. Berikut persamaannya:
X1 = m / (1000/M)+ m) ..…………………………..…..(2.5)
M adalah berat molekul dari pelarut. Nilai X1 = mM/1000 jika larutan encer dengan m
mendekati nol. Persamaannya adalah:
ΔTf = (R(Tof )2 M.m)/1000ΔHf ……………..………… (2.6)
Dari X1 = m.M/1000 di atas diperoleh:
m = 1000 X1/M……………………………….………(2.7)
Fraksi mol zat terlarut dapat dinyatakan dengan:
X1= m1 / (m1 + m) = (W1/M1) / {(W1/M1 + W/M)}…….(2.8)
W1 merupakan berat zat terlarut, M1 adalah berat molekul zat terlarut dan W adalah berat
pelarut. Larutan yang digunakan adalah larutan encer, sehingga (W1/M1) >>(W/M).
X1 = (W1.M) / (W.M1) dan ΔTf = (1000/kf) / M1 x (W1/W)
Harga kf dapat dihitung dengan rumus:
kf = (W.M1.ΔTf) / (1000 W1)…………………………(2.9)
Berat molekul zat terlarut dihitung berdasarkan rumus:
M1 = (1000.kf ) / ΔTf x (W1/W)………………….….(2.10)
(Bird, 1993).
Pengukuran titik didih dan titik beku suatu larutan dilakukan dengan memberikan
suhu yang tidak konstan. Satuan konsentrasi molal paling cocok digunakan dikarenakan tidak
bergantung pada suhu. Perubahan suhu yang terjadi dapat mempengaruhi volume sehingga
satuan konsentrasi molar tidak cocok. Jenis pelarut yang berbeda akan menghasilkan harga
ΔKf dan ΔKb yang juga berbeda. Cara untuk mengukur kedua konstanta yaitu berdasarkan
eksperimen pengukuran Tf dan Tb larutan. Nilai ΔKf dan ΔKb hanya bergantung pada jenis
pelarut (Achmad, 1996).
Besarnya tekanan uap suatu komponen dalam suatu larutan menurut hukum Roult
adalah senilai dengan tekanan uap suatu larutan dikali dengan fraksi mol komponen yang
menguap dalam larutan. Cara yang digunakan untuk menentukan titik beku larutan encer
menurut Roult:
ΔTf = m. Kf................................................................. (2.11)
ΔTf adalah penurunan titik beku, Kf adalah tetapan penurunan titik beku molal atau tetapan
krioskopik dan m sebagai kemolalan larutan. Kesimpulan yang didapat dari penjelasan
tersebut yaitu penurunan titik beku suatu larutan encer berbanding lurus dengan konsentrasi
massa (pada tekanan tetap). Larutan encer yang memiliki tekanan tetap dengan semua zat
terlarut yang tidak mengion dalam pelarut yang sama dengan konsentrasi molal yang sama
akan mempunyai titik beku yang sama (Achmad, 1996).

Gambar 2.1 Diagram Fasa air dengan larutan


(Atkins, 2006)
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara batas-batas suhu dan tekanan dimana
fasa dapat stabil. Larutan dapat membeku lebih rendah dari pada fasa air seperti yang
terdapat pada grafik diatas. Larutan dapat membeku pada suhu lebih rendah dari pada air
dikarenakan larutan memiliki tekanan uap lebih rendah dari pada fasa air(murni). Tekanan
uap yang lebih rendah yang dimiliki oleh larutan menyebabkan titik beku yang dimiliki oleh
larutan juga lebih rendah dari fasa air (murni).
BAB 3 METODELOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
 Termometer
 Tabung reaksi + sumbat
 Beaker Glass
 Pengaduk
3.1.2. Bahan
 Akuades
 Naptalen
 Sulfur
1.2 Prosedur Kerja
1.2.1 Titik Beku asam laurat murni

Naptalen

 ditimbang sebanyak 4.49 gram


 dilelehkan pada beakerglas berisi air panas
 dilepaskan tabung reaksi/ thermometer dari waterbath
panas, dan dijepit menggantung di waterbath suhu kamar
(dipastikan kadar air diluar tabung reaksi lebih tinggi dari
permukaan naptalen didalamnya
 dicatat suhu per 30 detik apabila suhu 80oC – 70 oC
 diaduk terus menerus selama pendinginan dengan
menggubakan thermometer sedikit keaats. Adukan
dihentikan apabila telah membeku
 dilelehkan kembali dalam air panas untuk membebaskan

Hasil termometer
3.2.2 Titik beku larutan Naftalen + Sulfur

Naftalen + Sulfur

 ditambahkan dalam tabung reaksi lalu ditutup


 diulangi langkah awal untuk membentuk kurva pendinginan
campuran
 dicatat suhu pertama kali membentuk Kristal di tabung reaksi
 ditemukan suhu saat pencampuran pertama klai membeku

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Penurunan Titik Beku
Zat Tf Tf rata-rata ΔTf
1 2
4.1.2 Penentuan Mr naftalen
ΔTf m as. Benzoate m as. Laurat Kf as. laurat Mr Δs beszoat

4.2 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan pada praktikum ini berjudul penentuan massa molar dengan
penurunan titik beku. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan menentukan tetapan titik beku
molal pelarut dan berat molekul zat non volatil yang tidak diketahui. Sifat-sifat fisik larutan
dapat mengalami perubahan apabila zat yang tidak mudah menguap dilarutkan ke dalam
suatu pelarut murni, misalnya sifat penurunan titik beku. Penurunan titik beku larutan adalah
salah satu contoh dari sifat koligatif. Titik beku merupakan nilai suhu dimana tekanan uap
cairan sama dengan tekanan uap padatannya. Zat terlarut yang memiliki sifat nonvolatil akan
menurunkan titik beku pelarutnya, sehingga menyebabkan titik beku larutan lebih rendah
daripada titik beku pelarut murni. Larutan akan membeku apabila berada pada temperatur
lebih rendah dari pelarutnya.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan senyawa naftalen dan sulfur. Sulfur
merupakan zat terlarut yang bersifat non volatile. Proses pembekuan dari masing-masing
senyawa tersebut dilakukan dengan memanfaatkan suhu kamar sebagai penurun suhu sistem.
Percobaan pertama dilakukan dengan mengukur suhu dimana naftalen yang digunakan
sebagai pelarut murni berubah fasa dari cairan menjadi padatan. Proses ini dilakukan dengan
memasukkan 4.49 gram asam laurat pada tabung reaksi. Tabung reaksi dimasukkan dalam
beaker glass yang berisi akuades panas agar naftalen yang berbentuk padatan bisa menjadi
cairan sehingga bisa dihitung titik beku yang dimiliki dan harus dipastikan naftalen larut
sempurna. Tabung reaski yang berisi larutan naftalen dimasukkan pada beaker glass yang
berisi akuades dengan suhu kamar. Fungsi diletakkan dalam akuades dengan suhu kamar
yaitu untuk menurunkan suhu sistem hingga proses pembekuan dapat berlangsung. Proses
pembekuan tidak membutuhkan es batu dikarenakan titik beku asam laurat lebih tinggi dari
air sehingga untuk membekukannya tidak membutuhkan suhu yang terlalu rendah. Perubahan
suhu diamati melalui termometer, dan suhu yang diambil yaitu suhu ketika zat cair berubah
menjadi zat padat untuk pertama kalinya atau dapat dikatakan saat suhu mencapai titik yang
konstan. Fenomena ini juga dapat dilihat dari kenaikan perbedaan suhu yang terukur. Nilai
suhu yang dimiliki pada saat titik beku tercapai biasanya memiliki perbedaan yang cukup
besar dengan suhu yang dimiliki pada waktu setelahnya.
Percobaan kedua dilakukan dengan mengukur titik beku larutan pada padatan
campuran. Serbuk naftalen 4.49 gram yang telah dimasukan pada tabung reaksi ditambahkan
dengan sulfur 1.01 gram. Penambahan sulfur pada naptalen bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan zat non-volatil dalam mempengaruhi titik beku suatu larutan. Serbuk
asam laurat dan asam benzoat secara bersama-sama dicairkan dalam beaker glass panas.
Hasil yang diperoleh dari percobaan saat dilakukan penambahan sulfur menunjukkan
bahwa penambahan zat non-volatil menyebabkan titik beku larutan turun dan lebih rendah
dari pelarut murninya. Hasil tersebut terjadi karena penambahan sulfur dapat menyebabkan
penurunan energi bebas pelarut, sehingga kemampuan pelarut menjadi fase uap juga
berkurang. Faktor tersebut yang menyebabkan tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah dari tekanan uap pelarut murni. Menurut Atkins(1994) pelarut murni akan membeku
apabila tekanan uapnya memiliki nilai yang sama dengan tekanan uap pelarut murni pada
fasa padat, sehingga titik beku sebanding dengan tekanan uap, dan penurunan tekanan uap
juga menyebabkan penurunan pada titik beku larutan. Penurunan titik beku ini juga terjadi
akibat adanya partikel asam benzoat yang menghalangi interaksi antar molekul asam laurat
pada saat pembentukan fase padat. Hal tersebut yang menyebabkan terbentuknya interaksi
antar molekul akuades semakin lemah, sehingga suhu pada saat akuades membeku juga
semakin menurun.
Nilai suhu yang diperoleh pada pengukuran titik beku sulfur dan larutan naftalen
digunakan untuk mengukur besar Kf atau tetapan penurunan titik beku. Tetapan penurunan
titik beku didapatkan dari selsih titik beku yang dimiliki oleh senyawa murni dengan titik
beku yang dimiliki oleh senyawa campuran. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan ke
dalam rumus yang melibatkan besar molalitas asam benzoat dalam larutan. Hal tersebut
sesuai dengan Hukum Raoult yang menyatakan bahwa penurunan titik beku tidak tergantung
pada jenis zat, namun tergantung pada jumlah zat yang ditambahkan. Penghitungan ini juga
melibatkan faktor Van’t Hoff dikarenakan zat yang ditimbahkan merupakan larutan elektrolit
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini antara lain :
1. Penentuan tetapan titik beku pelarut dapat dilakukan dengan mengukur titik beku
pelarut murni dan larutan yang telah ditambah dengan sejumlah zat tertentu. Titik beku
yang diperoleh lalu dikurangkan untuk mengetahui penurunan yang dihasilkan. Selisih
yang diperoleh lalu dimasukkan ke dalam persamaan yang melibatkan molalitas zat
terlarut.

5.2 Saran
Saran untuk percobaan selanjutnya yaitu praktikan berhati-hati saat proses pembekuan
sampel dan dipastikan tidak ada zat kontaminan yang masuk ke dalam sampel. Pengukuran
yang dilakukan harus benar-benar dilakukan dengan benar karena penentuan titik beku harus
tepat agar nilai Kf dan berat molekul yang diperoleh juga semakin akurat. Sensor yang
digunakan juga harus dipastikan dalam kondisi benar-benar bersih dan tidak terkontaminasi
zat lain saat digunakan pada proses pengukuran. Hal tersebut dikarenakan sensor sangat
sensitif dan akan menghasilkan nilai yang berbeda jika ada zat kontaminan meskipun dalam
jumlah kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, H. (1996). Penuntun Belajar Kimia Dasar: Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Bird, T. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry Edisi ke–3. Addison-Wesley Publishing Co Inc.
Massachusetts, pp.
Dogra, SK dan S Dogra. 1984. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : UI-Press.
Petrucci, R. H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga.
Labchem. 2020. Material Safety Data Sheet of Aquades [Serial Online]. (Diakses 18
Maret 2019).
Soekardjo. 1989. Kimia Fisika. Yogyakarta : Rineka Cipta.
Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran Dan
Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: Penerbit ITB.
Tim Penyusun. 2020. Penuntun Praktikum Kesetimbangan Kimia. Jember: Universitas
Jember.
Vernier, 2018. What are the differences between Logger Pro and Logger Lite?. [Serial
Online] https://www.vernier.com/til/2107/ (Diakses pada 30 Maret 2019).

Anda mungkin juga menyukai