LP Ibu Hamil Dengan Hiv - Choirunnisa Asp - 155070200111014
LP Ibu Hamil Dengan Hiv - Choirunnisa Asp - 155070200111014
Departemen Maternitas
Oleh:
Choirunisa Aprilia S.P. 155070200111014
KELOMPOK 10 - PSIK REGULER 2
1. Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah retrovirus yang menginfeksi sistem
imunitas seluler, mengakibatkan kehancuran ataupun gangguan fungsi sistem tersebut. Jika
kerusakan fungsi imunitas seluler berlanjut, akan menimbulkan berbagai infeksi ataupun
gejala sindrom Acquired ImmunoDeficiency Syndrome (AIDS). Infeksi HIV merupakan salah
satu penyulit pada kehamilan yang paling sering terjadi di beberapa negara. HIV bahkan
masih menjadi penyebab utama kematian wanita usia reproduktif, salah satu penyebabnya
karena akses pelayanan kesehatan pada kasus transmisi vertikal masih belum memadai;
hanya 20% wanita hamil yang mendapat akses pelayanan Anti-RetroViral (ARV) (Hartanto,
Marianto, 2019).
2. Epidemiologi
bahwa 1,8 juta orang baru terinfeksi HIV setiap tahunnya dan 1,4 juta wanita dengan infeksi
HIV hamil setiap tahun. Pada tahun 2016 5,1 juta (14%) orang terinfeksi HIV berada di Asia
Pasifik; Asia memiliki prevalensi HIV terbesar kedua setelah Afrika. Angka prevalensi HIV
nasional untuk kelompok usia 15 tahun ke atas diestimasi sebesar 0,33% pada tahun 2015.
Estimasi prevalensi HIV provinsi berkisar dari 0,1% hingga lebih dari 2,0%; sepuluh provinsi
tertinggi yang dilaporkan memiliki jumlah kumulatif AIDS terbanyak adalah provinsi Papua,
Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua Barat, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara. Selama lima tahun (2011-2015) rasio kasus HIV
laki-laki dan perempuan adalah 1 berbanding 1,2-1,5. Peningkatan jumlah ODHIV pada
populasi wanita terutama pada usia reproduktif akan cenderung meningkatkan jumlah
Transmission (MTCT), telah meningkatkan jumlah anak hidup dengan HIV; di daerah sub-
Sahara Afrika, 88% anak berusia kurang dari 15 tahun terinfeksi HIV, tetapi hanya 28%-nya
yang menerima terapi ARV.3 Pelayanan MTCT di Indonesia makin menjadi perhatian
karena epidemi HIV/AIDS yang terus meningkat. Di negara maju, risiko MTCT adalah
sekitar 2% karena tersedianya layanan optimal pencegahan penularan HIV terutama dari
ibu ke bayi. Di negara berkembang ataupun negara miskin tanpa akses terhadap fasilitas
3. Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan RNA virus termasuk lentivirus famili
retrovirus. Virus ini menyerang komponen sistem imunitas seluler manusia, yaitu sel limfosit
Hubungan seksual
Darah
Banyak faktor yang berperan dalam transmisi virus dari ibu ke anak. Ibu dengan
keadaan klinis dan indikator imunologis lanjut dan viral load meningkat memiliki risiko
transmisi vertikal lebih tinggi. Transmisi vertikal terhadap neonatus sangat dipengaruhi oleh
viral load. Cooper (2002) menemukan bahwa infeksi neonatus pada pasien dengan RNA
virus <400 kopi/mL adalah sebesar 1% dan meningkat hingga 23% jika jumlah RNA virus >
30.000 kopi/mL.
Mandelbrot (2015) menemukan bahwa dari 2.615 bayi yang lahir dari ibu yang
mengonsumsi ARV sebelum kelahiran, tidak ditemukan adanya transmisi vertikal pada ibu
dengan viral load <50 kopi/mL. Kourtis, et al, (2001) menyatakan bahwa risiko transmisi
vertikal 20% sebelum usia gestasi 36 minggu, 50 persen pada beberapa hari sebelum
partus, 30% intrapartum, dan 30% hingga 40% melalui pemberian ASI. Laju transmisi
vertical ini juga dikatakan meningkat apabila terdapat komorbiditas dengan IMS lain.
Risiko penularan paling besar terjadi pada saat proses kelahiran, yaitu saat kontak bayi
dengan cairan tubuh ataupun darah ibu. Penularan dapat terjadi dalam kandungan apabila
plasenta rusak, sehingga placental blood barrier tidak dapat lagi melindungi bayi dari infeksi
HIV. Faktor bayi seperti prematuritas dan buruknya nutrisi fetus juga nampaknya dapat
mempengaruhi risiko transmisi vertikal. Faktor-faktor lain yang memengaruhi dapat dilihat
pada tabel 1.
4. Patofisiologi
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda
asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun
manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune response) yang terdiri
dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus
AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau
berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang
mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan
limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T
helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T
helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut.
Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah
dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga
reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus
memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan
melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4
sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Fungsi T helper
dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬
dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang
biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme
pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar
dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T
helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel
fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome)
Rendahnya
IgA dan IgG Lahir Normal Lahir Sectio
ibu
Kurang
Resiko infeksi ASI terjangkit HIV pengetahuan
ASI mengandung
antibody HIV Berkurang
terpaparnya virus
HIV dr IBU
Imun Bayi stabil
Resiko infeksi
karena imunitas
bayi
5. Klasifikasi
CDC telah mengeluarkan sebuah klasifikasi klinis yang digabungkan dengan klasifikasi
6. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi dari paparan menuju penyakit klinis rata-rata tiga hingga enam minggu
Infeksi HIV akut sangat mirip dengan sindrom infeksi virus lain dan biasanya bertahan
Gejala umum :
Demam
Lemas
Kemerahan di kulit
Pusing
Limfadenopati
Faringitis
Mialgia
Mual
Diare.
7. Penatalaksanaan
Beberapa strategi PMTCT (Prevention Motherto-Child Transmission) telah
dikembangkan untuk menekan insidens transmisi, antara lain penggunaan kondom, skrining
kedua pasangan, dan tatalaksana infeksi menular seksual. Selain strategi tersebut, PrEP
(Pre- Exposure Prophylaxis) oral menggunakan ARV merupakan salah satu strategi yang
ditetapkan WHO. PrEP juga dianjurkan sebagai salah satu pendekatan preventif tambahan
untuk wanita hamil dan menyusui jika terpapar risiko HIV. PrEP diketahui efektif menekan
angka transmisi HIV sebanyak 92-96% pada pasangan heteroseksual jika pasangan yang
Regimen PrEP yang dianjurkan adalah TDF (tenofovir disoproxil fumarate) + 3TC
(lamivudine) atau FTC (emtricitabine). Selain toleransi yang baik, efek sampingnya minimal.
PrEP juga diketahui tidak meningkatkan risiko cacat pada bayi. TDF+FTC per hari sebagai
regimen PrEP pada 4,758 pasangan serodiskordan, mempunyai angka proteksi penularan
Pemberian ARV
Setiap wanita hamil dengan HIV sebaiknya diberi konseling mengenai pilihan pemberian
makanan bagi bayi, persalinan aman serta KB pasca-persalinan, pemberian profilaksis ARV
dan kotrimoksazol pada anak, asupan gizi, dan hubungan seksual selama kehamilan
(termasuk penggunaan kondom secara teratur dan benar). Semua metode kontrasepsi
dapat digunakan oleh perempuan dengan HIV, kecuali kontrasepsi hormonal tertentu yang
Pemberian ARV untuk menurunkan angka transmisi vertikal paling efektif dimulai sejak
awal kehamilan. Pemberian ARV maternal sebelum trimester ketiga akan menurunkan risiko
transmisi hingga kurang dari 5 dari 1000 kelahiran.22 Pemberian ARV saat persalinan atau
beberapa jam setelah melahirkan, dapat menurunkan transmisi hingga 50%. Perlu
ditekankan kepatuhan konsumsi ARV untuk menekan angka virus dan meminimalkan
transmisi perinatal.
Apabila seorang wanita hamil ditemukan terinfeksi HIV, terapi ARV dapat langsung
diberikan tanpa memperhitungkan jumlah CD4 dan umur kehamilan, selama seumur hidup
tanpa terputus. Regimen terapi ARV pada wanita hamil pada dasarnya mirip dengan pasien
tidak hamil. Wanita yang telah mengonsumsi ARV sebelum kehamilan disarankan
melanjutkan regimennya (hindari stavudine, didanosin, ritonavir dosis penuh) (Tabel 3).
Wanita yang belum pernah menerima regimen ARV diberi ARV terlepas dari usia
gestasinya. Bagi wanita yang sudah tidak lagi mengonsumsi ARV disarankan menjalani uji
resistensi HIV; pemilihan regimen ARV dapat menyesuaikan dengan regimen awal.
AZT + 3 TC + EFV
AZT + 3 TC + NVP
Pilihan obat ARV yang tersedia di Indonesia adalah:
Selama proses persalinan, ARV dapat diberikan secara oral. Zidovudine IV 2 mg/kg
bolus perlahan selama satu jam dilanjutkan dengan 1 mg/kg/jam hingga proses persalinan
selesai, dapat diberikan kepada wanita dengan viral load RNA HIV > 1.000 kopi/mL atau
Jenis persalinan yang disarankan pada wanita hamil dengan infeksi HIV dipengaruhi
adanya kontraindikasi obstetrik dan viral load pada usia gestasi 36 minggu. Bagi wanita
dengan viral load < 50 kopi/mL tanpa kontraindikasi obstetrik, disarankan persalinan per
vaginam. Bagi wanita dengan viral load > 400 kopi/mL, disarankan persalinan dengan
seksio sesarea. Untuk wanita dengan viral load 50 – 399 kopi/mL pada usia gestasi 36
minggu seksio sesarea dapat dipertimbangkan sesuai perkiraan viral load, lama terapi,
faktor obstetrik, dan pertimbangan pasien. Bagi wanita dengan riwayat seksio sesarea dan
viral load kurang dari 50 kopi/mL, dapat dicoba persalinan per vaginam. Saat seksio
tersupresi virusnya, tidak meningkatkan risiko transmisi perinatal. Bila ibu masih dalam
kondisi viremia, tindakan amniotomi, penggunaan vakum atau forsep, dan episiotomi
Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV harus mendapat ARV profilaksis (zidovudine) sejak
umur 12 jam selama 6 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan profilaksis kotrimoksazol
hingga diagnosis HIV dapat disingkirkan atau usia 12 bulan; pemeriksaan PCR HIV pada
bayi dilakukan pada saat lahir, usia 1 bulan, 3-4 bulan, dan 18 bulan. Perlu dipantau efek
jangka pendek dan jangka panjang, efek samping termasuk gangguan perkembangan bayi.
Pemberian ASI ibu dengan HIV pada dasarnya dikontraindikasikan. Namun, apabila
susu formula tidak dapat diberikan karena alasan ekonomi, ASI diberikan secara eksklusif
tanpa campuran susu formula. Hal ini harus sudah disampaikan sedini mungkin semenjak
perawatan antenatal. Di beberapa daerah, seperti Afrika Selatan, pemberian ASI eksklusif
diperbolehkan dengan catatan ibu atau anak mendapat obat antiretroviral. Pemberian ASI
eksklusif saja pada 6 bulan pertama berhubungan dengan penurunan transmisi tiga sampai
empat kali dibandingkan dengan anak yang mendapat ASI dan susu formula atau makanan
lain.
8. Pemeriksaan Diagnostik
adalah tes cepat, tes EIA (Enzyme Immunoassay) atau ELISA, dan Western Blot. Tes
ELISA memerlukan tenaga lebih, waktu lebih lama, peralatan lebih banyak, dan tenaga
berpengalaman. Kemampuan tes cepat dan ELISA kurang lebih sama. Direktur Jenderal
minimal 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari pemeriksaan pertama. Apabila hasil
pemeriksaan laboratorium negatif pada wanita hamil yang tidak berisiko, tidak perlu
pemeriksaan ulang. Jika hasilnya meragukan, tes perlu diulang dengan spesimen baru
minimal 2 minggu setelah pemeriksaan pertama; bila hasilnya sama, dilanjutkan dengan
pemeriksaan PCR. Jika pemeriksaan PCR tidak mungkin, rapid test dapat diulang 3 bulan,
6 bulan, dan 12 bulan dari pemeriksaan pertama. Pasien dapat dinyatakan negative bila
hasil tetap meragukan hingga 1 tahun dan faktor risiko rendah. Hasil pemeriksaan disebut
meragukan (indeterminate) apabila terdapat 2 hasil reaktif atau bila hanya 1 tes reaktif tetapi
Pada ibu hamil dengan HIV pemeriksaan ANC tetap meliputi anamnesis lengkap dan
terarah serta 10 T :
9. Komplikasi
1. Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-
bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan
berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai
mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal).
2. Neurologik
a. Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex).
b. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal,
c. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
3. Pernafasan
AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala: sesak nafas, batuk-batuk,
nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis,
b. TBC
4. Gastrointestinal
a. Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk
penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal,
diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam
yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan
gejala ini.
b. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
c. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal
dan diare.
e. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
f. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes
zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri
dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang
ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan
disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta
dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti
5. Sensorik
10. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa
dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara
tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang
baru dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga
jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan
HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai.
Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara
yang dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu
persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet
nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi
2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan
dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu
hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistensi
ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka
metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%.
Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko
dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai
resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan
luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi
dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ±
A. Pengkajian
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering terjadi pada pasien hamil dengan HIV / AIDS adalah selain
1) Stadium Klinis 1
a) Asimtomatis
2) Stadium Klinis 2
3) Stadium klinis 3
d) Kandidiasis oris
4) Stadium klinis 4
c) Cryptococcosis ekstrapulmoner
h) Mikobakteriosis atypical
j) TB, ekstrapulmoner
k) Limfoma maligna
l) Sarcoma kaposis
m) Ensefalopati HIV
c. Riwayat obstreti
1. Riwayat menstruasi
Fluor albus : banyak, gatal, berbau, warna hijau. Pada ibu dengan HIV mudah
terkena infeksi jamur yang bila mengenai organ genetal bisa menyebabkan
keputihan.
Keluhan pada trimester I,II atau III pada ibu hamil dengan HIV seperti keluhan ibu
Trimester III : sering kencing, obstipasi, sesak nafas (bila tidur terlentang) sakit
d. Riwayat perkawinan
Hamil dengan HIV biasanya ibu atau suami menikah lebih dari satu kali atau
Pada ibu dengan HIV biasnya penyakit yang diderita beragam, antara lain :
mual, muntah, diare, anoreksia, penurunan berat badan, dapat juga menimbulkan
makokutan
Penyakit HIV dapat diturunkan oleh orang tua ataupun ditularkan oleh suami
penderita.
a) Pola nutrisi
Pada pasien HIV pola makan harus dijaga untuk menghindari terjadinya
tambahan kalori yang dibutuhkan pada ibu hamil adalah 300 kalori/hari
Pada stadium HIV lanjut (stadium III dan IV ) ibu dapat mengalami diare akut
c) Pola istirahat
Pada stadium lanjut HIV ibu membutuhkan istirahat selalu berada di tempat
d) Pola aktivitas
normal.
aktivitas normal
h. Aktivitas seksual
Seberapa sering aktivitas sex yang dilakukan ibu dari suami sebelum dan selama
i. Pola kebiasaan
Merokok
Minum alcohol
Minum jamu-jamuan
Memelihara binatang peliharaan : (rantai penularan toxoplasmosis yang dapat
Perkawinan ibu dengan HIV seringkali ditemui dengan ibu atau suami menikah lebih dari
sekali. Perencanaan kehamilan akan berpengaruh pada penerimaan ibu dan keluarga
terhadap kehamilan ini dan bayinya nantinya, ibu merasa gelisah dn gemas apabila
k. Data objektif
a) TD : ibu hamil dengan HIV tidak ada perbedaan tekanan darah dengan ibu hamil
b) Suhu : suhu pada ibu hamil dengan HIV pada fase akut dan fase laten akan
c) Nadi : ibu hamil dengan HIV tidak ada perbedaan jumlah nadi dengan ibu hamil
d) RR : pada ibu dengan HIV tidak ada peningkatan jumlah pernapasan. Normal
16-20 x/menit
e) Berat badan sebelum hamil : Penumbangan berat badan harus terus dipantau.
Pada penderita HIV pada fase infeksi laten mengalami penurunan berat badan
10%
Mulai stadium II ibu mengalami penurunan BB tetapi <10 Kg, sedangkan pada
l. Pemeriksaan Fisik
a) Mulut :
Mukosa bibir kering, caries gigi. Pada pasien HIV stadium klinis 2 terjadi ulserasi
mukosa berulang. Pada stadium klinis 3 terdapat kandidiasis oris (pada rongga
2007).
b) Dada :
Ada tarikan dinding dada. Ada ronchi dan wheezing sebagai indikasi kelainan
c) Abdomen :
Ada luka bekas SC apabila ibu persalinan yang lalu mengidap HIV mencegah
Pembesaran uterus terkadang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Hal tersebut
d) Ekstrimitas :
e) Kulit :
f) Genetalia :
banyak. Keadaan ini dalam batas normal (tidak berwarna, tidak berbau, tidak
gatal). Pada ibu hamil dengan HIV memungkinkan adanya infeksi candida yang
m. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan lab
1. Pemeriksaan HIV
Saat ini ada 2 standar untuk melakukan uji HIV yaitu dengan enzyme-linked
harus melakukan uji ELISA lagi, sebelum melakukan western Blod untuk
mengonfirmasi status HIV positif, ELISA awal dapat bereaksi silang untuk
memberi hasil positif palsu jika digunakan tanpa uji konfirmasi,Western Blod
akan dibaca positif bila ada antibody dua atau lebih “pita: protein ditemukan
dalam HIV. Adanya pita tunggal tidak dapat meyakinkan dan mungkin hasil
dari pejanan HIV atau sebuah temuan kronis. Diantara penyebab hasil
menetap yang tidak dapat disimpulkan ini adalah sebuah autoimun atau
infeksi HIV subtype jarang HIV 2. Hasil positif palsu pada ELISA dan Western
Blod kurang dari 0,0001 persen dalam area prevalensi yang rendah.
Selain 2 uji standar tersebut ada banyak uji lain yang digunakan untuk
virus plasma perubahan dalam hitung sel darah lengkap dan panel kimia.
Karena pada saat hamil diharapkan varial load serendah-rendahnya.
Selain itu perlu untuk dilakukan USG untuk melihat pertumbuhan janin pada
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas yang tidak
terorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status hipermetabolik.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, melemahnya
otot pernafasan.
kelelahan.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk
terorganisir
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada
Intervensi:
pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn
kuman pathogen
5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum. Observasi
setiap hari
7) Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan
wadah tersendiri.
2. Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
Intervensi:
adanya dehidrasi.
2) Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian
membrane mucosa.
kurang.
Intervensi:
usus.
5) Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur
R/ Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu
makan.
6) Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan sesuai
Intervensi:
sekresi.
otot asesoris.
pernapasan.
Intervensi:
Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan
Intervensi:
Bruner, Suddarth.. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Hartanto, Marianto. 2019. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam Kehamilan. CDK-
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Kajian epidemiologi HIV [Internet].
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/KAJIAN_EPIDOMIOLOGY_HIV_INDONESIA_
2016.pdf
Infodatin: Situasi dan analisis HIV AIDS. Kementerian Kesehatan Indonesia; 2014.
transmission from women with effective antiretroviral therapy starting before conception.