Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KATARAK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktika Keperawatan Medikal Bedah I

Disusun Oleh :

Ummu Haniffah Dotes Farensa


P1337420318108

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN

2020
Laporan Pendahuluan

Katarak

Bab I : Konsep Dasar

A. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat
keduanya (Anas 2011, h.54).
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau
akibat kedua-duanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta
Ilyas, dkk, 2008)
Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah ekeruhan lensa yang
normalnya transparan dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan
oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
B. Etiologi
Penyebab pertama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat
mengalami katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan,
peradangan didalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak
congenital. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes mellitus
dapat menyebabkan katarak komplikata.
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Fisik
Dengan keadaan fisik seseorang semakin tua (lemah) maka akan
mempengaruhi keadaan lensa
2. Kimia
Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat
paparan ultraviolet matahari pada lensa mata dapat menyebabkan katarak.
3. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang, maka fungsi lensa juga akan
menurun dan mengakibatkan katarak.
4. Infeksi virus masa pertumbuhan janin
Jika ibu pada saat mengandung terkena atau terserang penyakit yang
disebabkan oleh virus. Virus tersebut akan mempengaruhi tahap
pertumbuhan janin. Misal ibu yang sedang mengandung menderita rubella.
5. Penyakit
Meliputi penyakit diabetes dan trauma mata seperti uveitis
C. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi
yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di
sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan
kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian
trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses
penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol,
merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu yang lama.
D. Pathways

Klasifikasi katarak

Katarak conginetal Katarak juverile Katarak senilis Katarak traumatic

Katarak metabolik Otot ( distrofi miotonuik) Katarak traumatic Katarak komplikata

Komplikasi PEMBEDAHAN Pengelolaan: kaca


mata pakai, lensa
kontak, lensa tanam,
intra okuler

Pendarahan Post oprasi Glukoma Peradagan

Gangguan Presepsi Prolaps iris Nyeri


Sensori Visual Resiko Infeksi

Akomodasi menurun Gangguan Rasa


Nyaman

Kurang pengetahuan
E. Manifestasi klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
3. Gejala objektif biasanya meliputi:
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa
sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi
kabur atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau
putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil
mata seakan akan bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan
tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada
mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
3. Peka terhadap sinar atau cahaya.
4. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
5. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
6. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.
F. Penatalaksanaan
1. Secara Medis
Solusi untuk menyembuhkan penyakit katarak secara medis umumnya
dengan jalan operasi.penilaian bedah didasarkan pada lokasi,ukuran dan
kepadatan katarak.Katarak akan dibedah bila sudah terlalu luas mengenai
bagian dari lensa mata atau katarak total.Lapisan mata diangkat dan
diganti lensa buatan (lensa intraokuler).pembedahan katarak bertujuan
untuk mengeluarkan lensa yang keruh. Lensa dapat dikeluarkan dengan
pinset atau batang kecil yang dibekukan.kadang kadang dilakukan dengan
menghancurkan lensa dan mengisap keluar.Adapun tekhnik yang
digunakan pada operasi katarak adalah
a. FAKOEMULSIFIKASI
Merupakan teknologi terkini,hanya dengan melakukan sayatan (3mm)
pada kornea. Getaran ultrasonic pada alat fakoemulsifikasi dipergunakan
untuk mengambil lensa yang mengalami katarak,lalu kemudian diganti
dengan lensa tanam permanent yang dapat dilipat. Luka hasil sayatan pada
kornea kadang tidak memerlukan penjahitan, shg pemulihan penglihatan
segera dapat dirasakan. Teknik fakoemulsifikasi memakan waktu 20-30
menit dan hanya memerlukan pembiusan topical atau tetes mata selama
operasi.
b. EKSTRA KAPSULER
Dengan teknik ini diperlukan sayatan kornea lebih panjang, agar dapat
mengeluarkan inti lensa sec utuh, kemudian sisa lensa dilakukan aspirasi.
Lensa mata yang telah diambil digantikan dengan lensa tanam permanent.
Diakhiri dengan menutup luka dengan beberapa jahitan.

 Ekstra Capsular Catarak Ekstraktie(ECCE)


Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posterior ditinggalkan untuk
mencegah prolaps vitreus, melindungi retina dari sinar ultraviolet dan
memberikan sokongan untuk implantasi lensa intra okuler.
 Intra Capsular Catarak Ekstraktie(ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya
Keuntungannya prosedur mudah dilakukan
Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment (lepasnya
retina)
2. Terapi
Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan. Ini dapat
diberikan pada pasien dengan katarak yang belum begitu keparahan.
Senyawa aktif dalam obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab
terhadap penyembuhan penyakit katarak adalah saponin. Saponin ini
memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome yaitu protein yang
mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida pendek
dan asam amino. Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi
lensa mata penderita katarak secara bertahap “diicuci” shg lepas dari lensa
dan keluar dari mata berupa cairan kental berwarna putih kekuningan.
G. Pengkajian fokus
1. Riwayat
a. Riwayat penyakit : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,
penyakit diabetes melitus, hipotiroid, uveitis, glaukoma.
b. Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.
c. Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko
jatuh, berkendaraan.
2. Pengkajian umum
a. Usia
b. Gejala penyakit sistemik : diabetes melitus, hipotiroid.

3. Pengkajian khusus mata


a. Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa
(berkas putih) pada lensa.
b. Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.
c. Penurunan tajam penglihatan (miopia).
d. Bilik mata depan menyempit.
e. Tanda glaukoma (akibat komplikasi)
H. Diagnosa keperawatan
1. Pre operasi
a. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
b. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
c. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
d. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan
pembedahan.
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan
penglihatan.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif
insisi jaringan tubuh.
c. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.

I. Fokus Intervensi
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
Tujuan :
 Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
INTERVENSI RASIONAL

 Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau


dua mata terlibat.
 Observasi tanda-tanda disorientasi.
 Orientasikan klien tehadap lingkungan.
 Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
 Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata,
dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
 Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan
buta titik mungkin ada.
 Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
 Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi
resiko kerusakan lebih lanjut.
 Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
 Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan
jelas.
 Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah
penggunaan tetes mata dilator.
 Membantu penglihatan pasien.
 Memudahkan pasien untuk berkomunikasi
2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi
sensori penglihatan – kehilangan vitreus,pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
Tujuan:
 Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam
kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan
keamanan.
INTERVENSI RASIONAL
 Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri,
pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
 Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang
tak sakit sesuai keinginan.
 Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk
mata, membongkok.
 Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila
sembuh dari anestesi.
 Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam
tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.
 Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.
 Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien
 Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.
 Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata.
 Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.
 Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
Tujuan :
 Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit
dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
 Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan
tindakan.
INTERVENSI RASIONAL
 Pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur,
lensa.
 Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk
melaporkan penglihatan berawan.
 Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal :
nyeri tiba-tiba.
 Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual
bebas.
 Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan
masalah medis klien.
 Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat
berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
 Anjurkan klien tidur terlentang. xxiv. Penemuan dan penanganan
awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.
 Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah
penggunaan tetes mata dilator.
 Aktivitas-aktivitas tersebut dapat meningkatkan tekanan intra
okuler.
 Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman.
4. Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan
pembedahan.
Tujuan/kriteria evaluasi:
 Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
 Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya
berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
 Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang
pembedahan.
INTERVENSI RASIONAL
 Pantau tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda
verbal dan nonverbal.
 Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.
 Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
 Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan
dan akibanya.
 Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan
prosedur tindkan.
 Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan,
petugas, dan Derajat kecemasan akan dipengaruhiperalatan yang
akan digunakan. bagaimana informasi tentang prosedur
penatalaksanaan diterima oleh individu.
 Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat
ditujukan.
 Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
 Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi
kecemasan dan kooperatif
 Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan
 Mengurangi perasaan takut dan cemas.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi
Tujuan :

 Pengurangan nyeri.
INTERVENSI RASIONAL

 Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep.
 Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma
tumpul.
 Kurangi tingkat pencahayaan.
 Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya yang kuat.
 Pemakaian sesuai dengan resep akan mengurangi nyeri dan TIO
dan meningkatkan rasa.
 Mengurangi edema akan mengurangi nyeri.
 Tingkat pencahayaan yang lebih rendah nyakan setelah
pembedahan.
 Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah
penggunaan tetes mata dilator
6. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan.
Tujuan :

 Mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri


INTERVENSI RASIONAL

 Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda


ataugejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.
 Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang
berati mengenal teknik yang benar memberikan obat.
 Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.
 Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.
 Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi
resiko kerusakan lebih lanjut.
 Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan
cedera mata.
 Suber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan
dan teman di rumah
 Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif
insisi jaringan tubuh.
Tujuan :
 Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur
pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan
desinfeksi secara tepat dan benar.
INTERVENSI RASIONAL
 Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari
kontaminasi dunia luar.
 Jaga area kesterilan luka operasi
 Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat
luka.
 Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis
 Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen
infektious.
 Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.
 Mencegah kontaminasi pathogen.
 Mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.
Bab II : Tinjauan kasus

A. Pengkajian
B. Analisa data
C. Rencana tindakan keperawatan
D. Implementasi keperawatan
E. Evaluasi keperawatan
Daftar Pustaka

Tamsuri, Anas, 2011 , Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan : Keperawatan


Medikal-Bedah. Jakarta : EGC

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI

https://www.academia.edu/5013862/Laporan_Pendahuluan_Katarak?
auto=download

Anda mungkin juga menyukai