Anda di halaman 1dari 31

TUGAS SEMINAR TOPIK TERPILIH BIDANG THP

Disusun oleh :

Aji Fajar Ramadhani 196100100111014

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
Uji Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak Kasar Daun Nipah (Nypa fruticans) Segar
Terhadap Pertumbuhan Bakteri L. monocytogenes dan V. parahaemolyticus

Abstrak

Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menimbulkan penyakit pada


manusia, diantaranya adalah Listeria monocytogenes dan Vibrio
parahaemolyticus. Bakteri Listeria monocytogenes dilaporkan mengontaminasi
susu, sedangkan bakteri Vibrio parahaemolyticus kebanyakan terdapat pada
makanan laut. Penggunaan antibiotik sintetis dapat menyebabkan resistensi
bakteri jika digunakan terus-menerus, sehingga perlu alternatif menggunakan
antibiotik alami. Mangrove jenis nipah (Nypa fruticans) diklaim memiliki khasiat
sebagai antibakteri. Daun nipah mengandung senyawa seperti flavonoid, steroid,
tanin, saponin, fenol hidroquinon dan diterpen, serta termasuk dalam kategori
toksik sehingga disinyalir dapat berperan sebagai antibakteri. Berdasarkan uraian
di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antibakteri
dari daun nipah terhadap bakteri L. monocytogenes dan V. parahaemolyticus agar
dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak kasar daun nipah terhadap aktivitas
bakteri L. monocytogenes dan V. parahaemolyticus sebagai antibakteri
berdasarkan metode difusi dan dilusi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode eksperimen. Penelitian ini dilakasanakan dalam dua tahap, yaitu
penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi
preparasi, ekstraksi, uji fitokimia, uji kadar air, dan uji toksisitas, sedangkan
penelitian utama meliputi uji aktivitas antibakteri berdasarkan metode difusi dan
diusi. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) sederhana. Metode pengujian data yang
digunakan adalah analisis sidik ragam (ANOVA), apabila terdapat perbedaan
yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey.
1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menimbulkan penyakit kepada
manusia. Bakteri patogen penyebab penyakit diantaranya adalah Listeria
monocytogenes dan Vibrio parahaemolyticus. Umumnya, bakteri ini masuk ke
dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia.
Menurut Srikandi (2017), makanan dapat berperan menjadi perantara atau substrat
untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab
penyakit.
Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau
TBC mudah tersebar melalui bahan makanan. Bakteri seperti Listeria
monocytogenes dilaporkan mengontaminasi susu dan juga beberapa produk
peternakan lainnya (Yulianti et al., 2015). Sedangkan bakteri Vibrio
parahaemolyticus kebanyakan terdapat pada makanan laut (seafood). Beberapa
strain dari bakteri Vibrio parahaemolyticus merupakan penyebab utama dari
penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood)
(Widowati, 2008).
Listeria monocytogenes merupakan salah satu bakteri patogen pada
manusia yang dapat menyebabkan penyakit melalui makanan yang
terkontaminasi. Ariyanti (2010) menyatakan bahwa L. monocytogenes menjadi
salah satu penyebab penyakit yang dengan tingkat kematian mencapai 20-30%. L.
monocytogenes terdistribusi luas di lingkungan, dapat ditemukan di tanah, feses
ternak, air dan pembusukan tanaman. Ternak yang terinfeksi L. monocytogenes
awalnya tidak menunjukkan gejala sakit, namun dapat mengkontaminasi
lingkungannya, makanan asal ternak seperti daging, susu serta produk ternak
lainnya (Ariyanti, 2010).
Vibrio parahaemolyticus adalah bakteri halofilik gram negatif yang secara
alami mendiami lingkungan laut dan muara yang menyebabkan 3 sindrom
penyakit klinis utama, yaitu gastroenteritis (sindrom yang paling umum), infeksi
luka, dan septikemia (Morris dan Black, 1985). Hash et al. (2019) menyatakan
Vibrio parahaemolyticus dapat tersebar melalui konsumsi seafood mentah atau
undercooked dan juga makanan yang terkontaminasi. Pendapat ini diperkuat oleh
Volk dan Wheeler (1990), bahwa V. parahaemolyticus sering ditemukan pada
udang mentah, ikan mentah, serta kerang, ikan dan pangan hasil laut lainnya yang
kurang sempurna memasaknya.
Untuk menghambat atau membunuh bakteri patogen adalah dengan
penggunaan antibiotik. Antibiotik adalah obat yang dihasilkan dari bagian tertentu
dari mikroorganisme yang berfungsi untuk mengobati infeksi yang disebabkan
oleh bakteri. Selain membunuh atau menghentikan reproduksi bakteri, antibiotik
dapat membantu sistem pertahanan alami tubuh untuk mengurangi bakteri.
Antibiotik dibagi menjadi sintetis dan alami. Menurut Kadarohman et al. (2011)
antibiotik alami bersumber dari tumbuhan untuk menghambat atau membunuh
bakteri. Selain harganya murah, diharapkan efek samping yang ditimbulkan lebih
rendah dibandingkan antibiotik sintetis.
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar
kedua setelah Brazil. Diperkirakan sekitar 30.000 jenis tumbuhan ditemukan di
dalam hutan Indonesia dan sekitar 1.260 jenis diantaranya berkhasiat sebagai obat
(Isnindar et al., 2011). Hutan mangrove mencakup 3,6 juta hektar di sepanjang
wilayah pesisir Indonesia. Dari segi ekologi mangrove sangatlah penting. Tak
hanya berperan melindungi pantai dari abrasi laut, namun juga berfungsi sebagai
tempat pemijahan serta perkembang biakan banyak spesies ekonomis penting.
Selain bermanfaat bagi alam, sebenarnya mangrove juga dapat digunakan
sebagai obat-obatan. Tumbuhan mangrove cenderung tidak menimbulkan efek
samping sehingga aman dalam penggunaanya (Nopiyanti, 2016). Menurut
Purnobasuki (2004) mangrove mempunyai banyak sekali manfaat yang
bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia di daratan, mulai dari
manfaat ekologi sampai dengan sebagai sumber pangan dan obat. Senyawa
metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia alami yang dapat ditemukan
di alam untuk dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan obat-obatan
khususnya obat baru atau untuk menunjang berbagai kepentingan industri
(Darminto et al., 2009). Kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, dan
flavonoid dalam daun mangrove diduga mampu menghambat pertumbuhan
beberapa bakteri.
Salah satu jenis mangrove yang tumbuh di Indonesia adalah jenis nipah
(Nypa fruticans). Tanaman nipah diklaim memiliki khasiat sebagai antibakteri.
Ekstrak daun nipah sangat baik digunakan sebagai antibakteri dibandingkan
dengan buahnya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui senyawa
yang terkandung pada nipah beserta potensinya. Pada penelitian Imra et al.,
(2016), daun Nypa fruticans mengandung senyawa seperti flavonoid, steroid,
tannin, saponin, fenol hidroquinon dan diterpen yang dapat berperan sebagai
antibakteri. Lestari et al. (2016) mendapatkan hasil fraksi etil asetat dan N-
heksana daun nipah dengan konsentrasi 1000 ppm dapat menghambat bakteri B.
cereus. Sedangkan Nopiyanti et al., (2016) menyatakan bahwa aktivitas
antibakteri ekstrak daun Nypa fruticans menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Bacillus subtilis dengan konsentrasi
maksimum.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui aktivitas antibakteri dari daun nipah serta menentukan konsentrasi
optimalnya terhadap bakteri Listeria monocytogenes dan Vibrio
parahaemolyticus, sehingga dapat memberikan manfaat dan informasi keilmuan
kepada masyarakat maupun akademisi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas, dapat dirumuskan
pernyataan:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi ekstrak kasar daun nipah (Nypa
fruticans) terhadap aktivitas antibakteri Listeria monocytogenes dan
Vibrio parahaemolyticus?
2. Berapa konsentrasi ekstrak kasar Nypa fruticans yang menghasilkan
zona hambat tertinggi pada bakteri Listeria monocytogenes dan Vibrio
parahaemolyticus?
3. Berapa konsentrasi minimum ekstrak kasar Nypa fruticans yang
mampu menghambat bakteri Listeria monocytogenes dan Vibrio
parahaemolyticus?
4. Berapa konsentrasi minimum ekstrak kasar Nypa fruticans yang
mampu membunuh bakteri Listeria monocytogenes dan Vibrio
parahaemolyticus?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menentukan konsentrasi terbaik ekstrak kasar daun nipah (Nypa
fruticans) terhadap aktivitas antibakteri Listeria monocytogenes dan
Vibrio parahaemolyticus.
2. Mengetahui konsentrasi ekstrak kasar Nypa fruticans yang
menghasilkan zona hambat tertinggi pada pertumbuhan bakteri
Listeria monocytogenes dan Vibrio parahaemolyticus.
3. Dapat menentukan konsentrasi minimum ekstrak kasar Nypa fruticans
yang mampu menghambat bakteri Listeria monocytogenes dan Vibrio
parahaemolyticus.
4. Dapat menentukan konsentrasi minimum ekstrak kasar Nypa fruticans
yang mampu membunuh bakteri Listeria monocytogenes dan Vibrio
parahaemolyticus.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai bahan aktif yang terdapat pada daun
Nypa fruticans.
2. Menambah data ilmiah dari daun Nypa fruticans.
3. Sebagai studi lebih lanjut mengenai penggalian informasi bahan
antibakteri di alam terutama pada tumbuhan lokal pesisir.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nypa fruticans


Nipah (Nypa fruticans) merupakan tanaman dari subfamili Nipoideae yang
tumbuh dalam lingkungan hutan bakau atau daerah pasang surut dekat tepi laut.
Nipah mempunyai akar serabut yang menjalar, batang sangat pendek, kulit
tangkai mengkilap dan keras, pada dibagian dalam berupa empular atau gabus.
Bunga nipah berwarna kuning jingga. Bagian buah dan daun umumnya digunakan
masyarakat baik dikonsumsi langsung, sebagai obat alami, maupun digunakan
sebagai bahan baku kerajinan. Daun nipah mempunyai bentuk seperti janur
kelapa, daun muda berwarna kuning dan daun yang sudah tua berwarna hijau
(Imra et al., 2016).
Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh dilingkungan hutan
mangrove atau daerah pasang surut dekat tepi laut. Di beberapa negara lain,
tumbuhan ini dikenal dengan nama Attap palm (Singapura), Nipa palm (Filipina),
atau umumnya disebut Nipah palm. Memiliki nama ilmiah Nypa fruticans Wurmb,
dan diketahui sebagai satu-satunya anggota genus Nipah. Juga merupakan satu-
satunya jenis palma dari wilayah mangrove. Fosil serbuk sari palma ini diketahui
dari sekitar 70 juta tahun yang silam (Ditjenbun, 2006).
Klasifikasi nipah menurut Ditjenbun (2006) adalah sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Nypa
Spesies : Nypa fruticans
Gambar 1. Nypa fruticans di Clungup Mangrove Conservation, Kabupaten
Malang (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
Mangrove nipah (Nypa fruticans) tumbuh pada substrat yang halus, pada
bagian tepi atas dari jalan air. Nipah memerlukan masukan air tawar tahunan yang
tinggi. Tanaman ini jarang terdapat di luar zona pantai. Biasanya tumbuh secara
berkelompok. Memiliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan
lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar
jenis tumbuhan mangrove lainnya. Serbuk sari lengket dan penyerbukan
nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila. Buah yang berserat serta adanya rongga
udara pada biji membantu penyebaran mereka melalui air. Kadang-kadang
bersifat vivipar (Sosia et al., 2014).
Pemanfaatan daun nipah sementara ini masih sangat terbatas. Daun nipah
dapat dianyam untuk membuat tikar, tas, topi dan aneka keranjang anyaman. Di
Sumatra, pada masa silam daun nipah yang muda (dinamai pucuk) dijadikan daun
rokok yaitu lembaran pembungkus untuk melinting tembakau setelah dikelupas
kulit arinya yang tipis, dijemur kering, dikelantang untuk memutihkannya dan
kemudian dipotong-potong sesuai ukuran rokok. Beberapa naskah lama Nusantara
juga menggunakan daun nipah sebagai alas tulis, bukannya daun lontar (Febriadi
dan Saeni, 2018).
2.2 Komponen Bioaktif Nypa fruticans
Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung dalam tubuh
hewan maupun tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat bagi
kehidupan manusia, diantaranya dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker (Firdiyani et al., 2015). Senyawa-
senyawa aktif yang umumnya berperan dalam antibakteri yakni tannin, flavonoid,
saponin dan steroid (Imra et al., 2016). Komponen bioaktif yang terdapat pada
daun Nypa fruticans dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen Bioaktif Daun Nipah
Senyawa Hasil
Alkaloid Negatif
Flavonoid Positif
Gycosida Positif
Steroid Positif
Saponin Positif
Tannin Positif
Sumber: Sitorus, 2016
Flavonoid temasuk dalam kelompok senyawa fenolik yang memiliki
kecenderungan dalam mengikat protein, yang menyebabkan metabolisme bakteri
akan terganggu. Selain itu, flavonoid sebagai antibakteri dengan membentuk
senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat
merusak membran sel bakteri kemudian disertai keluarnya senyawa intraseluler
(Ngajow et al., 2013).
Senyawa steroid adalah golongan dari triterpen sebenarnya. Senyawa ini
berperan sebagai pelindung untuk menolak serangan serangga, mikroba,
menghambat pertumbuhan bakteri jenis gram positif. Steroid pada tumbuhan ada
yang memiliki fungsi untuk menghambat penuaan daun sehingga daun tidak cepat
gugur (Suryelita et al., 2017).
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan
antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks,
terdiri dari senyawa fenolik yang sulit untuk dipisahkan dan juga sulit untuk
mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan
protein tersebut (Malanggi et al., 2012).
Saponin merupakan suatu senyawa yang memiliki berat molekul yang
tinggi, tersebar pada beberapa tumbuhan, dan merupakan bentuk glikosida dengan
molekul gula yang terikat dengan aglikon triterpen atau steroid. Saponin
merupakan senyawa yang bersifat racun yang mengakibatkan terjadinya hemolisis
pada darah. Tetapi beberapa saponin memiliki efek terapeutik yaitu senyawa yang
memiliki aktivitas terhadap jantung, sehingga disebut juga dengan glikosida
jantung, dan khasiat lain seperti bersifat hipolipidemik, dan berkhasiat terhadap
kanker (Hanani, 2014).
2.3 Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes termasuk dalam genus Listeria yang mempunyai
kekerabatan dekat dengan Bacillus, Lactobacillus dan Streptococcus.
Pertumbuhan L. monocytogenes sama dengan pertumbuhan bakteri lain, yaitu
dipengaruhi oleh faktor kandungan nutrisi medium pertumbuhan, pH, suhu,
aktivitas air (Aw) dan potensial redoks (Kusumawati, 2000). Klasifikasi L.
monocytogenes menurut Andriani et al. (2016) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phyllum : Firmicutes
Classis : Bacilli
Ordo : Bacillales
Familia : Listeriaceae
Genus : Listeria
Species : Listeria monocytogenes

Gambar 2. Listeria monocytogenes (Andriani et al., 2016)


L. monocytogenes adalah bakteri gram positif, tidak berspora, anaerob
fakultatif, berbentuk batang pendek dan ujung bulat dengan panjang sel 6-20 rnm.
Sel-sel yang masih muda tampak sebagai kokus (bulat). L. Tnonoqtogenes
mempunyai flagela yang menyebabkan bersifat motil serta menunjukkan sifat
dapat bergulung (tumbling) pada suhu 25oC, tetapi pada suhu 35oC tidak bersifat
motil sebab terjadi kerusakan 1-6 flagela peritrikus yang bersifat dapat balik.
Koloninya mempunyai kenampakan abu-abu kebiruan (Jay, 1997).
2.4 Vibrio parahaemolyticus
Bakteri Vibrio parahaemolyticus merupakan bakteri halofilik gram negatif
yang mempunyai kandungan peptidoglikan yang dapat menentukan bentuk sel
serta memberikan kekakuan yang dibutuhkan untuk melindungi bakteri dari
perobekan osmotik (Morin dan Goman, 1982). Bakteri V. Parahaemolyticus
muncul secara musiman. Biasanya, pada musim panas bakteri ini relatif mudah
dideteksi pada air laut, sedimen, plankton, ikan, krustasea dan moluska yang
merupakan tempat hidupnya di ekosistem. Mereka terkonsentrasi dalam saluran
pencernaan moluska, seperti kerang, tiram dan mussel yang mendapatkan
makanannya dengan cara mengambil dan menyaring air laut (Charles-Hernández
et al., 2006).
Klasifikasi V. parahaemolyticus menurut Entjang (2003) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Vibrionales
Family : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Species : Vibrio parahaemolyticus

Gambar 3. Koloni Vibrio parahaemolyticus pada agar CV (a, warna


ungu) dan TCBS (b, warna hijau) (Hara-Kudo et al., 2001)
Bakteri Vibrio parahaemolyticus hidup pada sekitaran muara sungai
(brackish water atau estuaries), pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada
laut dalam (deep sea). Bakteri Vibrio parahaemolyticus terutama hidup di perairan
Asia Timur. Bakteri ini tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5-
43oC, pH 4.8-11 dan Aw 0.94-0.99. Pertumbuhan berlangsung cepat pada kondisi
suhu optimum (37oC) dengan waktu generasi hanya 9-10 menit (Oktavianus,
2013).
2.5 Ekstrak Sampel
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan campurannya dengan
menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tetentu dan menggunakan medium
pengekstraksi (menstrum) yang tertentu pula (Agoes, 2007).
Salah satu prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa
organik dari jaringan tumbuhan ialah maserasi. Metode maserasi digunakan untuk
mengekstraksi contoh yang relatif tidak tahan panas. Metode ini dilakukan hanya
dengan merendam contoh dalam suatu pelarut dengan lama waktu tertentu,
biasanya selama 24 jam tanpa menggunakan pemanasan. Kelebihan metode
maserasi, yaitu sederhana, tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif murah,
serta dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan panas.
Kelemahannya di antaranya dari segi waktu yang lama dan penggunaan pelarut
yang tidak efisien. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan
efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam
pada pelarut tersebut (Rohman et al., 2006).
Ekstraksi jaringan tumbuhan dapat dilakukan secara maserasi dengan
menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Maserasi adalah
proses perendaman sampel untuk menarik komponen yang diinginkan dengan
kondisi dingin diskontinyu. Keuntungannya yakni lebih praktis, pelarut yang
digunakan lebih sedikit, dan tidak memerlukan pemanasan. Kekurangan untuk
metode maserasi adalah membutuhkan waktu yang lama, serta ekstrak yang
dihasilkan pada metode maserasi akan cepat rusak dan bau (Kristanti, 2008).
2.6 Identifikasi Fitokimia
Uji fitokimia merupakan suatu pemeriksaan golongan senyawa kimia yang
terdapat dalam suatu simplisia tumbuhan. Uji tersebut dapat digunakan untuk
membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan (Artini et al.,
2013). Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya
mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan
tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau
lingkungannya.
Uji fitokimia dimaksudkan untuk mengetahui komponen kimia dari fraksi
aktif (Diastuti et al., 2009). Komponen dalam ekstrak daun mangrove dianalisis
senyawanya menggunakan uji warna dengan beberapa pereaksi untuk senyawa
alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpenoid, steroid, dan saponin. Pereaksi yang
digunakan merupakan pereaksi spesifik dimana kebanyakan bersifat polar
sehingga dapat berinteraksi dengan sampel uji (Mulyani et al., 2013).
2.7 Pengujian Toksisitas
Suatu zat kimia dikatakan toksik (beracun) diartikan sebagai zat yang
berpotensi memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada
suatu organisme. Sifat toksik suatu senyawa ditentukan oleh dosis, konsentrasi
racun pada reseptor, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme, dan bentuk efek
yang ditimbulkan. Toksisitas merupakan istilah relatif dari suatu zat kimia dalam
kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme
biologi pada suatu organisme (Wirasuta dan Niruri, 2007)
Pengujian toksisitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu bahan
bersifat toksik atau tidak. Selanjutnya menentukan nilai LC50-nya untuk
mengetahui jumlah konsentrasi penyebab ke-toksikan bahan tersebut. Salah satu
metode yang baik digunakan untuk pengujian toksisitas adalah dengan
menggunakan larva udang jenis Artemia salina Leach. Dalam metode ini A. salina
Leach dipakai sebagai bioindikator. Metode ini mudah dikerjakan, murah, waktu
deteksi singkat dan dapat dipertanggungjawabkan (Sangi et al., 2012). Menurut
penelitian Apriyanto et al. (2014), uji BSLT tersebut merupakan salah satu
macam uji toksisitas yang sering digunakan untuk penelusuran senyawa bioaktif
yang bersifat toksik dari bahan alami dengan menggunakan Artemia salina.
2.8 Aktivitas Antibakteri
Antimikroba merupakan komponen kimia yang mempunyai kemampuan
dalam menghambat atau mematikan mikroorganisme. Antimikroba yang
mempunyai kemampuan membunuh mikroba misalnya bakterisidal, fungisidial.
Sedangkan antimikroba yang mempunyai kemampuan hanya menghambat
pertumbuhan mikroba misalnya bakteristatik, fungistatik (Volk dan Welher,1993).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
(Kusmiyati dan Agustini, 2007).
2.8.1 Uji Daya Hambat
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk
menguji aktivitas antibakteri sebagai daya hambat pertumbuhan bakteri patogen.
Metode difusi tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu metode lubang
(sumuran), metode silinder, dan metode kertas cakram (paper disc). Cara
menggunakan metode lubang yaitu dengan membuat lubang pada media berupa
agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Lubang tersebut disesuaikan
dengan jumlah dan letak yang dibutuhkan, kemudian banyaknya lubang tersebut
diinjeksikan dengan ekstrak antibakteri yang akan diuji. Kemudian diidentifikasi
aktivitas antibakteri dengan mengamati zona di sekeliling lubang pada agar padat
dalam cawan setelah diinkubasi (Dewi, 2010).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.
Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL
(Hermawan, 2007).
2.8.2 Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah kadar atau konsentrasi minimal
larutan ekstrak yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji, ditandai
dengan lebih jernihnya larutan pada tabung perlakuan apabila dibandingkan
dengan tabung kontrol bahan (Prihantoro et al., 2006).
Konsentrasi Minimal Inhibisa atau disebut Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) merupakan analisis deskriptif untuk menentukan konsentrasi
terendah dari bahan yang digunakan sebagai antibakteri. MIC adalah pengujian
untuk membunuh bakteri patogen dalam jumlah tinggi dengan dosis terendah.
Dengan menggunakan metode MIC, dapat ditentukan dosis terendah terhadap
bahan-bahan bioaktif antibakteri yang digunakan sebagai obat yang dapat
membunuh pertumbuhan mikroba (Sudarno et al., 2011).
2.8.3 Minimum Bactericidal Concentration (MBC)
Kadar Bunuh Minimal (KBM) adalah kadar atau konsentrasi minimal
larutan ekstrak yang mampu membunuh bakteri uji, ditandai oleh penurunan
jumlah koloni pada media dengan jumlah koloni kurang dari 0,1% original
inokulum (Prihantoro et al., 2006).
Uji MBC (konsentrasi minimal bakterisida) dilakukan dengan tujuan
mengetahui pertumbuhan bakteri pada media pengenceran. Metode MBC tersebut
dilakukan dengan cara mengambil satu ose dari tabung pertama kemudian
diinokulasi di masing-masing tabung pada media TSA dalam petridish.
Selanjutnya, menginkubasi media yang telah diinokulasi selama 24 jam pada
laminar flow. Setelah 24 jam diinkubasi, media inokulan diamati pertumbuhan
bakterinya. Apabila terdapat pertumbuhan bakteri artinya ekstrak bioaktif tidak
dapat membunuh bakteri pada konsentrasi tersebut sedangkan sebaliknya apabila
tidak terdapat bakteri berarti ekstrak bioaktif dapat membunuh mikroba dengan
konsentrasi tersebut (Sudarno et al., 2011).
3. KERANGKA KONSEP DAN KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian


3.2 Hipotesis
Perbedaan konsentrasi ekstrak kasar daun nipah (Nypa fruticans)
berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri pada Listeria monocytogenes dan
Vibrio parahaemolyticus.
4. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang pada bulan Mei sampai Juli 2020.
4.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam ekstraksi antara lain timbangan digital,
botol kaca, gelas ukur 100 ml, erlenmeyer, corong, spatula, rotary vacuum
evaporator, botol vial, dan kulkas. Pada pengujian kadar air peralatan yang
digunakan antara lain timbangan digital, spatula, botol timbang, oven, crushable
tang dan desikator. Pada screening senyawa fitokimia antara lain, coolbox,
timbangan analitik, pisau, botol vial, erlenmeyer, cawan penguap, pipet tetes,
gelas ukur 100 ml, spatula, tabung reaksi, rak tabung reaksi, loyang, nampan,
crushable tank, batang pengaduk, corong kaca, dan rotary vacuum evaporator.
Untuk pengujian toksisitas menggunakan alat akuarium, beaker glass 100 ml,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet serologis, dan bola hisap. Pada pengujian
aktivitas antibakteri metode cakram menggunakan alat autoklaf, Laminar Air
Flow, beaker glass 100 ml, gelas ukur cawan petri, mikropipet, triangle, bunsen,
sprayer dan inkubator. Alat-alat yang digunakan untuk uji MIC antara lain tabung
reaksi, rak tabung reaksi, mikropipet, pipet serologis, bola hisap, vortex mixer,
dan inkubator. Untuk uji MBC peralatan yang digunakan adalah beaker glass 100
ml, gelas ukur, cawan petri, dan inkubator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam ekstraksi antara lain kertas saring,
plastik wrap, alumunium foil dan kertas label, gas nitrogen, pelarut metanol, etil
asetat dan n-heksan, serta daun nipah (Nypa fruticans) tua yang masih segar.
Menurut Sitorus (2016) daun tua nipah memiliki potensi sebagai antibakteri lebih
baik dibandingkan daun nipah muda. Bahan yang digunakan pada screening
senyawa fitokimia antara lain aquades, asam sulfat 2 N, asam sulfat pekat, HCl
pekat, kloroform, etanol, pereaksi Meyer, FeCl3 10%, serbuk magnesium,
ammonia pekat dan asam asetat anhidrat.. Untuk pengujian toksisitas
menggunakan bahan larva Artemia salina Leach, air laut, kertas label, dan tissue.
Pada pengujian aktivitas antibakteri metode cakram menggunakan bakteri bersifat
patogen yaitu Listeria monocytogenes dan Vibrio parahaemolyticus dengan
kepadatan 107 CFU/ml yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, antibiotik streptomycin, media
Nutrient Agar (NA), kertas cakram, yellow tip, kertas label, alkohol 70%,
aquadest, dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji MIC antara lain
antibiotik streptomycin, aquadest, kertas label, dan tissue. Untuk uji MBC bahan
yang digunakan adalah kertas label, dan tissue.
4.3 Metode Penelitian
4.3.1 Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
eksperimental. Sagala (2010) menyatakan bahwa eksperimen adalah percobaan
untuk membuktikan sesuatu pertanyaan atau hipotesis tertentu. Eksperimen dapat
dialkukan pada suatu laboratorium atau di luar laboratorium. Menurut Jaedun
(2011), penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel
yang data-datanya belum ada sehingga perlu dilakukan proses manipulasi melalui
pemberian treatment atau perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian yang
kemudian diamati atau diukur dampaknya (data yang akan datang). Penelitian
eksperimen juga merupakan penelitian yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti
dengan cara memberikan treatment/perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian
guna membangkitkan sesuatu kejadian/keadaan yang akan diteliti bagaimana
akibatnya.
4.3.2 Variabel
Variabel adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga didapatkan informasi mengenai hal tersebut,
kemudian dapat ditarik kesimpulan. Untuk variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat. Sedangkan
variabel terikat sendiri merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013).
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlakuan yang
diberikan, yaitu konsentrasi ekstrak. Variabel terikat pada penelitian ini adalah uji
daya hambat yang dihasilkan pada kertas cakram, tingkat kekeruhan yang
dihasilkan pada media (MIC) dan jumlah koloni yang dihasilkan pada media
(MBC). Sedangkan variabel terkendali yang diusahakan sama untuk tiap
perlakuan meliputi suhu inkubasi, waktu, pH dan media.
4.3.3 Parameter Uji
Parameter dari uji dalam penelitian ini berdasarkan pada daya hambat
terbaik yang dihasilkan ekstrak daun Nypa fruticans. Penentuan daya hambat
ekstrak daun nipah terbaik yang dilakukan dengan mengukur diameter (mm)
daerah bening di sekitar kertas cakram menggunakan jangka sorong atau
penggaris. Zona bening yang berada di sekitar kertas cakram yang terlihat setelah
inkubasi menunjukkan adanya aktifitas antimikroba. Uji MIC, MBC dilakukan
untuk memperoleh informasi mengenai konsentrasi minimum ekstrak yang
bersifat bakteriostatik atau bakterisidal. Uji toksisitas untuk mengetahui potensi
toksisitas dari daun nipah, serta uji fitokimia, kadar air dan rendemen dari daun.
4.3.4 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui fitokimia,
rendemen, serta nilai toksisitas dari sampel daun segar dengan tiga pelarut yang
berbeda, yaitu n-heksan, etil asetat dan metanol sehingga dapat diperoleh pelarut
terbaik yang akan digunakan untuk penelitian utama. Pada penelitian ini,
pemilihan daun segar dikarenakan banyak orang yang mengonsumsi daun nipah
segar sebagai obat-obatan. Menurut Sitorus (2016), daun nipah segar digunakan
sebagai obat batuk ataupun diare dengan cara dihancurkan lalu diremas, kemudian
dicampur dengan madu dan minuman. Pengujian dilakukan sebanyak 6 ulangan.
Rancangan percobaan penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Rancangan Percobaan Penelitian Pendahuluan
Ulangan
Sampel Pelarut
1 2 3 4 5 6
n-Heksan
Daun segar Etil asetat
Metanol

Rancangan penelitian utama dilakukan untuk mengetahui konsentrasi


aktivitas antibakteri terbaik dari daun nipah dengan menggunakan pelarut terbaik
yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan. Pengujian dilakukan sebanyak 4
ulangan. Rancangan percobaan penelitian utama dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rancangan Percobaan Penelitian Utama
Ulangan
Konsentrasi (%) Pelarut
1 2 3 4
A
B
C Pelarut terbaik (X)
D
E

4.4 Prosedur Penelitian


4.4.1 Preparasi Bahan Baku
Sampel daun Nypa fruticans yang digunakan dalam penelitian ini adalah
daun segar. Menurut Khudry (2014), pemanasan dapat mengurangi flavonoid
yang terdapat pada simplisa uji dikarenakan senyawa flavonid adalah senyawa
yang tidak tahan panas dan mudah teroksidasi pada suhu tinggi. Ditambahkan
oleh Rahayoe et al. (2008), pengeringan dengan suhu tinggi dapat merusak
kandungan bahan kimia berefek farmakologi. Preparasi bahan baku diawali
dengan mencuci daun nipah dengan air. Tulang daun diambil dan dipisahkan dari
daunnya. Daun nipah kemudian diperkecil ukurannya (resize) dengan dipotong
menggunakan pisau. Menurut Nurhayati (2014) proses perajangan sampel
dilakukan untuk memperluas permukaan sentuh sampel, karena luas permukaan
mempengaruhi proses maserasi. Semakin kecil ukuran partikel sampel maka luas
permukaan semakin besar.
4.4.2 Ekstraksi Daun Nypa fruticans
Proses ekstraksi daun segar Nypa fruticans menggunakan metode maserasi
bertingkat dengan pelarut metanol (polar), etil asetat (semi polar), dan n-heksan
(non polar) dengan perbandingan 1:4 (b/v). Sampel daun nipah segar dihaluskan
kemudian direndam pada pelarut n-heksan (non polar) dalam botol kaca, botol
ditutup rapat dan diberi aluminium foil untuk mencegah terjadinya penguapan.
Maserasi dilakukan selama 24 jam pada suhu ruang. Ekstrak kemudian dipisahkan
dari residu dengan penyaringan menggunakan kertas Whatman no. 42. Setelah itu
filtrat dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40-50oC untuk
menguapkan pelarut. Ekstrak kasar hasil evaporasi diberi gas nitrogen untuk
memaksimalkan penguapan pelarut. Diperoleh ekstrak kasar daun nipah pelarut n-
heksan (A).
Residu hasil dari maserasi menggunakan pelarut n-heksan kemudian
ditambahkan pelarut etil asetat (semi polar) 1:4 (b/v) dan dilakukan maserasi
selama 24 jam pada suhu ruang. Ekstrak kemudian dipisahkan dari residu dengan
penyaringan menggunakan kertas Whatman no. 42. Setelah itu filtrat dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40-50oC untuk menguapkan pelarut.
Ekstrak kasar hasil evaporasi diberi gas nitrogen untuk memaksimalkan
penguapan pelarut. Diperoleh ekstrak kasar daun nipah pelarut etil asetat (B).
Residu hasil dari maserasi menggunakan pelarut etil asetat kemudian
ditambahkan pelarut metanol (polar) 1:4 (b/v) dan dilakukan maserasi selama 24
jam pada suhu ruang. Ekstrak kemudian dipisahkan dari residu dengan
penyaringan menggunakan kertas Whatman no. 42. Setelah itu filtrat dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 40-50oC untuk menguapkan pelarut.
Ekstrak kasar hasil evaporasi diberi gas nitrogen untuk memaksimalkan
penguapan pelarut. Diperoleh ekstrak kasar daun nipah pelarut metanol (C). Hasil
dari tiap ekstrak kasar daun nipah disimpan pada suhu 4 oC untuk digunakan pada
analisis selanjutnya.
Ditambahkan etil asetat 1:4
(b/v) dan dimaserasi 24 jam

Disaring menggunakan kertas


saring

Gambar 5. Proses Ekstraksi dengan Metode Maserasi Bertingkat


4.4.3 Penghitungan Rendemen
Perhitungan rendemen menunjukkan jumlah ekstrak sampel yang
diperoleh dari setiap gram sampel hasil ekstraski (% b/b). Rumus perhitungan
rendemen adalah sebagai berikut :
berat akhir(g)
% rendemen= x 100 %
berat awal ( g)

4.4.4 Uji Fitokimia


Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk mengetahui senyawa bioaktif
yang terkandung dalam ekstrak daun Nypa fruticans yang diperoleh dari hasil
maserasi. Uji fitokimia antara lain uji alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid,
saponin dan tanin.
• Alkaloid (Harborne, 1987)
Sebanyak 1 ml ekstrak daun Nypa fruticans, ditambahkan 5 mL HCl 10%
dan ammonia encer hingga pH 8, kemudian diekstrasi dengan 20 mL kloroform,
kemudian ekstrak diuapkan. Ekstrak dilarutkan dengan 2 mL HCl 2% dan dibagi
menjadi 3 tabung. Tabung pertama digunakan sebagai pembanding, tabung kedua
ditambahkan pereaksi Mayer dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi
Dragendorff. Apabila terdapat endapan putih dengan pereaksi Mayer, endapan
merah jingga dengan pereaksi Dragendorf di sampel tersebut.
• Flavonoid (Harborne, 1987)
Sampel sebanyak 2 ml dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan
sedikit serbuk magnesium dan 2 ml HCl 2N. Adanya senyawa flavonoid
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga.
• Triterpenoid dan Steroid (Harborne, 1987)
Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 0,5 ml asetat anhidrat dan 0,5 ml kloroform. Tambahkan larutan
H2SO4 pekat sebagai pengkatalis reaksi. Adanya senyawa steroid ditandai dengan
terbentuknya warna hijau kebiruan dan senyawa terpenoid ditandai dengan
terbentuknya warna merah ungu.
• Saponin (Harborne, 1987)
Sebanyak 1 ml ekstrak daun Nypa fruticans ditambahkan 10 ml akuades
panas, didinginkan, dan dikocok kuat selama 10 menit. Saponin ada bila terbentuk
busa yang mantap dan pada penambahan 1 tetes HCl 2 N busa tetap stabil.
• Tanin (Harborne, 1987)
Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 2 tetes pereaksi FeCl3 1%. Adanya senyawa tanin ditandai dengan
timbulnya warna biru, hijau, merah, ungu atau hitam.
4.4.5 Uji Kadar Air
Metode analisis kadar air yang dilakukan menggunakan metode oven
kering (metode termogravimetri). Sampel sebanyak 2 sampai 5 g ditimbang pada
cawan yang sudah diketahui bobotnya lalu dikeringkan pada oven suhu 105 OC
selama 4 sampai 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam deksikator dan ditimbang
hingga diperoleh bobot tetap. bobot dianggap konstan bila selisih penimbangan
tidak lebih dari 0,2 mg.
Perhitungan pengujian kadar air dapat dilihat dibawah ini.
(A + B)−C
% kadar air= x 100 %
B

Keterangan:
A = berat cawan kosong, dinyatakan dalam g.
B = berat cawan porselin dan contoh awal, dinyatakan dalam g.
C = berat cawan porselin dan contoh kering/akhir, dinyatakan dalam g
4.4.6 Uji Toksisitas
Pengujian toksisitas dilakukan dengan cara mengisikan 5 ml larutan
ekstrak kasar tepung daun nipah dengan konsentrasi yang telah ditentukan ke
dalam botol vial. Kemudian dimasukkan sepuluh ekor larva Artemia salina L yang
telah dikultur ke dalam masing-masing botol vial tersebut dan diamati jumlah
larva Artemiasalina Leach yang mati setelah 24 jam dengan bantuan kaca
pembesar (loop).
4.4.7 Uji Aktivitas Anti Bakteri
Ekstrak daun nipah ditimbang sebanyak 5 mg dan dimasukkan dalam
tabung evendof masing-masing kemudian dilarutkan dengan pelarut ekstrak tiap
tabung evendof 30 μl x 4 (ulangan). Selanjutnya dihomogenkan dengan
menggunakan vortex untuk siap dilakukan pengujian. Biakan murni bakteri
diremajakan pada media agar padat dengan cara bakteri diambil 1 ose lalu jarum
ose yang mengandung bakteri Listeria monocytogenes dan Vibrio
parahaemolyticus digoreskan secara aseptis pada media nutrient agar pada cawan
yaitu dengan mendekatkan cawan pada nyala api saat menggoreskan jarum ose.
Kemudian cawan petri ditutup kembali dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
27°C dalam incubator. Selanjutnya diambil 1 koloni dan ditanam pada media NB,
kemudian divortek supaya homogeny. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 27°C
dalam inkubator, pertumbuhan bakteri berlangsung jika media terlihat keruh dan
dibandingkan dengan media NB tanpa bakteri.
Suspensi bakteri uji diambil sebanyak 200μl (50/gelas kaca) dicampurkan
dalam media agar (NA) yang hangat dalam gelas kaca. Media agar yang telah
tercampur bakteri dituang secara perlahan di dalam cawan petri dan dibiarkan
memadat.
Ekstrak berdasarkan pelarutnya kemudian diteteskan sebanyak 30 μl /
paper disc yang berbeda dan dibiarkan hingga betul-betul pelarutnya menguap.
Diletakkan secara hati-hati pada permukaan media agar yang telah homogen
dengan bakteri uji. Sebagai kontrol positif digunakan streptomycin, dan
pelarutnya sebagai kontrol negatif. Kontrol positif sebagai tolak ukur menentukan
kemampuan ekstrak menghambat bakteri. Jika nilai zona bening yang dihasilkan
mendekati atau melebihi nilai kontrol positif maka ekstrak berpotensi sebagai
antibakteri. Cawan petri kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.
Kemampuan ekstrak sebagai antimikroba ditunjukkan dengan adanya daya
hambat (zona bening) di sekitar paper disc. Untuk mendapatkan nilai dari zona
bening yang dihasilkan dilakukan pengukuran dengan menggunakan jangka
sorong.
4.4.8 Uji MIC
Uji MIC dilakukan dengan cara pengenceran berseri dari ekstrak terbaik
hasil uji daya hambat. Langkah pertama, disiapkan 7 buah tabung reaksi steril.
Pengenceran dilakukan dengan pemindahan sebanyak 5 ml larutan dari tabung
pertama hingga tabung kelima. Pada tabung pertama diisi dengan 10 ml ekstrak,
kemudian pada tabung kedua diisi dengan 5 ml ekstrak dari tabung pertama dan
ditambahkan 5 ml aquadest, pada tabung ketiga diisi dengan 5 ml ekstrak dari
tabung kedua dan ditambahkan 5 ml aquadest, dan seterusnya hingga tabung
kelima dengan perlakuan yang sama. Pada tabung kelima pengenceran dibuang 5
ml. Sehingga dihasilkan konsentrasi sebagai berikut: 100%, 50%, 25%, 12,5%,
6,25%. Tabung keenam diisi 5 ml aquadest sebagai kontrol negatif dan tabung
ketujuh diisi 5 ml antibiotik streptomycin sebagai kontrol positif. Suspensi bakteri
uji dengan kepadatan 107 CFU/ml sebanyak 0,1 ml ditambahkan pada masing-
masing tabung. Kemudian seluruh tabung divortex dan diinkubasi pada suhu
ruang selama 24 jam. Nilai MIC ditentukan dengan melihat konsentrasi terkecil
yang menunjukkan kejernihan pada media.
4.4.9 Uji MBC
Penentuan MBC dapat dilakukan setelah menginokulasikan larutan dari
tabung MIC terjernih pada media. Diambil 0,1 ml suspensi bakteri dari tabung
pada perlakuan yang menunjukkan nilai MIC, kemudian ditumbuhkan dalam
medium TSA. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah diinkubasi,
diamati pertumbuhan bakteri pada media inokulan yaitu media TSA. Nilai MBC
ditentukan dari konsentrasi terendah ekstrak yang menunjukkan tidak adanya
pertumbuhan koloni pada cawan petri, yang berarti ekstrak dapat membunuh pada
konsentrasi tersebut.
4.5 Analisis Data
Hasil dari uji antibakteri penentuan zona hambat dengan menggunakan
metode cakram diolah dan dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of
Variance) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0,05 menggunakan SPSS
16.0. Jika ditemukan perbedaan yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji
BNT.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB. Bandung. 166 hlm.
Andriani, M.D., T. Purnawarman, R. Damayanti dam S. Daulay. 2016.
Identifikasi Listeria monocytogenes pada Susu Kambing di Kabupaten
Purworejo Jawa Tengah. Jurnal Sain Veteriner. 34 (1): 16-23.
Apriyanto, H., E. Harpeni, A. Setyawan dan Tarsim. 2014. Pemanfaatan Ekstrak
Buah Rhizophora sp. sebagai Anti Bakteri terhadap Bakteri Patogen Ikan
Air Tawar. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 3 (1):
289-296.
Ariyanti, T., 2010. Bakteri Listeria monocytogenes sebagai kontaminan makanan
asal hewan (foodborne disease). Jurnal Wartazoa, 20(2), pp.94-102.
Artini, P. E. U. D., K.W. Astuti dan N.K.U. Warditiani. 2013. Uji Fitokimia
Ekstrak Etil Asetat Rimpang Bangle (Zingiber Purpureum Roxb.). Jurnal
Farmasi Udayana. 2 (4): 1-7.
Charles-Hernández, G.L., E. Cifuentes dan S.J. Rothenberg. 1982. Environmental
Factors Associated with the Presence of Vibrio parahaemolyticusin Sea
Products and the Risk of Food Poisoning in Communities Bordering the
Gulf of Mexico. Journal of Environmental Health Research. 5 (2): 75-80.
Darminto, A. Ali dan I. Dini. 2009. Indentifikasi Senyawa Metabolit Sekunder
Potensial Menghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophyla dari
Kulit Batang Tumbuhan Aveccennia spp. Jurnal Chemica. 10 (2): 92-99.
Dewi, F.K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda
Citrifolia, Linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Diastuti, W., Warsinah dan Purwati. 2009. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol
Daun Rhizopora mucronata terhadap Larva Udang Artemia salina Leach
Dan Sel Raji. Jurnal Molekul. 4 (1): 12-20.
Ditjenbun. 2006. Daftar Komoditi Binaan Direktorat Jendral Perkebunan
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/KPTS/PD
310/9/2006. n.p.
Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Perawat dan
Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. PT. Citra Aditia Bakti.
Bandung. 334 hlm.
Febriadi, I. and Saeni, F., 2018. Inventarisasi Dan Pemanfaatan Nipah (Nypa
fruticans (Thunb.) Wurmb) Oleh Masyarakat Pada Hutan Mangrove
Kampung Mariat Pantai Distrik Aimas Kabupaten Sorong. Median: Jurnal
Ilmu Ilmu Eksakta, 10(3), pp.23-30.
Firdiyani, F., T.W. Agustini dan W.F. Ma’ruf. 2015. Ekstraksi Senyawa Bioaktif
sebagai Antioksidan Alami Spirulina Platensis Segar dengan Pelarut yang
Berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 18 (1): 28-37.
Hanani, E. 2014. Analisis Fitokimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
262 hlm
Hara-Kudo, Y., T. Nishina, H. Nakagawa, H. Konuma, J. Hasegawa dan S.
Kumagai. 2001. Improved Method for Detection of Vibrio
parahaemolyticus in Seafood. Appl Environ Microbiol. 67 (12): 5819-
5823.
Hash, S., Martinez-Viedma, M.P., Fung, F., Han, J.E., Yang, P., Wong, C.,
Doraisamy, L., Menon, S. and Lightner, D., 2019. Nuclear magnetic
resonance biosensor for rapid detection of Vibrio parahaemolyticus.
biomedical journal, 42(3), pp.187-192.
Imra, Kustiariyah, dan Desniar. 2016. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri
Ekstrak Nipah (Nypa Fruticans) terhadap Vibrio sp. Isolat Kepiting Bakau
(Scylla sp.). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 19 (3): 241-
250.
Isnindar, S. Wahyuono dan E. P. Setyowati. 2011. Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Antioksidan Daun Kesemek (Diospyros kaki Thunb.) dengan
Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil). Majalah Obat Tradisional. 16
(3): 157-164.
Jaedun, A. 2011. Metodologi Penelitian Eksperimen. In Service 1. Yogyakarta. 12
hlm.
Jay, J.M. 1997. Modern Food Microbiology Fifth Edition. Wolters Kluwer Law &
Business. New York. 664 hlm.
Kadarohman, A. G. Dwiyanti, Y. Anggraeni dan L.L. Khumaisah. 2011.
Komposisi Kimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Kemangi
(Ocimum americanum L.) terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella
sonnei dan Salmonella enteritidis. Jurnal Hayati. 16: 101-110.
Khudry, A. 2014. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pohpohan (Pilea trinervia
W.) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
Kristanti, A.N. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Universitas Airlangga Press.
Surabaya. 174 hlm.
Kusmiyati dan N.W.S. Agustini. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari
Mikroalga Porphyridium cruentum. Biodiversity. 8 (1): 48-53
Kusumawati, N. 2000. Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Menghambat Listeria
monocytogenes pada Bahan Pangan. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi. 1
(1): 14-28.
Lestari, Y., P. Ardiningsih dan Nurlina. 2016. Aktivitas Antibakteri Gram Positif
dan Negatif dari Ekstrak dan Fraksi Daun Nipah (Nypa Fruticans Wurmb.)
Asal Pesisir Sungai Kakap Kalimantan Barat. Jurnal Kimia Khatulistiwa. 5
(4): 1-8.
Malangngi, L., Sangi, M. and Paendong, J., 2012. Penentuan kandungan tanin dan
uji aktivitas antioksidan ekstrak biji buah alpukat (Persea americana Mill.).
Jurnal Mipa, 1(1), pp.5-10.
Morin, R.B. dan M. Gorman. 1982. Chemicals and Biology of b-Laktam
Antibiotics Volume 3. Academic Press. New York. 418 hlm.
Morris, G.J. dan R.E. Black. 1985. Cholera and Other Vibrioses in the United
States. The New England Journal of Medicine. 312 (6): 343-350.
Mulyani, Y., E. Bachtiar dan M.U. Kurnia. 2013. Peranan Senyawa Metabolit
Sekunder Tumbuhan Mangrove terhadap Bakteri Aeromonas hydrophilia
pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Akuatika, 4 (1): 1-9.
Ngajow, M., Abidjulu, J. and Kamu, V.S., 2013. Pengaruh antibakteri ekstrak
kulit batang matoa (Pometia pinnata) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus secara in vitro. Jurnal Mipa, 2(2), pp.128-132.
Nopiyanti, H.T., F. Agustriani, Isnaini dan Melki. 2016. Skrining Nypa fruticans
sebagai Antibakteri Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Maspari Journal. 8 (2): 83-90.
Nurhayati, R. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid sebagai
Antioksidan pada Kulit Buah Manggis. Skripsi. Universitas Negeri
Gorontalo. Gorontalo.
Oktavianus, S. 2013. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Mangrove Jenis Avicennia
marina terhadap Bakteri Vibrio parahaemolyticus. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Prihantoro, T., R. Indra dan Sumarno. 2006. Efek Antibakteri Ekstrak Kulit Buah
Delima (Punica granatum) terhadap Shigella dysentriae secara In Vitro.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. 22 (3): 101-106.
Purnobasuki, H. 2004. Potensi Mangrove sebagai Tanaman Obat. Jurnal Biota. 9
(2): 125-126.
Rahayoe, S., B. Rahardjo dan Rr.S. Kusumandari. 2008. Konstanta Laju
Pengeringan Daun Sambiloto menggunakan Pengering Tekanan Rendah.
Jurnal Rekayasa Proses. 2 (1): 17-23.
Rohman, A., S. Riyanto, dan D. Utari. 2006. Aktivitas Antioksidan, Kandungan
Fenolik Total dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Buah
Mengkudu serta Fraksi-fraksinya. Majalah Farmasi Indonesia. 17 (3): 136-
142.
Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Belajar, Bandung: CV Alfabeta. 266 hlm.
Sangi, M.S., L.I. Momuat dan M. Kumaunang. 2012. Uji Toksisitas dan Skrining
Fitokimia Tepung Gabah Pelepah Aren (Arenga pinnata). Jurnal Ilmiah
Sains. 12 (2): 127-134.
Sitorus, P. 2016. Comparison of Antibacterial Activity of Ethanolic Extract from
Immature and Mature Nipa Leaves (Nypa fruticans, Wurmb) against
Staphylococcus aureus and Escherichia coli. International Journal of
PharmTech Research. 9 (11): 121-127.
Sosia, P. Yudasakti, T. Rahmadhani dan M. Nainggolan. 2014. Mangroves (Siak
& Kepulauan Meranti). Energi Mega Persada. Jakarta. 89 hlm.
Srikandi, S., 2017. UJI CEMARAN BAKTERI DAN CENDAWAN PADA
KEJU KASAR (Cheddar). Jurnal Sains Natural, 2(1), pp.92-100.
Sudarno, F.A., Setiorini dan H. Suprapto. 2011. Efektifitas Ekstrak Tanaman
Meniran (Phyllanthus niruri) sebagai Antibakteri Edwardsiella tarda secara
In Vitro. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3 (1): 103-108.
Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. 390 hlm.
Suryelita, S., Etika, S.B. and Kurnia, N.S., 2017. Isolasi Dan Karakterisasi
Senyawa Steroid Dari Daun Cemara Natal (Cupressus funebris Endl.).
EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp.86-94.
Volk, W.A. dan M.F. Wheeler. 2010. Mikrobiologi Dasar jilid II. Erlangga,
Jakarta. 341 hlm.
Widowati, R. 2008. Keberadaan Bakteri Vibrio parahaemolyticus pada Udang
yang Dijual di Rumah Makan Kawasan Pantai Pangandaran. Vis Vitalis. 1
(1): 9-14.
Wirasuta, I.M.A.G dan R. Niruri. 2006. Buku Ajar Toksikologi Umum.
Universitas Udayana. Bali. 120 hlm.
Yulinati, F.N., Malaka, R., Prahesti, K.I. and Murpiningrum, E., 2015.
KUALITAS FISIK SUSU SEGAR KAITANNYA ANTARA SANITASI,
HIGIENE DAN ADANYA KONTAMINASI Listeria monocytogenes
PADA PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN SINJAI
SULAWESI SELATAN. JITP, 4(1).

Anda mungkin juga menyukai