Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KARDIOVASKULER

“Penyakit Tidak Menular Dan Gangguan Kardiovaskuler”

OLEH :

LAURA QURRATU AIN

183110179

IIA

Dosen Pembimbing :

Tasman,S.Kp.M.Kep.Sp.Kom

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG


PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi saat ini adalah makin


meningkat kasus penyakit tidak menular (PTM). PTM adalah penyakit yang bukan
di sebabkan oleh infeksi kuman termasuk penyakit kronis degenerative, antara lain
penyakit jantung, diametes militus(DM), kanker, penyakit paru obstuktif kronis
(PPOK) dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.

Salah satu strategi dalam meningkatkan pembangunan kesehatan adalah


pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat termasuk dunia usaha.
Masyarakat diberi fasilitas dan bimbingan dalam mengembangkan wadah untuk
berperan, di bekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali masalah
diwilayahnya, mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan masalahnya
sendiri berdasarkan priorotas dan potensi yang ada.

Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan dengan komitmen bersama


dari seluruh elemen masyarakat yang perduli dengan ancaman PTM melalui
posbindu.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana fenomena penyakit menular secara global, nasional dan


Sumatra barat ?
2. Bagaimana lingkup penyakit tidak menular ?
3. Apakah Factor resiko penyakit tidak menular ?
4. Apa saja program pemerintah terhadap PTM?
5. Bagaimana fenomena penyakit kardiovaskuler di Sumatra barat ?
6. Masalah gangguan kardiovaskuler utama di Indonesia dan Sumatra
barat ?
7. Apakah factor resiko gangguan kardiovaskuler ?
8. Apakah deteksi dini utnuk penyakit kardiovaskuler ?
9. Apakah upaya pengendalian dari factor resiko PTM dan gangguan
kardiovaskuler ?
10. Apa saja program posbinud PTM ?

1.3 TUJUAN

Untuk mengetahui apa saja dan bagaimana penyakit tidak menular dan
penyakit gangguan kardiovaskuler .
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Penyakit tidak menular (PTM)adalah penyakit yang di anggap tidak menular


tidak dapat ditularkan atau di sebarkan kepada orang lain dari seseorang ke orang
lain,sehingga bukan suatu ancaman bagi orang lain. Berdasarkan laporan WHO
mengenain PTM di asia tenggara terdapat 5 PTM dengan tingkat kesakitan dan
kematian yang sangat tinggi yaitu penyakit jantung (kardiovasuler), DM,
Kanker,Penykit Pernaasan Obstruksi Kronis ( PPOK)

Istilah penyakit tidak menular memounai kesamaan arti dengan:

1. Penyakit kronik: dapat di pakai untuk PTM karena kelangsungan PTM


biasanya bersifat kronik.
2. Penyakit non infeksi: karena penyakit PTM bukan di sebabkan oleh
mikro organisme

Penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi antara agen ( non living
agent) dengan host dalam hal ini manusia ( factor predisposisi, infeksi, dan lain-
lain) dan lingkungan sekita (source and vehicle agent).

Penyakit kardiovaskuler adalah salah satu penyakit tidak menular.


Kardiovaskuler merupakan salah stu masalah kesehatan utama di Negara meju
maupun berkembang. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang menyebabkan
gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah(kemenkes,2014). Ada banyak jenis
penyakit jantung namun yang paling banyak dijumpai adalah penyakit jantung
koroner, jantung serebrovaskuler, jantung perifer, jantung rematik dan jantung
bawaan serta gagal jantung (WHO, 2016)

2.2. FENOMENA PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

1. DUNIA

Penyakit tidak menular (PTK) telah meningkat dengan tajam seiring dengan
perubahan gaya hidup dan perilaku tidak shat masyarakat. Berbeeda dengan
penyakit aku, PTM kerap kali baru dirasakan pada waktu komplikasi sudah t erjadi.
Hasil riset ksehatan dasar pada tahun 2013 menunjukkan bahwa lebih dari 70%
penduduk yang hipertensi dan DM tidak terdiagnosa (undiagnosed). Fenomena ini
mengidentifikasika bahwa beban system pelayanan kesehatan sebenarny jauh lebih
besar dari koncdisi nyata saat ini.

Secara global, sekitar 63% penyebab kematian di dunia adlah penyakit tidak
menular (PTM) yang membunuh 63 juta jiwa pertahunnya. Keprihatinan terhadap
peningkatan pravelensi penyakit tidak menular telah mendorongnya berbagai
inisiatif di tingkat global dan regional. Pertemuan thunan World Health Organizatio
(WHO). Pada tahun 2000 telah dilahirkankesepakatan tentan strategi global dalam
pengulanggan penyakit tdak enulr, khususnya dinegara berkembang. Strategi
iniberdasarkan pada 3 pilar utama yaitu survelans, pencegahan primer dan
penguatan system layanan kesehatan.

Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi salah satu penyebab utama kematian
di dunia. Peningkatan PTM juga terjadi di Provinsi Sumatera Barat. Demikian juga
halnya dengan Kota Solok. Salah satu kebijakan pengendalian PTM saat ini adalah
melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM berbasis masyarakat dengan
melakukan deteksi dini, pemantauan faktor risiko dan tindak lanjut secara promotif
dan preventif.
Salah satu program pemberdayaan masyarakat dalam upaya pencegahan dan
deteksi dini PTM adalah Pos Pembinaan Terpadu (posbindu) Penyakit Tidak Menular
(PTM). Posbindu PTM merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dalam pengendalian faktor risiko PTM yang
berada dibawah pembinaan puskesmas. Posbindu PTM yang dibangun berdasarkan
komitmen bersama dari seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman
PTM. Kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang
dilaksanakan secara terpadu, rutin dan periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular
(PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat,
kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta
menindak lanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui konseling
kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sasaran utama
Posbindu PTM adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia
15 tahun ke atas.

Gambaran Factor Resiko Penyakit Tidak Menular

RISKESDAS 2013 mengumpulkan informasi tentang beberapa factor resiko


perilaku yang terkait penyakit tidak menular (PTM) utamanya di Indonesia seperti
merokok, kurang aktifitas fisik dan kurang makanan berserat. Ditemuka bahwa
prevaleni merokok dinatara pendudduk di atas 5 tahun meningkat mnjadi
34,7%(2007) menjaadi 36,3%( 2013). Dan ada juga penduduk yang terpapa asap
rokok di dalam rumah. Pada tahun 2010 prevelensi perokok pasif dialmi oleh dua
atau lim penduduk dengan jumlah berkisar 92 juta penduduk. Paata tahun 2013
jumlah ini meningkat menjadi 96 juta jiwa. Perempua lebih tinggi (54%) dari pada
laki- laki (24,2%).

Prevelensi penyakit tidak menular karena aktiitas fisik kurng di antara


penduduk di atas 10 tahun membaik menjadi 26,1% (2013) dan 48,2%. Prevensi
perilaku makan ssayur dan berserat sangat tinggi pada penduduk di atas 10 tahun di
tahun 2007 dan 2013 (93,6% dan 93.5%).

2. NASIONAL

Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple


burden diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai
dengan masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu, munculnya
kembali beberapa penyakit menular lama (re-emerging diseases), serta munculnya
penyakit-penyakit menular baru (new-emergyng diseases) seperti HIV/AIDS, Avian
Influenza, Flu Babi dan Penyakit Nipah. Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya
kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Kesehatan merupakan aspek Penting dari hak asasi manusia, sebagaimana
disebutkan dalam deklarasi hak asasi manusia perseerikatn bangsa bangsa (1948)
yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atass tarf kehiduan yang memandi untu
ksehatann dn kesejahteraan untuk dirinya dan keluargannya. Haak atas kesehatan juga
dapat ditemukan di intrumen nasional yang diatur dlam undang- undang nomor 36
tentang kesehatan. Sesuai dengan norma hak asasi manusia, makan Negara
berkewajiban untuk menghormati, melingdungi dan memenuhi hak-hak asasi
kesehtan tersebut. Kewawjiban tersebut antara lain dilakukan secara menyediakan
layaan kesehatan berkualitas yang asesibel bagi seluruh rakyat semua dan bagi
penyndang stabilitas ( inklusif), upaya pencegahan penurunya status kesehatan
masyarakat, melakukan langkah- langkah legislasi yang dapat menjamin
peringdungan masyarakat, dan mengembangkan kebijakan kesehatan, serta
menyeiakan anggaran memadai.
Rencana aksi nasional penanggulangan peenyakit tidak menular 2015- 2019
ini merupakan upaya pemerintah untuk mengidentifikasi aksi strategis yang akan
dipllementasikan dalam mencapai tujuan yang tercantum dan rencna strategis
kementrian kesehatan 2015- 2019 serta mendukung tercapainya sarana- sarana daam
actionplan for prfention and control of NCDs insouth east asia 2013-2020 dan
global extion plan for prepention and control of NCDs 2013- 2020. Dipahami
bahwa ebenarnya penyakit tidak memnular juga memncakup banyak sekali kondisi
atau penyakit termasuk gangguan jiwa, ganggu indra, kecelakaan, disabiltas dan
enyakit tidak menular lainnya.

Indonesai saat ini berada dalam masa transisi pembangunan bidang kesehtan
menghadapi beban ganda penyakit satu pihak masih banyak penyakit yang menular
yang harusnya ditangani. Kementrian kesehtan melalui direktorat pengendalian
penyakit tidak menular juga tlah menetapkan jenis penyakit tidak menulr priorita
yaitu penyakit jantung dan pembulu darah, diabetes militus(DM) penyakit baru
kronis, kanker( khususnya kanker serviks dan payudara).

3. SUMATRA BARAT

Kota Solok merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat yang telah
menjalankan Posbindu PTM sejak tahun 2014. Berdasarkan data yang diperoleh,
distribusi Posbindu PTM yang dilaksanakan di lingkungan tempat tinggal masyarakat
dalam wadah kelurahan hingga akhir tahun 2017 telah dibentuk sebanyak 27
Posbindu PTM yang tersebar pada 13 kelurahan yang ada di Kota Solok.

2.3. RUANG LINGKUP PNYAKIT TIDAK MENULAR

Direktorat pengendalia penyakit tidak menular memiliki ruang lingkup keitan yang
terdiri dari :

1. Pengendalian penyakit jantung daan pembuluh darah


2. Pengendalian penyakit Diabetes Militus dn penyakit metabolic
3. Pengendaian penyakit kanker
4. Pengendalian peenyakit kronis dan penyakit degenerative lainnya
5. Pengendalian gangguan akibat kecelakaan dan cidera
Ruang lingkup pedoman surveilans penyakit tidak menular adalah sebagai beriut :

a. Survailens factor resiko


b. Survailens kasus
 Data berbasis institusi (urgent )
 Registrasi PTM

Ruang lingkup rencana aksi nasional peanggulangan penyakit tidak menular


tahun2015-2019 meliputi :

a. Analisa situasi
b. Strategi
c. Aksi strategi
(peraturan menteri kesehatan republic Indonesia)

2.4. FAKTOR RESIKO PENYAKT TIDAK MENULAR

Berbeda dengan penyakit menular yang disebabkan oleh adanya


mikroorganisme seperti,bakteri, virus, cacing dan jamur yang menginfeksi manusia,
penyakit tidak menular tidak ddi sebabkan oleh mikroorganisme kan tetapi
disebabkan adanya infeksi antara factor fisiologi, genetic, factor perilaku, dan factor
diluar manusia itu sendiri seperti social, ekonomi dan kondisi lingkungan sekitar.

Factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi oleh manusia adalah usia, jenis
kelamin, dan genetic. Sedangkan resiko yang dapat dimodifikasi adalah fakor yang
dapat di ubah melalui keadaan individu itu sendiri dan intervensi sosial. Factor-
factor yang dapat dimodifikasi tersebut adalah :

 Merokok
Efek berbaahaya dari rokok terhadap kematin yang disebabkan oleh kanker,
penyakit kardiovaskuler, dan penyakit pernapasan kronis telah lama
diketahui. Selain itu, paparan asap rokok pasif seperti ibu hamil, anak- anak
dan orng dewasa yang tidak hamil dirumah ataupun ditempat umum.
 Konsumsi alcohol
Alcohol merupakan zat psikoaktif denga memproduksi subtansi yang
membuatketergantungan pengosumsinya. Dampak alcohol ditentukan oleh
volume alcohol yang dikonsumsi, pola minum, dan kualitas alcohol yang
dikonsumsi.
 Pola makan yang buruk
Sekita 16 juta, potensi kehilangan nyawa karena kematian dini dan tahun-
tahun produkktif yang hilang kaena cacat, dan ,7 jut dari kematian di seluruh
dunia disebabkan ole kurangnya konsumsi buah dan sayur.
 Kurangnya aktifitas fisik
Aktifitas fisik yang tidak memadai merupakan satu dari 10 faktor utama
kematian global. Orang yang kurang aktif secara fisik memiliki 20-30%
peningatan factor resiko penyebab kematian disbanding dengan mereka yang
setidaknya melakukan aktifitas fisik.

2.5. PROGRAM PEMERINTAH TERKAIT PTM

Salah satu kebijakan dalam pengendalian PTM yang efisien dan efektif adalah
pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat. Posbindu ini menjadi salah
satu bentuk UKM yang selanjutnya berkembang menjadi upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat (UKBM) di bawah pembinaan puskesmas. Adanya Posbindu PTM
diharapkan dapat terlaksananya pencegahan dan pengendalian melalui deteksi dini,
pemantauan, dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara terpadu dan periodik.
Program Posbindu ini menjadi salah satu rencana aksi pemerintah dalam
penanggulangan penyakit tidak menular.
Dalam peraturan mentri kesehatan republic idonesia nomor 5 tahun 2017 :

 Pasar 3
Dalm melaksanakan rencana aksi nasional penangulangan penyakit tidak
menular tahun 201-2019 pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat
melibatkan peran serta lintas sector masyarakat.

Strategi pencegahan dan pengendalian PTM di Indonesia ( kemenkes RI ):

 Advokasi, kerjasama, bimbingan dan manajemen PTM


 Promosi, pencegahan dan pengurangan factor resiko PTM melalui
pemberdayaan masyarakat.
 Penguatan kapasitas dan kompetesi layanan kesehatan serta kolaborasi
sector swasta dan professional
 Penguatan survaile, pengawasan dan riset PTM

STRTEGI 4 BY 4:

Untuk berkolaborasi antar sector dan keterlibatan masyarakat, jejaing telah


dibentuk, program pengendalian PTM telah ditingkatkan dengan dukungan politis
yang kuat dan berkoordinasi dengan masyarakat sipil. Program pengendalian PTM
di Indonesia diprioritaskan pasa strategi 4 by 4 sejalan dengan rekomendasi global
WHO (3013-2020).

2.6. FENOMENA PENYAKIT KARDIOVASKULER

1. GLOBAL

Data WHO tahun 2015 menunjukkn bahwa 70% kematian di dunia


disebabkan oleh penyakit tidak menular. Dari seluruh keatian akibat penyakit tidak
menular tersebut, 45%nya disebabkan olelh penyakit jantung dan pembuluh darah,
yaitu 17.7 juta dari 39,5 juta kematian.

Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia (global threat) dan


merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di
seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari
17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Sedangkan sebagai perbandingan, HIV / AIDS, malaria dan TBC secara
keseluruhan membunuh 3 juta populasi dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar
2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung. Selain itu,
tingginya insidensi penyakit kardiovaskular dan hambatan untuk mengakses layanan
kesehatan berhubungan dengan berbagai faktor penentu sosial ekonomi kesehatan,
termasuk pendidikan dan kesadaran kesehatan. Beberapa faktor tersebut
diantaranya:

 Polusi udara bertanggung jawab atas 25% kematian akibat kardiovaskular


(WHO) yang membuat mereka yang tinggal di kota berisiko lebih besar
 Diet sehat sangat penting untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular,
namun di banyak sekolah, kantor, rumah sakit, dan rumah yang menyediakan
makanan tinggi lemak dan padat energi dan kurangnya pilihan makanan yang
sehat.
 Di negara-negara di mana larangan merokok tidak ada, orang sering tidak
punya pilihan selain bekerja dan bersosialisasi di tempat-tempat di mana
perokok pasif meningkatkan risiko CVD mereka. Merokok hanya satu batang
per hari dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner (BMJ)
48%
 Kurangnya ruang terbuka yang aman atau jalur siklus juga dapat membatasi
kemampuan individu untuk menjadi lebih aktif, meningkatkan risiko CVD,
padahal berolahraga dikaitkan dengan risiko 29% lebih rendah meninggal
akibat CVD (BMJ).
 Latar belakang genetik dan geografi spesifik juga dapat mempengaruhi
populasi tertentu terhadap peningkatan risiko CVD

2. NASIONAL
Penyakit tidak mnular menjadi salah satu masalah kesehatan
msyarakat yang menimbulkan kesakitan, kecacataan dan kematian yang
tinggi, serta menimbulkan beban pembiayaan kesehatan. Salah satu penyakit
tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat sat ini adalah
penyakit jantung coroner yang setiap tahunnya mmengalami peningkatan
setiap tahunnya. Penyakit jantung coroner adalah kondisi pembuluh darah
arteri coroner yang menyulai darah ke otot- otot jantung terhambat yang
disebabkan terjadinya penumukan plat seperti lemak, kalsium dan jaringan
perut yang ada di dalam arter tersebut. Penyakit jantung coroner adalah
penyebab kematian tertinggi I seluruh dunia. Pada tahun 2013 di indonesa
yang terdiagnosa yang terdiagnosi penyakit jantung coroner telah tercatat
sebanyak 883.447, penderita mayoritas berusia 55-64 tahun. Tingkat keatian
yang diakibat dari penykit jantung coroner bisa dikaatakan tinggi, sehingga
mecpai sekitar 45% dari seluruh angka kematian di Indonesia.

3. SUMATRA BARAT

Riskesdas 2018 menunjukkan prvalensi penyakit jantung berdasarkan


diagnose dokter di Indonesia sebsar 1,5% dengan peringkat pravalensi tertinggi,
prov Kalimantan utama 2,2%, DIY 2%,Gorontalo 2%. Selain ketiga provinsi
tersebut terdapat 8 provinsi lainya dengan prevelensi yang lebih tinggi jika dibandig
dngan prvelensi nasional. Delapan provinsi tersebut adalah; aceh (1,6%) sumatra
barat (1,6%) DKI Jakarta (1,9%) jawa barat,tengah, dan timur (1,6%) Kalimantan
timur(1,9%) Sulawesi utara( 1,8%) dan Sulawesi tengah (1,9%).

Penyakit jantung koroner (PJK) di RSUP DR.M.Djamil tahun 2013 termasuk


tiga penyakit dengan prevalensi tertinggi. Pada unit rawat rawat jalan penyakit
jantung diperoleh data rata-rata pasien yang datang berobat sehari ± >100 pasien dan
pada umumnya merupakan pasien PJK. Berdasarkan data yang diperoleh kunjungan
pasien untuk kontrol biasanya dilakukan sekali sebulan, ini menandakan banyaknya
pasien penyakit jantung di sumatera barat terutama yang berobat ke RSUP
DR.M.Djamil Padang.Hasil survei pendahuluan laporan sub bagian rekam medis
RSUP Dr.M.Djamil Padang pasien PJK tahun2010 sebanyak 63 orang dengan 13
orang wanita menopause.(6)Pada tahun 2011 meningkat menjadi 98 orang dengan 17
orang wanita menopause.(7)Pada tahun 2012 terdapat 18 orang wanita menopause
mengalami PJK.(8)Pada tahun 2013 terjadi peningkatan yang signifikan pasien PJK
wanita menopause yakni sebanyak 101 orang.(9)Penyakit jantung
koroner(PJK)biasanya terjadi pada usia setengah baya.Penyakit jantung koroner tidak
mudah terlihat seperti penyakit lainnya (kulit, tumor, patah tulang atau penyakit
infeksi). Keluhan pada penderita bersifat khas dan terasa berat, sehingga mudah
ditebak.Akan tetapi beberapa penderita hanya menampakkan gejala yang samar,
bahkan ada yang tanpa keluhan sama sekali. Usia di atas 40 tahun merupakan usia
yang rentan terkena PJK. Sehingga jika sudah merasakan keluhan yang mengarah ke

penyakit jantung, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan.

2.7. MASALAH GANGGUAN KADIOVASKULER

1. Indonesia
Jantung sehat, SDM unggul adalah tema nasional peringtan hari
jantung sedunia(HJS) tahun 2019 dan World Heart day 2019. Mellui tema
HJS tersebut kita diajak untuk melakukan perubahan kecil dalam hidu kita,
membuat sebuah janji sederhana untuk kesehatan jantung kita, dn kesehatan
jantung.
Data WHO tahun 2015 menunjukkan bahwa 70% kematian didunia
disebabkan oleh penyakit tidak menular. Dari seluruh kematian yang di
sebabkan oleh penyakit tidak menular disebabkan oleh penyakit jantung
coroner. Penyakit kardovaskuler ini menjadi penyebab kematian nomor satu
di Indonesia. Indonesia leboh berpotensi mengalami penyakit jantung akibat
pola makan dan gaya hidup.

2. Sumatra barat
Penyakit jantung merupakan salah satu pembunuh aau penyebab
kematian utama di Sumatra barat, kata pejabat di dinas kesehatan (Dinkes).
Penyakit kardioaskular yang dominan sebagai penyebab kematian di
Sumatra barat terbagi atas tiga keyakinan yaitu gagal jantung, stoker dan
jantung coroner.secara umum, penyakit itu berkaitan dengan system
peredaran darah yakni system tubuh yang terdiri dari jantung, darah, dan
pembuluh darah sehingga saat terjadi masalah pada system tersebut, maka
seseorang mengalami gangguan jantung yang jenisnya lebih dari 60 macam
serta menyebabkan masalah kesehatan yang sserius termasuk kematian.

2.8. FAKTOR RESIKO GANGGUAN KARDIOVASKULER


Factor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah adalah suatu kondisi yng
secra pontensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya penyakit jantung dan
pembuluh darah pada seseorang atau kelompok tertentu.

Factor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah meliputi fakor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi, seperti riwayat keluarga, umur, jenis kelamin,
sedangkan factor resiko yang dimodifikasi, seperti : hipertensi, merokok, diabetes
militus, dispidemia ( metaboisme lemah yang abnormal)

 Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dekat yang terkena penyakit jantung dan pembulh
darah meningkat resiko penyakit jantung dan pembuluh darah dua kali lebih
besar disbanding dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga
 Umur

Resiko penyakit jantung dan embuluh darah meningkat pada usia diatas
55 tahun untuk laki laki di atas 65 tahun untuk perempuan

 Jenis kelamin

Jenis kelamin laki- laki mempunyai resiko penyakit jantung dan


pembuluh darah lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan

 Hipertensi

Resiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat sejalan dengan


peningkatan tekanan darah. Hipertesi merupakan penyebab tersering
penyakit jantung kororner dan stroke, serta factor utama dalam gagal
jantung kongestif. Studi yang ada menyebutkan bahwa resiko gagal
jantung kongestif meningkat sbesar 6 kali pada pasien hipertensi.

 Merokok
Perokok berisiko 2-4 kali menderita penyakit kardiovaskuler. Radikal
bebas pada rokok akan merusak dinding pembuluh darah jantung dan
menigkatkan terjadinya aterosklerosis.

 Diabetes militus (DM)

Diabetes militus erisiko 2-3 kali lebih besar menderita penyakit


kardiovaskuler dan kemungkinan 60% meninggal karena penyakit ii.
Sebanyak 240 ribu penderita diabetes di AS meninggal karena penyakit
kardiovaskuler.

Factor resiko kardio dibagi menjadi 3 yaitu :

a) Resiko Rendah

Karakteristik pasien berikut berisiko rendah bila berpartisipasi dalam

rehabilitasi dengan program latihan fisik (Semua karakteristik di bawah ini harus

terpenuhi) :

1) Tidak didapatkan disritmia ventrikel yang kompleks ketika dilakukandan


ketika masa pemulihan uji latih jantung

2) Tidak didapatkan angina atau gejala signikan (seperti sesak napas, mata
berkunang-kunang, atau pusing) ketika dilakukan dan ketika masa
pemulihan uji latih jantung

3) Hemodinamik normal ketika dilakukan dan ketika masa pemulihan uji latih
jantung (Peningkatan dan penurunan laju jantung dan tekanan darah sistolik
sesuai dengan peningkatan beban dan saat pemulihan uji latih jantung)

4) Kapasitas fungsional >7 METs

5) Fraksi ejeksi saat istirahat ≥50%


6) Infark miokard atau prosedur revaskularisasi tidak ada komplikasi

7) Tidakdidapatkan disritmia ventrikel berat saat istirahat

8) Tidak didapatkan gagal jantung kongestif

9) Tidak didapatkan gejala atau tanda iskemia pasca serangan jantung/pasca


prosedur revaskularisasi

10) Tidak didapatkan depresi klinis

b) Resiko Sedang

Karakteristik pasien berisiko sedang ketika berpartisipasi dalam program latihan


sik, bila ditemukan satu atau kombinasi dari kriteria berikut:

1) Didapatkan angina atau gejala lain yang signikan (seperti sesak napas,
mata berkunang-kunang, atau pusing) yang hanya terjadi bila latihan sik
dilakukan pada level yang tinggi (≥7 METs)

2) Ditemukan level silent ischemia yang ringan hingga sedang ketika dilakukan
atau pada masa pemulihan uji latih jantung (segmen ST depresi <2 mm dari
baseline)

c) Resiko Tinggi

Karakteristik pasien berisiko tinggi ketika berpartisipasi dalam program latihan f


isik, bila ditemukan satu atau kombinasi dari kriteria berikut:

1) Didapatkan disritmia ventrikel yang kompleks ketika dilakukan dan ketika


masa pemulihan uji latih jantung
2) Didapatkan angina atau gejala lain yang signikan (seperti sesak napas,
mata berkunang-kunang, atau pusing) saat melakukan latihan sik pada level
rendah (<5 METs) atau pada masa pemulihan

3) Ditemukan level silent ischemiayang tinggi ketika dilakukan atau pada masa
pemulihan uji latih jantung (segmen ST depresi ≥2 mm dari baseline)

2.9. DETEKSI DINI GANGGUAN KARDIOVASKULER

Berdasarkan hasil screening/ deteksi dini didapatkan pemetaan faktor risiko.


Pemetaan ini guna memantau faktor risiko PTM seperti merokok, kurang makan
sayur dan buah, kurang aktivitas fisik, konsumsi minuman beralkohol, stress, yang
penting di waspadai agar tidak terserang PTM. Hasil deteksi dini ini dapat dijadikan
sebagai peringatan bagi para masyarakat agar lebih menjaga gaya hidupnya, terutama
pola makan dan kebiasaan berolahraga. Untuk melakukan pencegahan PTM dengan
mengendalikan faktor risiko yang ditemukan pada masing-masing individu.
Pengendalian faktor risiko PTM dilakukan melalui perilaku CERDIK
Pengendalian PTM dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi factor
risiko dengan perubahan perilaku yang dikenal dengan akronim CERDIK. Kegiatan
CERDIK harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan sebagai berikut :
C : Cek kondisi kesehatan anda secara rutin dan teratur
E : Enyahkan asap rokok dan polusi udara lainnya
R : Rajin aktifitas fisik dengan gerak olah raga dan seni
D : Diet yang sehat dengan kalori seimbang (rendah gula, garam dan
lemak serta kaya serat)
I : Istirahat yang cukup dan utamakan keselamatan
K : Kendalikan stres dan tindak kekerasan
2.10. UPAYA PENGENDALIAN GANGGUAN KARDIOVASKULER

Pengendalian factor resiko penyakit jantung dan pembuluh darah meliputi 9 :

A. Melaksanakan review dan memperkuat “askpek legal” pengendalin factor


resiko penyakit jantung dan pembulu darah di unit pelaksanaan (UPT,
DINAS KESEHATN PROV, DINAS KESEHATAN KAB.KOTA DAN
PUSKESMAS)
B. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi
a. Advokasi
Pendekatan keada para pimpinan aau penentu / pembuat peraturan
perundang- undangan agar dapat memberikan dukungan, kemudahan
perlindungan pada berbagai uaya pengendalian factor resiko penyakit
jantung dan pemuluh darah yang dilaksanakan dalam berbagai
bentuk kegiatan advokasi baik formal maupun informal
b. sosialisasi
bentuk kegiatan sosialisasi meliputi penyuluhan (KIE = komunikasi,
informasi, edukasi)
1. penyuluhan KIE
2. bina suasana
3. pemberdayaan masyaraat
4. melakanakan intensifikasi
5. pngembangan (investasi) sumber daya manusia
6. mefasilitasi terbentuknya dan peran sebagai regulator
jejaring kerja
7. memperkuat logistic peralatan skrining ( deteksi dini)

2.11. PROGRAM POSBINDU PTM


Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan
deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini factor resiko penyakit tidak menular
secara mandiri dan berkesinambungan.

Sasaraan program ini ditujukan kepada masyarakat sehat dan beresiko


yangberusia 15 tahun keatas :

1. Tujuan posbindu
a. Deteksi factor resiko PTM oleh masyarakat sedini mungkin
b. Terselenggaranya penanganan factor resiko PTM oleh
masyarakay sesegera mungkin
2. Sasaran posbindu
Alasan seluruh warga negar yang berusia > 15 tahun yang ada
diwilayah posbindu.
BAB III
PENUTUP

3.1. PEMAHASAN

Kesehatan merupakan aspEk Penting dari hak asasi manusia, sebagaimana


disebutkan dalam deklarasi hak asasi manusia perseerikatn bangsa bangsa (1948)
yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atass tarf kehiduan yang memandi
untu ksehatann dn kesejahteraan untuk dirinya dan keluargannya. Haak atas
kesehatan juga dapat ditemukan di intrumen nasional yang diatur dlam undang-
undang nomor 36 tentang kesehatan. Masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi
saat ini adalah makin meningkat kasus penyakit tidak menular (PTM).

Mengingat keberagaman ketersediaan fasilitas dan sumberdaya yang


ada,maka setiap institusi dapat menyesuaikan jenis pelayanan dan tatacaranya sesuai
ketersediaan sumberdaya, namun tetap memperhatikan agar pelayanan ini rehabilitasi
kardiovaskuler dapat dilaksanakan secara efektifserta aman untuk pasien.

3.2. SARAN

Meskipun dalam penulisan belum sempurna dan masih banyak kekurngan.oleh


karena itu saya sangat berharap kritik dan saran dari bapak sebagai bahan evaluasi
untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 4, Oktober


2017 (ISSN: 2356-3346)

Kemenkes RI, 2010, Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalamPengendalian


Penyakit Tidak Menular, Pusat Promosi Kesehatan RI, Jakarta

Kemenkes, 2012, Modul Training of Trainer (TOT) Teknis Pengendalian Penyakit


Tidak Menular

Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU) Bagi Kader, Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI 2019.

Anda mungkin juga menyukai