Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia sendiri, konsumsi minyak goreng per kapita
penduduk tahun 2011 sebesar 8,24 liter/kapita/tahun dan meningkat
menjadi 9,33 liter/kapita/tahun pada tahun 2012 (SUSENAS, 2012).
Minyak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena minyak goreng
mampu menghantarkan panas, memberikan cita rasa (gurih), tekstur
(renyah), warna (coklat), dan mampu meningkatkan nilai gizi
(Aladedunye dan Przybylski, 2009). Akibattingginya frekuensi
pemakaian minyak goreng, seringkali minyak goreng digunakan secara
berulang ( jelantah).
Di Indonesia, kebiasaan menggunakan minyak goreng berulang
masih tinggi. Hasil penelitian di Makassar menunjukkan masyarakat
miskin dan tidak miskin menggunakan minyak goreng yang sama
untuk menggoreng 2x sebanyak 61,2%, 3x sebanyak 19,6% dan 4x
sebanyak 5,4%. Pada penelitian ini dilakukan simulasi menggoreng
dengan teknik yang biasa digunakan dirumah tangga, yaitu dengan
cara menggunakan minyak goreng sampai empat kali dan minyak
didiamkan tetap dalam penggorengan sampai digunakan untuk
penggorengan berikutnya. Penelitaan serupatentang penggunaan
minyak jelantah juga pernah dilakukan di Cianjur oleh Nadirawati
(2010), pada penelitian ini menunjukan bahwa sekitar 62,8% ibu rumah
tangga masih menggunakan minyak bekas penggorengan berulang
untuk menggoreng sehari-hari.
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia sebagai bahan dasar yang penting dalam proses
penggorengan dengan fungsi utama sebagai medium penghantar
panas, menambah rasa gurih, penambah nilai gizi, dan kalor bahan
pangan (Ketaren, 2005). Berkembangnya bisnis makanan gorengan

1
telah membawa dampak yang hingga kini belum mendapat banyak
perhatian, yaitu meningkatnya jumlah minyak goreng bekas. Pada
umumnya, para pedagang makanan gorengan menggunakan minyak
goreng secara terus menerus dalam jangka waktu sangat lama, tanpa
pernah diganti dan hanya menambah sejumlah minyak segar. Kondisi
ini menyebabkan terjadi dekomposisi komponen penyusun minyak
Pemakaian minyak goreng secara berulang dengan suhu panas yang
tinggi akan menyebabkan minyak mengalami perubahan sifat
fisikokimia seperti warna, bau, meningkatnya bilangan peroksida dan
asam lemak bebas. ( Lestari, D. Y., 2010. )
Menurut Griswold dalam Maslahat dkk(2004) stabilitas minyak
goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat
ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya, penyebaran ikatan
rangkap dan bahan-bahan pembantu yang dapat mempercepat
ataumenghambat proses kerusakan. Bahan pembantu tersebut
terdapat secara alami atau sengaja ditambahkan.Kerusakan minyak
akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng.
Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi disebut
minyak jelantah, dimana minyak jelantah tersebut akan menghasilkan
bahan dengan cita rasa yang tidak enak serta kerusakan sebagian
vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak
(Budiarso,2004).
Menurut Julianus (2006) bila ditinjau dari komposisi kimianya,
minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa bersifat karsinogenik,
yang terjadi selama proses penggorengan. Pemakaian minyak jelantah
yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia. Penggunaan
minyak jelantah yang sudah berulang kali mengandung zat radikal
bebas yang bersifat karsinogenik seperti peroksida, epoksida, dan lain-
lain. Pada percobaan terhadap binatang, konsumsi makanan yang
kaya akan gugus peroksida menimbulkan kanker usus. Minyak akan
teroksidasi bila minyak mengalami kontak dengan sejumlah oksigen.

2
Oksidasi minyak umumnya akan berlangsungmelalui mekanisme
reaksi radikal bebas yang melibatkan tiga tahap reaksi yaitu inisiasi,
propagasi, dan terminasi. Radikal-radikal bebas awal, juga
hidroperoksida dan peroksida, akan terbentuk pada tahap inisiasi.
Terjadinya reaksirantai radikal-radikal bebas sehingga membentuk
radikal-radikal bebas baru disebut tahap propagasi. Reaksi yang terjadi
pada tahap propagasi akan dihentikan oleh tahap terminasi. Pada
tahap ini radikal bebas yang satu akan bergabung dengan radikal
bebas yang lainnya membentuk senyawa stabil. Kenaikan harga
bilangan peroksida merupakan indicator bertambahnya jumlah
peroksida. Peroksida yang terbentuk dalam minyak sebagai peringatan
bahwa sebentar lagi minyak akan bau tengik.Tingginya angka asam
suatu minyak jelantah menunjukkan buruknya kualitas dari minyak
jelantah tersebut, sehingga minyak jelantah dibuang sebagai limbah
akan mengganggu lingkungan dan menyumbat saluran air. Agar
minyak jelantah dapat dimanfaatkan kembali, maka dicoba untuk
meregenerasi minyak tersebut dengan menurunkan angka asam yaitu
mengurangi kandungan asam lemak bebas. (Sumarlin dkk, 2009)

Upaya untuk mengolah minyak jelantah dalam rangka


penghematan namun tidak membahayakan kesehatan sangat
diperlukan. Salah satunya adalah dengan melakukan regenerasi
menggunakan bahan alam yang ramah lingkungan sebagai adsorben.
Zeolit dikenal sebagai adsorben dengan selektivitas yang tinggi.

Zeolit alam adalah zeolit yang ditambang langsung dari alam.


Dengan demikian harganya jauh lebih murah daripada zeolit sintetis.
Zeolite alam merupakan mineral yang jumlahnya banyak tetapi
distribusinya tidak merata, sepertiklinoptilolit, mordenit, phillipsit,
chabazit dan laumontit. Namun zeolit alam memiliki beberapa
kelemahan, di antaranya mengandung banyak pengotor seperti Na, K,
Ca, Mg dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan

3
pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas dari zeolit.
Untuk memperbaiki karakter zeolit alam sehingga dapat digunakan
sebagai katalis, absorben, atau aplikasi lainnya, dilakukan aktivasi dan
modifikasi terlebih dahulu. Selain untuk menghilangkan pengotor-
pengotor yang terdapat pada zeolit alam, proses aktivasi zeolit juga
ditujukan untuk memodifikasi sifat-sifat dari zeolit, seperti luas
permukaan dan keasaman. Luas permukaan dan keasaman yang
meningkat akan menyebabkan aktivitas katalitik dari zeolit meningkat.
Salah satu kelebihan dari zeolit adalah memiliki luas permukaan dan
keasaman. Luas permukaan dan keasaman yang meningkat
akanmenyebabkan aktivitas katalitik dari zeolit meningkat. Salah satu
kelebihan dari zeolit adalah memiliki luas permukaan dan keasaman
yang mudah dimodifikasi (Yuanita, 2009).

Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral

AlO4 dan SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O dan di dalam

struktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+ sehingga rumus

empiris zeolit

menjadi :

M2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2O

Dimana:

M = kation alkali atau alkali tanah

n = valensi logam alkali

x = bilangan tertentu (2 s/d 10)

y = bilangan tertentu (2 s/d 7)

4
Struktur yang khas dari zeolit, yakni hampir sebagian besar
merupakan kanal dan pori yang menyebabkan zeolit memilki luas
permukaan yang besar. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa masing-
masing pori dan kanal dalam maupun antar kristal dianggap berbentuk
silinder, maka luas permukaan total zeolit adalah akumulasi dari luas
permukaan (dinding) pori dan kanal-kanal penyusun zeolit. Semakin
banyak jumlah pori yang dimiliki, semakin besar luas permukaan total
yang dimiliki zeolit (Sumarlin dkk, 2009). Berdasarkan sifatnya tersebut
zeolit dapatdigunakan untuk proses adsorbsi, penukar ion, dan
sebagai katalis sehingga zeolit berpotensi dalam pemurnian minyak
goreng bekas (jelantah).

Menurut Riyanti (2006), pada penelitian menggunakan zeolit


alam berukuran 60 mesh, didapatkan zeolit alam mampu menurunkan
angka asam dan angka peroksida dengan hasil paling baik pada
massa zeolit 30 gram dan waktu pencampuran 30 menit.

Biji kelor berbentuk segitiga memanjang yang disebut kelantang


(Jawa) dan berbau minyak “behen” atau “ben”. Buahnya berbentuk
memanjang, berwarna hijau, keras dan panjang 30-50 cm (Jonni dkk,
2008). Biji kelor telah banyak dimanfaatkan sebagai koagulan alami.

Buah kelor mempunyai banyak biji yang nantinya dapat


dimanfaatkan sebagai bahan pengkembangbiakannya. Disamping
menggunakan biji, pengembangbiakannya juga dapat dilakukan
dengan menggunakan setek batang. Biji Moringa oleifera. Lamk
mengandung mustardoil (minyakBen,minyakMoringa),trigliserida
asam lemak behen (C22H44O2) yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan sabun, bahan iluminasi, lubrikan jam tangan,
bahan campuran untuk pembuatan kosmetik,parfum. (Jonni, dkk,
2008).

5
Salah satu alaternatif yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan koagulan alamiah seperti biji kelor yang lebih ekonomis
dibandingkan dengan menggunakan tawas. Menurut Alimudin (Suara
Merdeka, 2002) dalam Irianty (2010) menyatakan bahwa penggunaan
serbuk biji kelor lebih ekonomis dibanding tawas, karena tanaman
kelor dapat dibudidayakan. Penambahan biji kelor halus sebanyak 500
mg/l mampu menurunkan turbiditas sebesar 95,39% serta kadar warna
sebesar 75,07% (Ramadhani dkk, 2013).

Dari uraian di atas, pemanfaatan bahan-bahan koagulan alami


seperti biji kelor dimungkinkan dapat menggantikan bahan koagulan
sintetis seperti alum sehingga permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat dan industri dapat teratasi. Di sisi lain pemanfaatan biji
kelor yang selama ini jarang digunakan tentunya akan membantu
meningkatkan perekonomian petani yang menanam pohon
kelor.Upaya untuk mengolah minyak jelantah dalam rangka
penghematan namun tidak membahayakan kesehatan sangat
diperlukan. Salah satunya adalah dengan melakukan regenerasi
menggunakan bahan alam yang ramah lingkungan sebagai adsorben.
(Lestari, D. Y., 2010.)

Adsorbsi adalah proses pemisahan komponen tertentu dari


satu fasa fluida (larutan) ke permukaan zat padat yang menyerap
(adsroben). Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul
atau porositas, menyebabkan sebagian molekul terikat lebih kuat
pada permukaan dari pada molekul lainnya.

6
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh penggunaan zeolit dan biji kelor sebagai
adsorben dalam pemurnian minyak jelantah serta kualitas minyak
jelantah yang dihasilkan dari zeolit dan biji kelor dengan metode
adsorben

A. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh zeolit dan biji kelor sebagai adsorben
dalam pemurnian minyak jelantah serta mengetahui kualitas minyak
jelantah yang dihasilkan dari zeolit dan biji kelor dengan metode
adsorben.

B. Manfaat Penelitian
1. Memanfaatkan minyak jelantah untuk di olah kembali menjadi minyak
berkualitas untuk meningkatkan nilai ekonomis.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang proses
pemurnianminyak jelantah dengan adsorben zeolit dan biji kelor
3. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Jelantah
Minyak jelantah adalah minyak yang telah digunakan lebih dari
dua atau tiga kali penggorengan, dan dikategorikan sebagai limbah
karena dapat merusak lingkungan dan dapat menimbulkan sejumlah
penyakit. Dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang memasak dan
mengonsumsi makanan yang digoreng dengan minyak jelantah lebih
berisiko mengidap tekanan darah tinggi dan beresiko menyebabkan
penyekit kanker dibandingkan dengan mereka yang sering mengganti
minyak gorengnya untuk memasak.
Minyak jelantah (waste cooking oil) juga dikatakan minyak
goreng bekas yang mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik. Dimana pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan
dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker,
pengendapan lemak pada pembuluh darah, dan akibat selanjutnya
dapat mengurangi kecerdasan (Sunjayadi, 2007).
Berdasarkan data Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Nusa Tenggara Barat tahun 2007, prevalensi penyakit tumor/kanker
sebesar 0,3% (kisaran 0,1-0,6%), dan tertinggi di kota Mataram.
Dimana secara nasional angka prevalensi penyakit tumor/kanker
sebesar 0.4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa di kota Mataram
prevalensi penyakit tumor/kanker sangat tinggi. Salah satu penyebab
penyakit tumor/kanker adalah menumpuknya radikal bebas akibat
mengkonsumsi bahan-bahan pangan yang tidak sehat, diantaranya
penggunaan minyak jelantah pada proses penggorengan Berdasarkan
bahaya yang dapat ditimbulkannya, minyak jelantah seharusnya
dibuang dan tidak dapat dipergunakan lagi untuk proses
penggorengan. Tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan, minyak
jelantah masih dapat dipergunakan untuk proses penggorengan.

8
Salah satu cara yang mudah dan murah untuk mengolah minyak
jelantah agar dapat dipergunakan lagi adalah dengan menambahkan
suatu zat yang dapat menghambat proses oksidasi asam lemak tak
jenuh dalam minyak. Zat ini dikenal sebagai antioksidan

Gambar 1. Minyak Jelantah


Berdasarkan hasil analisis kandungan nilai peroksida pada
minyak jelantah, semakin tinggi tingkat frekuensi penggorengan, nilai
peroksidanya juga semakin tinggi, dan nilai peroksida minyak jelantah
bekas penggorengan berulang kali ternyata jauh lebih tinggi (Mulasari,
2015). Pemanasan minyak jelantah yang berulang-ulang dan dalam
suhu yang tinggi (lebih dari 170o-200o C) menyebabkan minyak
jelantah mengalami proses-proses perubahan kandungan minyak
Minyak akan mengalami proses oksidasi sehingga kandungan asam
lemak tidak jenuh struktur (Cis) akan berubah struktur (Trans). Proses
oksidasi dalam pemanasan minyak goreng juga akan menyebabkan
pembentukan senyawa peroksida dan hidroperoksida yang merupakan
radikal bebas. (Ketaren, 2008).Ciri-cirinya dapat dilihat dari
kenampakan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak
(Ketaren, 2005). Akibat proses-proses tersebut beberapa trigliserida
akan terurai menjadi senyawa – senyawa lain, salah satunya free fatty
acid (FFA) atau asam lemak bebas (Suirta, 2009).
Asam-asam lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang
dapat dijadikan hidrokarbon yang lebih pendek melalui reaksi

9
pemutusan rantai karbon asam lemak. Seperti halnya minyak bumi,
jelantah yang memiliki struktur trigliserida ini juga mengandung
hidrokarbon. Jika dianalogikan dengan proses pengilangan minyak
bumi, maka dari jelantah juga dapat dihasilkan produk-produk turunan
yang setara dengan hasil pengolahan minyak bumi, seperti minyak
solar, minyak tanah, maupun gasoline (Wijanarko dkk, 2006).
Selain meningkatan asam lemak, hal yang paling menonjol saat
dilakukan pemanasan berulang adalah ketika terbentuknya asam
lemak trans. Konsumsi dari asam lemak trans dapat meningkatkan
kadar lipoprotein LDL tubuh serta menurunkan lipoprotein HDL (Mariod
at al., 2006). Peningkatan dari kadar LDL tubuh dapat menyebabkan
penyakit aterosklerosis (Price, 2012).Aterosklerosis merupakan suatu
perubahan pada pembuluh darah dimana pada gambaran histologis
ditandai dengan adanya akumulasi lipid, sel, sintesis komponen
matriks, mineral, disorganisasi struktur, penebalan dinding, serta
deformitas dinding pembuluh darah (Aldons, 2010). Tempat yang
paling sering terjadinya aterosklerosis yang berat yaitu pada aorta
abdominalis (Price, Sylvia Anderson, 2012). Berdasarkan teknik
penilaian Assessment of Risk in a Community (SPARC) yang
dilakukan di New York, menunjukan bahwa 588 pasien dengan rata-
rata usia 60 tahun yang diambil secara acak dan di diagnosis
aterosklerosis memiliki persentase plak ateroma pada organ aorta
sebesar 43,7 % (Kronzon, 2006). Kerusakan pada aorta, terutama
pada tunika media mengakibatkan terbentuknya aneurisma aorta yang
merupakan penggelembungan dinding aorta yang lemah. Aneurisma
akan mudah ruptur dan menyebabkan perdarahan yang berat.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutysna (2013) kepada tikus wistar
menunjukkan terdapat adanya perubahan ketebalan dinding aorta
abdominalis tikus yang sebelumnya telah diinduksi diet aterogenik
berupa kuning telur.

10
Walaupun menimbulkan dampak yang negatif, penggunaan
jelantah, atau minyak goreng yang telah digunakan lebih dari sekali
untuk menggoreng (minyak goreng bekas), adalah hal yang biasa di
masyarakat. Sebagian orang berpendapat makanan yang dicampur
jelantah lebih sedap. Sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi,
apalagi masa-masakrisis seperti sekarang ini. Upaya untuk
menghasilkan bahan pangan yang berkualitas serta pertimbangan dari
segi ekonomi, memacu minat penelitian untuk pemurnian minyak
goreng bekas agar minyak dapat dipakai kembali tanpa mengurangi
kualitas bahan yang digoreng. Pemurnian minyak goreng bekas
merupakan pemisahan produk reaksi degradasi dari minyak. Beberapa
cara dapat dilakukan untuk pemurnian minyak goreng bekas, salah
satunya adalah pemurnian dengan menggunakan adsorben
Pemurnian minyak jelantah dengan adsorben merupakan proses yang
sederhana dan efisien (Maskan, 2003).

B. Zeolit
Semenjak awal tahun 1940-an, ilmuwan Union Carbide telah
memulai penelitiannya untuk mensintesis zeolit dan mereka berhasil
mensintesis zeolit A dan X murni pada tahun 1950. Penemuan zeolit di
dunia dimulai dengan ditemukannya Stilbit pada tahun 1756 oleh
seorang ilmuwan bernama A. F. Constedt. Constedt menggambarkan
kekhasan mineral ini ketika berada dalam pemanasan terlihat seperti
mendidih karena molekulnya kehilangan air dengan sangat cepat.
Sesuai dengan sifatnya tersebut maka mineral ini diberi nama zeolit
yang berasal dari dua kata Yunani, zeo artinya mendidih dan lithos
artinya batuan (Kirk Othmer, 1981).
Diberi nama zeolit karena sifatnya yaitu mendidih dan
mengeluarkan uap jika dipanaskan (Dyer, 1994).

11
Gambar 2. Zeolit
Zeolit merupakan kristal alumina silika berongga yang
mengandung molekul alkali atau alkali tanah dan molekul air. Zeolit
dapat dimanfaatkan dalam industri sebagai penukar ion, adsorben dan
katalis . Zeolit terdiri dari zeolit alam dan zeolit sintesis. Salah satu
jenis zeolit sintetis yang sering digunakan sebagai katalis dalam
proses perengkahan hidrokarbon adalah H-ZSM-5. H-ZSM-5
(ZeoliteSocony Mobile-5) adalah salah satu jenis zeolit dengan
framework tipe mordenite, memiliki diameter pori 0,54 nm dan rasio
mol SiO2/Al2O3 tinggi (range 10-100 mol/mol). Pemanfaatan H-ZSM-5
sebagai katalis dalam proses perengkahan hidrokarbon kini semakin
diminati oleh industri petroleum. Kebutuhan katalis perengkahan di
Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 17-20 ton/tahun dan selama in
dipenuhi dengan cara mengimpor dari negara lain (Nurjannah dkk,
2010 serta Saripin dan Kurniawan, 2010).
Zeolite alam merupakan mineral yang jumlahnya banyak tetapi
distribusinya tidak merata.. Dalam air zeolit juga ternyata mampu
mengikat bakteri E. coli11. Kemampuan ini bergantung pada laju
penyaringan dan perbandingan volu Alternatif pemecahan masalah
adalah mengolah minyak goreng bekas menggunakan zeolit alam
yang telah diaktifkan (zeolit aktif), telah dilakukan oleh Widayat, dkk
2005.
Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral
AlO4 dan SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O dan di dalam

12
struktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+ sehingga rumus
empiris zeolit
menjadi :

M2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2O

Dimana:

M = kation alkali atau alkali tanah

n = valensi logam alkali

x = bilangan tertentu (2 s/d 10)

y = bilangan tertentu (2 s/d 7)

Mineral zeolit banyak ditemukan di alam sebagai batuan


sedimen vulkano. Penyusunan utama zeolit adalah mordenit dan
klipnotilonit dalam berbagai variasikomposisi. Nama zeolit berasal dari
dua kata dalam bahasa Yunani yaitu zein yang berarti mendidih dan
lithos yang berarti batuan. Disebut demikian karena mineral ini
mempunyai sifat mendidih atau mengembang apabila dipanaskan.
Dimana air dalam rongga-rongga zeolit akan mendidih bila dipanaskan
pada suhu 100°C (Sutarti dan Rachmawati, 1994).
Zeolit adalah salah satu penukar ion alami yang banyak tersedia
Kemampuan zeolit sebagai ion exchanger telah lama diketahui dan
digunakan sebagai penghilang polutan kimia10. Zeolit alam adalah
zeolit yang ditambang langsung dari alam. Dengan demikian harganya
jauh lebih murah dari pada zeolit sintetis. Zeolite adalah adsorbent
yang unik, karena memiliki ukuran pori yang sangat kecil dan seragam
jika dibandingkandengan adsorbent yang lain seperti karbon aktif dan
silikagel, sehingga zeolite hanya mampu menyerapmolekul-molekul
yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter celah
rongga,sedangkan molekulyang diameternya lebih besar dari pori
zeolite akan tertahan dan hanya melintasi antar partikel Dalam

13
keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolite terisi oleh molekul
air yang berada disekitar kation.(Khairinal, 2000).
Zeolit didefenisikan sebagai senyawa aluminosilikat yang
mempunyai struktur kerangka tiga dimensi dengan rongga didalamnya.
Struktur kerangka zeolit tersusun atas unit-unit tetrahedral (AlO4) -5 dan
(SiO4)-4 yang saling berikatan melalui atom oksigen membentuk pori-
pori zeolit. Ion silikon bervalensi 4, sedangkan aluminium bervalensi 3.
Hal ini yang menyebabkan struktur zeolit kelebihan muatan negatif
yang diseimbangkan oleh kation - kation logam alkali atau alkali tanah
seperti Na+, K+, Ca+ atau Sr+ maupun kation - kation lainnya. Kation -
kation tersebut terletak diluar tetrahedral, dapat bergerak bebas dalam
rongga-rongga zeolit dan bertindak sebagai counter ion yang dapat
dipertukarkan dengan kation - kation lainnya, sifat-sifat inilah yang
mendasari zeolit sebagai penukar kation. Berdasarkan sifat fisika dan
sifat kimia zeolit tersebut zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penukar
ion, penyaring molekuler, adsorben dan katalis. (Senda,2005)
Pengolahan dengan zeolit, kualitas minyak goreng akan
meningkat karena asam lemak bebasnya akan terserap oleh zeolit
alam. Selama ini, zeolit alam hanya digunakan secara langsung
sebagai penyubur tanah dan pencampur makanan ternak. Tetapi,
untuk logam variabel-variabel yang mempengaruhi efektivitas
penukaran kation belum diketahui. Struktur yang khas dari zeolit, yakni
hampir sebagian besar merupakan kanal dan pori yang menyebabkan
zeolit memilki luas permukaan yang besar. Keadaan ini dapat
dijelaskan bahwa masing-masing pori dan kanal dalam maupun antar
kristal dianggap berbentuk silinder, maka luas permukaan total zeolit
adalah akumulasi dari luas permukaan (dinding) pori dan kanal-kanal
penyusun zeolit. Semakin banyak jumlah pori yang dimiliki, semakin
besar luas permukaan total yang dimiliki zeolitBerdasarkan sifatnya
tersebut zeolit dapatdigunakan untuk proses adsorbsi, penukar ion,

14
dan sebagai katalis sehingga zeolit berpotensi dalam pemurnian
minyak goreng bekas (jelantah).(Sumarlin dkk, 2009).

C. Biji Kelor
Kelor pada dasarnya tumbuh dalam bentuk pohon, berumur
panjang dengan tinggi 7 - 12 m. Batang berkayu (lignosus), tegak,
berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar. Percabangan
simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus
dan memanjang. Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun
berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun
saat muda berwarna hijau muda - setelah dewasa hijau tua, bentuk
helai daun bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas,
ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan
menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus. Kelor tumbuh di
daerah tropis seperti India, Indonesia, dan berbagai kawasan tropis
lainnya di dunia. Kelor juga dapat tumbuh di Mesir, Pakistan, Kuba,
Jamaika, Nigeria, Sudan, dan Ethiopia. Kelor memiliki pohon yang
tidak terlalu besar, cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang
kuat, berbatang lunak dan rapuh (mudah patah). Daunnya besar
sebesar ujung ibu jari berbentuk bulat telur dan tersusun secara
majemuk dalam satu tangkai (Lailatul Mukarromah, 2008).
Kelor awalnya banyak tumbuh di India. Namun, kini kelor
banyak ditemukan di daerah beriklim tropis. Tanaman ini merupakan
famili Moringgaceae. Pohon kelor mempunyai ketinggian beragam,
dengan tajuk tidak rapat, buahnya merupakan buah kotak bergantung
yang panjangnya kira-kira 20 cm. Biji yang berbentuk bola dengan
radius sekitar 3 mm. daun kelor berbentuk sirip dan setiap helai
daunnya berbentuk bulat telur. Daun dan buahnya yang masih muda
dapat dijadikan sayuran, sedangkan biji yang tua dapat dimakan
setelah digoreng (Arifin dkk, 1993).

15
Biji kelor (Moringa oleifera Lamk) merupakan buah dari
tumbuhan kelor yang memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi, vitamin A, vitamin B, vitamin C, zat besi, kalsium, sebagai
bahan pembuatan sabun dan kosmetik. Biji kelor (Moringa oleifera
Lamk) juga mampu mengadsorpsi, menggumpalkan sekaligus
menetralkan tegangan permukaan dari partikel-partikel air limbah,
hal inidisebabkanadanyazataktif4–alfa–4–rhamonsiloxy–benzyl-
isothiocyanateyang terkandung dalam biji kelor. (Ritwan,2004).

Berbagai jenis koagulan sudah banyak diteliti


kemampuannya dalam proses pengolahan limbah salah satunya
Biji Kelor. Salah satu alaternatif yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan koagulan alamiah seperti biji kelor yang lebih ekonomis
dibandingkan dengan menggunakan tawas. Menurut Alimudin (Suara
Merdeka, 2002) dalam Irianty (2010) menyatakan bahwa penggunaan
serbuk biji kelor lebih ekonomis dibanding tawas, karena tanaman
kelor dapat dibudidayakan Salah satu alaternatif yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan koagulan alamiah seperti biji kelor yang
lebih ekonomis dibandingkan dengan menggunakan tawas.

Gambar 3. Biji Kelor

16
Menurut Supriyanto, dkk., (2005) kelor dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Subkelas : Dillenildae
Ordo :Capparidales
Familia :Moringaoleiferaceae
Spesies :Moringaoleifera.Lamk

Pemanfaatan biji kelor (MoringaoleiferaLamk) dalam


pengolahan limbah dan air baku baik sekala kecil, sedang dan
besar telah banyak dilakukan dan dipelajari. Menurut penelitian
Rahardjanto, biji kelor dapat digunakan untuk memperbaiki sifat
fisikokimia air limbah industry tekstil. Parameter yang diamati
meliputi turbiditas, warna, waktu pengendapan, zat padat total,
COD, amonium,nitrat, Cd, Mn, Cr, Cu, dan Pb. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa biji kelor (Moringa oleifera Lamk) dapat
meningkatkan kualitas air limbah industri tekstil. Efektifitas
bioflokulan pada konsentrasi optimum (2250 ppm) berturut- turut
adalah 99,84 %; 99,25 %; 90,83 %; 79,9 %; 75,36 %; 83,70 %; 20,8
%;99,94 %; 82,06 %; 75 %; 59,05 % dan 16,15 %. (Rahardjanto,
2004).
Menurut Alimudin (Suara Merdeka, 2002) dalam Irianty (2010)
menyatakan bahwa penggunaan serbuk biji kelor lebih ekonomis
dibanding tawas, karena tanaman kelor dapat dibudidayakan Salah
satu alaternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
koagulan alamiah seperti biji kelor yang lebih ekonomis dibandingkan
dengan menggunakan tawas. Menurut Alimudin (Suara Merdeka,
2002) dalam Irianty (2010) menyatakan bahwa penggunaan serbuk biji
kelor lebih ekonomis dibanding tawas, karena tanaman kelor dapat
dibudidayakan.

17
D. Metode Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa pengumpulan molekul-molekul suatu
zat pada permukaan zat lain akibat adanya ketidakseimbangan dan
karena adanya gaya tarik antar atom atau molekul pada permukaan
zat padat. Adsorbsi digolongkan menjadi adsorbsi kimia dan adsorbsi
fisika, keduanya dibedakan berdasarkan homogenitas adsorben dan
adsorbat, energi adsorbsi, reversibilitas, dan ketebalan lapis adsorben.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap adsorbsi adalah
konsentrasi, luas permukaan, suhu, ukuran partikel, pH dan waktu
kontak. Adsorpsi bersifat selektif, karena yang diadsorpsi hanya zat
terlarut atau pelarut. Jumlah zat yang diserap tegantung pada
konsentrasi zat terlarut dan ketergantungan jumlah zat yang diserap
pada konsentrasi kesetimbangan disebut isoterm adsorpsi
(Auliah.2009).
Secara umum adsorbsi adalah proses pemisahan komponen
tertentu dari satu fasa fluida (larutan) ke permukaan zat padat yang
menyerap (adsroben). Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot
molekul atau porositas, menyebabkan sebagian molekul terikat lebih
kuat pada permukaan dari pada molekul lainnya. Adapun syarat-syarat
untuk berjalannya suatu proses adsorbsi, yaitu terdapat : 1. Zat yang
mengadsorbsi (adsorben), 2. Zat yang teradsorbsi(adsorbat), 3. Waktu
pengocokan sampai adsorbsi berjalan seimbang. Adsorbsi dapat
digolongkan dalam dua jenis,yaitu adsorbsi secara kimia dan secara
fisika. Adsorbsi secara kimia (kemisorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi
karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Adsorbsi
jenis ini mengakibatkan terbentuknya ikatan secara kimia, sehingga
diikuti dengan reaksi berupa senyawa baru Pada kemisorbsi
permukaan padatan sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan
sehingga sukar untuk dilepas kembali, sehingga proses kemisorbsi
sangat sedikit. Adsorbsi fisika (fisiosorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi
karena adanya gaya-gaya fisika. Adsorbsi ini dicirikan adanya kalor

18
adsorbsi yang kecil (10 kkal/mol). ). (Yuniarto, A. (1999)Terdapat tiga
mekanisme yang terjadi pada proses adsorpsi
1. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan dari bagian
terbesar larutan ke permukaan luar dari adsorban. Fase ini disebut
sebagai difusi film atau difusi eksternal.
2. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan pada kedudukan
adsorpsi pada permukaan adsorban ke bagian yang lebih dalam
yaitu pada bagian pori. Fase ini disebut dengan difusi pori.
3. Molekul-molekul zat yang diadsorpsi menempel pada permukaan
partikel
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya
gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-molekul lain yang
bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa
larutan kedalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul pada
permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa gas zat terlarut
dalam larutan. Pada adsorpsi interaksi antara adsorben dengan
adsorbat hanya terjadi pada permukaan adsorben Adsorpsi
merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap
zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya
gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa
meresap kedalam.Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk
adsorpsi (Suryawan, Bambang, 2004), adalah :
a. permukaan besar sehingga kapasitas adsorpsinya tinggi.
b. Memiliki aktifitas terhadap kompenen yang diadsorpsi.
c. Memiliki daya tahan yang baik.
d. Tidak ada perubahan volume yag berarti selama peristiwa adsorpsi
dan desorpsi.
Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk
menghilangkan rasa, serta bau yang tidak enak, warna yang tidak

19
menarik dan memperpanjang umur simpan minyak sebelum
dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industry.

E. Standar Nasional Indonesia

Tabel .1 Standard Nasional Indonesia Minyak Goreng

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan
Bau - Normal
Warna - Normal
2 Kadar Air dan bahan menguap Maks.0,15

3 Bilangan Asam mg KOH/g Maks. 0,6


4 Bilangan Peroksida mek O2/Kg Maks. 10
5 Minyak Pelikan - Negatif
Asam Linolenat ( C18:3 ) dalam
6 % Maks.2
Komposisi asam lemak minyak
7 Cemaran Logam
Kadmium(Cd) mg/kg Maks. 0,2
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,1
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/
250,0
Merkuri(Hg) mg/kg Maks. 0,05
8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, 2013

F. Penelitian Terdahulu
Tabel 2. Penelitian Terdahulu

20
Nama Judul Variabel Hasil
Waktu dan dosis perlakuan
Muh. Ruslan Efektivitas Serbuk Dosis serbuk biji serbuk biji kelor
Umardan Biji KelorMoringa kelor 300 mg dengan
Syarifuddin oleifera Lamk. lama waktu
Liong, 2014 Dalam Menurunkan kontak 24 jam
Kadar Kadium (Cd) mem-berikan
Pada Air serapan
tertinggi
terhadap logam
kadmi-un pada
air
Widayat, Optimasi Proses Massa zeolit hasil penelitian
Suherman dan K Adsorpsi Minyak diperoleh
Haryani, 2006 Goreng Bekas kesimpulan
Dengan Adsorpben bahwa bilangan
Zeolit Alam : asam optimum
Studi Pengurangan sebesar 1,71
Bilangan Asam dicapai pada
massa zeolit
19,07 gram

BAB III
METODE PENELITIAN

21
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat kolom kromatografi yang telah
di desain untuk proses adsorpsi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini direncakan akan dilaksanakan di Laboratorium
Riset Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia dan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Fajar selama 1 bulan.

C. Alat dan Bahan


1. Alat
Penelitian ini menggunakan alat – alat sebagai berikut :
 Kromatografi kolom,
 Erlenmeyer,
 Gelas ukur
 Statif
 Timbangan analitik

1
22
3

Gambar 4. Rangkaian Alat Kolom Kromatografi

Keterangan Alat :

1. Statif
2. Kolom kromatografi
3. Elenmeyer

2. Bahan
Bahan baku yang digunakan yaitu :
 minyak jelantah
 zeolit
 biji kelor.

D. Variabel Penelitian
a. Variabel tetap :
Massa minyak jelantah : 150 ml
b. Variabel berubah
Jenis Adsorben :
 biji kelor (gr) : 5, 10, 15, 20
 zeolit (gr) : 5, 10, 15, 20
E. Prosedur Penelitian
a. Preparasi Sampel
 Zeolit alam

23
Percobaan dilakukan dengan terlebih dahulu memasukkan
zeolit selanjutnya minyak di masukkan kemudian dengan massa dan
diameter mesh 40 tertentu ke dalam kolom kromatografi. Proses
adsorpsi dilakukan pada keadaan bersamaan.
 Biji Kelor
Percobaan menggunakan buah kelor tua lalu diambil biji dari
buah kelor. Biji kelor kemudian ditumbuk / blender lalu diayak sesuai
meshnya masing – masing yaitu 40 mesh kemudian di keringkan dan
selanjutkan sudah bisa di gunakan. Serbuk biji kelor ditimbang
sebanyak beberapa(gr) tersebut yang akan digunakan sebagai
adsorben. Biji Moringa oleifera merupakan bahan organik yang mudah
membusuk.

b. Prosedur kerja
Prinsip Kerja Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan
kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam
campuran. Absorben bertindak sebagai fase diam dan fase geraknya
adalah cairan yang mengalir membawa komponen campuran
sepanjang kolom.
Cara kerja
- Disiapkan alat dan bahan
- Kolom dipasang tegak lurus pada statif.
- Kolom diberi kapas menggunakan batang pengaduk sebagai lapisan
adsorben.
- Dimasukkan adsorben yaitu serbuk biji kelor dan zeolit sebanyak gram
yang telah ditentukan kedalam kolom, kemudian mengetuk kolom
secara perlahan hingga adsorben tidak ada tertinggal di dinding
kolom.
- Dimasukkan minyak goreng bekas yang sudah diendapkan terlebih
dahulu kedalam kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit

24
demi sedikit hingga masuk semua, sambil kran kolom dibuka dan
diatur tetesannya. Minyak goreng bekas dialirkan hingga adsorben
merapat.
- Setelah adsorben merapat, minyak goreng bekas dibiarkan mengalir
hingga batas adsorben.
- Kran kolom ditutup apabila minyak telah berhenti menetes.
- Mendiamkan beberapa saat minyak hasil adsorpsi dan mengamati
perubahan warna.
- Analisa karakteristik minyak goreng bekas hasil adsorpsi.

c. Analisa karakteristik minyak goreng (SNI 3741-2013)


1. Bilangan asam
Pereaksi
a) Etanol 95 % netral;
etanol 95 % ditambah dengan beberapa tetes indikator fenolftalein
dan di titar dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah
muda;
b) Indikator fenolftalein (pp) 1 % dalam etanol 95 %;
larutkan 1,0 g fenolftalein dengan etanol 95 % ke dalam labu ukur
100 mL kemudian tepatkan sampai tanda garis; dan
c) Larutan standardisasi Kalium Hidroksida, KOH 0,1 N atau larutan
Natrium Hidroksida, NaOH 0,1 N.
Cara kerja
a) Timbang 10 g sampai dengan 50 g contoh (W) ke dalam
Erlenmeyer 250 mL.
b) Larutkan dengan 50 ml etanol hangat dan tambahkan 5 tetes
larutan fenolftalein sebagai indikator;
c) Titrasi larutan tersebut dengan Kalium Hidroksida atau Sodium
Hidroksida 0,1 N (N) sampai terbentuk warna merah muda. (Warna
merah muda bertahan selama 30 detik.)

25
d) Lakukan pengadukan dengan cara menggoyangkan Erlenmeyer
selama titrasi.
e) Catat volume larutan KOH atau NaOH yang diperlukan (V).
Perhitungan
ml NaOH x N x BM
%FFA= x 100 %
bobot sampel ( g ) x 1000
Keterangan:
dimana,
N = Normalitas larutan NaOH
BM = Bobot molekul asam laurat
g = Bobot sampel yang diuji

2. Bilangan peroksida
Pereaksi
a) Larutan asam asetat-Isooktan
buat campuran asam asetat glasial dan isooktan 3:2 (v/v)
b) Larutan kalium iodida jenuh

larutkan kalium iodida p.a dalam air suling yang baru mendidih
hingga kondisi jenuh (adanya kristal KI yang tidak larut). Larutan
ini harus disiapkan setiap kali akan melakukan pengujian.

b) Larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N

timbang 24,9 gram natrium tiosulfat kemudian larutkan dengan air


suling bebas CO2 dalam gelas piala. Masukkan ke dalam labu
ukur 1 L kemudian tera dan impitkan, tetapkan normalitas larutan
tersebut.

c) Penetapan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N

- Timbang 0,05 sampai dengan 0,1 gram kalium iodat (KIO3)


kering, larutkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dengan air suling
sebanyak 50 mL, tambahkan 10 mL kalium iodida 20 % dan 2,5
mL HCl 4 N, iod yang dibebaskan dititar dengan natium tiosulfat

26
0,1 N yang akan distandardisasi sampai larutan berwarna
kuning, tambahkan 2 sampai dengan 3 ml larutan kanji 1 %
dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Kerjakan
duplo.

Hitung normalitas natrium tiosulfat sampai 4 desimal dengan


menggunakan rumus :

W
N (gram ek/L) = V ×Eq

Keterangan:

N adalah normalitas natrium tiosulfat, dinyatakan dalam gram


ekivalen per liter (gram ek/L)

W adalah bobot kalium iodat, dinyatakan dalam miligram (mg)

V adalah volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan


untuk titrasi, dinyatakan dalam mililiter(mL)

Eq adalah berat equivalen dari kalium iodat

- Timbang 0,16 sampai dengan 0,22 g kalium dikromat


(K2Cr2O7) yang sudah dihaluskan dan dikeringkan (pada suhu
110 °C) ke dalam Erlenmeyer 500 mL, dan larutkan dengan 25
mL air suling.Tambahkan 5 mL HCl pekat dan 20 mL larutan
kalium iodida jenuh kemudian diaduk.Titar dengan natrium
tiosulfat 0,1 N yang akan distandardisasi sampai warna kuning
larutan hampir hilang. Tambahkan 1 sampai dengan 2 mL
larutan kanji 1% dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru
hilang. Kerjakan duplo.

20 , 394×W
N = V
Keterangan :

27
N = adalah konsentrasi natrium tiosulfat, dinyatakan dalam
normalitas (N)
W = adalah bobot kalium dikromat, dinyatakan dalam miligram
(mg)
V = adalah volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan
untuk titrasi, dinyatakan dalam mililiter (ml) 20,394 adalah
konstanta.
- Apabila perbedaan hasil diantara dua penetapan lebih dari
0,0004 maka lakukan triplo.

d) larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N;


lakukan pengenceran larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N untuk
mendapatkan konsentrasi 0,01 N;

e) indikator larutan kanji 1 %;

1 g serbuk kanji dididihkan dengan 100 mL air suling dalam gelas


piala.
Cara kerja
a) Timbang dengan teliti (5 ± 0,05) g contoh (W) kedalam Erlenmeyer
asah 250 mL yang kering;
b) Tambahkan 50 mL larutan asam asetat glasial-isooktan, tutup
erlenmeyer dan aduk hingga larutan homogen;
c) Tambahkan 0,5 ml larutan kalium iodida jenuh dengan
menggunakan pipet ukur, kemudian kocok selama 1 menit;
d) Tambahkan 30 mL air suling kemudian tutup Erlenmeyer dengan
segera. Kocok dan titar dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N
hingga warna kuning hampir hilang, kemudian tambahkan
indikator kanji 0,5 ml dan lanjutkan penitaran, kocok kuat untuk
melepaskan semua iod dari lapisan pelarut hingga warna biru
hilang;
e) Lakukan penetapan duplo;
f) Lakukan penetapan blanko;dan

28
g) Hitung bilangan peroksida dalam contoh.
Perhitungan
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai milliekivalen O 2 per kg
lemak yang dihitung menggunakan rumus :
1000×N ×(V 0−V 1 )
Bilangan peroksida (mek O2/kg) = W
Keterangan:
V1 = volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (mL)
Vo = volume larutan natrium tiosulfat untuk blanko (mL)
N = normalitas larutan standar natrium tiosulfat
w = berat minyak (gram)

3. Kadar air
Cara kerja
a) Panaskan pinggan beserta tutupnya dalam oven pada suhu (130 ±
1) °C selama kurang lebih 30 menit dan dinginkan dalam desikator
selama 20 menit sampai dengan 30 menit, kemudian timbang
dengan neraca analitik (W0);
b) Masukkan 5 g contoh ke dalam pinggan, tutup, dan timbang (W1);
c) Panaskan pinggan yang berisi contoh tersebut dalam keadaan
terbuka dengan meletakkan tutup pinggan disamping pinggan di
dalam oven pada suhu (130 ± 1) °C selama 30 menit setelah suhu
oven (130 ± 1) °C;
d) Tutup pinggan ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke
dalam desikator dan dinginkan selama 20 menit sampai dengan
30 menit sehingga suhunya sama dengan suhu ruang kemudian
timbang (W2);
e) Lakukan pekerjaan c) dan d) hingga diperoleh bobot tetap; dan
f) Hitung kadar air dan bahan menguap dalam contoh.
Perhitungan

29
W 1−W 2
×100 %
Kadar air dan bahan menguap (%) = W1
Keterangan:
W1 = adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh sebelum
dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g);
W2 = adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh setelah dikeringkan,
dinyatakan dalam gram (g).
Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 10 % dari nilai rata-rata hasil
kadar air dan bahan menguap. Jika kisaran lebih besar dari 10 %,
maka uji harus diulang kembali.

4. Viskositas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang
meyatakan besar kecilya gesekan didalam fluida. Semakin besar
viskositas suatu fluida maka semakin sulit suatu fluida mengalir dan
makin sulit suatu benda bergerak didalam fluida tersebut. Penentuan
viskositas larutan menggunakan viskometer ostwald, yang mana pada
metode ini dilakukan dengan mengukur waktu alir yang dibutuhkan
oleh suatu cairan pada konsentrasi tertentu untuk mengalir antara dua
tanda pada pipa viskometer. Keunggulan dari metode ini adalah lebih
cepat, lebih mudah, alatnya murah, serta perhitungannya lebih
sederhada.
Perhitungan
ŋ=t/v
keterangan :
ŋ = nilai viskositas
t = waktu
v = volume (ml)

F. Diagram Alir Proses

30
Minyak Jelantah

Pengendapan kotoran

Hasil Pengendapan

Minyak Jelantah +
Zeolit / Biji kelor

(Proses Adsorpsi)

Hasil Adsorpsi

Analisa Karakteristik
Minyak Hasil Adsorpsi

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pemurnian Minyak Jelantah


Variabel tetap :
Massa minyak jelantah : 150 ml
Variabel berubah
Jenis Adsorben :
 biji kelor (gr) : 5, 10, 15, 20
 zeolit (gr) : 5, 10, 15, 20

31
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan melalui percobaan dengan tahapan –


tahapan proses meliputi persiapan bahan baku, pengayakan, proses
adsorbsi dan analisa secara kimia dan fisika. Variabel – variabel yang
diamati pada proses adsorben pemurnian minyak jelantah ini yaitu
efektivitas adsorben tersebut, dan ukuran. Hasil penelitian yang telah
diamati kemudian dilakukan analisa bilangan asam, bilangan peroksida,
kadar air dan viskositas untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari hasil
adsopsi minyak jelantah.

A. Pengaruh Penambahan Adsorben Terhadap Waktu Pada Proses


Adsopsi Pemurnian Minyak Jelantah
Jumlah penambahan adsorben pada proses pemurnian minyak
jelantah sangat berpengaruh pada proses pemurnian. Hal itu di
sebabkan karena semakin banyak penambahan adsoben yang
digunakan maka semakin bagus hasil yang di dapatkan. Akan tetapi
dengan banyaknya adsorben yang di tambahkan maka proses
pemurnian dengan motode adsorpsi akan memakan waktu yang lama
pada kolom kromatografi. Hal ini di sebebkan karena rapatnya
adsorben pada dasar kolom kromatografi menyebabkan laju alir
minyak mengalami perlambatan yang meyebabkan memakan waktu
yang cukup lama. Tetapi hal itu di di maklumi karena volume ukuran
pada alat kolom kromatografi yang kecil jadi mengakibatkan proses
pemurnian juga begitu lama. Bisa di lihat dari tabel 4.1 di bawah ini

32
Tabel 3. waktu Proses Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan
Adsoben Zeolit
Sampel (gr) Waktu (jam)
5 4
10 8
15 13
20 23

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4.1


yaitu pengaruh penambahan adsorben pada kolom kromatografi
mengakibatkan terjadinya perlambatan waktu dalam proses
pemurnian minyak jelantah. Semakin sedikit adsorben yang di
gunakan semakin cepat proses pemurnian dan semakin banyak
penambahan adsorben maka semakin lama waktu yang di
butuhkan pemurnian minyak jelantah. Pengaruh penambahan
adsoben terhadap waktu dapat dilihat pada gambar 4.1

25

20
Waktu ( jam )

15

10 Waktu (jam)

0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Berat Sampel (gr)

Gambar 6. Pengaruh Berat Sampel Terhadap Waktu Kontak dengan


Adsoben Zeolit

Tabel 4. waktu Proses Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan


Adsoben Biji Kelor
Sampel (gr) Waktu (jam)

33
5 3
10 7
15 13
20 22
Berdasarkan hasil penelitian yang ditampilkan pada tabel 4.2

yaitu pengaruh penambahan adsorben biji kelor pada kolom

kromatografi mengakibatkan proses pemurnian minyak jelantah

semakin lama. Semakin sedikit adsorben biji kelor yang di gunakan

dalam kolom kromatografi semakin cepat proses pemurnian dan

semakin banyak penambahan adsorben maka semakin lama waktu

yang di butuhkan pemurnian minyak jelantah. Pengaruh penambahan

adsoben biji kelor terhadap waktu dapat dilihat pada gambar 4.2.

25

20
Waktu (jam)

15

10 Waktu (jam)

0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Berat Sampel (gr)

Gambar 7. Pengaruh Berat Sampel Terhadap Waktu Kontak dengan


Adsoben Biji Kelor

B. Bilangan Kadar Asam Lemak Bebas


Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas
dalam minyak dan dinyatakan dengan mg basa per 1 gram minyak.
Bilangan asam juga merupakan parameter penting dalam penentuan
kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak
bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada

34
minyak terutama pada saat pengolahan. Asam lemak merupakan
struktur kerangka dasar untuk kebanyakan bahan lipid (Agoes, 2008).
Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas yang besar
yang berasal dari hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan
yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.
Sedangkan dengan metode Mojonnier, hasil ekstraksi kemudian
diuapkan pelarutnya dan dikeringkan dalam oven sampai diperoleh
berat konstan, berat residu dinyatakan sebagai berat lemak atau
minyak dalam bahan, Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai
C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil (Andry, 2008).
Penentuan asam lemak bebas atau biasa disebut dengan FFA
yang merupakan singkatan dari Free Fatty Acid sangat penting
kaitannya dengan kualitas lemak. Karena bilangan asam dipergunakan
untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam
lemak. Semakin besar angka ini berarti kandungan asam lemak bebas
semakin tinggi, sementara asam lemak bebas yang terkandung dalam
sampel dapat berasal dari proses hidrolisis ataupun karena proses
pengolahan yang kurang baik. Karena proses hidrolisis dapat
berlangsung dengan penambahan asam dan dibantu oleh panas.

Tabel 5. Analisa Bilangan Asam Hasil Pemurnian Minyak Jelantah


Menggunakan Adsoben Zeolit dan Biji Kelor
No Sampel Bilangan Asam Bilangan Asam
(gr) Zeolit Biji Kelor

1 5 0,486 0,460
2 10 0,384 0,409

35
3 15 0,250 0,307
4 20 0,163 0,230
Berdasarkan tabel 4.3 sampel yang digunakan pada pengujian
kali ini adalah minyak jelantah yang telah mengalami pemurnian.
Pada percobaan penentuan bilangan asam dalam sampel minyak
hasil pemurnian ini dapat diketahui bahwa bilangan asam yang ada
dalam semua sampel zeolit menunjukkan angka yang relatif kecil dan
memenuhi syarat mutu minyak. Begitu pula pada percobaan
penentuan bilangan asam pada pemurnian menggunakan adsorben
biji kelor untuk semua sampel yang digunakan dapat memenuhi SNI.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel massa dari
zeolit dan biji kelor dapat mempengaruhi penururan bilangan asam.
Widayat dkk. (2005) melakukan penelitian pendahuluan untuk
meningkatkan kualitas minyak goreng bekas dengan menggunakan
zeolit aktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bilangan asam dan
bilangan peroksida mengalami penurunan sampai memenuhi SNI.
Hasil yang lain menunjukkan bahwa variabel ukuran zeolit dan
massa zeolit merupakan variabel proses yang paling berpengaruh
terhadap proses pemurnian minyak goreng bekas.
Taufik (2007) juga melakukan penelitian tentang pemurnian
minyak jelantah menggunakan biji kelor dengan metode Batch yang
hasilnya dapat menurunkan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar
yaitu dari nilai 0,50 % menjadi 0,127 %
kualitas minyak goreng yang baik dapat dilihat dari angka
analisanya, dengan kata lain, minyak hasil pemurnian menggunakan
adsorben zeolit dan biji kelor berbagai variabel sampel untuk
pengujian bilangan asam termasuk baik.

36
0.6
0.5

Bilangan Asam
0.4
0.3
Zeolit
0.2 Biji Kelor
0.1
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Berat Sampel (%)

Gambar 8. Pengaruh Berat Sampel Terhadap Bilangan Asam

C. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida dinyatakan sebagai banyaknya mili
ekuivalen peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak, lemak, dan
senyawa lain. Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan minyak. Semakin tinggi bilangan
peroksida semakin rendah kualitas minyak. Peroksida di dalam minyak
dihasilkan oleh reaksi oksidasi lemak, yaitu reaksi antara oksigen
dengan ikatan rangkap di dalam lemak Metode untuk menentukan
bilangan peroksida dapat dilakukan dengan titrasi iodometri. Titrasi
iodometri ini berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida (KI) dalam
larutan asam asetat dan kloroform dengan peroksida. Senyawa
peroksida merupakan senyawa yang cukup kuat untuk dapat bereaksi
sempurna dengan ion iodida.( Siti, Mualifah, 2009)

Tabel 6. Analisa Bilangan Peroiksida Hasil Pemurnian Minyak Jelantah


Menggunakan Adsoben Zeolit dan Biji Kelor
No Sampel Peroksida Peroksida

37
(gr) (mek/kg) (mek/kg)
Zeolit Biji Kelor
1 5 13,90 20,42
2 10 12,11 13,70
3 15 10,32 9,93
4 20 6,15 7,94

Hasil pengukuran bilangan peroksida minyak goreng bekas


berdasarkan tabel 4.5. menyatakan Bilangan peroksida minyak
mengalami penururan berdasarkan proses pemurnian minyak jelantah
menggunakan adsorben zeolit dan biji kelor yaitu dari sampel zeolit 5
gr dengan angka peroksida sebesar 13.90 ke angka peroksida 6,15
untuk smpel dengan 20 gr zeolit begitu pula dengan biji kelor. Dan
variabel massa zeolit serta biji kelor juga mampu mempengaruhi
penurunan angka peroksida.
Taufik (2007) juga melakukan penelitian tentang pemurnian
minyak jelantah menggunakan biji kelor dengan metode Batch yang
menggunakan perbandingan massa untuk mendapatkan kesimpulan
bahwa hasilnya dapat menurunan angka peroksida sebesar yaitu dari
100 meq/kg menjadi 16 meq/kg namun angka peroksida belum
memenuhi SNI.
Hasil pengukurn bilangan peroksida untuk adsorben biji kelor
dari yang tertinggi yaitu 5 gr zeolit dengan angka peroksida sebesar
20,46 mengalami penurunan bilangan peroksida pada sampel 20 gr
yaitu sebesar 7,94. Untuk bilangan peroksida ke lima sampel itu
melewati ambang batas standar umum minyak goreng yaitu Maksimal
10. Pengaruh kadar air dapat dilihat pada gambar 4.4.

38
25

Bilangan Peroksida (meq/kg)


20

15

10 zeolit
biji kelor
5

0
0 1 2 3 4 5 6 7
Berat Sampel (kg)

Gambar 9. Pengaruh Berat Sampel Terhadap Bilangan Peroksida

D. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam
bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air mempengaruhi mutu
minyak, semakin tinggi kadar air maka semakin rendah mutu minyak,
akan tetapi apa bila semakin rendah kadar air maka mutu minyak akan
semakin baik. Makin rendah kadar air, makin lambat pertumbuhan
mikroorganisme berkembang biak, sehingga proses pembusukan akan
berlangsung lebih lambat (Winarno, 2002). Selain itu, kadar air sangat
penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan karena
mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi dan
perubahan enzimatis (Buckle, 2009).

Tabel 7. Analisa Kadar Air Hasil Pemurnian Minyak Jelantah


Menggunakan Adsoben Zeolit dan Biji Kelor
N0 Sampel (gr) Kadar Air Kadar Air
Zeolit Biji Kelor
1 5 0,10 0,11
2 10 0,10 0,10
3 15 0,10 0,10
4 20 0,09 0,09

Dari hasil penelitian yang ditampilkan pada tabel 4.2 yaitu


analisa kadar air pada pemurnian minyak jelantah menggunakan

39
adsorben zeolit dan biji kelor di dapatkan hasil yang berbeda tipis
antara kadar air dari zeolit maupun biji kelor. Dimana kadar air
terendah pada adsorben pemurnian minyak jelantah sampel 20 gr
dengan kadar air 0,065 dan tertinngi pada sampel 5 gr dengan kadar
air 0,654. Sedangkan untuk adsorben biji kelor pemurnian minyak
jelantah menunjukkan kadar air terendah pada sampel 20 gr dengan
kadar air 0,094 dan tertinggi sampel 5 gr yaitu 0,703.
0.12
0.1
Kadar Air (%)

0.08
0.06 Zeolit
0.04 Biji
Kelor
0.02
0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Berat Sampel (gr)

Gambar 10. Pengaruh Berat Sampel Terhadap Kadar Air

E. Viskositas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang meyatakan
besar kecilya gesekan didalam fluida. Semakin besar viskositas suatu
fluida maka semakin sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu
benda bergerak didalam fluida tersebut. Penentuan viskositas larutan
menggunakan viskometer ostwald, yang mana pada metode ini
dilakukan dengan mengukur waktu alir yang dibutuhkan oleh suatu
cairan pada konsentrasi tertentu untuk mengalir antara dua tanda pada
pipa viskometer. Keunggulan dari metode ini adalah lebih cepat, lebih
mudah, alatnya murah, serta perhitungannya lebih sederhada.

Tabel 8. Analisa Viskositas Hasil Pemurnian Minyak Jelantah


Menggunakan Adsoben Zeolit dan Biji Kelor
N0 Sampel (gr) Viskositas Viskositas

40
Zeolit Biji Kelor
1 5 4,07 4,09
2 10 4,18 4,12
3 15 4,23 4,23
4 20 4,26 4,3
Berdasarkan tabel 8. Pengujian viskositas terhadap minyak
jelantah hasil pemurnian dengan adsorben zeolit didapatkan hasil
berbeda – beda tiap perlakuan sampel, dimana nilai viskositas minyak
jelantas hasil pemurnian di hasilkan sampel 5 gr yaitu 4.07, sampel 10
yaitu 4.18, sampel 15 yaitu 4.23 dan sampel 20 yaitu 4.26. Sedangkan
untuk sampel minyak jelantah hasil pemurnian adsorben biji kelor
dengan sampel 5 gr yaitu 4.09, sampel 10 gr yaitu 4.12, sampel 15 gr
yaitu 4.23 dan sampel 20 gr yaitu 4.3.
4.35
4.3
4.25
Viskositas

4.2
4.15
4.1 Sampel (gr) Zeolit
4.05 Sampel (gr) Biji Kelor
4
3.95
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Berat Sampel (gr)

Gambar 11. Pengaruh Berat Sampel Terhadap Nilai Viskositas


Berdasarkan data hasil pemurnian minyak jelantah
menggunakan adsorben zeolit dan biji kelor untuk pengujian viskositas
dengan di dapatkan nilai – nilai sesuai dengan tabel 8. Bahwa nilai
tersebut masih kurang baik untuk dapat dikatakan sebagai nilai
viskositas dari sebuah minyak pangan, karena apabila nilai viskositas
suatu minyak pangan tinggi maka bisa dikatakan baik karena
mempunyai kekentalan yang baik juga.
BAB V

KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan
berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa :

41
1. pengaruh penambahan adsorben zeolit dan biji kelor pada kolom
kromatografi mengakibatkan terjadinya perlambatan waktu dalam
proses pemurnian minyak jelantah. Semakin sedikit adsorben yang
di gunakan semakin cepat proses pemurnian dan semakin banyak
penambahan adsorben maka semakin lama waktu yang di
butuhkan pemurnian minyak jelantah.
2. Pengujian kualitas minyak jelantah yang dihasilkan berdasarkan
analisa bilangan asam, peroksida, kadar air dan viskositas di dapat
hasil yang berbeda – beda, tetapi dari ke dua adsorben yang
digunakan pada pemurnian minyak jelantah berdasarkan analisa
dapat di simpulkan bahwa adsorben zeolit yang lebih efektik dari
berbagai aspek secara keseluruhan.

B. Saran
Peneliti mengalami beberapa kendala baik itu pada persiapan
penelitian maupun pembuatan tesis ini, sehingga peneliti memberikan
saran sebagai berikut.:
1. Dalam melakukan proses pemurnian minyak sebaiknya menggunakan
alat kolom kromatograhi yang mempunyai volume yang lebih luas.
2. Sebelum melakukan preparasi sampel dan mengalisanya sebaiknya
dilakukan analisa awal karakteristik minyak jelantah tersebut sehingga
dapat membandingkan dengan hasil analisa setelah pemurnian.

DAFTAR PUSTAKA

Auliah, A. 2009. Lempung Aktif Sebagai Adsorben Ion Fosfat Dalam Air
Activated Clay as Adsorber of Phosphate Ions in Water. Jurnal
Chemica. 10 (2) : 17.

42
Arifin dkk., 1993, “Penentuan Ukuran Partikel dan Waktu Kontak Minimum
Dalam Penjernihan Air dengan Bijji Kelor Sebagai Koagulan”,
Laporan Hasil Penelitian, Universitas Syah Kuala Darussalam,
Banda Aceh.
Andry, 2008, Teknologi Lemak Dan Minyak, http://www.pdf-search-
engine.com.

Agoes., G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi Edisi Revisi dan


Perluasan, Penerbit ITB, Bandung

Aladedunye FA, Przybylski R. 2009. Degradation and nutritional quality


changes ofoil during frying. J Am Oil Chem Soc 86:149–156.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton, 2009. Ilmu


pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Budiarso, IT., (2004). Minyak Kelapa dan Urin Obat Alternatif Untuk
HIV/AIDS[Online]. Diakses di:http://www.medikaholistik.com
[10November 2016].

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nusa Tenggara Barat. 2007.

Jonni MS, Sitorus M, Katharina N., 2008, “Cegah Malnutrisi dengan


Kelor”, Kanisius, Yogyakarta.

Julianus, D., (2006). Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak


Jelantah. Makassar. Jurusan TeknikKimia UKI Paulus.

Khairinal, Trisunaryanti, W. 2000. Dealuminasi Zeolit Alam Wonosari


dengan Perlakuan asam dan Proses Hidrotermal. Prosiding
Seminar Nasional Kimia VIII. Yogyakarta.

Ketaren, S., (2005). Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan.


Jakarta. UIPress, Universitas Indonesia

Ketaren S. 2008. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta:


UIPress.

43
Kronzon I, Tunick PA. 2006. Aortic atherosclerotic disease and
stroke.Circulation114(1): 63–75.

Lestari, D. Y., 2010. Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam dari
Berbagai Negara. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Mariod A, Matthaus B, Eichner K, Hussein IH. 2006. Frying quality and


oxidativestability of two unconventional oils. Journal of the
American Oils Chemists’Society 83(6): 529-538.

Mukarromah, L. 2008. Efektifitas Bioflokulan Biji Kelor dalam Mengurangi


Kadar Cr (VI). Universitas Islam Negeri : Malang.

Maslahat, M , M. Wahab dan Yuniasti., (2004). Uji Kualitas Fisiko Kimia


Minyak Sawit Setelah Pemanasan Beberapa Kali. Jurnal Nusa
Kimia, Vol. 4 No.2, p: 39-56.

Nurjannah, Irmawati, Roesyadi, A., Danawati. 2010. Perengkahan Katalitik


Asam Oleat Untuk Menghasilkan Biofuel Menggunakan HZSM-5
Sintesis. Disertasi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Price SA, Wlison LM. 2012. Penyakit jantung koroner. Dalam: Hartanto H,
SusiN,Wulansari P, Mahanani DA. Patofisiologi Konsep klinis
proses – prosespenyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm; 1320-
1331.

Ramadhani, S.; Sutanhaji, A.T.; Widiatmono, B.R., Perbandingan


Efeketivitas Tepung Biji Kelor (Moringa Oleifera Lamk), Poly
Aluminium Chloride (PAC) dan Tawas sebagai Koagulan untuk Air
Jernih,Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Malang,
Vol.1, No.3, Oktober 2013, 186-193

Rahardjanto, 2004, Efektivitas Bioflokulan Moringa Oleifera Lamk


dalam Memperbaiki Sifat Fisiko-Kimia Air Limbah Industri

44
Tekstil. http://digilib.ib.itb.ac.ai/go.php. diakses tanggal 28 Maret
2007.

Ritwan, 2004, Biji Kelor Penjernih Air. http://www.rri-


online.com/modules. diakses tanggal 10 September 2006.

Senda, S.P. 2005. Zeolit Alam. USU. Sumatera Utara.

Siti, Mualifah, 2009, Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat Dan Angka


Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian Dengan
Karbon Aktif Dari Biji Kelor (Moringa Oleifera, Lamk), Malang:
Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

Suryawan, B., 2004, Karakteristik Zeoilit Indonesia sebagai Adsorben Uap


Air, Disertasi, Universitas Indonesia,Jakarta

Sutysna H. 2013. Pengaruh pemberian jus buah pepaya (Carica Papalaya


L)terhadapgambaran histopatologi fatty streak pada dinding aorta
abdominalis tikuswistar jantan hiperkolesterolemik. [Tesis]. Medan:
Universitas SumateraUtara

Suirta, I,W. 2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit.
JURNAL KIMIA 3 (1)..

Sutarti, M., Rachmawati, M. (1994) Zeolit tinjauan literatur, Pusat


Dokumentasi danInformasi Ilmiah, Lembaga IlmuPengetahuan
Indonesia, Jakarta.

Sumarlin, L.O., Mukmillah, L., dan Istianah, R., (2009). Analisis Mutu
Minyak Jelantah Hasil Peremajaan Menggunakan Tanah Diatomit
Alami dan Terkalsinasi. Jurnal Valensi, UIN Syarif Hidayatullah, Vol.
1 No. 4, p: 171-180.

45
Wijarnako, A., Mawardi, A,D., dan Nasikin, M. 2006. Produksi Biogasoline
dari Minyak Sawit Melalui Reaksi Perengkahan Katalitik dengan
Katalis – Alumina. Makara Teknologi, Vol. 10, No. 2, November
2006: 51-60

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Universitas

Yuanita, D., (2009). Hidrogenasi Katalitik Metil Oleat Menjadi Stearil


Alkohol Menggunakan Katalis Ni/Zeolit Alam. Prosiding Seminar
Nasional Kimia.Yogyakarta. UNY.

Yuniarto, A. (1999), Studi Kemampuan Batu Bara Untuk Menurunkan


KonsentrasiSurfaktan Dalam Larutan Deterjen Dengan Proses
Adsorpsi, Tugas Akhir TeknikLingkungan:Surabaya

LAMPIRAN A

METODE ANALISA

A. Bilangan Asam

ml NaOH x N x BM
%FFA= x 100 %
bobot sampel ( g ) x 1000
Keterangan:
dimana,
N = Normalitas larutan NaOH

46
BM = Bobot molekul asam laurat
g = Bobot sampel yang diuji

B. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida dinyatakan sebagai milliekivalen O 2 per kg


lemak yang dihitung menggunakan rumus :
1000×N ×(V 0−V 1 )
Bilangan peroksida (mek O2/kg) = W
Keterangan:
N = adalah normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N,
dinyatakan dalam normalitas, (N);
Vo = adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang
diperlukan pada penitaran contoh, dinyatakan dalam
mililiter (ml);
V1 = adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang diperlukan
pada penitaran blanko,dinyatakan dalam mililiter (ml);
W = adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).

C. Kadar Air

W 1−W 2
×100 %
Kadar air dan bahan menguap (%) = W1

Keterangan:
W1 = adalah bobot pinggan, sampel sebelum
dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g);
W2 = adalah bobot pinggan, sampel setelah dikeringkan
dinyatakan dalam gram (g).
Ketelitian :

47
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 10 % dari nilai
rata-rata hasil kadar air dan bahan menguap. Jika kisaran lebih
besar dari 10 %, maka uji harus diulang kembali.

D. Viskositas

Perhitungan
ŋ=t/v
keterangan :
ŋ = nilai viskositas
t = waktu
v = volume (ml)

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN

A. Bilangan Asam

Zeolit 20 gr

48
ml NaOH x N x BM
%FFA= x 100 %
bobot sampel x 1000

0,32 x 0,1 x 256


%FFA= X 100 %
5 x 1000
8,19
¿ X 100 %
5000
¿ 0,163 %

Biji Kelor 20 gr

ml NaOH x N x BM
%FFA= x 100 %
bobot sampel x 1000

0,45 x 0,1 x 256


%FFA= X 100 %
5000
11,52
¿ X 100 %
5000
¿ 0,230 %

Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel lampiran C.

B. Bilangan Peroksida

Zeolit 20 gr
1000×N ×(V 0−V 1 )
Bilangan peroksida (mek O2/kg) = W

1000 x 0,01 x ( 11,10−8,00 )


¿
5,0342

1000 x 0,01 x ( 3,10 )


¿
5,0342

49
¿6,157

Biji Kelor 20 gr

1000×N ×(V 0−V 1 )


Bilangan peroksida (mek O2/kg) = W

1000 x 0,01 x ( 11,10−7,10 )


¿
5,0342

1000 x 0,01 x ( 4,00 )


¿
5,0342

¿7,94

Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel lampiran C.

C. Kadar Air

Zeolit 20gr

W 1−W 2
×100 %
(%) = W1

112.69−100 .13
×100 %
(%) = 112,69

12,56
×100 %
= 112,69
= 0,11

Biji kelor 20 gr

W 1−W 2
×100 %
(%) = W1

50
112.79−101 ,34
×100 %
(%) = 112,79

11,45
×100 %
= 112,69
= 0.10

Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel lampiran C.

D. Viskositas

Zeolit 20 gr

ŋ=t/v

= 63.90 / 15

= 4.26

Biji Kelor 20 gr

ŋ=t/v

= 64.50 / 15

= 4.3

Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel lampiran C.

LAMPIRAN C

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR PENELITIAN

Tabel 9 . Jadwal Penelitian

51
Septembe Novembe
No Agustus r Oktober r
Kegiatan
. Minggu Ke -
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
1 Judul                                
Pembuatan
2 Proposal                            
Seminar
3 Proposal                          
4 Penelitian                                
5 Analisis data                                
6 Seminar Hasil                                
7 Ujian Tutup                                

Tabel 10. Hasil Analisa Lengkap Pemurnian Minyak Jelantah


Menggunakan Adsorben Zeolit
No Sampel Peroksida Bilangan Asam Viskositas
(gr) (mek/kg)

1 5 13.904 0,486 4,07


2 10 12,117 0,384 4,18

3 15 10.329 0,250 4,23

4 20 6,157 0,163 4,26

Tabel 11. Hasil Analisa Lengkap Pemurnian Minyak Jelantah


Menggunakan Adsorben Biji Kelor

No Sampel Peroksida Bilangan Asam Viskositas


(gr) (mek/kg)

1 5 13.904 0,460 4,09

2 10 12,117 0,409 4,12

52
3 15 10.329 0,307 4,23

4 20 6,157 0,230 4,3

53

Anda mungkin juga menyukai